Lupakan saja, dia harus tetap tenang. Lagi pula, pria yang Alya temui adalah "dia".Alya berjalan masuk ke restoran dengan tasnya.Seorang staf segera menghampirinya."Halo Bu, selamat datang.""Halo, aku sudah memesan meja di ...."Setelah Alya mengatakan bahwa dia sudah memesan meja, staf itu segera mengantarnya masuk ke dalam.Saat ini, Rizki yang duduk di lantai atas pun memperhatikannya dengan mata dingin.Meja yang dipesan Alya untuk pertemuan nanti berada di samping jendela.Wajah Rizki tadinya tampak dingin. Akan tetapi, dia melihat staf itu tidak membawa Alya ke meja di samping jendela, melainkan membawanya ke arah sebaliknya.Ada apa ini?Apa staf itu melakukan kesalahan? Atau Alya sendiri yang lupa?Saat sedang berpikir, staf itu sudah membawa Alya ke arah tangga.Raut wajah Rizki berubah, dia mendengar Cahya yang berseru di sampingnya, "Aduh, staf itu nggak akan membawanya ke atas sini, 'kan? Pak Rizki, bagaimana ini?"Lantai atas dan bawah hanya dipisahkan oleh beberapa an
Rizki sangat tinggi. Dia berdiri hampir tepat di sisi Alya, sehingga aura dinginnya dalam sekejap menyelimuti wanita itu.Meskipun dingin, auranya sangat kuat.Alya refleks melangkah mundur, dia ingin menjauh dari Rizki.Sayangnya, dia kurang beruntung. Pergelangan kakinya terputar saat dia mundur, sehingga dia pun tersandung dan hendak jatuh.Rizki segera mengulurkan tangannya, menangkap pinggang Alya dan menarik wanita itu ke arahnya.Tubuh Alya pun mengikuti kekuatan yang menangkapnya itu dan jatuh ke dalam pelukan Rizki.Buk!Hidung Rizki mencium keharuman yang samar dari tubuh Alya.Tubuh Alya terasa lembut di dalam pelukannya, bahkan pinggang di bawah tangannya terasa sangat lembut. Bibir tipis Rizki sedikit melengkung, lalu dia mengangkat alisnya dengan menggoda."Kamu segugup itu saat melihatku?"Setelah berdiri dengan benar, Alya refleks mendorong Rizki."Lepaskan aku."Namun, pria itu mengeratkan lengannya di pinggang Alya. Setelah didorong pun, Rizki masih tetap tidak berger
Setelah Rizki melepasnya, pinggang Alya seketika bebas. Alya mundur dua langkah dan menjaga jaraknya dari Rizki.Tatapan Rizki masih terpaku padanya."Nona Alya, bagaimana kalau duduk bersama kita saja? Ayo kita semua berbaikan, oke?"Alya menatap Cahya, sulit baginya untuk berkata kasar pada orang yang bersikap sopan seperti ini. Alya hanya bisa menjelaskan, "Nggak usah, aku ada janji.""Dengan siapa?" tanya Rizki."Apa urusanmu?" balas Alya."Dengan seorang pria?""Apa hubungannya denganmu?"Meskipun Rizki tahu siapa yang akan ditemui Alya, dia masih tidak dapat mengendalikan kecemburuannya. Cahya yang mendengar percakapan ini pun merasa malu.Apa yang sedang Rizki lakukan?Sebelumnya, mereka sudah setuju untuk tetap tenang, tetapi kenapa begitu bertemu ....Akan tetapi, memikirkan sikap Alya yang terus melawan dan ingin pergi tanpa mengatakan apa pun, bila dirinya adalah Rizki, dia pasti juga akan kesulitan untuk bersikap tenang.RIzki mendengus dingin. "Apa kamu ada janji dengan Ir
Begitu nama Hana disebutkan, suasana di dalam mobil menjadi sunyi senyap.Seolah-olah, terdapat sebuah jurang yang tak dapat dilewati di antara mereka berdua.Setelah mendengar nama Hana, Rizki menyipitkan matanya. "Aku dan dia ...."Alya menoleh dan berkata dengan dingin, "Aku nggak peduli dengan kamu dan dia, aku hanya ingin kamu berhenti menggangguku."Mendengar ini, raut wajah Rizki menjadi dingin."Siapa yang waktu itu bilang mau pisah baik-baik? Alya, apakah ini pisah baik-baik yang kamu maksud? Atau mungkin, ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku sehingga kamu nggak ingin berpisah baik-baik denganku?"Setelah mengatakan ini, Rizki menatap Alya dalam-dalam.Tentu saja, meskipun wajah Alya masih tampak tenang, rasa panik dengan cepat melintas di matanya. Begitu cepat hingga Rizki tidak akan melihatnya bila dia tidak benar-benar memperhatikannya.Setelah menenangkan diri, Alya menoleh dan menatap ke arahnya."Apa aku bilang begitu? Kenapa aku nggak ingat?"Alya sangat tenang dan
Perjanjian mereka yang awalnya sudah ditentukan, meskipun Alya tiba lebih awal, bila orang itu tidak dapat menemukannya setelah tiba di sana, orang itu seharusnya akan menelepon.Kemudian nanti, di dalam mobil ....Jika Rizki yang tiba-tiba muncul ini bersikeras untuk mengikutinya, maka hari ini Alya sama sekali tidak bisa menyerahkan uang tunai ini pada orang itu.Namun, tidak ada jalan lain, dibandingkan dengan orang itu, kedua anaknya masih lebih penting.Oleh karena itu, Alya pun diam-diam juga menyalakan mode senyap pada ponselnya....Toko mobil.Sebenarnya, Alya sudah lebih dulu memilih mobil yang akan digunakannya.Mobil yang dia incar tidak mahal, hanya sebuah mobil biasa untuk transportasi. Performanya tidak terlalu bagus, tetapi mobil ini adalah yang terbaik di antara harga-harga yang dia lihat.Tentu saja, begitu melihat mobil tersebut, Rizki langsung menolaknya."Mobil yang kamu lihat ini nggak bagus, performanya terlalu jelek."Kemudian, dia menyebutkan sebuah merek mobil
Setelah memandangnya cukup lama, Alya akhirnya duduk di kursi pengemudi, menutup pintu dan memakai sabuk pengamannya. Semua ini hampir terjadi dalam sesaat.Setelah itu, dia memasukkan kunci mobilnya ke lubang kunci dan memelototi Rizki dengan dingin."Kamu yakin mau naik mobilku?"Rizki tersenyum. "Kenapa? Memangnya aku bisa mati?"Alya tidak membalas perkataannya. Dia menyalakan mesin, lalu menginjak rem sambil memutar setirnya. Jendela mobil diturunkan, staf penjual tadi berdiri di luar dan menatap mereka dengan khawatir."Bu, Pak."Alya tersenyum tipis padanya. "Tenang saja, aku punya pengalaman mengemudi."Melihat staf itu tidak percaya, Alya pun memberikan SIM-nya. Staf itu menghela napas lega saat melihatnya."Baguslah.""Setelah mencobanya, aku akan segera kembali."Dengan wajah tanpa ekspresi, Rizki menatap Alya yang sedang mengemudi di sampingnya.Sebenarnya, 5 tahun yang lalu Alya juga sudah belajar mengemudi. Dia sering naik mobil untuk pergi dan pulang kerja.Namun, kemamp
Setelah mengirim pesan tersebut, Alya menunggu di toilet untuk beberapa menit, tetapi orang itu tidak membalasnya.Dia menunggu lagi sejenak, tetapi orang itu masih tidak membalasnya. Dia pun terpaksa menyerah.Ketika dia keluar dari toilet, dia menemukan Rizki yang sudah menunggu di luar. Hanya saja dibandingkan dengan sebelumnya, Rizki tampak agak aneh. Aura yang dipancarkannya telah menjadi dingin, pria itu berdiri di sana bagaikan mesin pendingin alami.Meskipun penampilan Rizki sangat menonjol dan tampan, tetapi auranya yang hampir dapat membekukan orang pun membuat orang lain mundur sekitar 1 meter.Hingga akhirnya, Alya datang dan aura dingin di sekitarnya pun sedikit menghilang.Tatapan dinginnya mendarat pada wajah Alya. Bibirnya terus terkatup rapat, menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak berniat untuk berbicara dengan Alya.Alya telah menyelesaikan urusannya di sini, jadi dia pun langsung membawa tasnya dan pergi tanpa menyapa Rizki. Ketika dia berjalan ke pintu, Rizki lagi
Arti dari penolakannya sudah sangat jelas.Akan tetapi, setelah terdiam untuk cukup lama, suara Irfan masih sangat lembut."Alya, apa yang terjadi? Kalau kamu nggak mau aku menemanimu, apa aku suruh saja Pak Hasan menemanimu? Dia tahu banyak. Jadi saat memilih mobil, kamu nggak akan tertipu oleh para penjual mobil itu ...."Namun, sebelum dia dapat menyelesaikan kalimatnya, Alya dengan tak sabar menyela, "Apa aku terlihat bodoh? Begitu bodoh hingga bisa ditipu oleh penjual mobil?""Bukan itu maksudku.""Kalau bukan itu maksudmu, kenapa kamu mau menyuruh Pak Hasan ke sini? Aku bilang nggak usah, apa kamu nggak mengerti?"Tidak terdengar jawaban dari ujung telepon.Setelah berbicara cukup kasar, Alya agak menyesal.Lagi pula, orang di ujung telepon ini sudah sangat baik padanya selama 5 tahun ini. Akan tetapi, jika dia melunak padanya, maka dia hanya akan menyakitinya.Daripada membiarkan hal ini berlarut-larut, lebih baik dia segera memutusnya.Karena tidak mendengar jawaban dari ujung