"Jangan berkhayal." Alya menggigit bibirnya, dia tampak cukup gelisah. "Nggak ada yang boleh menyentuh anak-anakku, termasuk kamu."Setelah itu, Alya berbalik dan pergi, meninggalkan Rizki berdiri di situ seorang diri.Petugas keamanan tadi melihat Alya kembali, tetapi dia tidak berani menyapa karena Alya terlihat sangat marah.Barusan, dia melihat Alya mengobrol dengan pria itu dari kejauhan. Meskipun dia tidak bisa mendengar percakapannya, dilihat dari tingkah laku mereka berdua, sepertinya mereka sedang bertengkar.Petugas keamanan itu bertanya-tanya apakah dia hanya salah lihat. Namun, setelah melihat Alya yang langsung masuk tanpa mengatakan apa pun, dia pun tidak lagi ragu.Tak lama kemudian, pria itu juga datang.Dibandingkan amarah wanita sebelumnya, aura dingin pria ini seolah-olah menyelimuti sekelilingnya. Ketika Rizki lewat, sang penjaga keamanan pun merinding. Seketika dia merasa bahwa hari ini dia berpakaian kurang tebal.Alya tadinya sangat marah, tetapi begitu memasuki
Alya tidak menyangka Rizki akan setidak tahu malu ini. Pria ini benar-benar mengatakan bahwa dia jatuh cinta pada pandangan pertama di depan anak-anak. Sebagai CEO Perusahaan Saputra, apa dia tidak punya malu?Alya mengambil napas dalam-dalam. Meskipun sekarang mereka di depan anak-anak, dia benar-benar tidak ingin menjawabnya."Mama, apa itu jatuh cinta pada pandangan pertama?"Namun, Maya mulai penasaran lagi.Alya tidak tahu bagaimana harus menjawabnya."Maya, jatuh cinta pada pandangan pertama berarti Paman RezekiMalam sangat menyukai mamamu."Setelah Rizki mengatakan itu, Alya langsung menoleh dan menatapnya dengan tidak percaya.Rizki bertemu dengan tatapannya, bibirnya sedikit tersenyum.Begitu melihat mata hitamnya, Alya seketika mengerti bahwa Rizki sudah memahami dirinya.Rizki melihat bahwa Alya tidak ingin marah ataupun kehilangan kendali di depan anak-anak, sehingga Rizki sengaja melakukan ini.Bahkan, Rizki tidak keberatan bila Alya tahu.Karena meskipun Alya tahu, Alya j
"Alya, aku hanya ingin menebus kesalahanku.""Selama 5 tahun kami bertiga hidup dengan baik, kami nggak butuh tebusan apa pun. Yang kami butuhkan hanya kehidupan yang damai. Kalau kamu benar-benar ingin menebus kesalahanmu, maka tolong pergilah dari pandangan kami dan jangan pernah muncul lagi. Itulah tebusan terbaik yang bisa kamu berikan."Setelah Alya mengatakan itu, Rizki hanya terdiam. Dia menatap Alya tanpa bersuara, tatapannya masih tampak suram dan bibirnya dirapatkan sampai lurus.Meskipun dia terlihat tenang, sikapnya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah.Alya tentu saja mengetahuinya. Dengan semua yang telah dilakukan Rizki, Rizki pasti tidak akan menyerah semudah itu.Dia juga tidak menyangka beberapa kata darinya bisa membuat pria ini menyerah.Setelah beberapa saat, Rizki pun mulai membersihkan makanan di atas meja.Melihat tindakannya ini, Alya teringat dengan anak-anaknya yang mengatakan Paman RezekiMalam bahkan mau memakan sisa roti burger mereka.Bagaima
Ketika dia sampai di Perusahaan Saputra, jam kerja sudah berakhir, sehingga kebanyakan orang sudah pergi.Tidak banyak orang yang tersisa di perusahaan, tetapi beberapa petugas keamanan masih belum pergi. Mereka bergantian untuk berjaga.Alya langsung berjalan masuk dan menemukan meja resepsionis. Kebetulan, resepsionisnya sama dengan yang melayaninya waktu itu dan saat ini orang itu masih belum pergi.Melihatnya, resepsionis itu pun tampak agak terkejut.Namun, sebelum dia sempat berbicara, Alya sudah bertanya, "Halo, aku ingin menemui Pak Cahya."Resepsionis itu untuk sesaat bingung, lalu menjawab, "Tapi Bu, Pak Cahya sudah pulang.""Dia sudah pulang? Kalau Pak Rizki? Apa dia juga sudah pergi?"Resepsionis itu mengingat-ingat. "Siang ini Pak Rizki nggak kembali ke perusahaan. Sementara itu, Pak Cahya pergi 10 menit yang lalu."Rizki siang ini tidak kembali ke perusahaan?Apa yang hendak dia lakukan?Karena tidak bisa menemukannya, Alya hanya bisa mengeluarkan ponselnya dan menelepon
Alya hanya bisa menahan emosinya dan menunggu.Sekitar 20 menit kemudian, Cahya pun tiba. Setelah memindai wajahnya, petugas keamanan pun membolehkan mereka masuk."Nona Alya, bagaimana kalau aku mengantarmu ke sana?"Karena dia sudah datang, sekalian saja Cahya membantu Alya dan langsung membawanya ke sana.Setelah mengatakan itu, dia melihat Alya mengangguk padanya."Oke, kalau begitu tolong bawa aku ke sana."Dari sikapnya saat ini, sepertinya Cahya tidak tahu bahwa Rizki membawa kedua anaknya pergi. Bahkan Cahya mau membantunya. Jadi, Alya pun memperlakukannya dengan sopan.Dengan Cahya yang memimpin jalan, tak lama kemudian mereka pun tiba di rumah Rizki."Nona Alya, kita sudah sampai."Melihat rumah besar di depannya, Alya hendak memencet tombol bel ketika Cahya tiba-tiba berkata, "Nona Alya, aku akan memberitahumu kata sandinya. Kamu bisa langsung masuk."Mendengar ini, Alya tertegun dan berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Oke."Setelah memberi tahu kata sandinya, Cahya langsung
Pertanyaan ini membuat Alya mengerutkan alisnya dengan tidak senang."Berhenti berpura-pura. Kalau anak-anak nggak bersamamu di sini, maka di mana mereka?"Saat Alya meminta anak-anaknya tadi, Rizki memiliki kecurigaan. Saat ini, Alya harusnya sudah menjemput anak-anak pulang, bukan malah datang ke sini dan memintanya mengembalikan anak-anak.Memikirkan sebuah kemungkinan, Rizki langsung mencengkeram pundak Alya dan menyipitkan matanya. "Anak-anak menghilang?"Alya tertegun. "Rizki, apa maksudmu? Kenapa anak-anak menghilang? Bukankah seharusnya kamu yang paling tahu?"Mendengar ini, Rizki mengernyit. "Jadi, anak-anak sungguh menghilang?"Alya terdiam.Rizki tidak menjawab pertanyaannya, juga tidak membicarakan hal lain. Dia hanya terus bertanya untuk memastikan apakah Maya dan Satya benar-benar menghilang.Jangan-jangan ...."Bukankah kamu yang membawa anak-anak pergi?"Setelah menanyakan itu, Rizki langsung berjalan keluar melewati Alya. Alya pun segera berbalik dan mengikutinya."Riz
"Coba pikirkan baik-baik, selain aku, apa benar-benar nggak ada orang lain yang ingin membawa anak-anak pergi? Maya dan Satya bukan anak biasa, mereka sangat pintar. Mereka nggak akan pergi dengan orang asing."Mendengar ucapannya, Alya pun terdiam.Benar, Maya dan Satya bukan anak biasa. Mereka berdua sangat pintar. Meskipun Maya agak polos, Satya tidak akan pernah mau naik ke mobil orang asing.Jadi ... ini pasti seseorang yang mereka kenal.Namun, kenalan mana yang dapat membuat mereka dengan sukarela naik ke mobil, dipanggil ayah mereka, bahkan memiliki tujuan untuk membawa pergi anak-anaknya.Alya berpikir dengan sungguh-sungguh untuk sejenak, lalu mengangkat kepalanya lagi. "Selain kamu, aku nggak bisa memikirkan orang lain."Rizki tak bisa berkata-kata.Dia hampir mentertawakan betapa keras kepalanya Alya."Alya, kalau aku benar-benar memiliki tujuan ini, kamu pikir aku akan repot-repot berbicara denganmu seperti ini? Kalaupun aku langsung memberitahumu bahwa anak-anak sedang be
Kemudian, Alya pun naik ke mobil.Mobil itu dengan cepat meninggalkan area perumahan.Sebelum memasuki jalan raya, Rizki berkata padanya, "Beri tahu aku alamat Irfan."Setelah 5 tahun lebih, nama Irfan sekali lagi keluar dari mulut Rizki, membuatnya menggertakkan gigi."Irfan?"Mendengar nama ini, Alya pun kaget.Namun, dia segera terpikirkan beberapa hal lain. Setelah terdiam sejenak, dia memberikan alamat Irfan pada Rizki.Ini hanya memakan waktu 10 detik.Setelah mendapatkan alamatnya, Rizki cukup terkejut. Dia kira Alya akan berdebat dengannya, tetapi ternyata Alya langsung memahaminya.Begitu memiliki tempat tujuan, mobil itu segera memasuki jalan raya.Dalam perjalanan mencari Irfan, suasana di dalam mobil sangatlah sunyi.Alya tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sebelum ke sini, dia tidak pernah berpikir bahwa yang membawa anak-anaknya adalah Irfan.Dia hanya berpikir bahwa Rizki ingin merebut anak-anaknya. Karena dia tidak setuju, Rizki hanya bisa membawa anak-anaknya pergi di