Dingin.Alya mengatupkan bibir merahnya. Binar di matanya perlahan meredup.Pagi itu, seorang pelayan membawakannya makanan dan semangkuk sup obat lagi.Setelah membersihkan diri, Alya mencium bau sup obat yang kuat dan mengerutkan keningnya."Nyonya, obat ini ...."Alya tidak bisa menahannya lagi, nada bicaranya pun menjadi keras."Bukankah aku sudah bilang jangan merebus obat ini lagi? Kenapa kamu membawanya lagi?"Kelembutannya yang biasa tergantikan dengan kekerasan yang tiba-tiba, membuat sang pelayan terkejut.Setelah berbicara, Alya menyadari bahwa emosinya telah lepas kendali. Dia tiba-tiba kembali tersadar dan memijat keningnya. "Maaf, aku agak nggak enak badan. Kamu bawa saja obatnya pergi."Pelayan itu hanya dapat membawa obat itu kembali ke lantai bawah.Di dapur, sang kepala pelayan melihat mangkuk obat itu dibawa kembali. Wajah tuanya berkerut. "Oh, Nyonya masih nggak meminum obatnya?"Pelayan itu mengangguk, lalu menjelaskan apa yang baru terjadi.Ketika mendengar kekesa
Pertanyaan ini membuat wajah sang pelayan memucat. "Tuan, laporannya sudah dibuang."Rizki mengerutkan keningnya."Apa katamu?"Aura suram Rizki membuat pelayan itu ketakutan dan hanya bisa menjelaskan dengan panik, "Maafkan aku, Tuan. Aku nggak sengaja membuangnya. Kondisi laporan tersebut sudah buruk. Saat itu aku juga nggak berpikir panjang, jadi ...."Kertas itu dibuang oleh majikannya, dia pun tidak memiliki keinginan untuk menyelidikinya.Selain itu, dokumen rahasia dari perusahaan Rizki juga sering disobek. Dia hanya seseorang yang bekerja untuk mencari nafkah. Hari itu, dia tidak banyak berpikir ketika melihat laporan tersebut.Hingga akhirnya, selama 2 hari ini dia mulai merebus obat. Dia mengira bahwa obat ini untuk penyakit Nyonya, tetapi dia tidak menduga bahwa ini hanya obat penurun demam.Perkataannya membuat Rizki mengerutkan keningnya.Rizki memang berkata kalau ada yang tidak beres dengan Alya.Dengan hujan sederas itu, meskipun Alya memberikan payungnya pada orang lai
Kenapa pertanyaan ini lagi?Alya kembali ke laptopnya, berpura-pura seakan tidak ada yang terjadi dan menjelajahi layar monitornya. Lalu, dia menjelaskan dengan tenang, "Kemarin aku nggak mau minum, hari ini aku merasa lebih baik jadi nggak perlu minum."Sikapnya yang tenang membuat Rizki menarik sudut bibirnya. "Begitukah? Kalau begitu bagaimana dengan laporan itu?"Begitu mendengar "laporan", tangan Alya yang sedang menggulir tetikus tiba-tiba berhenti.Alya hampir mengira dirinya sudah salah dengar.Namun suara napas Rizki yang begitu dekat, menunjukkan bahwa dia baru saja mengatakan kata-kata itu dengan jelas.Rizki sudah melihatnya.Setelah menyebutkan laporan tersebut, jari tangan Alya tiba-tiba berhenti bergerak.Reaksi ini membuat Rizki tanpa sadar menyipitkan matanya.Wanita ini menyembunyikan sesuatu darinya.Tak lama kemudian, Alya seperti baru saja mengendalikan emosinya. Dia mendongak menatap Rizki, dengan keraguan yang tersembunyi di matanya."Laporan apa?"Rizki menatapn
Waktu berlalu cukup lama, Alya menghela napas di dalam hati.Lebih baik dia tidak tahu, untuk menghindari kecanggungan di antara mereka.Anggap saja semua ini hanya transaksi, mereka cukup mengambil apa yang mereka perlukan.Dengan pemikiran ini, Alya mendorong Rizki yang berada sangat dekat dengannya dan berkata, "Pokoknya bukan kamu."Jawaban Alya membuat Rizki mengerutkan keningnya."Apa maksudmu bukan aku? Apa ada yang lebih memahamimu daripada aku? Siapa?"Rizki tidak menyadari bahwa jawaban tersebut telah membuatnya emosi.Alya tetap terdiam.Melihat wanita ini mengabaikannya, Rizki meraih dan mencengkeram bahunya. Dia bertanya dengan marah, "Pria atau wanita?"Pria itu mencengkeram bahu Alya dengan cukup kuat.Alya mengerutkan kening dan mendorongnya. "Sakit, jangan pegang begitu."Melihat reaksi tersebut, Rizki mengendurkan cengkeramannya. Namun, dia sama sekali tidak menyerah dengan pertanyaannya."Baik, aku nggak pegang, tapi jawab pertanyaanku. Siapa orang yang memahamimu? L
Sambil menghela napas lega, Alya memutuskan untuk mengambil risiko. Dia ingin menghilangkan semua keraguan Rizki, terlepas dari apakah pria itu mencurigainya hamil atau tidak.Dengan pemikiran ini, Alya memandangnya dan perlahan berkata, "Kenapa kamu segugup ini? Apa kamu takut kalau itu adalah laporan kehamilan?"Awalnya Rizki hendak membantah, tetapi ketika mendengar kalimat terakhir itu, napasnya menjadi berat.Kemudian, dia menyembunyikan emosinya sambil menatap Alya.Alya mengangkat alisnya. "Kenapa ekspresimu begitu? Kamu takut kehamilanku akan memengaruhi hubunganmu dengan Hana?"Rizki menyipitkan matanya. "Kamu hamil?"Alya mengangkat bahunya dan menjawab, "Nggak. Kalau aku hamil, aku pasti sudah menunjukkan laporannya kepadamu. Berdasarkan hubungan masa kecil kita, kalau anak ini diaborsi maka kamu harus memberikanku kompensasi cukup banyak, 'kan?"Nada bicaranya yang ringan dan sikapnya yang tak acuh membuat raut wajah Rizki sedikit berubah."Apa katamu?""Kamu ingin mengabor
Setelah Rizki pergi, untuk beberapa saat Alya hanya duduk dan melamun. Kemudian, dia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.Beberapa hal terjadi atas kemauannya sendiri dan hanya dapat dia tanggung sendiri.Ponselnya berbunyi, Alya melirik dan melihat bahwa Wisnu Mahendra meneleponnya.Dia menenangkan emosinya sebelum mengangkat telepon tersebut."Ada apa?""Alya, apa Bu Tiara meneleponmu?"Alya akhirnya menemukan surel yang dia cari, lalu dia menggerakkan tetikusnya untuk membuka surel tersebut. Sambil mengangguk dia berkata, "Ya tadi dia menelepon, kenapa?""Berikan saja pekerjaan yang perlu ditangani padaku, aku akan mengerjakannya untukmu."Mendengar perkataannya, seketika gerakan Alya terhenti, dia jelas merasa bingung. "Hah?""Aku dengar dari Tiara kalau kamu sakit, kenapa kamu nggak memberitahuku?" Suara Wisnu terdengar sangat lembut. Pria itu menghela napasnya dan berkata, "Kalau kamu sakit, istirahatlah. Atur ponselmu ke mode jangan ganggu. Apa kamu pikir tubuhmu terbuat dari b
"Kalau begitu akan kuingat.""Ya."Setelah menutup telepon, Alya meneruskan surelnya kepada Wisnu. Karena dia takut akan terjadi kesalahan, setelah meneruskan surelnya, dia mengetik sebuah deskripsi panjang mengenai pekerjaannya dan mengirimnya pada Wisnu.Butuh waktu cukup lama untuk Wisnu membalasnya."Baik, aku mengerti. Kamu jangan khawatir, beristirahatlah."Ketika sedang sakit dan ada seseorang yang tepercaya menangani pekerjaannya, Alya akhirnya dapat bernapas dengan lega.Sebenarnya hari ini dia berencana untuk kembali ke kantor.Sekarang, tampaknya dia masih akan beristirahat di rumah untuk satu hari lagi.Selain itu, saat ini dia harus memperhatikan satu masalah yang lebih penting.Memikirkan ini, Alya menatap perutnya. Dia tidak bsia menahan dirinya untuk mengelus perut kecilnya.Tanpa sepengetahuannya, di dalam perutnya sebuah kehidupan kecil telah tumbuh.Sekarang dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan anak ini.Apa lebih baik dia aborsi?Pikiran Alya sangat kaca
Tadinya, Citra menganggap reaksi Alya terlalu tenang dan tidak beres.Namun, begitu mendengar nama Hana, sekujur tubuhnya pun membeku. Dia tidak bisa berkata-kata.Setelah cukup lama, dia akhirnya bereaksi."Aku ... aku kira dia nggak akan kembali."Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam.Sebelum Keluarga Kartika bangkrut, sebagai sahabatnya Alya, Citra juga cukup lama bergaul dengan masyarakat kelas atas bersamanya. Tentu saja, dia pun mengetahui peristiwa yang dibicarakan semua orang, yaitu peristiwa Hana yang menyelamatkan Rizki.Seorang pria tampan dan wanita cantik, sebenarnya itu adalah hal bagus.Namun, sebagai sahabat Alya, Citra masih merasa kasihan pada teman baiknya ini.Sayangnya di dunia ini, cinta yang tak terbalaskan dan berakhir tanpa kejelasan adalah hal yang terlalu umum.Citra menggigit bibirnya dan merasa geram untuk Alya."Bahkan bila sekarang dia memang kembali, lalu apa? Kalau aku adalah kamu, aku nggak akan membiarkannya. Lagi pula dia dan Rizki bukan kekasih