Ponsel di sakunya bergetar. Rizki tiba-tiba tersadar, lalu dia pun bangun dan melangkah mundur.Kening Alya yang sedang tertidur tampak sedikit berkerut, seperti akan terbangun dari tidurnya.Sebelum Alya terbangun, Rizki cepat-cepat keluar dari kamar.Dia melirik ponselnya, menemukan bahwa tadi hanyalah pesan spam. Seketika dia pun merasa kesal, lalu mengunci ponselnya dan melemparnya ke meja terdekat.Rasa bibir Alya masih terasa di bibirnya. Rizki bersandar di sofa dan memejamkan matanya. Tak lama kemudian, dia menyentuh bibirnya sendiri.Sepertinya dia sedang kerasukan.Apa yang dia inginkan ....Mungkin apa yang dikatakan Andi benar.Memikirkan hal ini, mata Rizki pun menggelap....Keesokan harinya.Setelah bangun tidur, Alya mendengar bahwa Rizki pulang pada tengah malam. Akan tetapi, saat dia bertanya, ternyata pagi-pagi sekali pria itu sudah pergi lagi ke perusahaan. Alya hanya bisa tertawa di dalam hati.Pria itu menghindarinya?Sampai seperti ini?Ya sudahlah kalau Rizki pul
Rizki mengatupkan bibirnya dan tidak berbicara lagi.Meskipun dia memang menghindarinya, Alya bisa apa?"Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Bukankah sebelumnya kita sudah setuju? Begitu Nenek selesai dioperasi, kita akan bercerai. Setelah Nenek dioperasi, kamu bilang tunggu sampai Nenek pulih. Sekarang Nenek sudah pulih, tapi kamu masih nggak mau bercerai denganku."Alya tidak dapat memahami apa yang sebenarnya dipikirkan Rizki.Ketika dulu harga diri Rizki terluka dan marah karena mengira dirinya memiliki suatu hubungan dengan Wisnu dan Irfan, itu adalah satu hal.Namun, bagaimana dengan sekarang?Pertanyaan Alya mendarat di telinga Rizki bagaikan pisau. Satu per satu menusuknya dan membuatnya berdarah.Kekesalan melintas di matanya. Suaranya menjadi sangat dingin, dia berkata dengan agak kasar, "Memangnya sudah berapa lama sejak Nenek selesai dioperasi? Kamu nggak sabar sekali. Bukankah dulu kamu bilang kamu menganggapnya sebagai nenekmu sendiri? Beginikah kamu memperlakukannya? Kamu
Rizki benar-benar berkata bahwa dia tidak mau bercerai.Apakah sebenarnya Rizki tahu apa yang dia bicarakan?Kalau mereka tidak bercerai, bagaimana Rizki bisa menikahi Hana?Jelas-jelas dulu dia selalu berkata, bahwa tempat di sisinya akan selalu disimpan untuk Hana.Alya terus duduk di dalam kantor sambil memegangi ponselnya dengan bingung. Sampai akhirnya, terdengar suara langkah kaki yang berisik dan keributan di luar pintu."Nona Hana, saya bilang Pak Rizki nggak ada di kantor. Sia-sia saja Anda mencarinya ke dalam kantor. Sekarang di dalam kantor sama sekali nggak ada orang.""Pak Lutfi, aku tahu kamu nggak menyukaiku. Tapi bagaimanapun juga, aku adalah temannya Rizki. Bukankah nggak baik kalau kamu membohongiku dan berkata dia nggak ada di sini?""Untuk apa saya berbohong? Nggak ada gunanya berbohong pada Anda. Pak Rizki benar-benar sedang pergi.""Dia pergi atau nggak, nggak bisakah kamu membiarkanku melihatnya sendiri? Kalau dia nggak ada, aku akan segera pergi."Di tengah perd
"Kalau aku nggak salah ingat, kamu bilang setelah Nenek Wulan dioperasi, kalian akan bercerai, 'kan?" Hana memandang Alya dengan penuh kebencian, seolah-olah dia sedang melihat seorang tokoh yang tidak pantas untuk dipandang. Nada bicaranya terdengar mencemooh."Tapi operasi Nenek Wulan sudah lama selesai. Kenapa kalian masih belum juga bercerai? Alya, jangan-jangan kamu mendambakan posisi sebagai istri Rizki? Jadi kamu ingin melanggar perjanjian kita dan nggak mau bercerai?"Hana yang tidak menemukan Rizki pun malah datang untuk menghinanya.Jika Hana tidak pernah menolongnya, mungkin sekarang Alya sudah memaki.Alya mengerlingkan matanya di dalam hati, lalu dengan tak acuh berkata, "Mengenai masalah ini, aku juga ingin bertanya pada Nona Hana. Kapan kamu akan membuat Rizki menceraikanku?"Mendengar ini, raut wajah Hana seketika berubah."Apa katamu? Membuat Rizki menceraikanmu?""Apalagi?" Alya mengangkat alisnya. "Aku datang ke sini untuk membicarakan masalah ini dengannya, tapi dia
