"Aku sungguh nggak apa-apa. Apa kamu sudah meringkas pekerjaan kemarin?"Alya langsung membicarakan pekerjaan, Tiara tidak punya pilihan selain membawakannya dokumen yang tertata rapi itu. Lalu, Tiara juga menuangkannya segelas air hangat."Karena nggak mau ke rumah sakit, Kak Alya harus minum air hangat yang banyak."Tiara adalah asisten yang Alya pekerjakan sendiri. Wanita ini biasanya bekerja dengan rajin, tetapi mereka berdua tidak mempunyai hubungan apa pun di luar kerja.Oleh karena itu, Alya cukup terkejut dengan kekhawatiran yang ditunjukkan asistennya.Hatinya pun menghangat. Kemudian, dia meminum air hangat itu beberapa teguk.Sebelumnya dia merasa agak dingin, tetapi setelah minum air hangat tersebut, akhirnya Alya mulai merasa lebih baik.Namun, Tiara masih menatapnya dengan khawatir."Kak Alya, bagaimana kalau aku saja yang melakukan presentasi hari ini? Kamu istirahat dulu saja di kantor, ya?"Alya menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, aku bisa kok."Dia hanya merasa agak
Alya merasa tidak berdaya. "Aku hanya kehujanan, ini bukan hal serius."Kemudian, dia meletakkan laporan pekerjaan kemarin di atas meja Rizky."Ini ringkasan pekerjaan kemarin, aku sudah merapikannya. Masih ada hal lain yang harus aku kerjakan, jadi aku nggak akan mengganggu reuni kalian."Alya menatap Hana, wanita itu pun segera tersenyum.Ketika Alya sudah pergi, Rizki mengerutkan keningnya."Rizki?"Dia baru tersadar kembali ketika Hana memanggilnya.Melihat ekspresi Rizki saat ini, Hana merasa heran. Namun, dia masih berkata dengan suara yang lembut, "Menurutku kondisi Alya memang nggak terlalu baik. Walaupun dia sekretarismu, sebelum keluarganya bangkrut dia adalah nona besar dari Keluarga Kartika. Tolong jangan terlalu keras padanya."Keras?Rizki tertawa di dalam hatinya, siapa yang bisa bersikap keras pada nenek moyang itu?Namun, dia tidak mengatakan isi hatinya dan hanya menjawab, "Ya."Alya kembali ke ruang kantornya dengan langkah berat.Begitu dia duduk, dia tidak bisa men
Alya tidak begitu mengetahui kejadian tersebut.Tahun itu, sepertinya dia terjatuh ke dalam air. Dia menderita demam tinggi dan sakit parah. Ketika dia terbangun, dia tidak bisa mengingat banyak hal, termasuk bagaimana dia jatuh ke dalam air.Beberapa teman sekelasnya berkata, dia terjatuh ketika sedang bermain.Alya selalu merasa dirinya telah melupakan sesuatu, tetapi bagaimanapun juga dia tidak dapat mengingatnya. Setelah bertahun-tahun, akhirnya dia melupakan kejadian itu.Ternyata, Rizki tidak bisa melupakan orang yang telah menyelamatkan nyawanya.Seandainya Alya yang melompat dan menyelamatkan Rizki waktu itu, maka semua akan baik-baik saja.Di mimpinya, emosinya tampak bercampur dengan Alya yang sekarang.Hatinya sesak, seolah-olah dijatuhi sebuah batu besar. Sakit kepalanya makin parah. Kenapa waktu itu bukan dia yang melompat untuk menyelamatkan Rizki?Jika ... jika ....Tiba-tiba, wajah Rizki muncul di depan matanya. Mata pria itu dingin dan kejam. "Alya, aborsi anak itu."T
Dia tidak bisa ke rumah sakit.Jika dia ke rumah sakit, kehamilannya pasti akan ketahuan.Mungkin kedengarannya konyol, tetapi dia tidak ingin siapa pun tahu tentang anak ini. Dia ingin mempertahankan sedikit dari harga dirinya yang tersisa.Meskipun Alya tahu bahwa sejak dia menyetujui pernikahan palsu ini dengan Rizki, harga dirinya sudah menghilang.Sekarang di hadapan Rizki, juga di hadapan wanita yang dicintai pria itu, harga diri apa yang tersisa pada dirinya?Meskipun begitu ....Alya menurunkan pandangannya. Meskipun begitu, dia masih belum bisa mengungkapkan semua hal yang mungkin akan dicemooh oleh orang-orang.Setelah Rizki mendengar perkataannya, pria itu makin mengerutkan keningnya. Lalu, dia mengemudikan mobilnya ke arah lain dan berhenti di tepi jalan.Melihat reaksinya, Alya mengira Rizki menyuruhnya untuk keluar, jadi dia mengulurkan tangannya untuk membuka pintu.Klik.Seketika, pintu mobilnya dikunci.Rizki menatapnya melalui spion tengah, tidak diketahui apa makna d
Alya menundukkan kepalanya dan berpikir.Hana tidak hanya cantik, tetapi juga luar biasa.Kemudian, yang paling penting, wanita ini telah menyelamatkan nyawa Rizki.Kalau dirinya adalah Rizki, mungkin dia akan menyukainya juga.Setelah temannya Hana datang, Hana berbicara dengan temannya untuk waktu yang cukup lama. Pria itu mengenakan jas putih. Akhirnya, pandangan pria itu jatuh ke wajah Alya. Lalu, dia mengangguk dan datang menghampirinya."Halo, kamu temannya Hana, ya? Namaku Farhan Pramudya."Alya mengangguk padanya. "Halo.""Kamu demam?"Farhan bertanya dengan lembut, punggung tangannya hendak menyentuh kening Alya.Tangannya yang tiba-tiba mendekat mengakibatkan Alya tanpa sadar menghindar. Reaksi Alya membuat Farhan tersenyum. "Aku hanya mau mengecek suhumu."Setelah itu dia pun tidak melanjutkan, tetapi dia mengeluarkan sebuah termometer dan berkata, "Ayo kita ukur suhumu dulu."Alya menerima termometer itu darinya.Di belakangnya, terdengar suara Rizki yang berkata, "Kamu tah
Terlalu dramatis?Alya terdiam sejenak, lalu tertawa dengan dingin di dalam hatinya."Tentu saja, dibandingkan dengan Hana-mu itu, aku nggak pengertian."Kalimat tersebut keluar begitu saja dari mulutnya.Rizki terkejut.Alya juga terkejut.Apa ... yang tadi dia katakan?Ketika Alya sedang menyesali perkataannya, dagunya tiba-tiba diangkat oleh Rizki. Alya mendongak dan bertemu dengan mata Rizki yang sehitam tinta.Rizki agak menyipitkan matanya, tatapannya setajam mata elang."Kamu cemburu dengannya?"Alis Alya berkedut, merasa gelisah untuk mendorong tangan pria itu."Omong kosong apa yang kamu bicarakan?"Namun, tangannya sama sekali tak bertenaga. Ketika dia menyentuh pria itu, sentuhannya begitu lemah.Gerakan ini membuat Rizki mengangkat alisnya. Dia menangkap pergelangan tangan Alya sambil tersenyum geli. "Lemah sekali?""Kepalamu yang lemah."Alya mengutuk pria itu dan menarik tangannya kembali. Karena telah mengerahkan terlalu banyak tenaga, tubuh Alya pun segera terjatuh ke s
Rizki terpaksa menyerahkan handuk itu padanya."Farhan sudah memberitahuku semua caranya dengan detail, jadi serahkan saja padaku. Rizki, kamu tenang saja. Aku akan merawat Alya dengan baik."Mendengar ini, Rizki melirik Alya yang terbaring lemas seperti mayat. Dia mengangguk. "Baik."Setelah itu dia pun pergi.Pintu sudah tertutup.Seketika ruangan itu sunyi. Setelah beberapa saat, Hana mencuci kembali handuk tersebut, lalu membuka tasnya dan menghampiri Alya."Alya, kubantu mengelap badanmu, ya?"Saat ini, Alya memang tidak memiliki tenaga dan butuh seseorang untuk membantunya, tetapi ...."Bagaimana kalau panggil suster saja? Mungkin aku akan merepotkanmu," balas Alya menyarankan.Hana tersenyum dengan lembut. "Sama sekali nggak merepotkan. Bukankah aku juga bisa melakukan yang suster lakukan? Asalkan kamu nggak masalah aku melihat tubuhmu, maka aku bisa."Karena mereka telah berbicara sampai sini, apa lagi yang bisa Alya katakan? Dia pun hanya bisa tersenyum dan mengangguk.Setelah
Alya berbicara dengan terus terang.Tidak seperti Hana yang berhati-hati.Seketika Hana merasa canggung. "Aku ... aku nggak bermaksud begitu."Alya pun tidak peduli dengan apa yang wanita itu maksud.Sebelum mereka pergi, Farhan menuliskan resep obat untuk Alya. Lalu, dia berkata pada Hana, "Walaupun temanmu nggak mau minum obat, dengan kondisinya yang seperti ini akan lebih baik kalau dia minum. Aku memberinya resep obat herbal yang nggak berbahaya untuk tubuhnya, minum beberapa dosis saja sudah cukup.""Baik." Hana mengambil obat herbal itu.Ketiga orang itu pun meninggalkan klinik dan kembali ke kediaman Keluarga Saputra.Kediaman Keluarga Saputra.Begitu pintu mobil terbuka, Alya menahan rasa tidak nyamannya dan berjalan keluar. Saat ini, dia hanya ingin kembali ke lantai atas dan tidur.Namun, ketika turun dari mobil, dia terhuyung-huyung dan hampir jatuh ke depan. Rizki yang keluar dari mobil dengan cepat menangkapnya.Pria itu mengerutkan kening dan menatapnya. "Kondisimu sepert