Sesaat kemudian, senyum di wajah Hasan pun menghilang.Sayangnya Alya terlalu fokus pada kedua anaknya, dia sama sekali tidak menyadari ekspresi Hasan. Dia melihat ke dalam dan bertanya, "Pak Hasan, apa Irfan ada di dalam?""Pak Irfan ada di dalam ...."Sebelum dia selesai berbicara, Alya sudah bergegas masuk.Melihat ini, Rizki pun ikut melangkah masuk dengan raut wajah dingin.Hasan refleks mengangkat tangannya untuk menghalangi Rizki.Rizki mengangkat kepala, lalu melemparkan tatapan tajam padanya.Hasan menciut. Di bawah tatapan Rizki yang mengintimidasi, dia perlahan menurunkan tangannya.Melihat ini, Rizki mendengus dingin dan bergegas masuk....Setelah masuk, Alya mendengar tawa Maya di kejauhan, diiringi dengan suara lembut seorang pria dewasa.Dengan mengikuti suara itu, dia akhirnya melihat Irfan, Satya, juga Maya. Mereka bertiga sedang berada di balkon.Di atas meja di balkon, terdapat beberapa camilan dan mainan. Saat ini, Maya sedang makan dengan pipi menggembung, sementa
Berlama-lama di sini hanya akan menyebabkan masalah.Pikiran ini dengan kuat muncul di dalam kepala Alya, jadi dia pun menggendong Maya."Nggak usah meminta Pak Hasan untuk mengantarku. Sekarang sudah malam, biarkanlah dia pulang untuk makan malam juga. Aku bisa membawa Maya dan Satya pulang sendiri."Begitu berbicara, dia segera menarik perhatian Irfan.Ketika menghadapi Alya, Irfan masih dapat mempertahankan ekspresi lembutnya."Alya, kamu sungguh nggak perlu diantar?""Sungguh, aku bisa sendiri.""Oke, hati-hati di jalan. Kalau butuh sesuatu, telepon saja aku."Alya mengangguk."Ya, aku mengerti."Sebelum mereka pergi, Irfan memberikan sebuah tas kecil pada Satya."Ini hadiah untuk Maya dan Satya.""Nggak ....""Ambillah, Maya tadi sudah mengambil punyanya."Tidak berdaya, Alya pun terpaksa menyuruh Satya menerima hadiah itu. Setelah berpamitan dengan Irfan, dia segera bersiap untuk pergi. Akan tetapi, Rizki tiba-tiba datang menghampiri dan menggendong Satya yang berdiri di samping
"Hmm."Setelah menyerahkan semua urusannya pada Hasan, Irfan segera pergi.Hasan berdiri sambil memandang sosok kesepian itu pergi, sebuah badai sepertinya akan datang.Dia menebak, sepertinya ada masalah di antara Irfan dan Alya.Sesuai dugaannya, selama beberapa hari berikutnya, Irfan sama sekali tidak pergi keluar. Irfan berdiam di dalam rumah dan tidak pergi untuk menemui Alya.Alya juga tidak datang untuk menemuinya. Mereka berdua seolah-olah seperti orang asing dan tiba-tiba putus kontak.Hingga akhirnya hari ini ....Saat makan siang, Irfan tidak makan banyak. Pria itu meletakkan sendoknya dan berkata, "Pak Hasan, ayo jemput Maya dan Satya saat pulang sekolah nanti. Aku kangen mereka."Mendengar ini, Hasan segera mengangguk."Baik, Pak Irfan. Kalau begitu kita akan pergi sebentar lagi."Jadi, Hasan pun menemani Irfan menjemput kedua anak itu di sekolah dan membawa mereka kemari.Saat di dalam mobil, Hasan bertanya, "Pak Irfan, seharusnya Nona Alya nggak tahu kalau kita menjemput
Maya yang sejak tadi menguping percakapan mereka, saat ini menutup mulut kecilnya dan mulai cekikikan.Alya tidak bisa berkata-kata.Sejujurnya, Alya merasa agak malu dan marah.Dia menunduk menatap putrinya dan tidak mengatakan apa pun. Dia tidak marah, hanya menatap putrinya sambil terdiam.Maya yang tadinya masih cekikikan, melihat bahwa Alya sedang menatapnya. Dalam sekejap, senyumnya pun menghilang dengan rasa bersalah. Gadis kecil itu menurunkan tangannya, mengatupkan bibirnya erat-erat dan tidak berani tertawa lagi. Dia terlihat sangat gugup.Karena Maya dan Satya biasanya berperilaku baik, Alya pun jarang marah. Meskipun mereka membuat kesalahan, Alya akan mengajari mereka terlebih dahulu. Ketika mereka benar-benar tidak mendengarkan, barulah Alya akan benar-benar tegas.Karena metode pengajarannya yang unik ini, biasanya dia tidak perlu sering-sering mengubah ekspresinya.Jadi, meskipun dia hanya menatap anaknya sambil terdiam, anaknya akan tahu bahwa mereka telah melakukan ke
"Terima kasih sudah mau menjadi sopir kami, Pak RezekiMalam."Responsnya membuat Rizki tertegun dan meliriknya dengan aneh, lalu Rizki tersenyum."Sama-sama, aku melakukannya dengan senang hati."Begitu Rizki menoleh ke depan, senyum di wajah Alya langsung memudar dan berubah menjadi ekspresi dingin.Ketika menunduk, Alya tidak sengaja bertatapan dengan Satya.Alya terdiam, tidak menyangka dia akan tertangkap oleh putranya, jadi dia pun cepat-cepat tersenyum lagi. Akan tetapi, Satya tampak tidak terkejut, merapatkan bibir kecilnya, lalu memeluk lengan Alya lebih erat dan tidak mengatakan apa pun.Kalau bisa, dia tidak ingin anak-anaknya melihat sisi buruknya. Namun, Satya terlalu sensitif ....Akhirnya, Alya hanya bisa mengelus kepala Satya.Mobil pun akhirnya berhenti di bawah apartemen mereka.Begitu sampai, Maya segera berterima kasih pada Rizki, "Terima kasih sudah mengantar kami pulang, Paman RezekiMalam."Rizki bertemu dengan tatapannya melalui kaca spion tengah dan tersenyum."S
Mendengar ini, Alya tertegun.Bagaimana bisa Maya berpikir seperti ini? Tidak rela apanya?Alya sedikit mengerutkan keningnya, lalu cepat-cepat memperbaiki emosinya dan membungkuk, mengisyaratkan Maya untuk menghampirinya.Maya pun menghampirinya dan masuk ke dalam pelukannya."Mama.""Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu?" tanya Alya dengan lembut, mencoba untuk mengujinya.Mendengar ini, Maya dengan lembut menjawab, "Nggak ada yang mengajari Maya, Mama. Maya sendiri yang memikirkannya. Setelah sampai rumah, Mama langsung ke jendela untuk mengintip. Bukankah Mama sedang melihat Paman RezekiMalam?""Nggak, Mama hanya menutup gorden," balas Alya."Tapi aku lihat Mama meninggalkan celah kecil untuk mengintip."Alya tidak tahu harus berkata apa.Sebenarnya gadis kecil ini anak siapa, ya? Kenapa dia terus membalas perkataan orang lain?Memikirkan hal ini, Alya pun mencubit pipi Maya dengan lembut dan mulai menceramahinya, "Maya, kenapa sekarang kamu makin sering melawan Mama?"Kulit w
Meskipun Irfan lupa, Hasan tidak akan melupakannya.Namun untuk kali ini, dia tidak mampu untuk berpikir buruk tentang Irfan.Alya melemparkan dirinya ke atas sofa, menenggelamkan dirinya di sana dan memejamkan matanya....Keesokan paginya.Untuk menghindari Rizki, Alya sengaja pergi setengah jam lebih cepat dengan anak-anaknya. Dia berencana untuk langsung membawa anak-anaknya sarapan.Ketika Rizki datang, pria itu tidak akan menemukan siapa pun.Dia telah merencanakan semuanya dengan baik. Namun begitu dia tiba di lantai bawah, dia melihat sebuah mobil Lincoln terparkir di bawah. Selain itu, ada juga Cahya yang sedang bersandar pada mobil tersebut, pria itu menguap dan terlihat mengantuk.Ketika Alya melihat pemandangan ini, dalam beberapa detik Cahya sudah menguap dua kali karena kelelahan.Ketika Cahya hendak menguap untuk yang ketiga kalinya, dia tiba-tiba melihat Alya turun bersama kedua anaknya. Dia seketika berhenti menguap, tidak lagi lelah, lalu segera menghampiri Alya denga
Akan tetapi Satya tidak bergerak, dia masih berdiri di sana dengan agak ragu."Adikmu sudah naik ke mobil, apa yang kamu khawatirkan? Kita nggak mungkin meninggalkan adikmu."Setelah mengatakan itu, Alya menggandeng tangan Satya dan berjalan naik ke mobil.Rizki berhasil membujuknya dengan langsung menaikkan Maya ke mobil.Jika pria itu membawa pergi anak-anaknya, maka Alya tidak mungkin mengabaikannya.Setelah melihatnya naik ke mobil, Rizki pun tersenyum. Tak lama kemudian, dia pun memangku Maya.Hari ini dia tidak menyetir karena ada sopir. Setelah Alya dan Satya naik ke mobil, Cahya yang tadinya menunggu di luar mobil pun juga naik.Begitu naik ke mobil, tatapan Cahya dapat dikatakan tidak dapat meninggalkan Alya dan kedua anaknya.Ketika mengetahui bahwa kedua anak ini memang milik Rizki, dia sangat terkejut.Dengan Rizki yang seperti itu, tadinya dia mengira Rizki mungkin akan menghabiskan sisa hidupnya sendirian. Namun, sekarang, Rizki tiba-tiba mempunyai sepasang putra dan putr
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang