Keesokan harinya.Ketika bangun tidur, Alya merasa agak pilek. Dia pun mengambil obat pilek dari laci dan menuangkan segelas air hangat untuk dirinya.Ketika dia hendak menelan obat tersebut, sesuatu terlintas di pikirannya. Seketika raut wajahnya berubah. Dia buru-buru ke kamar mandi untuk memuntahkan obat di mulutnya.Dia membungkuk di depan wastafel, membersihkan mulutnya dari rasa pahit obat yang hampir dia telan."Kenapa kamu panik? Kamu nggak enak badan?"Suara serak pria itu tiba-tiba terdengar dari pintu, membuat Alya kaget dan segera menatapnya.Rizki mengerutkan keningnya sambil memandang Alya.Begitu mata mereka bertemu, Alya buru-buru mengalihkan pandangannya. Dia ragu sejenak sebelum berkata, "Bukan apa-apa, aku cuma salah minum obat."Dia pun mengelap bekas air di bibirnya dan pergi meninggalkan kamar mandi.Rizki berbalik, menatap sosok Alya sambil merenung.Dia merasa bahwa ada yang aneh dengan wanita itu sejak kembali semalam.Setelah sarapan, pasangan suami istri ini
"Aku sungguh nggak apa-apa. Apa kamu sudah meringkas pekerjaan kemarin?"Alya langsung membicarakan pekerjaan, Tiara tidak punya pilihan selain membawakannya dokumen yang tertata rapi itu. Lalu, Tiara juga menuangkannya segelas air hangat."Karena nggak mau ke rumah sakit, Kak Alya harus minum air hangat yang banyak."Tiara adalah asisten yang Alya pekerjakan sendiri. Wanita ini biasanya bekerja dengan rajin, tetapi mereka berdua tidak mempunyai hubungan apa pun di luar kerja.Oleh karena itu, Alya cukup terkejut dengan kekhawatiran yang ditunjukkan asistennya.Hatinya pun menghangat. Kemudian, dia meminum air hangat itu beberapa teguk.Sebelumnya dia merasa agak dingin, tetapi setelah minum air hangat tersebut, akhirnya Alya mulai merasa lebih baik.Namun, Tiara masih menatapnya dengan khawatir."Kak Alya, bagaimana kalau aku saja yang melakukan presentasi hari ini? Kamu istirahat dulu saja di kantor, ya?"Alya menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, aku bisa kok."Dia hanya merasa agak
Alya merasa tidak berdaya. "Aku hanya kehujanan, ini bukan hal serius."Kemudian, dia meletakkan laporan pekerjaan kemarin di atas meja Rizky."Ini ringkasan pekerjaan kemarin, aku sudah merapikannya. Masih ada hal lain yang harus aku kerjakan, jadi aku nggak akan mengganggu reuni kalian."Alya menatap Hana, wanita itu pun segera tersenyum.Ketika Alya sudah pergi, Rizki mengerutkan keningnya."Rizki?"Dia baru tersadar kembali ketika Hana memanggilnya.Melihat ekspresi Rizki saat ini, Hana merasa heran. Namun, dia masih berkata dengan suara yang lembut, "Menurutku kondisi Alya memang nggak terlalu baik. Walaupun dia sekretarismu, sebelum keluarganya bangkrut dia adalah nona besar dari Keluarga Kartika. Tolong jangan terlalu keras padanya."Keras?Rizki tertawa di dalam hatinya, siapa yang bisa bersikap keras pada nenek moyang itu?Namun, dia tidak mengatakan isi hatinya dan hanya menjawab, "Ya."Alya kembali ke ruang kantornya dengan langkah berat.Begitu dia duduk, dia tidak bisa men
Alya tidak begitu mengetahui kejadian tersebut.Tahun itu, sepertinya dia terjatuh ke dalam air. Dia menderita demam tinggi dan sakit parah. Ketika dia terbangun, dia tidak bisa mengingat banyak hal, termasuk bagaimana dia jatuh ke dalam air.Beberapa teman sekelasnya berkata, dia terjatuh ketika sedang bermain.Alya selalu merasa dirinya telah melupakan sesuatu, tetapi bagaimanapun juga dia tidak dapat mengingatnya. Setelah bertahun-tahun, akhirnya dia melupakan kejadian itu.Ternyata, Rizki tidak bisa melupakan orang yang telah menyelamatkan nyawanya.Seandainya Alya yang melompat dan menyelamatkan Rizki waktu itu, maka semua akan baik-baik saja.Di mimpinya, emosinya tampak bercampur dengan Alya yang sekarang.Hatinya sesak, seolah-olah dijatuhi sebuah batu besar. Sakit kepalanya makin parah. Kenapa waktu itu bukan dia yang melompat untuk menyelamatkan Rizki?Jika ... jika ....Tiba-tiba, wajah Rizki muncul di depan matanya. Mata pria itu dingin dan kejam. "Alya, aborsi anak itu."T
Dia tidak bisa ke rumah sakit.Jika dia ke rumah sakit, kehamilannya pasti akan ketahuan.Mungkin kedengarannya konyol, tetapi dia tidak ingin siapa pun tahu tentang anak ini. Dia ingin mempertahankan sedikit dari harga dirinya yang tersisa.Meskipun Alya tahu bahwa sejak dia menyetujui pernikahan palsu ini dengan Rizki, harga dirinya sudah menghilang.Sekarang di hadapan Rizki, juga di hadapan wanita yang dicintai pria itu, harga diri apa yang tersisa pada dirinya?Meskipun begitu ....Alya menurunkan pandangannya. Meskipun begitu, dia masih belum bisa mengungkapkan semua hal yang mungkin akan dicemooh oleh orang-orang.Setelah Rizki mendengar perkataannya, pria itu makin mengerutkan keningnya. Lalu, dia mengemudikan mobilnya ke arah lain dan berhenti di tepi jalan.Melihat reaksinya, Alya mengira Rizki menyuruhnya untuk keluar, jadi dia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu.Klik.Seketika, pintu mobilnya dikunci.Rizki menatapnya melalui spion tengah, tidak diketahui apa makna d
Alya menundukkan kepalanya dan berpikir.Hana tidak hanya cantik, tetapi juga luar biasa.Kemudian, yang paling penting, wanita ini telah menyelamatkan nyawa Rizki.Kalau dirinya adalah Rizki, mungkin dia akan menyukainya juga.Setelah temannya Hana datang, Hana berbicara dengan temannya untuk waktu yang cukup lama. Pria itu mengenakan jas putih. Akhirnya, pandangan pria itu jatuh ke wajah Alya. Lalu, dia mengangguk dan datang menghampirinya."Halo, kamu temannya Hana, ya? Namaku Farhan Pramudya."Alya mengangguk padanya. "Halo.""Kamu demam?"Farhan bertanya dengan lembut, punggung tangannya hendak menyentuh kening Alya.Tangannya yang tiba-tiba mendekat mengakibatkan Alya tanpa sadar menghindar. Reaksi Alya membuat Farhan tersenyum. "Aku hanya mau mengecek suhumu."Setelah itu dia pun tidak melanjutkan, tetapi dia mengeluarkan sebuah termometer dan berkata, "Ayo kita ukur suhumu dulu."Alya menerima termometer itu darinya.Di belakangnya, terdengar suara Rizki yang berkata, "Kamu tah
Terlalu dramatis?Alya terdiam sejenak, lalu tertawa dengan dingin di dalam hatinya."Tentu saja, dibandingkan dengan Hana-mu itu, aku nggak pengertian."Kalimat tersebut keluar begitu saja dari mulutnya.Rizki terkejut.Alya juga terkejut.Apa ... yang tadi dia katakan?Ketika Alya sedang menyesali perkataannya, dagunya tiba-tiba diangkat oleh Rizki. Alya mendongak dan bertemu dengan mata Rizki yang sehitam tinta.Rizki agak menyipitkan matanya, tatapannya setajam mata elang."Kamu cemburu dengannya?"Alis Alya berkedut, merasa gelisah untuk mendorong tangan pria itu."Omong kosong apa yang kamu bicarakan?"Namun, tangannya sama sekali tak bertenaga. Ketika dia menyentuh pria itu, sentuhannya begitu lemah.Gerakan ini membuat Rizki mengangkat alisnya. Dia menangkap pergelangan tangan Alya sambil tersenyum geli. "Lemah sekali?""Kepalamu yang lemah."Alya mengutuk pria itu dan menarik tangannya kembali. Karena telah mengerahkan terlalu banyak tenaga, tubuh Alya pun segera terjatuh ke s
Rizki terpaksa menyerahkan handuk itu padanya."Farhan sudah memberitahuku semua caranya dengan detail, jadi serahkan saja padaku. Rizki, kamu tenang saja. Aku akan merawat Alya dengan baik."Mendengar ini, Rizki melirik Alya yang terbaring lemas seperti mayat. Dia mengangguk. "Baik."Setelah itu dia pun pergi.Pintu sudah tertutup.Seketika ruangan itu sunyi. Setelah beberapa saat, Hana mencuci kembali handuk tersebut, lalu membuka tasnya dan menghampiri Alya."Alya, kubantu mengelap badanmu, ya?"Saat ini, Alya memang tidak memiliki tenaga dan butuh seseorang untuk membantunya, tetapi ...."Bagaimana kalau panggil suster saja? Mungkin aku akan merepotkanmu," balas Alya menyarankan.Hana tersenyum dengan lembut. "Sama sekali nggak merepotkan. Bukankah aku juga bisa melakukan yang suster lakukan? Asalkan kamu nggak masalah aku melihat tubuhmu, maka aku bisa."Karena mereka telah berbicara sampai sini, apa lagi yang bisa Alya katakan? Dia pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk.Setelah
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang