Di dalam mobil itu sangat sunyi, Alya bersandar ke jendela dan hanya terdiam. Ketika mereka mencapai persimpangan, mobil pun berhenti.Rizki memegang setirnya, entah apa yang sedang dia pikirkan. Beberapa saat kemudian, dia berkata, "Apa di matamu, semua hal buruk adalah perbuatanku?"Alya tidak menjawab."Anak-anak menghilang, lalu hal pertama yang kamu pikirkan adalah aku membawa mereka pergi.""Memangnya apa lagi?" Alya balik bertanya, "Kamu setiap hari pergi ke sekolah untuk menemui anak-anak demi memenangkan hati mereka, bukankah itu karena suatu hari kamu ingin membawa mereka pergi? Kamu bisa bilang kalau kamu nggak pernah berpikir untuk membawa mereka pergi?""Aku melakukan semua ini untuk menebus kesalahanku, aku sama sekali nggak ....""Aku nggak mau membicarakan hal ini denganmu. Lampunya sudah mau hijau, ayo jalan."Ketika tahu bahwa Rizki tidak membawa anak-anak, Alya sangat gelisah. Jadi siapa yang membawa anak-anaknya pergi?Kemudian dia menemukan bahwa yang membawa merek
Rizki menekan tombol lift. Kebetulan liftnya kosong, jadi dia pun langsung membawa Alya masuk."Emosimu terlihat jelas di wajahmu, sekali lihat aku juga tahu."Alya mengatupkan bibirnya dan terdiam, lalu refleks menyentuh wajahnya.Emosinya terlihat jelas di wajahnya? Sejak kapan dia setransparan ini?Namun mereka sudah masuk ke dalam lift. Alya hendak menarik tangannya kembali, tetapi Rizki masih memegangnya erat-erat."Rizki, lepaskan tanganku."Bibir Rizki melengkung menjadi sebuah senyum yang indah."Kalau aku melepasmu, bagaimana Maya dan Satya bisa tahu kalau kita mau menjemput mereka bersama?""Lepasin nggak?"Rizki memalingkan wajahnya dan pura-pura tidak mendengar.Alya terus memberontak beberapa kali. Melihat bahwa Rizki masih tidak mau melepaskannya, dia pun dengan marah menggigit pria itu.Mau bagaimanapun Alya memberontak, Rizki tidak berencana untuk melepaskan.Dia sudah bersusah payah menggenggam tangan Alya, dia tidak akan melepaskannya semudah itu. Mau memberontak sepe
Sesaat kemudian, senyum di wajah Hasan pun menghilang.Sayangnya Alya terlalu fokus pada kedua anaknya, dia sama sekali tidak menyadari ekspresi Hasan. Dia melihat ke dalam dan bertanya, "Pak Hasan, apa Irfan ada di dalam?""Pak Irfan ada di dalam ...."Sebelum dia selesai berbicara, Alya sudah bergegas masuk.Melihat ini, Rizki pun ikut melangkah masuk dengan raut wajah dingin.Hasan refleks mengangkat tangannya untuk menghalangi Rizki.Rizki mengangkat kepala, lalu melemparkan tatapan tajam padanya.Hasan menciut. Di bawah tatapan Rizki yang mengintimidasi, dia perlahan menurunkan tangannya.Melihat ini, Rizki mendengus dingin dan bergegas masuk....Setelah masuk, Alya mendengar tawa Maya di kejauhan, diiringi dengan suara lembut seorang pria dewasa.Dengan mengikuti suara itu, dia akhirnya melihat Irfan, Satya, juga Maya. Mereka bertiga sedang berada di balkon.Di atas meja di balkon, terdapat beberapa camilan dan mainan. Saat ini, Maya sedang makan dengan pipi menggembung, sementa
Berlama-lama di sini hanya akan menyebabkan masalah.Pikiran ini dengan kuat muncul di dalam kepala Alya, jadi dia pun menggendong Maya."Nggak usah meminta Pak Hasan untuk mengantarku. Sekarang sudah malam, biarkanlah dia pulang untuk makan malam juga. Aku bisa membawa Maya dan Satya pulang sendiri."Begitu berbicara, dia segera menarik perhatian Irfan.Ketika menghadapi Alya, Irfan masih dapat mempertahankan ekspresi lembutnya."Alya, kamu sungguh nggak perlu diantar?""Sungguh, aku bisa sendiri.""Oke, hati-hati di jalan. Kalau butuh sesuatu, telepon saja aku."Alya mengangguk."Ya, aku mengerti."Sebelum mereka pergi, Irfan memberikan sebuah tas kecil pada Satya."Ini hadiah untuk Maya dan Satya.""Nggak ....""Ambillah, Maya tadi sudah mengambil punyanya."Tidak berdaya, Alya pun terpaksa menyuruh Satya menerima hadiah itu. Setelah berpamitan dengan Irfan, dia segera bersiap untuk pergi. Akan tetapi, Rizki tiba-tiba datang menghampiri dan menggendong Satya yang berdiri di samping
"Hmm."Setelah menyerahkan semua urusannya pada Hasan, Irfan segera pergi.Hasan berdiri sambil memandang sosok kesepian itu pergi, sebuah badai sepertinya akan datang.Dia menebak, sepertinya ada masalah di antara Irfan dan Alya.Sesuai dugaannya, selama beberapa hari berikutnya, Irfan sama sekali tidak pergi keluar. Irfan berdiam di dalam rumah dan tidak pergi untuk menemui Alya.Alya juga tidak datang untuk menemuinya. Mereka berdua seolah-olah seperti orang asing dan tiba-tiba putus kontak.Hingga akhirnya hari ini ....Saat makan siang, Irfan tidak makan banyak. Pria itu meletakkan sendoknya dan berkata, "Pak Hasan, ayo jemput Maya dan Satya saat pulang sekolah nanti. Aku kangen mereka."Mendengar ini, Hasan segera mengangguk."Baik, Pak Irfan. Kalau begitu kita akan pergi sebentar lagi."Jadi, Hasan pun menemani Irfan menjemput kedua anak itu di sekolah dan membawa mereka kemari.Saat di dalam mobil, Hasan bertanya, "Pak Irfan, seharusnya Nona Alya nggak tahu kalau kita menjemput
Maya yang sejak tadi menguping percakapan mereka, saat ini menutup mulut kecilnya dan mulai cekikikan.Alya tidak bisa berkata-kata.Sejujurnya, Alya merasa agak malu dan marah.Dia menunduk menatap putrinya dan tidak mengatakan apa pun. Dia tidak marah, hanya menatap putrinya sambil terdiam.Maya yang tadinya masih cekikikan, melihat bahwa Alya sedang menatapnya. Dalam sekejap, senyumnya pun menghilang dengan rasa bersalah. Gadis kecil itu menurunkan tangannya, mengatupkan bibirnya erat-erat dan tidak berani tertawa lagi. Dia terlihat sangat gugup.Karena Maya dan Satya biasanya berperilaku baik, Alya pun jarang marah. Meskipun mereka membuat kesalahan, Alya akan mengajari mereka terlebih dahulu. Ketika mereka benar-benar tidak mendengarkan, barulah Alya akan benar-benar tegas.Karena metode pengajarannya yang unik ini, biasanya dia tidak perlu sering-sering mengubah ekspresinya.Jadi, meskipun dia hanya menatap anaknya sambil terdiam, anaknya akan tahu bahwa mereka telah melakukan ke
"Terima kasih sudah mau menjadi sopir kami, Pak RezekiMalam."Responsnya membuat Rizki tertegun dan meliriknya dengan aneh, lalu Rizki tersenyum."Sama-sama, aku melakukannya dengan senang hati."Begitu Rizki menoleh ke depan, senyum di wajah Alya langsung memudar dan berubah menjadi ekspresi dingin.Ketika menunduk, Alya tidak sengaja bertatapan dengan Satya.Alya terdiam, tidak menyangka dia akan tertangkap oleh putranya, jadi dia pun cepat-cepat tersenyum lagi. Akan tetapi, Satya tampak tidak terkejut, merapatkan bibir kecilnya, lalu memeluk lengan Alya lebih erat dan tidak mengatakan apa pun.Kalau bisa, dia tidak ingin anak-anaknya melihat sisi buruknya. Namun, Satya terlalu sensitif ....Akhirnya, Alya hanya bisa mengelus kepala Satya.Mobil pun akhirnya berhenti di bawah apartemen mereka.Begitu sampai, Maya segera berterima kasih pada Rizki, "Terima kasih sudah mengantar kami pulang, Paman RezekiMalam."Rizki bertemu dengan tatapannya melalui kaca spion tengah dan tersenyum."S
Mendengar ini, Alya tertegun.Bagaimana bisa Maya berpikir seperti ini? Tidak rela apanya?Alya sedikit mengerutkan keningnya, lalu cepat-cepat memperbaiki emosinya dan membungkuk, mengisyaratkan Maya untuk menghampirinya.Maya pun menghampirinya dan masuk ke dalam pelukannya."Mama.""Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu?" tanya Alya dengan lembut, mencoba untuk mengujinya.Mendengar ini, Maya dengan lembut menjawab, "Nggak ada yang mengajari Maya, Mama. Maya sendiri yang memikirkannya. Setelah sampai rumah, Mama langsung ke jendela untuk mengintip. Bukankah Mama sedang melihat Paman RezekiMalam?""Nggak, Mama hanya menutup gorden," balas Alya."Tapi aku lihat Mama meninggalkan celah kecil untuk mengintip."Alya tidak tahu harus berkata apa.Sebenarnya gadis kecil ini anak siapa, ya? Kenapa dia terus membalas perkataan orang lain?Memikirkan hal ini, Alya pun mencubit pipi Maya dengan lembut dan mulai menceramahinya, "Maya, kenapa sekarang kamu makin sering melawan Mama?"Kulit w