Dia tidak bisa ke rumah sakit.Jika dia ke rumah sakit, kehamilannya pasti akan ketahuan.Mungkin kedengarannya konyol, tetapi dia tidak ingin siapa pun tahu tentang anak ini. Dia ingin mempertahankan sedikit dari harga dirinya yang tersisa.Meskipun Alya tahu bahwa sejak dia menyetujui pernikahan palsu ini dengan Rizki, harga dirinya sudah menghilang.Sekarang di hadapan Rizki, juga di hadapan wanita yang dicintai pria itu, harga diri apa yang tersisa pada dirinya?Meskipun begitu ....Alya menurunkan pandangannya. Meskipun begitu, dia masih belum bisa mengungkapkan semua hal yang mungkin akan dicemooh oleh orang-orang.Setelah Rizki mendengar perkataannya, pria itu makin mengerutkan keningnya. Lalu, dia mengemudikan mobilnya ke arah lain dan berhenti di tepi jalan.Melihat reaksinya, Alya mengira Rizki menyuruhnya untuk keluar, jadi dia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu.Klik.Seketika, pintu mobilnya dikunci.Rizki menatapnya melalui spion tengah, tidak diketahui apa makna d
Alya menundukkan kepalanya dan berpikir.Hana tidak hanya cantik, tetapi juga luar biasa.Kemudian, yang paling penting, wanita ini telah menyelamatkan nyawa Rizki.Kalau dirinya adalah Rizki, mungkin dia akan menyukainya juga.Setelah temannya Hana datang, Hana berbicara dengan temannya untuk waktu yang cukup lama. Pria itu mengenakan jas putih. Akhirnya, pandangan pria itu jatuh ke wajah Alya. Lalu, dia mengangguk dan datang menghampirinya."Halo, kamu temannya Hana, ya? Namaku Farhan Pramudya."Alya mengangguk padanya. "Halo.""Kamu demam?"Farhan bertanya dengan lembut, punggung tangannya hendak menyentuh kening Alya.Tangannya yang tiba-tiba mendekat mengakibatkan Alya tanpa sadar menghindar. Reaksi Alya membuat Farhan tersenyum. "Aku hanya mau mengecek suhumu."Setelah itu dia pun tidak melanjutkan, tetapi dia mengeluarkan sebuah termometer dan berkata, "Ayo kita ukur suhumu dulu."Alya menerima termometer itu darinya.Di belakangnya, terdengar suara Rizki yang berkata, "Kamu tah
Terlalu dramatis?Alya terdiam sejenak, lalu tertawa dengan dingin di dalam hatinya."Tentu saja, dibandingkan dengan Hana-mu itu, aku nggak pengertian."Kalimat tersebut keluar begitu saja dari mulutnya.Rizki terkejut.Alya juga terkejut.Apa ... yang tadi dia katakan?Ketika Alya sedang menyesali perkataannya, dagunya tiba-tiba diangkat oleh Rizki. Alya mendongak dan bertemu dengan mata Rizki yang sehitam tinta.Rizki agak menyipitkan matanya, tatapannya setajam mata elang."Kamu cemburu dengannya?"Alis Alya berkedut, merasa gelisah untuk mendorong tangan pria itu."Omong kosong apa yang kamu bicarakan?"Namun, tangannya sama sekali tak bertenaga. Ketika dia menyentuh pria itu, sentuhannya begitu lemah.Gerakan ini membuat Rizki mengangkat alisnya. Dia menangkap pergelangan tangan Alya sambil tersenyum geli. "Lemah sekali?""Kepalamu yang lemah."Alya mengutuk pria itu dan menarik tangannya kembali. Karena telah mengerahkan terlalu banyak tenaga, tubuh Alya pun segera terjatuh ke s
Rizki terpaksa menyerahkan handuk itu padanya."Farhan sudah memberitahuku semua caranya dengan detail, jadi serahkan saja padaku. Rizki, kamu tenang saja. Aku akan merawat Alya dengan baik."Mendengar ini, Rizki melirik Alya yang terbaring lemas seperti mayat. Dia mengangguk. "Baik."Setelah itu dia pun pergi.Pintu sudah tertutup.Seketika ruangan itu sunyi. Setelah beberapa saat, Hana mencuci kembali handuk tersebut, lalu membuka tasnya dan menghampiri Alya."Alya, kubantu mengelap badanmu, ya?"Saat ini, Alya memang tidak memiliki tenaga dan butuh seseorang untuk membantunya, tetapi ...."Bagaimana kalau panggil suster saja? Mungkin aku akan merepotkanmu," balas Alya menyarankan.Hana tersenyum dengan lembut. "Sama sekali nggak merepotkan. Bukankah aku juga bisa melakukan yang suster lakukan? Asalkan kamu nggak masalah aku melihat tubuhmu, maka aku bisa."Karena mereka telah berbicara sampai sini, apa lagi yang bisa Alya katakan? Dia pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk.Setelah
Alya berbicara dengan terus terang.Tidak seperti Hana yang berhati-hati.Seketika Hana merasa canggung. "Aku ... aku nggak bermaksud begitu."Alya pun tidak peduli dengan apa yang wanita itu maksud.Sebelum mereka pergi, Farhan menuliskan resep obat untuk Alya. Lalu, dia berkata pada Hana, "Walaupun temanmu nggak mau minum obat, dengan kondisinya yang seperti ini akan lebih baik kalau dia minum. Aku memberinya resep obat herbal yang nggak berbahaya untuk tubuhnya, minum beberapa dosis saja sudah cukup.""Baik." Hana mengambil obat herbal itu.Ketiga orang itu pun meninggalkan klinik dan kembali ke kediaman Keluarga Saputra.Kediaman Keluarga Saputra.Begitu pintu mobil terbuka, Alya menahan rasa tidak nyamannya dan berjalan keluar. Saat ini, dia hanya ingin kembali ke lantai atas dan tidur.Namun, ketika turun dari mobil, dia terhuyung-huyung dan hampir jatuh ke depan. Rizki yang keluar dari mobil dengan cepat menangkapnya.Pria itu mengerutkan kening dan menatapnya. "Kondisimu sepert
"Baik."Sebelum pergi, Hana melihat-lihat ruangan itu. Tiba-tiba, dia melihat sebuah jas pria buatan penjahit tergantung di rak mantel di luar.Model jas seperti itu hanya dikenakan Rizki.Wajah Hana agak memucat. Dia merapatkan bibirnya, lalu dengan diam mengikuti Rizki keluar.Setelah mereka pergi, Alya membuka matanya. Dia menatap langit-langit kamar berwarna putih dan merasa bingung.Mengenai anak ini ... dia harus apa?Kehamilan berbeda dengan hal lainnya.Contohnya, Alya dapat menyembunyikan perasaan yang dimilikinya dari Rizki. Entah itu selama setahun atau 2 tahun, bahkan 10 tahun pun tidak masalah.Namun, bagaimana dengan kehamilan?Ketika waktunya tiba, perutnya akan membesar dan dia tidak dapat menyembunyikannya.Makin memikirkannya, kepala Alya menjadi makin pusing. Perlahan, dia pun mulai tertidur lelap.Di dalam mimpinya.Alya merasa kerah bajunya telah dibuka. Kemudian, sesuatu yang dingin menyelimuti tubuhnya. Dia merasa hangat dan nyaman. Alya menghela napasnya, lalu t
Seketika jantung Alya berdegap kencang. Rasa panik berkilat di matanya.Dia merasa tertangkap basah.Namun, dia cepat-cepat menenangkan dirinya. Dia mengatupkan bibir pucatnya, lalu berkata tanpa menyembunyikan apa pun, "Kamu melihat semuanya, ya?"Sikapnya yang terus terang mengurangi kecurigaan di mata Rizki.Pria itu menghampirinya, menatap mangkuk obat yang sudah kosong di tangannya."Aku meminta orang-orang dapur untuk merebus obat itu dengan saksama, tapi kamu nggak meminumnya dan malah membuangnya seperti ini?"Alya meliriknya."Sudah kubilang aku nggak mau minum."Setelah itu, dia keluar sambil membawa mangkuk kosong tersebut.Rizki mengikutinya, lalu berkata dengan suara yang jelas, "Kemarin malam, apa kamu sengaja kehujanan?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Lalu, dia menggelengkan kepalanya untuk membantah."Nggak, bagaimana mungkin aku melakukan hal seperti itu?"Akan tetapi, Rizki masih menatapnya dengan curiga. "Benarkah? Kalau begitu, kenapa kamu nggak mau ke rumah s
Dingin.Alya mengatupkan bibir merahnya. Binar di matanya perlahan meredup.Pagi itu, seorang pelayan membawakannya makanan dan semangkuk sup obat lagi.Setelah membersihkan diri, Alya mencium bau sup obat yang kuat dan mengerutkan keningnya."Nyonya, obat ini ...."Alya tidak bisa menahannya lagi, nada bicaranya pun menjadi keras."Bukankah aku sudah bilang jangan merebus obat ini lagi? Kenapa kamu membawanya lagi?"Kelembutannya yang biasa tergantikan dengan kekerasan yang tiba-tiba, membuat sang pelayan terkejut.Setelah berbicara, Alya menyadari bahwa emosinya telah lepas kendali. Dia tiba-tiba kembali tersadar dan memijat keningnya. "Maaf, aku agak nggak enak badan. Kamu bawa saja obatnya pergi."Pelayan itu hanya dapat membawa obat itu kembali ke lantai bawah.Di dapur, sang kepala pelayan melihat mangkuk obat itu dibawa kembali. Wajah tuanya berkerut. "Oh, Nyonya masih nggak meminum obatnya?"Pelayan itu mengangguk, lalu menjelaskan apa yang baru terjadi.Ketika mendengar kekesa