Begitu nama Hana disebutkan, suasana di dalam mobil menjadi sunyi senyap.Seolah-olah, terdapat sebuah jurang yang tak dapat dilewati di antara mereka berdua.Setelah mendengar nama Hana, Rizki menyipitkan matanya. "Aku dan dia ...."Alya menoleh dan berkata dengan dingin, "Aku nggak peduli dengan kamu dan dia, aku hanya ingin kamu berhenti menggangguku."Mendengar ini, raut wajah Rizki menjadi dingin."Siapa yang waktu itu bilang mau pisah baik-baik? Alya, apakah ini pisah baik-baik yang kamu maksud? Atau mungkin, ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku sehingga kamu nggak ingin berpisah baik-baik denganku?"Setelah mengatakan ini, Rizki menatap Alya dalam-dalam.Tentu saja, meskipun wajah Alya masih tampak tenang, rasa panik dengan cepat melintas di matanya. Begitu cepat hingga Rizki tidak akan melihatnya bila dia tidak benar-benar memperhatikannya.Setelah menenangkan diri, Alya menoleh dan menatap ke arahnya."Apa aku bilang begitu? Kenapa aku nggak ingat?"Alya sangat tenang dan
Perjanjian mereka yang awalnya sudah ditentukan, meskipun Alya tiba lebih awal, bila orang itu tidak dapat menemukannya setelah tiba di sana, orang itu seharusnya akan menelepon.Kemudian nanti, di dalam mobil ....Jika Rizki yang tiba-tiba muncul ini bersikeras untuk mengikutinya, maka hari ini Alya sama sekali tidak bisa menyerahkan uang tunai ini pada orang itu.Namun, tidak ada jalan lain, dibandingkan dengan orang itu, kedua anaknya masih lebih penting.Oleh karena itu, Alya pun diam-diam juga menyalakan mode senyap pada ponselnya....Toko mobil.Sebenarnya, Alya sudah lebih dulu memilih mobil yang akan digunakannya.Mobil yang dia incar tidak mahal, hanya sebuah mobil biasa untuk transportasi. Performanya tidak terlalu bagus, tetapi mobil ini adalah yang terbaik di antara harga-harga yang dia lihat.Tentu saja, begitu melihat mobil tersebut, Rizki langsung menolaknya."Mobil yang kamu lihat ini nggak bagus, performanya terlalu jelek."Kemudian, dia menyebutkan sebuah merek mobil
Setelah memandangnya cukup lama, Alya akhirnya duduk di kursi pengemudi, menutup pintu dan memakai sabuk pengamannya. Semua ini hampir terjadi dalam sesaat.Setelah itu, dia memasukkan kunci mobilnya ke lubang kunci dan memelototi Rizki dengan dingin."Kamu yakin mau naik mobilku?"Rizki tersenyum. "Kenapa? Memangnya aku bisa mati?"Alya tidak membalas perkataannya. Dia menyalakan mesin, lalu menginjak rem sambil memutar setirnya. Jendela mobil diturunkan, staf penjual tadi berdiri di luar dan menatap mereka dengan khawatir."Bu, Pak."Alya tersenyum tipis padanya. "Tenang saja, aku punya pengalaman mengemudi."Melihat staf itu tidak percaya, Alya pun memberikan SIM-nya. Staf itu menghela napas lega saat melihatnya."Baguslah.""Setelah mencobanya, aku akan segera kembali."Dengan wajah tanpa ekspresi, Rizki menatap Alya yang sedang mengemudi di sampingnya.Sebenarnya, 5 tahun yang lalu Alya juga sudah belajar mengemudi. Dia sering naik mobil untuk pergi dan pulang kerja.Namun, kemamp
Setelah mengirim pesan tersebut, Alya menunggu di toilet untuk beberapa menit, tetapi orang itu tidak membalasnya.Dia menunggu lagi sejenak, tetapi orang itu masih tidak membalasnya. Dia pun terpaksa menyerah.Ketika dia keluar dari toilet, dia menemukan Rizki yang sudah menunggu di luar. Hanya saja dibandingkan dengan sebelumnya, Rizki tampak agak aneh. Aura yang dipancarkannya telah menjadi dingin, pria itu berdiri di sana bagaikan mesin pendingin alami.Meskipun penampilan Rizki sangat menonjol dan tampan, tetapi auranya yang hampir dapat membekukan orang pun membuat orang lain mundur sekitar 1 meter.Hingga akhirnya, Alya datang dan aura dingin di sekitarnya pun sedikit menghilang.Tatapan dinginnya mendarat pada wajah Alya. Bibirnya terus terkatup rapat, menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak berniat untuk berbicara dengan Alya.Alya telah menyelesaikan urusannya di sini, jadi dia pun langsung membawa tasnya dan pergi tanpa menyapa Rizki. Ketika dia berjalan ke pintu, Rizki lagi
Arti dari penolakannya sudah sangat jelas.Akan tetapi, setelah terdiam untuk cukup lama, suara Irfan masih sangat lembut."Alya, apa yang terjadi? Kalau kamu nggak mau aku menemanimu, apa aku suruh saja Pak Hasan menemanimu? Dia tahu banyak. Jadi saat memilih mobil, kamu nggak akan tertipu oleh para penjual mobil itu ...."Namun, sebelum dia dapat menyelesaikan kalimatnya, Alya dengan tak sabar menyela, "Apa aku terlihat bodoh? Begitu bodoh hingga bisa ditipu oleh penjual mobil?""Bukan itu maksudku.""Kalau bukan itu maksudmu, kenapa kamu mau menyuruh Pak Hasan ke sini? Aku bilang nggak usah, apa kamu nggak mengerti?"Tidak terdengar jawaban dari ujung telepon.Setelah berbicara cukup kasar, Alya agak menyesal.Lagi pula, orang di ujung telepon ini sudah sangat baik padanya selama 5 tahun ini. Akan tetapi, jika dia melunak padanya, maka dia hanya akan menyakitinya.Daripada membiarkan hal ini berlarut-larut, lebih baik dia segera memutusnya.Karena tidak mendengar jawaban dari ujung
Seorang pria yang tegas, serius, dingin dan tampan. Dengan keberadaan yang sangat kuat, kelopak mata tipis, juga mulut yang tidak banyak bicara.Itulah kesan pertama yang didapat Alya. Setelah mendengar deskripsi Citra, dia pun juga tahu bahwa orang itu gila kerja.Sepertinya wajar saja jika kata-kata sebenar itu keluar dari mulutnya."Jadi setelah mengetahui prinsip tersebut, kamu langsung menerapkannya?"Citra tersenyum dengan manis. "Tentu saja.""Wah, jadi sekarang kamu nggak berpikir kalau bosmu itu bermasalah?""Tentu saja dia bermasalah, tapi itu nggak akan menghentikanku untuk menggunakan kata-katanya demi menghiburmu. Bukankah menurutmu perkataannya ini masuk akal?""Ya, cukup masuk akal."Alya terkekeh. Meskipun Citra sering mengeluh tentang bosnya, Alya menyadari sesuatu saat melihat sahabatnya menggunakan kata-kata bosnya untuk menghiburnya.Setidaknya sampai tingkat tertentu, Citra sangat memercayai bosnya hingga langsung menggunakan kata-kata tersebut.Kemudian yang terpe
Meskipun dia tidak ingin mengakuinya, tetapi bukankah ini terlalu kebetulan?Katakanlah kejadian 2 hari ini hanya kebetulan semata. Akan tetapi, orang itu juga bertemu dengan anak-anaknya di bandara luar negeri dan di pesawat? Hal ini sungguh tidak bisa dijelaskan.Jadi, inikah alasan orang itu ingin menemuinya?Namun ... kenapa orang itu tidak muncul?"Mama, ada apa?"Melihat ibunya yang tengah melamun, Maya pun langsung memeluk Alya."Mama, apa Mama khawatir Paman RezekiMalam itu orang jahat? Mama, Paman RezekiMalam bukan orang jahat kok."Ucapannya yang lembut dan menggemaskan ini membuat Alya menatapnya dan tersenyum dengan tak berdaya."Kalaupun dia orang jahat, nggak mungkin ada tulisan 'orang jahat' di wajahnya. Dia juga nggak akan memberitahumu kalau dia orang jahat.""Uh?"Maya menunjukkan ekspresi bingung, seolah-olah dia mengerti tetapi juga tidak mengerti.Wajahnya yang kebingungan terlihat sangat menggemaskan bagi Alya, Alya pun menyentuh hidung kecil anak itu. "Anak bodoh
"Oke, terima kasih Paman Irfan."Alya menggandeng tangan Satya dan berjalan mendekat. Satya melirik ekspresi ibunya, akhirnya dia bergumam, "Paman Irfan, halo."Irfan lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil lain dan memberikannya pada Satya."Nih, ini hadiah punya Satya."Namun, Satya tampak sedang memikirkan sesuatu dan merapatkan bibir kecilnya, dia tidak mengambil hadiah tersebut.Melihatnya tidak bergerak, Irfan memanggilnya, "Satya?"Satya pun melihat ke arah ibunya.Alya tersenyum. "Bilang terima kasih pada Paman Irfan."Kata-kata kejam itu tidak bisa Alya katakan di depan Satya dan Maya.Dengan dorongan Alya, Satya akhirnya berani menerima hadiah Irfan dan berterima kasih.Alya melirik putranya.Anak ini benar-benar terlalu sensitif, apakah Satya bisa merasakan emosinya?Melihat Satya akhirnya mau menerima hadiah tersebut, senyum gembira pun kembali muncul di wajah Irfan. Dia mengelus kepala Satya dan berkata, "Ayo, Paman akan mengantar kalian pulang."Karena pria ini sudah sampai