Bruk!Tubuh lemah Alya pun bertabrakan dengan pintu kaca tersebut dan mengeluarkan suara yang cukup keras.Melihat pemandangan ini, sang penjaga toko terkejut dan melebarkan matanya. Kemudian dia buru-buru menghampiri Alya."Nona nggak apa-apa?"Citra yang berada di ujung telepon juga mendengarnya dan dengan kaget bertanya, "Ada apa ada apa? Alya, apa yang terjadi? Kamu nggak apa-apa?"Pundak Alya yang ditabrak tadi pun terasa sakit hingga membuatnya mengerutkan kening.Penjaga toko itu datang membantunya. Reaksi pertama Alya adalah mengecek perutnya, dia refleks mengulurkan tangannya untuk menyentuh perut kecilnya.Setelah menemukan bahwa hanya pundaknya yang sakit, barulah Alya menghela napas lega.Dia pun mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang menabraknya tadi.Entah siapa orang itu, tetapi tak bisakah dia lebih berhati-hati saat masuk?Selain itu setelah sekian lama waktu berlalu, orang yang menabraknya itu masih juga tidak meminta maaf padanya.Ketika Alya mendongak, tanpa
Memikirkan hal tersebut, David jadi merasa sangat tidak nyaman dan penasaran."Bagaimana bisa kamu mengenaliku?" Ketika berbicara, rasa mencemooh muncul di sudut bibirnya. "Bukankah nona-nona kaya seperti kalian seharusnya membenci pembuat masalah sepertiku? Saat di sekolah, aku adalah murid bermasalah. Setelah keluar dari sekolah pun, aku juga nggak berkontribusi pada masyarakat."Mendengar ini, Alya pun tercengang. Akan tetapi, dia tidak menjawab."Bukankah perkataanku benar? Apakah kamu akan merendahkanku seperti orang-orang itu?"Alya tersadar kembali, lalu mengangkat kepalanya untuk menatap David."Kamu pikir, bagaimana seseorang bisa berkontribusi pada masyarakat?"Pertanyaan ini membuat David tertegun."Tiap orang memiliki pekerjaan dan kesempatannya sendiri. Kita semua manusia, jadi aku nggak memiliki alasan untuk merendahkanmu."Dulu, Alya mungkin tidak akan menjelaskan sebanyak ini padanya.Namun sejak keluarganya bangkrut, Alya pun dapat memahami begitu banyak hal.Kemudian
Setelah kembali ke kantor, Alya meletakkan kue yang dibelinya di atas meja.Sebelum turun ke bawah tadi, suasana hati dan nafsu makannya sedang bagus.Namun sekarang, dia sama sekali tidak memiliki nafsu makan.Saat ini, yang dapat Alya pikirkan adalah kejadian David yang menabraknya di bawah tadi.Perkataan Citra pun mengingatkannya.Dia tidak ingin berprasangka buruk pada orang lain, karena mungkin saja pertemuannya dengan David hari ini hanyalah kebetulan. Lagi pula, toko kue di bawah itu selalu ramai. Wajar saja jika ada orang datang dari tempat lain untuk membeli kuenya.Akan tetapi ...Ada berapa banyak kebetulan di dunia ini?Terutama bertemu dengan teman sekolah yang sudah tidak dia temui selama bertahun-tahun, tepat setelah Hana terluka. Orang ini pun kebetulan adalah pengagum Hana.Memikirkan hal tersebut, Alya membuka bungkus kuenya. Seketika bau manis pun tercium di udara.Alya mengambil alat makan yang sudah disiapkan oleh sang penjaga toko. Dia mengambil sepotong kecil ku
Rizki tidak menduga Alya akan datang untuk menemuinya. Sedikit ekspresi pun muncul di wajahnya yang dingin."Kamu mencariku?"Mendengar ini, Alya menarik kembali tangannya yang tergantung di udara.Dia mengangguk. "Aku sedikit nggak enak badan, jadi aku nggak mau menyetir sendiri. Malam ini aku ...."Tiba-tiba Alya teringat sesuatu dan mengganti kata-katanya, dia melanjutkan, "Beberapa hari ini bolehkah aku menumpang mobilmu?""Kamu nggak enak badan di mananya?"Siapa sangka, Rizki malah segera menanyakan kesehatannya. Tatapan tajam pria itu mengamati Alya dari ujung kepala hingga ujung kaki.Alya membeku. "Um, bukan ini intinya."Sesaat kemudian, Rizki membungkuk dan memegang pundaknya. "Kalau ini bukan intinya, lalu apa? Sebenarnya kamu sakit apa?"Dia selalu merasa bahwa ada yang tidak beres dengan Alya, seolah-olah wanita ini sedang menyembunyikan sesuatu darinya.Laporan medis itu ... juga membuatnya merasa curiga.Waktu itu, dia kira Alya sakit parah, sehingga Alya pun merobek la
Begitu Rizki mengangkat telepon itu, suara lembut Hana terdengar dari ujung telepon."Rizki, apa kamu sudah selesai kerja? Aku pikir, saat ini seharusnya kamu nggak sibuk. Jadi aku meneleponmu.""Hm." Rizki melirik Alya yang berdiri tidak jauh dari sana. "Aku baru selesai kerja.""Baguslah, aku takut akan mengganggu pekerjaanmu. Bagaimana dengan Nenek? Sebenarnya selama 2 hari ini aku sangat khawatir. Aku nggak bisa beristirahat dengan baik di rumah sakit. Kalau Nenek menyukaiku, aku bisa pergi ke sanatorium untuk menjaganya."Setiap kalimat yang diucapkan Hana selalu berhubungan dengan Wulan, hal ini membuat RIzki merasa bersalah. Dia pun sedikit melembutkan suaranya."Dengan luka seperti itu, kamu masih harus beristirahat di rumah sakit. Jangan pikirkan hal lain dulu.""Aku tahu, Rizki. Aku hanya mengkhawatirkan Nenek .... Bagaimana kalau kamu menjemputku setelah Nenek masuk ke ruang operasi? Dengan begitu Nenek nggak akan melihatku dan Nenek nggak akan marah."Pada hari operasi?Riz
Rizki merasa sikap Alya saat ini mirip dengan saat mereka masih kecil. Di seperti memiliki sebuah ekor kecil di belakangnya.Rizki bukan hanya tidak merasa kesal, dia bahkan merasa senang. Dia bahkan merasa ... kalau Alya mau, dia tidak keberatan membiarkan Alya mengikutinya seperti ini untuk seumur hidup.Pikiran yang tersembunyi jauh di dalam lubuk hatinya ini, memaksa Rizki untuk memikirkan kembali perasaannya.Namun tiap kali dia memikirkan hal ini, sosok wanita lain muncul di pikirannya. Wanita itu cantik dan menyedihkan. Meskipun terlihat lemah, wanita itu mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkannya. Selain itu, wanita tersebut juga selalu memikirkannya.Rizki juga sudah menjanjikan, bahwa tempat di sisinya akan selalu disimpan untuk wanita itu.Menyadari bahwa pikirannya mulai mengalami konflik batin, Rizki merasa bahwa ini adalah sebuah lelucon yang dimainkan oleh takdir.Jika tidak, bagaimana bisa terdapat dua orang di dalam hati seseorang?Memikirkan hal ini, Rizki langsung m
"Operasinya akan dilakukan dalam 2 hari ini? Sungguh?"Hana memegang ponselnya, kegembiraan dan semangat dalam nada bicaranya tidak dapat disembunyikan.Akhirnya Wulan akan dioperasi.Kali ini wanita tua itu tidak akan membuat masalah lagi, 'kan?"Baguslah, operasi Nenek pasti akan berjalan lancar.""Terima kasih."Di tengah kegembiraannya, Hana bertanya lagi, "Rizki, hal yang kita bicarakan waktu itu ... kalau Nenek dioperasi, bisakah aku pergi ke sana? Tenang saja, aku hanya akan menunggu di luar ruang operasi sebentar lalu pergi. Kamu nggak usah menjemput atau mengantarku. Aku hanya akan ke sana untuk melihat diam-diam, bagaimana?"Akan tetapi, kali ini Rizki terdiam.Setelah beberapa waktu, barulah Rizki menjawab dengan suara beratnya, "Hana, aku nggak ingin ada kecelakaan."Mendengar ini, Hana pun tercengang."Kecelakaan apa?""Setelah operasi, Nenek masih perlu waktu untuk pulih."Sampai di sini, bagaimana mungkin Hana tidak mengerti?Dia dengan enggan menggigit bibirnya. "Tapi,
"Bukankah itu beberapa hari yang lalu? Sekarang sudah lewat beberapa hari, 'kan?""... Apa beberapa hari saja cukup untuk membuat perbedaan?" balas David."Pokoknya, kamu mau melakukannya atau nggak? Kalau mau, besok aku akan mengirimkanmu pesan."Setelah ditanyakan seperti ini, David pun terdiam.Astrid menunggu sebentar, tetapi dia tidak juga mendapatkan jawabannya. Jadi dia menyipiykan matanya dan berkata, "David, kamu nggak menyesal, 'kan? Sepertinya janjimu untuk membalaskan dendam Hana hanyalah omong kosong. Aku sudah tahu, omongan kalian para pria memang nggak ada yang benar. Kalian hanya omong besar. Dengan dirimu yang seperti ini, aku kira kamu lebih mampu."Sepertinya perkataan Astrid berhasil memprovokasi David. Pria itu membalas dengan kesal, "Siapa yang menyesal? Apa aku bilang aku menyesal? Astrid, kamu kira aku nggak akan memukul wanita?"Emosinya yang tiba-tiba meledak membuat Astrid takut, butuh beberapa saat bagi Astrid untuk dapat bereaksi."A ... Aku kira kamu nggak