"... Siapa yang mau menambahkanmu di WhatsApp?""Jadi?""Kita sudah membicarakannya bahwa aku yang akan mentraktirmu." Alya mengangkat dagunya, menunjuk ke arah ponsel Irfan. "Nggak usah sampai menambahkan teman di WhatsApp, kamu tunjukkan saja kode pembayarannya lalu aku tinggal memindainya."Setelah mengatakan itu, tangan Alya yang sedang terulur pun disentil oleh Irfan. Alya berkata, "Waktu itu kamu sudah bersikeras membayar makanannya, sekarang kalau aku membiarkanmu melakukannya lagi, di mana aku bisa menaruh mukaku?"Alya mengerutkan keningnya."Kalau kamu merasa nggak enak, berhentilah dari pekerjaanmu dan bergabunglah dengan perusahaanku," balas Irfan."... Bukankah pembicaraan ini terlalu mendadak?""Mendadak?" Irfan menurunkan pandangannya, seolah-olah dia sedang merenung. "Tapi seperti yang kamu bilang, aku memang ingin merebut seseorang.""Hanya dengan satu kali makan bersama, kamu mau aku ganti pekerjaan? Kamu terlalu optimis."Setelah itu, Alya menyimpan kembali ponselnya
Pria tinggi dan ramping itu memandang Alya dengan terkejut. Rasa kagum melintas di dalam matanya.Walaupun wanita di depannya ini sangat cantik, dia sama sekali tidak mengenalnya.Ketika wanita dewasa di sampingnya melihat Alya, tatapan wanita itu menegang. Kemudian, wanita bernama Dinda itu menatap Alya dengan waspada."Siapa dia? Apa kamu menemukan orang lain lagi di belakangku?"Pria itu hanya bisa buru-buru menjelaskan, "Nggak, Kak Dinda, aku juga nggak mengenal dia. Siapa yang tahu kenapa dia tiba-tiba datang kemari dan berbicara padaku? Ka-Kamu siapa?"Sebenarnya, pria tinggi dan ramping ini mudah marah. Ketika Alya tiba-tiba datang dan berbicara seperti ini, dia sangat ingin menunjukkan amarahnya. Akan tetapi begitu melihat betapa cantiknya Alya, dia pun merasa tidak enak untuk memarahinya."Mau kamu mengenalku atau nggak, memangnya itu penting?" Alya menatapnya dengan tatapan dingin. "Yang penting adalah ucapanmu itu. Kamu mencintainya, tapi kamu malah punya anak dengan wanita
"Setelah seperti ini, apa kamu masih merasa aku menderita misofobia?"Alya terdiam.Jadi barusan dia melakukan itu hanya untuk membuktikan bahwa dia tidak menderita misofobia?Setelah 5 tahun berada di luar negeri, kepribadian Irfan telah sangat berubah."Aku hanya merasa hubungan pria dan kedua wanita itu nggak jelas, jadi aku nggak mau tanganku kotor karena menyentuhnya."Irfan pun dengan andal segera mengakhiri pembicaraan mengenai misofobianya.Mendengar ucapannya, mata Alya pun agak meredup.Lagi-lagi dia teringat dengan Rizki.Melihat Alya terdiam, Irfan mengela napasnya. "Meskipun aku nggak tahu apakah aku terlalu banyak bicara, tapi semua orang tahu hubungan Rizki dan Hana. Sementara mengenai pernikahan kalian ...."Sampai di sini, Irfan terdiam sejenak. Lalu dia melanjutkan, "Aku nggak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian, tapi aku bisa lihat, sepertinya sekarang kamu nggak menyukai hubungan semacam ini. Kalau terasa sakit, sebaiknya kamu cepat-cepat me
Malam itu, Alya dan Rizki menyampaikan pesan Dokter Anto pagi tadi kepada Wulan.Selama ini di rumah, keadaan mental Wulan telah menjadi sangat baik. Warna kulitnya tampak lebih sehat dibandingkan ketika dia berada di sanatorium, dia juga sangat bersemangat.Melihat bagaimana mereka berdua datang untuk membicarakan hal ini dengannya, Wulan sama sekali tidak takut dan mengangguk dengan senang."Besok aku diperiksa? Aku bisa, nggak ada masalah."Sekarang suasana hati sang nenek sangat bagus. Mungkin karena akhir-akhir ini dia menyukai suasana ramai di luar, jadi dia berpikir makin cepat operasinya selesai, makin cepat pula dia pulih.Alya sangat bersyukur mendengar jawaban Wulan."Sepertinya sekarang Nenek sangat senang?""Iya." Wulan memegang tangannya dan menghela napas. "Tadinya aku pikir, aku akan terus tinggal di dalam sanatorium. Tapi ketika melihat dunia luar lagi sebelum dioperasi, kalaupun nanti aku mati di meja operasi, aku nggak punya penyesalan."Alya yang tadinya senang deng
"Iya iya iya."Hati sang nenek seketika melunak, dia berulang kali berusaha menghibur Alya."Nenek janji nggak akan membicarakan hal yang pesimis, jadi jangan menangis, oke?"Akhirnya, Wulan terus mencoba untuk menghibur Alya. Setelah beberapa upaya, barulah Alya menjadi lebih tenang. Setelah itu Alya dengan puas kembali ke kamarnya untuk tidur, berkata bahwa dia akan datang lagi besok pagi.Sang nenek pun dengan lembut mengelus kepala Alya."Iya, selamat malam, cepatlah tidur."Setelah Alya pergi, Wulan melirik Rizki."Akhir-akhir ini kamu terus bertengkar dengannya, ya?"Rizki terdiam sejenak, lalu menjelaskan, "Dia hanya menggodamu, Nenek percaya?""Kamu kira mata tuaku sudah sekabur itu hingga nggak bisa melihat masalah di antara kalian berdua?"Rizki hanya bisa berusaha tetap tenang. "Masalah apa?""Huh." Wulan mendengus. "Kamu sendiri tahu kok apa masalahnya."Rizki terdiam."Bukankah karena Hana?" tanya sang nenek.Tanpa disangka, pertanyaan Wulan tepat mengenai sasaran. Hal ini
Malam itu sejuk seperti air.Faisal melewati kerumunan orang di bar dan berjalan menuju meja.Orang yang mengikuti di belakangnya adalah Andi.Lagi-lagi di tengah malam, Rizki memanggil mereka berdua.Ketika sampai, mereka kira mereka akan melihat Rizki yang mabuk. Namun ternyata, pria itu masih berpenampilan rapi, matanya tampak jernih. Dia duduk di depan meja dan tidak terlihat mabuk.Rizki sama sekali belum meminum segelas alkohol yang ada di depannya."Ada apa ini? Bukankah kamu memanggil kami untuk minum-minum?" Faisal terkejut.Dia pun menghampiri dan menyapa Rizki, "Rizki, sebenarnya kamu kenapa? Sampai sekarang kamu belum minum sedikit pun?"Suara Faisal yang tak asing menyadarkan Rizki dari lamunannya. Dia mendongak, menemukan bahwa Faisal ternyata datang bersama Andi. Rizki melirik Andi, seolah-olah bertanya, kenapa dia membawa orang ini juga?Andi yang menerima tatapan tersebut pun terdiam sejenak, dia segera menyadari apa yang sebenarnya terjadi.Sepertinya malam ini, Rizki
Andi merenung sejenak, tidak mengatakan bahwa Hana jatuh dengan sendirinya. Dia hanya berkata, "Kalau begitu biar kutanya padamu, atas dasar apa kamu mengatakan bahwa Alya yang mendorong Hana? Hanya karena dia yang paling dekat dengan Hana?""Posisinya yang paling dekat dengan Hana adalah salah satu alasannya, alasan lainnya, karena semua orang mengatakan seperti itu," jawab Faisal."Hanya karena semua orang berkata seperti itu, apakah kenyataannya juga seperti itu?""Itu .... Semua orang mengatakan seperti itu, kalau itu bukan kenyataannya, lalu apa?"Faisal melihat ke arah Andi, tampak tak bisa berkata-kata."Andi, aku nggak mengerti. Kenapa setiap kali ada masalah, kamu selalu berpihak pada Alya?""Aku yang berada di pihaknya atau kamu yang terlalu membela Hana?"Tepat pada saat ini, seorang pelayan datang membawakan minuman mereka. Andi mengambil salah satu gelas tersebut dan menggoyangnya dengan lembut. Campuran alkohol yang spesial itu berkilauan di bawah cahaya lampu bar."Ketik
Faisal pun pergi sambil marah-marah.Akhirnya, di meja tersebut hanya tersisa dua orang.Andi melirik Rizki yang tampak sedang tenggelam dalam pikirannya. Melihat temannya seperti ini, dia memutuskan untuk tidak buru-buru bicara.Beberapa saat kemudian, dengan suara berat, Rizki berkata padanya, "Perkataanmu barusan itu, apa maksudnya?"Andi tersenyum. "Bukankah jawabannya ada di hatimu?"Rizki mengangkat kepalanya dan menatap temannya dengan suram."Jawaban apa?""Rizki, apa kamu masih ingat pertanyaanku waktu itu? Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi kamu masih nggak tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan?"Rizki tertegun, ternyata Andi juga pernah menanyakannya hal ini.Pantas saja ketika sang nenek menanyakannya tadi, dia merasa pertanyaan tersebut terdengar familier. Hanya saja waktu Andi yang mengatakannya, dia hampir sama sekali tidak memerhatikan dan tidak memasukkannya ke hati.Melihat Rizki terdiam, Andi sekali lagi menghela napasnya. "Sejak kecil. kamu sudah tumbuh bersamanya.