Mendengar perkataan Alya, Hana pun tidak bisa menahan amarahnya. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Jangan bicarakan kejadian itu, kamu tahu kalau itu nggak sama.""Keduanya melibatkan nyawa manusia, apanya yang nggak sama?""Nyawa manusia apanya. Sekarang baru berapa lama? Anak itu masih sebuah embrio!""Oh, apa Nona Hana nggak pernah menjadi embrio?"Hana kehabisan kata-kata.Dia merasa pembicaraan ini tidak mengarah ke mana-mana.Dia pun menyadari sesuatu, lalu menyipitkan matanya dan menatap Alya."Kenapa sekarang kamu seperti bermusuhan sekali denganku? Apa yang terjadi? Kita tampaknya bukan musuh, 'kan?""Nona Hana sudah salah paham, aku sama sekali nggak menganggapmu sebagai musuh."Alya terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Tapi kita juga bukan teman, 'kan?"Hana menyetujui bagian ini.Sedetik pun dia tidak pernah menganggap Alya sebagai teman.Meskipun dia tahu bahwa Alya adalah temannya Rizki, dia tidak mungkin menggapnya sebagai teman sungguhan. Keberadaan duri ini di keh
Ketika Alya meninggalkan perusahaan dan baru sampai di lantai bawah, dia menerima telepon dari Irfan."Kenapa hari ini kamu ke perusahaan?"Alya tertegun mendengar pertanyaan ini. "Kenapa kamu bisa ...."Di tengah kalimatnya, Alya tiba-tiba teringat sesuatu. Dia segera melihat ke arah tempat parkir yang waktu itu.Sesuai dugaannya, sebuah mobil yang tidak asing sedang terparkir di sana."Kenapa kamu ke sini?""Kebetulan saja." Tawa ringan Irfan terdengar dari ujung telepon. "Aku datang untuk membereskan pembicaraan kerja sama kita waktu itu."Menyebutkan kejadian waktu itu, Alya pun sama sekali tidak mencurigainya.Meskipun Irfan tidak menyebutkannya, Alya juga tidak akan mencurigainya. Lagi pula, beberapa hari ini dia tidak datang ke perusahaan. Irfan tidak mungkin terus menunggunya di sini.Pria itu tidak mungkin menunggunya setiap hari, 'kan?Mereka sudah bertemu, Alya pun bersiap untuk menghampirinya.Siapa sangka ketika dia baru melangkah, dia mendengar Irfan berkata, "Kamu di san
Setelah mendengar seluruh ucapannya, Irfan tidak bisa menahan tawa dan berkata, "Kamu benar-benar nggak sungkan, ya.""Ya, sekarang aku punya selera makan yang besar. Kalau kamu menyesal, sekarang masih ada waktu."Irfan berpikir sejenak. "Aku bisa mentraktirmu."Sebenarnya Irfan ingin berkata, aku bisa menafkahimu. Akan tetapi, sepertinya tidak pas untuk mengatakan hal semacam itu di saat seperti ini. Dia bisa saja menakutinya, 'kan?Sebaiknya dia pelan-pelan saja.Dalam perjalanan ke restoran, Irfan menanyakan situasi Alya dan Rizki.Setelah mengetahui bahwa Rizki menghindari Alya dan tidak mau bercerai, untuk sesaat mata Irfan tampak terkejut. Setelah terdiam sejenak, dia pun kembali tenang dan tersenyum.Tindakan Rizki ternyata cukup tidak terduga.Dia melirik Alya yang duduk di sampingnya dan bertanya dengan lembut, "Kalau begitu, apa yang kamu pikirkan sekarang?""Apanya?""Kalau dia bersikeras nggak mau cerai, apa kamu akan terus menjadi istrinya?"Terus menjadi istrinya?Tentu
"Itu mustahil."Jika dikatakan Rizki tahu dan akan datang, Alya masih menganggap itu mungkin.Namun bila dikatakan Rizki akan datang dengan terburu-buru, Alya merasa kemungkinannya sangat kecil."Sepertinya pandangan kita berbeda. Kalau begitu kita tetapkan begini saja, kalau dia datang, aku akan membantumu."Dengan percakapan mereka yang sudah sampai di titik ini, Alya pun tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya bisa bertanya, "Bagaimana kamu akan membantuku?"Irfan hanya tersenyum dan tidak menjawab.Alya pun terdiam.Misteri apa ini.Restoran yang mereka sepakati berada cukup jauh, mereka membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk sampai ke sana. Ketika turun dari mobil, Irfan masih membukakan pintu mobil untuknya.Alya berkata, "Nggak usah, aku bisa sendiri.""Ketika berakting, lakukanlah sepenuhnya."Alya tidak bisa berkata-kata.Alya terpaksa mengikutinya turun dari mobil, lalu masuk ke restoran itu bersama.Sebelum mereka datang, Irfan sudah menyuruh asistennya untuk mela
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang