Meskipun setelah itu tidak ada lagi yang dijelaskan, Alya dapat menebak apa yang dimaksud Lisa dengan kalimat itu.Dia pun merapatkan bibirnya dan menyimpan ponselnya kembali.Orang dewasa memang seharusnya tidak terlalu ikut campur dengan urusan orang lain, tetapi ... karena dia tahu bahwa Rizki dan Hana sudah bersama, dia seharusnya memiliki tanggung jawab untuk memberi tahu temannya.Tadinya, dia berencana untuk menunggu sampai pagi dan menjelaskannya setelah Lisa bangun.Namun, dia tidak menduga Lisa akan begitu tidak sabar hingga pergi malam-malam begini.Setelah memikirkannya, Alya pun mengirim pesan lagi padanya: "Lisa, ada sesuatu yang harus kubicarakan denganmu. Kita bicara di telepon, oke?"Akan tetapi setelah mengirim pesan tersebut, Lisa tidak membalasnya.Alya dengan sabar menunggu selama beberapa menit, tetapi temannya masih tidak membalas. Alya terpaksa meneleponnya."Maaf, nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi."Suara mesin yang dingin t
Suhu tubuh Irfan yang sangat hangat, menjalar ke tangan Alya seperti api.Yang pertama Alya rasakan adalah kehangatan.Tak lama setelah diingatkan olehnya, Alya pun baru tersadar bahwa karena tadi dia terburu-buru, saat ini dia berpakaian tipis."Kuberi tahu padamu, Irfan, Lisa telah pergi keluar. Aku baru saja mencoba meneleponnya lagi, tapi nggak diangkat. Sekarang aku nggak begitu yakin apakah dia mematikan ponselnya untuk menghindariku atau ...."Dia tidak menyelesaikan kalimatnya, tetapi Irfan memahami maksudnya.Irfan menghela napas melihat Alya yang menunggu sampai tangan dan kakinya dingin, juga tidak sadar meskipun dia sudah mengingatkannya. "Aku mengerti masalahnya, aku akan menelepon Pak Hasan dan menyuruhnya ke sini. Kemudian, aku akan menemanimu mencari Lisa, oke?"Menemaninya mencari Lisa?"Nggak." Alya menggeleng. "Aku nggak akan pergi. Kalau dia melihatku ...."Saat itu, Lisa pasti akan berpikir bahwa dia terlalu ikut campur.Irfan sangat memahami Alya. Setelah Alya men
"Dia hanya memikirkanku, jangan salahkan dia. Mungkin dia takut di masa depan nanti, atasan lainnya akan menjadi orang lain."Ucapan ini menyiratkannya dengan cukup jelas."Sekarang setelah menemuinya, apa yang kamu rasakan?"Pertanyaan Irfan sangat terus terang.Alya tiba-tiba mendongak dan menatapnya."Maaf, apa pertanyaanku kurang pantas? Aku hanya berpikir bahwa 5 tahun sudah berlalu, jadi kamu mungkin sudah melepaskannya."Ya, 5 tahun sudah berlalu.Dengan masa lalu yang sudah sejauh itu, apa lagi yang tidak bisa dia lepaskan?Memikirkan hal ini, Alya tersenyum tipis dan berkata dengan lembut, "Nggak ada yang kurang pantas. Kalau kamu mau bertanya, tanya saja. Sekarang, dia hanya orang asing bagiku."Jika setelah bertahun-tahun dia masih memiliki gejolak perasaan dengan orang itu, maka dia benar-benar tidak bisa lagi diselamatkan."Begitukah?"Setelah mendengar jawabannya, Irfan tidak tahu apakah dia harus memercayainya atau tidak. Dia pun mengelus kepala Alya. "Baguslah kalau kam
Dengan masalah itu dalam pikirannya, dia segera keluar sambil bertelanjang kaki.Dia hendak langsung pergi ke ruang tengah, tetapi tiba-tiba dia menabrak dada Irfan yang sedang mencarinya.Irfan mungkin juga tidak menduganya, dia terdorong mundur beberapa langkah oleh Alya sebelum menstabilkan kembali dirinya."Ada apa?"Dia memeluk pinggang Alya, mencegahnya jatuh.Pada saat ini, Alya tidak bisa memedulikan hal lain dan refleks bertanya, "Di mana Lisa? Apa dia sudah pulang?"Mendengar pertanyaannya, Irfan pun menghela napas."Jangan khawatir, aku ke sini untuk memberitahumu mengenai hal itu."Alya pun menenangkan dirinya dan mundur beberapa langkah sambil menatapnya.Irfan menyadari bahwa Alya tidak mengenakan alas kaki, bajunya juga masih sama dengan semalam. Namun, mengingat bahwa wanita ini tidak akan ganti baju sampai mendengar semuanya, Irfan hanya bisa cepat-cepat menyederhanakan pernjelasannya."Dia sangat aman, nggak ada yang terjadi. Orang-orang kami berjaga di hotel sampai t
Awalnya dia menekan tombol bel dua kali, tetapi tidak ada respons dari dalam kamar. Lisa berdiri di sana dan menunggu dengan sabar.Entah berapa lama waktu telah berlalu, Lisa juga tidak tahu sudah berapa kali dia menekan tombol bel sampai akhirnya pintu itu dibuka.Seorang pria tampan berdiri di pintu, memancarkan aura dingin setelah dibangunkan oleh suara bel. Dia menatap Lisa dengan dingin.Melihatnya, Lisa merasakan bulu kuduknya berdiri."Ha ... halo?"Brak!Sesaat kemudian, pintu itu dibanting tertutup.Hidung Lisa hampir saja tertabrak pintu.Begitu tersadar kembali, dia pun menekan tombol bel lagi.Setelah menekannya dua kali, pria tampan itu kembali membuka pintunya."Ada urusan apa?"Rizki mengenal wanita yang ada di depannya ini.Wanita yang sudah lama mengganggunya di bar.Dia menatap wanita itu dengan dingin, tak dapat membayangkan bahwa wanita yang sebelumnya hanya mengganggunya di bar, sekarang juga datang mengikutinya ke hotel.Lisa mengangguk. Dia takut pintunya akan d
Lisa sudah mencatat nomor teleponnya, tetapi ternyata itu adalah kontak asisten Rizki. Kemudian Rizki pun berbalik dan pergi, membuat Lisa gelisah.Lisa pun tanpa sadar mengejarnya.Dia mengikuti Rizki ke lift. "Tunggu, aku menemuimu untuk kontakmu, bukan untuk imbalan. Aku hanya ingin berteman denganmu, bisakah kamu memberiku kontakmu?"Rizki bergegas jalan ke depan dan berhenti di depan pintu lift, dia berdiri di sana dengan wajah tanpa ekspresi.Lisa menggigit bibirnya dan menatapnya dengan ekspresi tidak yakin."Tolonglah, aku sungguh menginginkan kontakmu. Aku berjanji aku nggak akan selalu mengganggumu."Rizki meliriknya dengan dingin, lalu mengancing kancing teratas jasnya. Dengan suara dingin dia berkata, "Nona, kalau kamu punya pikiran tertentu mengenaiku, sebaiknya kamu buang semua itu sekarang. Kalau nggak, aku nggak bisa menjamin apa yang akan terjadi nanti."Ting.Liftnya datang tepat pada waktunya.Rizki memasuki lift itu dengan wajah datar.Wajah Lisa memucat mendengar p
Rizki tidak mungkin berada di sampingnya, 'kan?Memikirkan hal ini, Alya seketika mendapatkan firasat buruk.Setelah menutup telepon Alya, Lisa mengelap air mata di ujung matanya dengan panik. Kemudian dia menatap pria di hadapannya."Kamu ...."Sebenarnya Lisa ingin bertanya kenapa pria ini kembali lagi.Namun, ketika kata-kata itu mencapai bibirnya, dia merasa agak malu untuk mengatakannya.Tepat ketika dia kesulitan untuk memulai percakapan, pria tampan di depannya melirik ponselnya, mengatupkan bibirnya, lalu berkata, "Barusan kamu sedang menelepon?"Pertanyaan ini membuat Lisa tercengang, kemudian dia pun perlahan mengangguk."Ya ... ya.""Temanmu?""Benar."Rizki menyipitkan matanya. "Semalam ... kamu yang menolongku?"Lisa terus mengangguk."Ya, kamu mabuk dan terjatuh di lantai. Aku takut sesuatu terjadi padamu, jadi aku pikir sebaiknya aku membawamu ke hotel untuk beristirahat. Tapi ...." Sampai di sini, Lisa seolah-olah teringat sesuatu dan perkataannya pun terhenti."Tapi ap
Berbaliknya suatu situasi selalu datang tanpa disangka-sangka.Sebelumnya Lisa sangat sedih, berpikir bahwa dia akan menghadapi akhir yang suram. Bersiap untuk kembali dan menangisi penolakannya yang pertama pada Alya.Namun, ternyata pria ini kembali.Lisa yang sedang duduk di dalam mobil, bagaikan sedang duduk menaiki kereta luncur.Dia mengatupkan bibirnya. Hatinya terasa sangat manis, bahkan keberaniannya pun kembali tumbuh. Dia pun mencoba untuk mengobrol dengan pria itu di mobil."Anu, bolehkan aku menanyakan satu pertanyaan padamu?"Rizki memandang ke depan dengan wajah datar."Tanyakanlah.""Um, itu ... namamu siapa? Jangan salah paham, aku hanya nggak tahu bagaimana harus memanggilmu. Lagi pula, aku bahkan nggak mengetahui margamu.""Rizki," jawab Rizki dengan singkat."Rizki?" Lisa terkejut. "Namamu benar-benar Rizki."Reaksinya membuat Rizki memikirkan suatu kemungkinan. Rizki mengangkat alisnya. "Kamu kenal?""Nggak, aku hanya berpikir namamu terdengar bagus," jawab Lisa.R