Setelah mengatakan itu, Alya mengembalikan undangan tersebut.Irfan menerima undangan itu, tetapi dia tidak langsung menarik tangannya kembali. Sebaliknya, dia memegang sampul undangan itu, lalu menatap Alya dan berkata, "Hadiah yang paling diinginkan oleh kakekku mungkin adalah seorang cucu menantu."Mendengar ini, Alya tercengang.Dia merasa bahwa Irfan sedang memberi kode padanya. Ketika dia hendak berbicara, dia mendengar Irfan melanjutkan, "Sayangnya, untuk sementara aku nggak memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaannya ini. Jadi saat ini, aku hanya bisa membelikannya barang antik yang dia suka."Bersamaan dengan ucapan itu, Irfan pun juga mengambil kembali undangan tersebut.Melihat Alya yang membeku di tempat, dia tersenyum sambil bertanya, "Kamu kenapa?"Alya tersadar kembali dan tersenyum dengan canggung. "Nggak apa-apa.""Benarkah? Kamu nggak mengira kalau barusan aku sedang memberi kode padamu, 'kan?".... Nggak, bukan kok. Bagaimana bisa aku berpikir seperti itu?" jawab
"Ada apa ada apa?"Orang-orang mulai bergosip.Di dunia ini, tidak peduli ke mana pun kamu pergi, selama di tempat itu ada orang pasti di tempat itu ada gosip."Bu Alya pernah bercerai, dia juga punya dua anak."Mendengar hal ini, beberapa orang yang tidak mengetahuinya pun terkejut. Mereka mengira bahwa ada semacam hubungan cinta dan benci di antara mereka berdua, tetapi ternyata Alya pernah bercerai.Tidak hanya itu, Alya juga punya dua orang anak."Kudengar Keluarga Santoso memiliki prinsip keluarga yang ketat. Bu Alya sudah punya dua anak. Oleh karena itu kakeknya Pak Irfan, yaitu Pak Brata, pasti nggak akan mengizinkan wanita sepertinya menjadi bagian dari Keluarga Santoso.""Seorang wanita yang menikah dua kali dan sudah mempunyai dua anak. Mungkin dia bisa menikahi pria biasa, tapi menikahi Pak Irfan sepertinya terlalu nggak mungkin, 'kan? Bagaimanapun juga Pak Brata nggak mungkin menyetujuinya. Pantas saja mereka nggak bersama, ternyata Bu Alya kurang pantas."Seseorang berkata
Hasan pun menyerahkan laporan itu padanya.Alya membukanya dan menemukan bahwa laporan ini memang seperti yang dikatakan oleh Irfan, tanggalnya juga tertulis bulan lalu.Selain itu, laporan ini bukan laporan riset biasa. Begitu banyak detail yang diteliti dengan saksama.Selesai membacanya, Alya pun merasa lega.Untunglah, Irfan ternyata memang berencana kembali untuk mengembangkan bisnisnya dan bukan karena dirinya. Hal ini membuat Alya tenang."Terima kasih. Ini, kukembalikan padamu."Alya mengembalikan laporan riset itu pada Hasan."Bu Alya, apa kamu nggak mau membawanya untuk dibaca lebih jelas?""Nggak usah, tadi aku sudah membacanya.""Baiklah. Kalau kamu membutuhkannya, kirim saja pesan padaku. Aku akan mengantarkannya padamu kapan saja."Setelah mengantar Alya pergi dengan amat sopan, Hasan kembali ke tempat duduknya dan mengelap keringat di keningnya. Dia menunduk dan melihat laporan riset di tangannya, mengingat perkataan Irfan ketika menyuruhnya membuat laporan ini."Kerjaka
Beberapa detik kemudian, Alya refleks menutupi wajahnya."Citraku sudah hilang."Di cermin barusan, matanya terlihat memiliki dua lingkaran hitam yang besar. Selain sibuk, dia juga tidak memakai riasan wajah. Wajahnya terlihat sangat pucat karena kurang tidur.Wajah pucat, lingkaran hitam di bawah mata, ditambah dengan berat badannya yang turun, Alya terlihat seperti seorang pecandu.Jangankan orang lain, bahkan Alya sendiri terkejut ketika melihat dirinya."Jangan bilang kalau beberapa hari ini kamu terus berpenampilan seperti ini di perusahaan," ucap Citra.Mendengar ini, Alya mengangguk dengan pasrah."Ya.""Pfft." Citra hampir menyemburkan nasi di dalam mulutnya. "Benar-benar."Melihat ekspresi Alya yang putus asa, Citra hanya bisa terkekeh. "Tapi orang cantik memang beda. Meskipun nggak memedulikan penampilannya, mereka masih sangat cantik."Sebenarnya, kondisi Alya sekarang masih terlihat cukup baik di matanya.Hanya saja bila dibandingkan dengan penampilan sempurnanya yang biasa
Setelah memasukkan sandi untuk memasuki rumah Alya, Citra mendengar suara kedua anak kecil yang menggemaskan itu.Ketika dilihat lebih jelas, ternyata kedua anak itu sedang melakukan siaran langsung.Kata-kata yang hendak keluar dari mulutnya pun seketika tertahan. Karena Maya dan Satya masih belum menyadari keberadaannya, Citra pun memutuskan untuk langsung pergi ke dapur dan menyibukkan dirinya.Tadinya dia kira, beberapa hari ini Alya pasti sangat sibuk hingga tidak sempat mencuci piring. Namun,ketika dia masuk ke dapur, dia menemukan bahwa ruangan itu sangat bersih.Jangankan piring kotor, bahkan mejanya pun sudah dilap bersih.Selain itu, tabel di rak samping juga menunjukkan bahwa kotak bertanggalkan hari ini sudah dicentang."Apa pembantu hariannya sudah datang?" gumam Citra. Tanpa memikirkannya lagi, dia pergi ke balkon.Saat kedua anak itu menyelesaikan siaran langsung mereka, barulah dia keluar."Bibi Citra!"Begitu melihatnya, Maya dengan antusias menerjangnya. Tanpa menungg
Memikirkan hal ini, Citra merasa sangat kesal dan berkata, "Kalian, cepat doakan Bibi supaya cepat menikah. Nanti Bibi akan mempunyai sepasang anak yang selucu kalian dan nggak akan mencubit pipi kalian lagi."Maya memeluk leher Citra dengan lembut dan berkata, "Semoga Bibi Citra cepat menikah.""Aduh manisku, kamu menggemaskan sekali. Aku sangat menyayangimu."...Mendekati akhir jam kerja, Irfan datang untuk menemui Alya."Pekerjaanmu masih belum selesai?"Di tengah kesibukannya, Alya bahkan tidak mengangkat kepalanya. Dia hanya menyempatkan untuk berkata, "Belum, sepertinya butuh beberapa waktu lagi."Setelah mengatakan itu, dia tiba-tiba tersadar dengan siapa dirinya berbicara dan mengangkat kepalanya."Kenapa kamu kemari?"Irfan berjalan sambil membawa kunci mobil di satu tangan dan jasnya di tangan yang lain. Bibirnya tersenyum lembut."Aku datang untuk menjemputmu pulang, tapi sepertinya kamu masih harus bekerja sebentar lagi."Sambil berbicara, Irfan pun berjalan ke sofa. "Apa
Tangan Irfan berhenti bergerak. Dia tertawa dengan lembut, tetapi dia sama sekali tidak menarik tangannya. Tangannya masih berada di kancing jaket Alya."Alya."Suaranya sangat lembut. "Kamu segininya menolakku?""Nggak, aku bukan ...."Alya masih kesusahan untuk menjelaskan, tetapi Irfan menghela napas dan sudah menarik kembali tangannya.""Kalau begitu, sebaiknya kamu melakukannya sendiri."Alya terdiam.Setelah Irfan menarik tangannya kembali, Alya cepat-cepat berbalik dan mengancing jaketnya.Setelah dia selesai mengancing dan berbalik lagi, Irfan sudah membawakan tas laptopnya dan berjalan di depan.Alya pun cepat-cepat mengikutinya.Orang-orang di perusahaan banyak yang sudah pulang, hanya beberapa yang masih lembur. Semua orang yang mereka temui akan menyapa mereka."Pak Irfan, Bu Alya."Mereka berdua mengangguk bersamaan menjawab sapaan tersebut.Setelah memasuki lift, Alya memberi tahu Irfan mengenai kedatangan Citra di rumahnya."Dia cuti? Itu jarang sekali. Ternyata bosnya m
Lagi pula meskipun Irfan terlihat lembut, status sosialnya sangat tinggi. Citra sama sekali tidak berani menganggap Irfan sebagai pria biasa.Kemudian setelah mereka banyak menghabiskan waktu bersama, mungkin karena dia adalah sahabatnya Alya, sikap Irfan terhadapnya sangatlah baik. Kadang-kadang, Irfan juga akan sekalian membawakannya sesuatu.Lama-kelamaan, Citra pun berpihak pada Irfan. Bahkan terkadang, dia akan memuji Irfan.Selain itu, dia sungguh merasa bahwa Irfan adalah pria yang baik.Irfan sudah terus berada di sisi Alya selama 5 tahun.Selama 5 tahun ini juga tidak ada wanita lain di sisinya.Selain Irfan, apa di dunia ini masih ada pria sesetia ini?Apalagi dia juga sama sekali tidak keberatan dengan Alya yang sudah pernah bercerai dan punya anak. Dia memperlakukan kedua anak Alya seperti anaknya sendiri.Jika semua ini bukan cinta ...."Kalian membicarakan apa?"Tepat pada saat ini, Alya pun berjalan keluar dari dapur. Dia hanya mendengar bagian akhir percakapan kedua tem