Rizki terpaksa menyerahkan handuk itu padanya."Farhan sudah memberitahuku semua caranya dengan detail, jadi serahkan saja padaku. Rizki, kamu tenang saja. Aku akan merawat Alya dengan baik."Mendengar ini, Rizki melirik Alya yang terbaring lemas seperti mayat. Dia mengangguk. "Baik."Setelah itu dia pun pergi.Pintu sudah tertutup.Seketika ruangan itu sunyi. Setelah beberapa saat, Hana mencuci kembali handuk tersebut, lalu membuka tasnya dan menghampiri Alya."Alya, kubantu mengelap badanmu, ya?"Saat ini, Alya memang tidak memiliki tenaga dan butuh seseorang untuk membantunya, tetapi ...."Bagaimana kalau panggil suster saja? Mungkin aku akan merepotkanmu," balas Alya menyarankan.Hana tersenyum dengan lembut. "Sama sekali nggak merepotkan. Bukankah aku juga bisa melakukan yang suster lakukan? Asalkan kamu nggak masalah aku melihat tubuhmu, maka aku bisa."Karena mereka telah berbicara sampai sini, apa lagi yang bisa Alya katakan? Dia pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk.Setelah
Alya berbicara dengan terus terang.Tidak seperti Hana yang berhati-hati.Seketika Hana merasa canggung. "Aku ... aku nggak bermaksud begitu."Alya pun tidak peduli dengan apa yang wanita itu maksud.Sebelum mereka pergi, Farhan menuliskan resep obat untuk Alya. Lalu, dia berkata pada Hana, "Walaupun temanmu nggak mau minum obat, dengan kondisinya yang seperti ini akan lebih baik kalau dia minum. Aku memberinya resep obat herbal yang nggak berbahaya untuk tubuhnya, minum beberapa dosis saja sudah cukup.""Baik." Hana mengambil obat herbal itu.Ketiga orang itu pun meninggalkan klinik dan kembali ke kediaman Keluarga Saputra.Kediaman Keluarga Saputra.Begitu pintu mobil terbuka, Alya menahan rasa tidak nyamannya dan berjalan keluar. Saat ini, dia hanya ingin kembali ke lantai atas dan tidur.Namun, ketika turun dari mobil, dia terhuyung-huyung dan hampir jatuh ke depan. Rizki yang keluar dari mobil dengan cepat menangkapnya.Pria itu mengerutkan kening dan menatapnya. "Kondisimu sepert
"Baik."Sebelum pergi, Hana melihat-lihat ruangan itu. Tiba-tiba, dia melihat sebuah jas pria buatan penjahit tergantung di rak mantel di luar.Model jas seperti itu hanya dikenakan Rizki.Wajah Hana agak memucat. Dia merapatkan bibirnya, lalu dengan diam mengikuti Rizki keluar.Setelah mereka pergi, Alya membuka matanya. Dia menatap langit-langit kamar berwarna putih dan merasa bingung.Mengenai anak ini ... dia harus apa?Kehamilan berbeda dengan hal lainnya.Contohnya, Alya dapat menyembunyikan perasaan yang dimilikinya dari Rizki. Entah itu selama setahun atau 2 tahun, bahkan 10 tahun pun tidak masalah.Namun, bagaimana dengan kehamilan?Ketika waktunya tiba, perutnya akan membesar dan dia tidak dapat menyembunyikannya.Makin memikirkannya, kepala Alya menjadi makin pusing. Perlahan, dia pun mulai tertidur lelap.Di dalam mimpinya.Alya merasa kerah bajunya telah dibuka. Kemudian, sesuatu yang dingin menyelimuti tubuhnya. Dia merasa hangat dan nyaman. Alya menghela napasnya, lalu t
Seketika jantung Alya berdegap kencang. Rasa panik berkilat di matanya.Dia merasa tertangkap basah.Namun, dia cepat-cepat menenangkan dirinya. Dia mengatupkan bibir pucatnya, lalu berkata tanpa menyembunyikan apa pun, "Kamu melihat semuanya, ya?"Sikapnya yang terus terang mengurangi kecurigaan di mata Rizki.Pria itu menghampirinya, menatap mangkuk obat yang sudah kosong di tangannya."Aku meminta orang-orang dapur untuk merebus obat itu dengan saksama, tapi kamu nggak meminumnya dan malah membuangnya seperti ini?"Alya meliriknya."Sudah kubilang aku nggak mau minum."Setelah itu, dia keluar sambil membawa mangkuk kosong tersebut.Rizki mengikutinya, lalu berkata dengan suara yang jelas, "Kemarin malam, apa kamu sengaja kehujanan?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Lalu, dia menggelengkan kepalanya untuk membantah."Nggak, bagaimana mungkin aku melakukan hal seperti itu?"Akan tetapi, Rizki masih menatapnya dengan curiga. "Benarkah? Kalau begitu, kenapa kamu nggak mau ke rumah s
Dingin.Alya mengatupkan bibir merahnya. Binar di matanya perlahan meredup.Pagi itu, seorang pelayan membawakannya makanan dan semangkuk sup obat lagi.Setelah membersihkan diri, Alya mencium bau sup obat yang kuat dan mengerutkan keningnya."Nyonya, obat ini ...."Alya tidak bisa menahannya lagi, nada bicaranya pun menjadi keras."Bukankah aku sudah bilang jangan merebus obat ini lagi? Kenapa kamu membawanya lagi?"Kelembutannya yang biasa tergantikan dengan kekerasan yang tiba-tiba, membuat sang pelayan terkejut.Setelah berbicara, Alya menyadari bahwa emosinya telah lepas kendali. Dia tiba-tiba kembali tersadar dan memijat keningnya. "Maaf, aku agak nggak enak badan. Kamu bawa saja obatnya pergi."Pelayan itu hanya dapat membawa obat itu kembali ke lantai bawah.Di dapur, sang kepala pelayan melihat mangkuk obat itu dibawa kembali. Wajah tuanya berkerut. "Oh, Nyonya masih nggak meminum obatnya?"Pelayan itu mengangguk, lalu menjelaskan apa yang baru terjadi.Ketika mendengar kekesa
Pertanyaan ini membuat wajah sang pelayan memucat. "Tuan, laporannya sudah dibuang."Rizki mengerutkan keningnya."Apa katamu?"Aura suram Rizki membuat pelayan itu ketakutan dan hanya bisa menjelaskan dengan panik, "Maafkan aku, Tuan. Aku nggak sengaja membuangnya. Kondisi laporan tersebut sudah buruk. Saat itu aku juga nggak berpikir panjang, jadi ...."Kertas itu dibuang oleh majikannya, dia pun tidak memiliki keinginan untuk menyelidikinya.Selain itu, dokumen rahasia dari perusahaan Rizki juga sering disobek. Dia hanya seseorang yang bekerja untuk mencari nafkah. Hari itu, dia tidak banyak berpikir ketika melihat laporan tersebut.Hingga akhirnya, selama 2 hari ini dia mulai merebus obat. Dia mengira bahwa obat ini untuk penyakit Nyonya, tetapi dia tidak menduga bahwa ini hanya obat penurun demam.Perkataannya membuat Rizki mengerutkan keningnya.Rizki memang berkata kalau ada yang tidak beres dengan Alya.Dengan hujan sederas itu, meskipun Alya memberikan payungnya pada orang lai
Kenapa pertanyaan ini lagi?Alya kembali ke laptopnya, berpura-pura seakan tidak ada yang terjadi dan menjelajahi layar monitornya. Lalu, dia menjelaskan dengan tenang, "Kemarin aku nggak mau minum, hari ini aku merasa lebih baik jadi nggak perlu minum."Sikapnya yang tenang membuat Rizki menarik sudut bibirnya. "Begitukah? Kalau begitu bagaimana dengan laporan itu?"Begitu mendengar "laporan", tangan Alya yang sedang menggulir tetikus tiba-tiba berhenti.Alya hampir mengira dirinya sudah salah dengar.Namun suara napas Rizki yang begitu dekat, menunjukkan bahwa dia baru saja mengatakan kata-kata itu dengan jelas.Rizki sudah melihatnya.Setelah menyebutkan laporan tersebut, jari tangan Alya tiba-tiba berhenti bergerak.Reaksi ini membuat Rizki tanpa sadar menyipitkan matanya.Wanita ini menyembunyikan sesuatu darinya.Tak lama kemudian, Alya seperti baru saja mengendalikan emosinya. Dia mendongak menatap Rizki, dengan keraguan yang tersembunyi di matanya."Laporan apa?"Rizki menatapn
Waktu berlalu cukup lama, Alya menghela napas di dalam hati.Lebih baik dia tidak tahu, untuk menghindari kecanggungan di antara mereka.Anggap saja semua ini hanya transaksi, mereka cukup mengambil apa yang mereka perlukan.Dengan pemikiran ini, Alya mendorong Rizki yang berada sangat dekat dengannya dan berkata, "Pokoknya bukan kamu."Jawaban Alya membuat Rizki mengerutkan keningnya."Apa maksudmu bukan aku? Apa ada yang lebih memahamimu daripada aku? Siapa?"Rizki tidak menyadari bahwa jawaban tersebut telah membuatnya emosi.Alya tetap terdiam.Melihat wanita ini mengabaikannya, Rizki meraih dan mencengkeram bahunya. Dia bertanya dengan marah, "Pria atau wanita?"Pria itu mencengkeram bahu Alya dengan cukup kuat.Alya mengerutkan kening dan mendorongnya. "Sakit, jangan pegang begitu."Melihat reaksi tersebut, Rizki mengendurkan cengkeramannya. Namun, dia sama sekali tidak menyerah dengan pertanyaannya."Baik, aku nggak pegang, tapi jawab pertanyaanku. Siapa orang yang memahamimu? L
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang