Dengan masalah itu dalam pikirannya, dia segera keluar sambil bertelanjang kaki.Dia hendak langsung pergi ke ruang tengah, tetapi tiba-tiba dia menabrak dada Irfan yang sedang mencarinya.Irfan mungkin juga tidak menduganya, dia terdorong mundur beberapa langkah oleh Alya sebelum menstabilkan kembali dirinya."Ada apa?"Dia memeluk pinggang Alya, mencegahnya jatuh.Pada saat ini, Alya tidak bisa memedulikan hal lain dan refleks bertanya, "Di mana Lisa? Apa dia sudah pulang?"Mendengar pertanyaannya, Irfan pun menghela napas."Jangan khawatir, aku ke sini untuk memberitahumu mengenai hal itu."Alya pun menenangkan dirinya dan mundur beberapa langkah sambil menatapnya.Irfan menyadari bahwa Alya tidak mengenakan alas kaki, bajunya juga masih sama dengan semalam. Namun, mengingat bahwa wanita ini tidak akan ganti baju sampai mendengar semuanya, Irfan hanya bisa cepat-cepat menyederhanakan pernjelasannya."Dia sangat aman, nggak ada yang terjadi. Orang-orang kami berjaga di hotel sampai t
Awalnya dia menekan tombol bel dua kali, tetapi tidak ada respons dari dalam kamar. Lisa berdiri di sana dan menunggu dengan sabar.Entah berapa lama waktu telah berlalu, Lisa juga tidak tahu sudah berapa kali dia menekan tombol bel sampai akhirnya pintu itu dibuka.Seorang pria tampan berdiri di pintu, memancarkan aura dingin setelah dibangunkan oleh suara bel. Dia menatap Lisa dengan dingin.Melihatnya, Lisa merasakan bulu kuduknya berdiri."Ha ... halo?"Brak!Sesaat kemudian, pintu itu dibanting tertutup.Hidung Lisa hampir saja tertabrak pintu.Begitu tersadar kembali, dia pun menekan tombol bel lagi.Setelah menekannya dua kali, pria tampan itu kembali membuka pintunya."Ada urusan apa?"Rizki mengenal wanita yang ada di depannya ini.Wanita yang sudah lama mengganggunya di bar.Dia menatap wanita itu dengan dingin, tak dapat membayangkan bahwa wanita yang sebelumnya hanya mengganggunya di bar, sekarang juga datang mengikutinya ke hotel.Lisa mengangguk. Dia takut pintunya akan d
Lisa sudah mencatat nomor teleponnya, tetapi ternyata itu adalah kontak asisten Rizki. Kemudian Rizki pun berbalik dan pergi, membuat Lisa gelisah.Lisa pun tanpa sadar mengejarnya.Dia mengikuti Rizki ke lift. "Tunggu, aku menemuimu untuk kontakmu, bukan untuk imbalan. Aku hanya ingin berteman denganmu, bisakah kamu memberiku kontakmu?"Rizki bergegas jalan ke depan dan berhenti di depan pintu lift, dia berdiri di sana dengan wajah tanpa ekspresi.Lisa menggigit bibirnya dan menatapnya dengan ekspresi tidak yakin."Tolonglah, aku sungguh menginginkan kontakmu. Aku berjanji aku nggak akan selalu mengganggumu."Rizki meliriknya dengan dingin, lalu mengancing kancing teratas jasnya. Dengan suara dingin dia berkata, "Nona, kalau kamu punya pikiran tertentu mengenaiku, sebaiknya kamu buang semua itu sekarang. Kalau nggak, aku nggak bisa menjamin apa yang akan terjadi nanti."Ting.Liftnya datang tepat pada waktunya.Rizki memasuki lift itu dengan wajah datar.Wajah Lisa memucat mendengar p
Rizki tidak mungkin berada di sampingnya, 'kan?Memikirkan hal ini, Alya seketika mendapatkan firasat buruk.Setelah menutup telepon Alya, Lisa mengelap air mata di ujung matanya dengan panik. Kemudian dia menatap pria di hadapannya."Kamu ...."Sebenarnya Lisa ingin bertanya kenapa pria ini kembali lagi.Namun, ketika kata-kata itu mencapai bibirnya, dia merasa agak malu untuk mengatakannya.Tepat ketika dia kesulitan untuk memulai percakapan, pria tampan di depannya melirik ponselnya, mengatupkan bibirnya, lalu berkata, "Barusan kamu sedang menelepon?"Pertanyaan ini membuat Lisa tercengang, kemudian dia pun perlahan mengangguk."Ya ... ya.""Temanmu?""Benar."Rizki menyipitkan matanya. "Semalam ... kamu yang menolongku?"Lisa terus mengangguk."Ya, kamu mabuk dan terjatuh di lantai. Aku takut sesuatu terjadi padamu, jadi aku pikir sebaiknya aku membawamu ke hotel untuk beristirahat. Tapi ...." Sampai di sini, Lisa seolah-olah teringat sesuatu dan perkataannya pun terhenti."Tapi ap
Berbaliknya suatu situasi selalu datang tanpa disangka-sangka.Sebelumnya Lisa sangat sedih, berpikir bahwa dia akan menghadapi akhir yang suram. Bersiap untuk kembali dan menangisi penolakannya yang pertama pada Alya.Namun, ternyata pria ini kembali.Lisa yang sedang duduk di dalam mobil, bagaikan sedang duduk menaiki kereta luncur.Dia mengatupkan bibirnya. Hatinya terasa sangat manis, bahkan keberaniannya pun kembali tumbuh. Dia pun mencoba untuk mengobrol dengan pria itu di mobil."Anu, bolehkan aku menanyakan satu pertanyaan padamu?"Rizki memandang ke depan dengan wajah datar."Tanyakanlah.""Um, itu ... namamu siapa? Jangan salah paham, aku hanya nggak tahu bagaimana harus memanggilmu. Lagi pula, aku bahkan nggak mengetahui margamu.""Rizki," jawab Rizki dengan singkat."Rizki?" Lisa terkejut. "Namamu benar-benar Rizki."Reaksinya membuat Rizki memikirkan suatu kemungkinan. Rizki mengangkat alisnya. "Kamu kenal?""Nggak, aku hanya berpikir namamu terdengar bagus," jawab Lisa.R
"Karier?""Ya, temanku ingin mendirikan bisnisnya sendiri."Rizki mengangkat alisnya.Dia tidak pernah mengira bahwa suatu hari dia harus mengetahui semua urusan dan masa lalu wanita itu melalui mulut orang lain.Memikirkan hal ini, Rizki pun mencemooh dirinya sendiri.Meskipun begitu, dia masih tertarik dengan urusan Alya."Bisnis?" Rizki menyatukan kedua tangannya di atas lutut. "Apa kalian mendirikan bisnis bersama?""Nggak." Lisa menggeleng. "Aku bekerja membantu ayahku di bandara, ayahku nggak mengizinkanku mendirikan bisnis sendiri. Setelah lulus, ayahku menyuruhku membantu bisnis keluarga. Sekarang aku mempelajari manajemen di sana."Akan tetapi, setelah dia mengatakan semua ini, Rizki yang duduk di sana sama sekali tidak bereaksi.Melihat reaksinya, Lisa berpikir sejenak dan melanjutkan, "Temanku ingin mendirikan perusahaan."Tentu saja, begitu dia membicarakan Alya, alis Rizki pun bergerak lagi."Mendirikan perusahaan apa?"Lisa menjawab dengan bingung, "Aku juga nggak begitu
"Alya?"Lisa hampir mencari di seluruh rumah dan tidak dapat menemukan Alya."Di mana dia?"Lisa terpaksa kembali ke ruang tengah dan melihat Rizki berdiri di sana, jadi dia berkata, "Maaf, Pak Rizki. Sepertinya temanku nggak di rumah. Aku nggak tahu apakah dia sedang keluar atau nggak."Setelah itu Lisa pun hanya bisa mengganti topik pembicaraan. "Bagaimana kalau kamu duduk dulu dan aku akan meneleponnya?""Oke."Lisa kira Rizki akan menolak, tetapi di saat berikutnya pria itu duduk di sofa seakan-akan dia memiliki banyak waktu untuk menunggu.Lisa segera berlari ke balkon untuk menelepon Alya."Alya, kamu pergi ke mana?""Kamu sudah pulang?" Alya yang mengangkat teleponnya pun refleks bertanya."Ya, aku baru saja pulang. Tapi aku nggak melihatmu."Mendengar bahwa temannya sudah pulang, Alya menghela napas lega dan menjelaskan, "Aku harus pergi karena ada sesuatu. Kalau kamu nggak apa-apa, tinggallah di rumah dan tunggu aku pulang. Ada yang harus kubicarakan denganmu.""Ya, aku juga i
"Mama, peluk."Sebelum Alya sempat bereaksi, Maya tiba-tiba telah diangkat sebuah tangan yang besar dan kuat. Irfan pun memeluk gadis kecil itu di pangkuannya.Maya tidak mendapatkan pelukan Alya seperti yang diinginkannya.Akan tetapi pelukan Irfan juga sangat familier, gadis kecil itu pun tidak keberatan. Dia bahkan langsung merapat ke dalam pelukan Irfan dan berkata dengan suara yang amat lembut, "Paman Irfan, bolehkah aku tidur di pelukanmu?"Irfan menyentuh hidung kecil Maya."Kalau kamu mau tidur, tidurlah. Kapan Paman pernah menolakmu?""Terima kasih, Paman."Irfan teringat sesuatu dan melihat Satya yang duduk samping."Satya, ayo ke sini juga."Satya kecil duduk di sana, tampak pendiam karena dia tidak tersenyum ataupun bertingkah menggemaskan.Dihadapi dengan ajakan Irfan, Satya dengan sopan berterima kasih dan menolaknya."Terima kasih, Paman. Tapi nggak usah."Irfan menghela napas dengan sedih."Kamu selalu menjaga jarak dengan Paman."Tanpa menunggu Satya menjawabnya sendir
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang