Pernyataan bahwa dirinya tidak menginginkan anak membuat Rizki mengerutkan keningnya dan refleks membantah, "Kapan aku bilang aku nggak menginginkan anak?"Reaksinya hanya membuat Alya makin merasa lucu."Berhenti berpura-pura. Hanya karena kamu nggak mengatakannya secara langsung, bukan artinya kamu nggak melakukannya."Kata-kata ini membuat Rizki makin mengerutkan keningnya. Karena ini terlalu absurd, dia pun hanya bisa membela diri."Kalau aku nggak mengatakannya secara langsung, maka kenapa aku bisa melakukannya?"Ketika mendengar kalimat ini, Alya tampak tak bisa memercayainya. "Rizki, kamu bahkan nggak punya keberanian untuk mengakuinya?"Rizki agak frustrasi."Karena aku nggak mengatakannya, kenapa aku harus mengakuinya?"Alya mencibir, "Aku nggak menyangka sekarang kamu sepengecut ini. Kamu bahkan nggak berani mengakuinya dan malah bermain kata denganku.""Kapan aku bermain kata denganmu?""Kalau nggak bermain kata, kenapa kamu nggak mengakuinya?" tanya Alya."Bagaimana aku bis
"Aku benar-benar nggak melihat pesanmu. Kalau nggak, apa kamu pikir aku akan mengabaikan hal sepenting itu? Kita tumbuh bersama sejak kecil, apa kamu pikir aku orang semacam itu?""Ya, kita memang tumbuh bersama. Aku kira aku mengenalmu, tapi siapa tahu kalau kamu mungkin sudah berubah? Lagi pula, Hana adalah penyelamatmu. Nggak mustahil kalau kamu akan berubah untuknya.""Kamu pikir aku akan melukaimu hanya demi dia?"Pertanyaan ini ....Alya menatapnya dengan mencemooh. "Bukankah kamu sudah melukaiku deminya?""Kapan?" tanya Rizki.Kapan? Dia masih berani-beraninya bertanya kapan?Melihat Alya tidak menjawab, Rizki pun berkata, "Kalau maksudmu adalah perceraian kita, aku bisa menjelaskannya."Alya masih tidak menjawab."Ketika kita menikah, bukankah sebelumnya kita sudah membicarakan untuk melakukan pernikahan palsu?"Mendengar ini, Alya meliriknya tetapi masih tidak berbicara.Rizki melanjutkan, "Waktu itu, apa yang kamu katakan padaku? Kamu bilang setelah Nenek dioperasi, kita akan
"Waktu itu Keluarga Kartika sedang kesulitan dan kamu menolongku, aku tentu sangat berterima kasih padamu. Tapi, kamu nggak lupa kenapa kita menikah, 'kan? Karena waktu itu kondisi kesehatan Nenek sedang buruk ...."Membicarakan Nenek, Alya teringat dengan dirinya yang tidak bisa melihat Nenek untuk yang terakhir kalinya sebelum Nenek meninggal. Hati Alya terasa sakit, dia hanya bisa menarik napas dalam-dalam untuk meredakan rasa sakitnya. Setelah itu, dia berkata, "Pokoknya, kita berdua mendapatkan apa yang kita butuhkan, nggak ada bedanya dengan hubungan bisnis.""Begitukah?" Rizki menatapnya dalam-dalam. "Kalau itu hanya hubungan bisnis, kenapa kamu nggak membawa sepeser pun uang saat kamu pergi? Kenapa kamu melahirkan anak-anak ini?""Pernikahannya sudah berakhir, untuk apa aku mengambil uangmu? Kamu menolongku membereskan masalah Keluarga Kartika, aku menolongmu mengurus Nenek. Kenapa aku masih harus mengambil uangmu? Mengenai kenapa aku melahirkan anak-anak ini, pertanyaanmu ini
Rizki mengangguk, dengan tenang dan pasti dia mengulangi apa yang Alya katakan ke perekam suara.Alya hanya berbaring di sana sambil mendengarkan Rizki yang perlahan mengulangi perkataannya. Kemudian dia berkata, "Kalau suatu hari kamu berpikir untuk mendapatkan hak asuh anak-anak dariku, baik melalui jalur hukum maupun membawa kabur mereka, maka aku akan membawamu ke pengadilan dan seluruh asetmu akan menjadi milikku, Alya Kartika."Alya tidak percaya Rizki akan mau mengatakan semua ini seperti pernyataan yang sebelumnya.Lagi pula, begitu pernyataan ini dikatakan, maka akan ada konsekuensi. Jika Rizki benar-benar ingin melawannya untuk hak asuh anak, maka dampaknya akan terlalu besar.Jadi setelah selesai bicara, Alya tidak berpikir Rizki akan mengulangi pernyataannya. Ekspresi Alya pun menjadi tak acuh.Namun, sesaat kemudian, dengan wajah datar, Rizki mengulangi pernyataannya kata demi kata.Alya tercengang.Dia menatap Rizki dengan ekspresi yang rumit, tidak menyangka bahwa pria i
Begitu pertanyaan ini keluar, mereka berdua terdiam.Alya terdiam karena dia ingat, bahwa waktu itu di lantai bawah klub biliar, teman-teman Hana mengambil ponsel Rizki dan mengirim pesan padanya untuk mengerjainya.Ekspresi di wajah Rizki juga menunjukkan bahwa dia memikirkan tempat yang sama dengan Alya.Saat ini, mereka berdua memikirkan hal yang sama.Setelah beberapa saat, Rizki akhirnya menatap Alya dan berkata, "Mungkin, ponselnya benar-benar nggak di tanganku?"Alya merapatkan bibirnya dan tidak menjawab.Rizki menggenggam secercah harapan ini dan segera bertanya, "Alya, kalau ... aku bilang kalau, kalau saat kamu memberitahuku tentang hal itu, ternyata ponselnya sedang benar-benar nggak di tanganku, lalu karena itulah ini semua terjadi, apa kamu masih akan menyalahkanku?"Mendengar ini, Alya pun terdiam."Kalau ponselnya nggak berada di tanganmu, lalu ponselnya ada di tangan siapa?" Alya menatapnya dengan intens. "Bukankah ponselmu selalu bersamamu? Kalau benar-benar nggak ber
Karena dirinya adalah asisten pribadi, artinya dia harus ada kapan saja. Oleh karena itu, ponsel Cahya selalu siap selama 24 jam.Begitu ponselnya berbunyi, dia tahu siapa yang mencarinya.Akan tetapi, cuacanya sangat dingin dan tempat tidurnya sangat hangat, dia benar-benar tidak mau bangun.Ponselnya pun terus berdering ....Cahya akhirnya terpaksa bangun dan mengangkat telepon tersebut."Pak Rizki?"RIzki menyebutkan sebuah tanggal, lalu berkata, "Pikirkan sebuah cara untuk membantuku mengecek semua pesan yang diterima ponselku pada waktu itu."Cahya tidak bisa berkata-kata.Begitu menyadari tanggal apa yang disebutkan Rizki, Cahya pun seketika bingung."Anu, Pak Rizki ... tanggal ini sudah lama lewat, bagaimana aku bisa mengeceknya?""Asistennya 'kan kamu, kamu pikirkanlah bagaimana caranya. Cek semuanya termasuk pesan spam."Cahya ingin berbicara lagi, tetapi teleponnya langsung ditutup Rizki. Terdengar nada sibuk sementara dia duduk terdiam di sana sambil memegang ponselnya....
Gadis kecil itu meniup kening Alya.Meskipun tindakan ini tidak berpengaruh apa-apa pada kening Alya yang dibungkus perban, tindakan yang penuh perhatian ini masih membuat hati Alya terasa hangat.Suasana hatinya pun membaik dan dia tersenyum."Mama, apa sudah baikan?"Suara Alya sangat lembut. "Hmm, sudah. Terima kasih Maya."Maya langsung tersenyum, lalu dengan polos berkata, "Sama-sama, baguslah kalau Mama nggak sakit lagi."Tepat pada saat itu, sang dokter masuk ke kamar diikuti oleh Rizki. Melihat Maya yang memanjat di samping tempat tidur, Rizki menghampirinya tanpa mengatakan apa pun dan langsung menggendongnya. Kemudian, Rizki juga menarik Satya ke samping.Setelah itu, sang dokter dan suster memeriksa Alya dan menanyakan kondisinya.Setelah memeriksa, sang dokter mengonfirmasi bahwa kelancaran berbicara dan logika Alya tidak bermasalah. Dokter itu mengangguk pada Rizki."Seharusnya nggak ada masalah besar, kami akan melakukan pemindaian CT untuk memeriksanya lagi. Kalau tidak
"Rizki, apa maksudmu? Kita sudah berteman selama bertahun-tahun. Ya sudahlah kalau kamu bersikap kasar padaku, tapi kamu juga bersikap seperti itu pada Hana? Biar kuberi tahu ya, meskipun kejadian semalam adalah salahku karena menyerang duluan, kamu juga harus bertanggung jawab. Alya juga harus minta maaf pada Hana!" seru Faisal.Tatapan Rizki seketika menjadi dingin dan tajam, bagaikan pedang yang membidik wajah Faisal."Apa katamu? Coba katakan lagi?"Tatapannya yang menusuk membuat Faisal agak takut. Namun, setelah melirik Hana yang matanya berkaca-kaca, dia pun mengumpulkan keberanian."Apa aku salah bicara? Kamu dan Alya sudah lama bercerai. Selama 5 tahun ini, yang menemani di sampingmu adalah Hana. Sekarang setelah Alya kembali, bisakah dia menggantikan Hana begitu saja?""Faisal, jangan bicara lagi ...." Hana menarik tangan Faisal, dia terlihat menyedihkan. "Aku nggak apa-apa. Alya terluka separah ini, sudah seharusnya Rizki mengurusnya.""Hana, omong kosong apa yang kamu bicar