Malam itu sejuk seperti air.Faisal melewati kerumunan orang di bar dan berjalan menuju meja.Orang yang mengikuti di belakangnya adalah Andi.Lagi-lagi di tengah malam, Rizki memanggil mereka berdua.Ketika sampai, mereka kira mereka akan melihat Rizki yang mabuk. Namun ternyata, pria itu masih berpenampilan rapi, matanya tampak jernih. Dia duduk di depan meja dan tidak terlihat mabuk.Rizki sama sekali belum meminum segelas alkohol yang ada di depannya."Ada apa ini? Bukankah kamu memanggil kami untuk minum-minum?" Faisal terkejut.Dia pun menghampiri dan menyapa Rizki, "Rizki, sebenarnya kamu kenapa? Sampai sekarang kamu belum minum sedikit pun?"Suara Faisal yang tak asing menyadarkan Rizki dari lamunannya. Dia mendongak, menemukan bahwa Faisal ternyata datang bersama Andi. Rizki melirik Andi, seolah-olah bertanya, kenapa dia membawa orang ini juga?Andi yang menerima tatapan tersebut pun terdiam sejenak, dia segera menyadari apa yang sebenarnya terjadi.Sepertinya malam ini, Rizki
Andi merenung sejenak, tidak mengatakan bahwa Hana jatuh dengan sendirinya. Dia hanya berkata, "Kalau begitu biar kutanya padamu, atas dasar apa kamu mengatakan bahwa Alya yang mendorong Hana? Hanya karena dia yang paling dekat dengan Hana?""Posisinya yang paling dekat dengan Hana adalah salah satu alasannya, alasan lainnya, karena semua orang mengatakan seperti itu," jawab Faisal."Hanya karena semua orang berkata seperti itu, apakah kenyataannya juga seperti itu?""Itu .... Semua orang mengatakan seperti itu, kalau itu bukan kenyataannya, lalu apa?"Faisal melihat ke arah Andi, tampak tak bisa berkata-kata."Andi, aku nggak mengerti. Kenapa setiap kali ada masalah, kamu selalu berpihak pada Alya?""Aku yang berada di pihaknya atau kamu yang terlalu membela Hana?"Tepat pada saat ini, seorang pelayan datang membawakan minuman mereka. Andi mengambil salah satu gelas tersebut dan menggoyangnya dengan lembut. Campuran alkohol yang spesial itu berkilauan di bawah cahaya lampu bar."Ketik
Faisal pun pergi sambil marah-marah.Akhirnya, di meja tersebut hanya tersisa dua orang.Andi melirik Rizki yang tampak sedang tenggelam dalam pikirannya. Melihat temannya seperti ini, dia memutuskan untuk tidak buru-buru bicara.Beberapa saat kemudian, dengan suara berat, Rizki berkata padanya, "Perkataanmu barusan itu, apa maksudnya?"Andi tersenyum. "Bukankah jawabannya ada di hatimu?"Rizki mengangkat kepalanya dan menatap temannya dengan suram."Jawaban apa?""Rizki, apa kamu masih ingat pertanyaanku waktu itu? Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi kamu masih nggak tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan?"Rizki tertegun, ternyata Andi juga pernah menanyakannya hal ini.Pantas saja ketika sang nenek menanyakannya tadi, dia merasa pertanyaan tersebut terdengar familier. Hanya saja waktu Andi yang mengatakannya, dia hampir sama sekali tidak memerhatikan dan tidak memasukkannya ke hati.Melihat Rizki terdiam, Andi sekali lagi menghela napasnya. "Sejak kecil. kamu sudah tumbuh bersamanya.
Apa dia mimpi buruk?Rizki membungkuk di samping tempat tidur, tangannya refleks mendarat di atas alis wanita itu, dia ingin meluruskan alis yang berkerut itu untuk Alya. Namun, dia lupa bahwa dia telah menghabiskan terlalu banyak waktu di bar. Sebelum kemari, dia juga minum beberapa gelas, sehingga sekarang tangannya sedingin es.Jadi ketika tangannya menyentuh alis Alya, Alya pun menggigil dan langsung terbangun.Tatapan mereka berdua pun tiba-tiba bertemu seperti ini.Alya yang baru saja terbangun dari mimpinya masih tampak linglung. Di bawah cahaya lampu kamar, tatapannya yang dingin terlihat lebih hangat dan mengaduk perasaan Rizki.Jarinya yang dingin masih berada di alis Alya.Setelah beberapa saat, Alya pun tersadar. Menyadari apa yang terjadi, dia segera menghindari sentuhan Rizki. Kemudian, dia duduk dan menatap Rizki dengan waspada."Kamu mau apa?"Penampilannya yang waspada mengakibatkan Rizki mengerutkan keningnya dengan tidak senang. "Memangnya apa yang bisa kulakukan? Se
Memikirkan hal ini, Alya mendengus. Dia pun mendongak dan menatap Rizki dengan dingin."Kalau kamu ingin melakukan itu, pergi dan temui Hana."Mendengar ini, bayangan menyelimuti mata Rizki. Dia pun menggertakkan giginya dan berkata, "Aku ingin kamu, bukan orang lain."Setelah mengatakan itu, dia mendekat untuk mencari bibir Alya. Akan tetapi, dia malah disambut oleh tamparan Alya."Pergi!""Pergi dan temui saja Hana, jangan sentuh aku!""Pergi!"Alya gemetar saking marahnya. Menampar Rizki satu kali saja tidak cukup, dia masih ingin melanjutkannya.Akan tetapi, pergelangan tangannya ditangkap oleh Rizki. Pria itu meninggikan suaranya dan berkata, "Kamu marah? Selama ini, bukankah kamu sudah memainkan peran istri ideal dengan cukup baik? Kenapa nggak dilanjutkan saja?"Ketika Alya memikirkan Rizki yang ingin melakukan hal itu dengannya, dia benar-benar kehilangan akalnya. Dia sama sekali tidak berniat untuk membalas perkataan Rizki dan hanya sekuat tenaga memberontak.Melihat Alya yang
"Kemarin juga, kamu pergi bersamanya."Mendengar hal ini, akhirnya Alya merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres."Rizki, kamu membuntutiku?"Di saat yang sama, hatinya menjadi panik.Akhir-akhir ini dia juga pergi ke rumah sakit. Walaupun dia pergi dengan Citra, bila Rizki benar-benar ingin memeriksanya, pria itu tidak akan menemukan apa pun."Apa aku perlu?" tanya Rizki.Tidak perlu? Apa itu artinya Rizki tidak menyuruh seseorang untuk mengikutinya?"Lalu, bagaimana kamu tahu?"Pada hari di saat Hana terluka, Rizki mungkin tahu karena melihat Irfan mengantarnya sampai ke pintu.Namun, saat dia pergi makan siang kemarin, dia sendiri tidak menyangka dirinya akan bertemu Irfan di sana. Jadi kenapa Rizki bisa tahu?Saat kembali ke perusahaan, dia bahkan memilih untuk naik taksi."Sepertinya kamu sangat gugup?" RIzki mendengus. "Aci, apa kamu pernah dengar perkataan ini? Kalau nggak mau orang lain tahu, maka jangan lakukan hal yang nggak pantas."Alya terdiam.Memikirkan sesuatu, Rizki pun
Setelah tertidur, napas Alya perlahan menjadi stabil dan panjang.Rizki berpindah ke sisi lain Alya yang tidak memunggunginya, menemukan bahwa Alya memang benar-benar tidur.Tidak hanya tidur, tetapi tidur dengan sangat nyenyak.Rizki menyentuh wajahnya yang telah ditampar, dia tampak linglung. Jika bukan karena rasa sakit yang masih terasa di wajahnya, dia mungkin akan meragukan keributan tadi dan mengira dirinya telah berhalusinasi.Lagi pula, bagaimana bisa seseorang yang tadinya marah sedetik kemudian langsung tidur dengan begitu pulasnya.Akhir-akhir ini Alya sangat berubah, sampai-sampai Rizki hampir tidak mengenalinya lagi.Perasaannya masih tidak tenang, beberapa emosinya sama sekali tidak bisa dilampiaskan. Namun, begitu dia melihat sosok Alya yang tertidur dengan tenang, dia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.Bahkan saat dia pergi meninggalkan tempat tidur tersebut, dia melangkah dengan perlahan dan ringan.Akhirnya, Rizki pun duduk di atas sofa di luar.Meskipun sudah
Setelah itu dia berjalan melewati Alya dan masuk ke kamar mandi.Alya terdiam.Sudahlah, lagi pula hanya tersisa beberapa hari lagi. Sebaiknya terus bertahan saja.Karena dia tidur dengan nyenyak dan tidak memiliki lingkaran hitam di bawah matanya, hari ini Alya tidak menggunakan riasan wajah. Dia pun mengganti bajunya, lalu turun ke lantai bawah.Saat dia turun, dia menemukan bahwa ayah dan ibunya Rizki telah datang. Saat ini mereka berdua berada di ruang tengah dan mengobrol dengan sang nenek yang duduk di kursi roda.Alya tidak terkejut melihat mereka berdua.Karena kemarin malam, mereka sudah memberitahunya bahwa mereka akan datang hari ini.Ketika Wulan hendak dioperasi waktu itu, pasangan suami istri ini terlambat datang karena keberangkatan pesawat mereka telah ditunda. Meskipun hari itu Wulan tidak jadi memasuki ruang operasi, mereka berdua masih merasa bersalah. Jadi kali ini, Reza dan Sinta kembali dari luar negeri lebih awal.Hari ini mereka sudah datang sejak pagi-pagi seka
Biasanya dalam situasi seperti ini, Hana akan berbalik dan pergi.Namun, sekarang Hana tidak punya apa-apa lagi. Dia maju beberapa langkah, lalu menggigit bibirnya dan berkata, "Apa maksudmu dengan bercanda menggunakan perasaanmu? Kamu nggak berpikir kalau perasaanmu padanya tulus, 'kan? Begitu tulus sampai-sampai kamu nggak peduli kalau dia jatuh ke dalam pelukan pria lain?"Irfan melihat ke arah asistennya. "Bawa dia keluar.""Irfan, Alya akan bersama dengan Rizki. Apa kamu akan membiarkan mereka bersama begitu saja? Aku tahu bahwa selama 5 tahun ini kamu terus menemani Alya, kamu telah menunggunya selama 5 tahun. Bukankah kamu ingin bersama dengannya? Apa kamu bersedia kalau hari ini dia diambil oleh orang lain?"Hana berteriak seperti orang gila dan hampir histeris, tetapi orang di depannya masih tetap tenang."Sudah cukup bicaranya?"Hana tercengang.Apa maksudnya? Dia sudah berbicara panjang lebar, tetapi Irfan bahkan tidak peduli sedikit pun?Ini tidak masuk akal. Bukankah pria
Setelah ibunya pergi, Hana jatuh ke tempat tidur rumah sakit, menutupi pipinya yang memar dan menangis kesakitan.Jangankan ibunya, dia bahkan ingin menampar dirinya sendiri.Baru sekaranglah dia sadar, bahwa dia harusnya berhenti sejak dulu ....Namun, tampaknya, sekarang sudah terlambat untuk melakukan apa pun.Apakah ada seseorang yang bisa menolongnya?Mungkin ... ada seseorang yang bisa menolongnya.Hana terpikirkan seseorang dan melompat turun dari tempat tidur. "Nanda, cepat, bawa aku mencari taksi."Malam ini adalah malam yang sibuk.Di teras yang hening.Hasan menuangkan secangkir teh panas untuk Irfan, uap teh mengepul di udara yang dingin. Hana berdiri di hadapannya, dengan Nanda yang menopangnya di samping.Dia sudah cukup lama berdiri sana, tetapi Irfan sama sekali tidak berbicara ataupun mempersilakannya duduk.Bahkan Hasan yang berada di sisinya hanya menuangkan secangkir teh panas.Dia berlari keluar dengan terburu-buru, sehingga dia masih mengenakan gaun rumah sakit da
"Sebenarnya apa yang terjadi?"Nanda secara singkat menjelaskan apa yang dia tahu."Apa? Rizki datang?" Kegembiraan melintas di mata Tesa, dia maju dan menggenggam tangan Hana. "Hana, kenapa kamu nggak memberitahuku kalau Rizki datang? Dia datang menjengukmu, 'kan?"Sayangnya, mata Hana penuh dengan keputusasaan. Dia terlihat seperti pecundang. Tesa memanggilnya berkali-kali, tetapi dia tidak merespons."Hana? Cepat bicara!"Melihatnya yang seperti ini membuat Tesa kesal.Kemudian barulah Hana mendongak, matanya penuh dengan air mata."Ibu, dia tahu, dia sudah tahu. Selanjutnya dia nggak akan membiarkanku, dia juga nggak akan membiarkan Keluarga Adelia."Tesa mengerutkan keningnya."Tahu apa? Bicaralah yang jelas.""Alya, Alya Kartika, ingatan dia sudah kembali. Dia memberi tahu Rizki kebenarannya. Sekarang Rizki sudah tahu bahwa bukan aku yang menyelamatkannya. Dia akan membereskanku, selanjutnya dia pasti akan membereskan kita. Ibu, kita harus bagaimana?"Meskipun perkataan Hana agak
Sekarang Hana pun gelisah.Namun, sekarang dia sudah menenangkan dirinya. Malam ini Rizki datang untuk mempermainkannya.Selama dia menolak untuk mengakuinya, tidak ada yang bisa melakukan apa pun padanya.Memikirkan hal ini, Hana menatap Rizki dan berkata, "Bukankah kamu nggak tahu terima kasih? Apa kamu ke sini untuk mempermainkanku dan memberikan bukti pada Alya? Rizki, biar kuberi tahu kamu, aku nggak akan memberimu apa yang kamu mau. Kamu diselamatkan olehku yang telah mempertaruhkan nyawa. Waktu itu, aku hampir tenggelam di sungai demi menyelamatkanmu. Sementara mengenai Alya, dia bukan urusanku. Tapi, nggak ada satu pun orang yang bisa merebut jasaku. Kalau kamu mau menjadi orang yang nggak tahu terima kasih, silakan. Tapi jangan harap kamu bisa memaksa atau menyogokku untuk mendapatkan bukti apa pun."Setelah mengatakan itu, Hana langsung berbalik dan berjalan ke tepi tempat tidur, dia melepaskan sepatunya, lalu naik ke tempat tidur."Selama belasan tahun ini, akulah yang telah
Jawaban ini membuat Hana benar-benar panik.Tadinya, dia kira Rizki menanyakan hal ini karena ingin mendengarnya menceritakan ulang kejadiannya. Namun, ternyata ....Begitu menyadari betapa buruknya nasib yang harus dia hadapi bila Rizki sampai mengetahui kebenarannya, Hana pun seketika menjadi panik dan mulai berbicara dengan tidak jelas."Rizki, waktu itu benar-benar aku yang menyelamatkanmu. Jangan dengarkan omong kosong Alya, dia hanya ingin membohongimu dan membuatmu membuangku."Dari ucapannya ini, Rizki akhirnya mendapatkan kata kunci yang dia cari-cari. Matanya menyipit dengan mengancam, suaranya juga menjadi sangat dingin."Memangnya aku sudah bilang siapa yang mengatakannya?"Hana pun tercengang."Waktu itu, bukankah hanya ada aku dan kamu di tepi sungai? Kenapa kamu mengira Alya yang mengatakan sesuatu padaku? Kalau dia nggak di sana, apa perkataannya itu penting?"Sampai di sini, nada bicara Rizki seketika berubah menjadi tajam."Atau maksudmu, waktu itu bukan hanya ada kit
Hana tertegun oleh pertanyaannya dan membeku di tempat, dia menatap Rizki dengan bingung.Setelah waktu yang lama, barulah dia menyadari sesuatu.Mungkinkah Rizki sudah mengetahui kebohongannya?Tidak, itu tidak mungkin.Saat diselamatkan, Rizki masih tidak sadarkan diri. Alya juga telah kehilangan ingatannya. Rizki tidak mungkin mengetahuinya, kecuali Alya mendapatkan ingatannya kembali.Namun, bertahun-tahun telah berlalu, jika Alya ingin mendapatkan kembali ingatannya dia pasti sudah lama melakukannya, kenapa harus menunggu sampai sekarang?Apalagi, jika Alya benar-benar telah mendapatkan kembali ingatannya, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak segera datang ke sini dan menemuinya? Dia mungkin sudah memberi tahu seluruh dunia bahwa dialah yang menyelamatkan Rizki.Setelah memikirkan hal ini, Hana merasa bahwa dirinya mungkin hanya terlalu sensitif dan curiga karena mimpinya.Rizki yang sekarang menanyakan hal-hal ini, sebenarnya memberikan kesempatan yang sangat bagus untuknya.
Karena di depan Rizki, dia selalu tampil ramah dan lembut, tidak pernah bertingkah seperti perempuan jahat seperti sekarang.Hana panik, dia segera menyibakkan selimutnya dan turun dari tempat tidur."Rizki, kenapa kamu ke sini?"Sebelum Hana selesai bicara, air mata sudah mengalir di pipinya. Dia menangis dan bergegas menghampiri Rizki."Aku kira kamu nggak mau berbicara denganku lagi."Rizki menurunkan matanya, memandang pergelangan tangan Hana."Kenapa kamu marah sekali?"Mendengar ini, Hana buru-buru menjelaskan, "A ... aku kira kamu mengabaikanku, jadi suasana hatiku sangat jelek. Maaf ... aku nggak bermaksud begitu. Nanda, apa kamu baik-baik saja?"Nanda menggeleng. Sambil melangkah mundur, dia membenci Hana yang bermuka dua ini di dalam hatinya. "Kalau begitu aku keluar dulu, kalian berdua silakan mengobrol."Dia segera pergi, bahkan menutup pintu kamar tersebut untuk Hana.Hana tidak tahu sekarang pukul berapa, tetapi seharusnya sudah malam sekali. Dia tidak menyangka Rizki aka
Setelah Rizki pergi, Alya berdiri seorang diri di depan pintu, berusaha menenangkan napas dan perasaannya.Beberapa waktu kemudian, dia mengangkat tangan dan menyentuh pipinya.Masih hangat ....Jelas-jelas tadi hanya sebuah pelukan.Akan tetapi, dia tidak menyangka Rizki benar-benar memercayainya dan sama sekali tidak mempertanyakannya.Bukankah ini artinya, hati Rizki selalu lebih condong kepadanya?"Mama?"Tiba-tiba, terdengar suara anak kecil dari belakangnya.Alya kaget dan berbalik, menemukan bahwa Satya sudah bangun entah sejak kapan dan sedang berdiri di sana menatapnya.Melihat putranya, Alya pun terkejut."Satya, kenapa kamu bangun?"Bukankah dia sudah tidur?Mata Alya menghindari putranya. Sudah berapa lama Satya berdiri di sana? Barusan dia tidak melihatnya, 'kan?Sambil memikirkan hal itu, Alya berjalan menghampiri Satya, lalu berjongkok di depannya dan menggendongnya. "Kamu keluar tanpa pakai baju tebal, bagaimana kalau nanti kamu sakit?"Setelah digendong, Satya memeluk
"Ya sudahlah." Alya berbalik. "Lagi pula kejadian itu sudah sangat lama berlalu. Kalau aku nggak mengingatnya, siapa pun pasti akan mengira dia yang menyelamatkanmu."Melihat punggungnya, Rizki merapatkan bibir."Kamu tenang saja, aku nggak akan membiarkan pencapaianmu dicuri oleh orang lain tanpa alasan."Alya tertawa dengan dingin."Apa gunanya kamu mengatakan itu sekarang? Semua orang sudah mengira dia yang menyelamatkanmu, kejadiannya juga terjadi bertahun-tahun yang lalu. Apa sekarang kamu akan keluar dan berkata bahwa yang menyelamatkanmu adalah aku dan bukan dia? Apa kamu punya bukti?""Nggak.""Jadi ...."Bahunya terasa berat, Rizki tiba-tiba memegang bahunya dan menariknya, membuatnya bertatap muka dengan pria itu."Bukti adalah sesuatu yang, selama aku inginkan, pasti ada."Alya tertegun. "Apa?"Rizki berkata, "Tadinya, aku hanya ingin memutus hubungan dengannya, lagi pula dia telah menyelamatkanku. Tapi sekarang karena dia nggak menyelamatkanku, ini bukan lagi hanya tentang