Ketika dia sampai di Perusahaan Saputra, jam kerja sudah berakhir, sehingga kebanyakan orang sudah pergi.Tidak banyak orang yang tersisa di perusahaan, tetapi beberapa petugas keamanan masih belum pergi. Mereka bergantian untuk berjaga.Alya langsung berjalan masuk dan menemukan meja resepsionis. Kebetulan, resepsionisnya sama dengan yang melayaninya waktu itu dan saat ini orang itu masih belum pergi.Melihatnya, resepsionis itu pun tampak agak terkejut.Namun, sebelum dia sempat berbicara, Alya sudah bertanya, "Halo, aku ingin menemui Pak Cahya."Resepsionis itu untuk sesaat bingung, lalu menjawab, "Tapi Bu, Pak Cahya sudah pulang.""Dia sudah pulang? Kalau Pak Rizki? Apa dia juga sudah pergi?"Resepsionis itu mengingat-ingat. "Siang ini Pak Rizki nggak kembali ke perusahaan. Sementara itu, Pak Cahya pergi 10 menit yang lalu."Rizki siang ini tidak kembali ke perusahaan?Apa yang hendak dia lakukan?Karena tidak bisa menemukannya, Alya hanya bisa mengeluarkan ponselnya dan menelepon
Alya hanya bisa menahan emosinya dan menunggu.Sekitar 20 menit kemudian, Cahya pun tiba. Setelah memindai wajahnya, petugas keamanan pun membolehkan mereka masuk."Nona Alya, bagaimana kalau aku mengantarmu ke sana?"Karena dia sudah datang, sekalian saja Cahya membantu Alya dan langsung membawanya ke sana.Setelah mengatakan itu, dia melihat Alya mengangguk padanya."Oke, kalau begitu tolong bawa aku ke sana."Dari sikapnya saat ini, sepertinya Cahya tidak tahu bahwa Rizki membawa kedua anaknya pergi. Bahkan Cahya mau membantunya. Jadi, Alya pun memperlakukannya dengan sopan.Dengan Cahya yang memimpin jalan, tak lama kemudian mereka pun tiba di rumah Rizki."Nona Alya, kita sudah sampai."Melihat rumah besar di depannya, Alya hendak memencet tombol bel ketika Cahya tiba-tiba berkata, "Nona Alya, aku akan memberitahumu kata sandinya. Kamu bisa langsung masuk."Mendengar ini, Alya tertegun dan berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Oke."Setelah memberi tahu kata sandinya, Cahya langsung
Pertanyaan ini membuat Alya mengerutkan alisnya dengan tidak senang."Berhenti berpura-pura. Kalau anak-anak nggak bersamamu di sini, maka di mana mereka?"Saat Alya meminta anak-anaknya tadi, Rizki memiliki kecurigaan. Saat ini, Alya harusnya sudah menjemput anak-anak pulang, bukan malah datang ke sini dan memintanya mengembalikan anak-anak.Memikirkan sebuah kemungkinan, Rizki langsung mencengkeram pundak Alya dan menyipitkan matanya. "Anak-anak menghilang?"Alya tertegun. "Rizki, apa maksudmu? Kenapa anak-anak menghilang? Bukankah seharusnya kamu yang paling tahu?"Mendengar ini, Rizki mengernyit. "Jadi, anak-anak sungguh menghilang?"Alya terdiam.Rizki tidak menjawab pertanyaannya, juga tidak membicarakan hal lain. Dia hanya terus bertanya untuk memastikan apakah Maya dan Satya benar-benar menghilang.Jangan-jangan ...."Bukankah kamu yang membawa anak-anak pergi?"Setelah menanyakan itu, Rizki langsung berjalan keluar melewati Alya. Alya pun segera berbalik dan mengikutinya."Riz
"Coba pikirkan baik-baik, selain aku, apa benar-benar nggak ada orang lain yang ingin membawa anak-anak pergi? Maya dan Satya bukan anak biasa, mereka sangat pintar. Mereka nggak akan pergi dengan orang asing."Mendengar ucapannya, Alya pun terdiam.Benar, Maya dan Satya bukan anak biasa. Mereka berdua sangat pintar. Meskipun Maya agak polos, Satya tidak akan pernah mau naik ke mobil orang asing.Jadi ... ini pasti seseorang yang mereka kenal.Namun, kenalan mana yang dapat membuat mereka dengan sukarela naik ke mobil, dipanggil ayah mereka, bahkan memiliki tujuan untuk membawa pergi anak-anaknya.Alya berpikir dengan sungguh-sungguh untuk sejenak, lalu mengangkat kepalanya lagi. "Selain kamu, aku nggak bisa memikirkan orang lain."Rizki tak bisa berkata-kata.Dia hampir mentertawakan betapa keras kepalanya Alya."Alya, kalau aku benar-benar memiliki tujuan ini, kamu pikir aku akan repot-repot berbicara denganmu seperti ini? Kalaupun aku langsung memberitahumu bahwa anak-anak sedang be
Kemudian, Alya pun naik ke mobil.Mobil itu dengan cepat meninggalkan area perumahan.Sebelum memasuki jalan raya, Rizki berkata padanya, "Beri tahu aku alamat Irfan."Setelah 5 tahun lebih, nama Irfan sekali lagi keluar dari mulut Rizki, membuatnya menggertakkan gigi."Irfan?"Mendengar nama ini, Alya pun kaget.Namun, dia segera terpikirkan beberapa hal lain. Setelah terdiam sejenak, dia memberikan alamat Irfan pada Rizki.Ini hanya memakan waktu 10 detik.Setelah mendapatkan alamatnya, Rizki cukup terkejut. Dia kira Alya akan berdebat dengannya, tetapi ternyata Alya langsung memahaminya.Begitu memiliki tempat tujuan, mobil itu segera memasuki jalan raya.Dalam perjalanan mencari Irfan, suasana di dalam mobil sangatlah sunyi.Alya tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sebelum ke sini, dia tidak pernah berpikir bahwa yang membawa anak-anaknya adalah Irfan.Dia hanya berpikir bahwa Rizki ingin merebut anak-anaknya. Karena dia tidak setuju, Rizki hanya bisa membawa anak-anaknya pergi di
Di dalam mobil itu sangat sunyi, Alya bersandar ke jendela dan hanya terdiam. Ketika mereka mencapai persimpangan, mobil pun berhenti.Rizki memegang setirnya, entah apa yang sedang dia pikirkan. Beberapa saat kemudian, dia berkata, "Apa di matamu, semua hal buruk adalah perbuatanku?"Alya tidak menjawab."Anak-anak menghilang, lalu hal pertama yang kamu pikirkan adalah aku membawa mereka pergi.""Memangnya apa lagi?" Alya balik bertanya, "Kamu setiap hari pergi ke sekolah untuk menemui anak-anak demi memenangkan hati mereka, bukankah itu karena suatu hari kamu ingin membawa mereka pergi? Kamu bisa bilang kalau kamu nggak pernah berpikir untuk membawa mereka pergi?""Aku melakukan semua ini untuk menebus kesalahanku, aku sama sekali nggak ....""Aku nggak mau membicarakan hal ini denganmu. Lampunya sudah mau hijau, ayo jalan."Ketika tahu bahwa Rizki tidak membawa anak-anak, Alya sangat gelisah. Jadi siapa yang membawa anak-anaknya pergi?Kemudian dia menemukan bahwa yang membawa merek
Rizki menekan tombol lift. Kebetulan liftnya kosong, jadi dia pun langsung membawa Alya masuk."Emosimu terlihat jelas di wajahmu, sekali lihat aku juga tahu."Alya mengatupkan bibirnya dan terdiam, lalu refleks menyentuh wajahnya.Emosinya terlihat jelas di wajahnya? Sejak kapan dia setransparan ini?Namun mereka sudah masuk ke dalam lift. Alya hendak menarik tangannya kembali, tetapi Rizki masih memegangnya erat-erat."Rizki, lepaskan tanganku."Bibir Rizki melengkung menjadi sebuah senyum yang indah."Kalau aku melepasmu, bagaimana Maya dan Satya bisa tahu kalau kita mau menjemput mereka bersama?""Lepasin nggak?"Rizki memalingkan wajahnya dan pura-pura tidak mendengar.Alya terus memberontak beberapa kali. Melihat bahwa Rizki masih tidak mau melepaskannya, dia pun dengan marah menggigit pria itu.Mau bagaimanapun Alya memberontak, Rizki tidak berencana untuk melepaskan.Dia sudah bersusah payah menggenggam tangan Alya, dia tidak akan melepaskannya semudah itu. Mau memberontak sepe
Sesaat kemudian, senyum di wajah Hasan pun menghilang.Sayangnya Alya terlalu fokus pada kedua anaknya, dia sama sekali tidak menyadari ekspresi Hasan. Dia melihat ke dalam dan bertanya, "Pak Hasan, apa Irfan ada di dalam?""Pak Irfan ada di dalam ...."Sebelum dia selesai berbicara, Alya sudah bergegas masuk.Melihat ini, Rizki pun ikut melangkah masuk dengan raut wajah dingin.Hasan refleks mengangkat tangannya untuk menghalangi Rizki.Rizki mengangkat kepala, lalu melemparkan tatapan tajam padanya.Hasan menciut. Di bawah tatapan Rizki yang mengintimidasi, dia perlahan menurunkan tangannya.Melihat ini, Rizki mendengus dingin dan bergegas masuk....Setelah masuk, Alya mendengar tawa Maya di kejauhan, diiringi dengan suara lembut seorang pria dewasa.Dengan mengikuti suara itu, dia akhirnya melihat Irfan, Satya, juga Maya. Mereka bertiga sedang berada di balkon.Di atas meja di balkon, terdapat beberapa camilan dan mainan. Saat ini, Maya sedang makan dengan pipi menggembung, sementa