Tampak sekali Mario masih ragu dan bingung dengan rencana tuannya itu, namun Diego tersenyum sebagai reaksi atas kebimbangan dari orang kepercayaannya itu.
“Aku percaya, Elena pasti bisa. Asal kamu mau membimbingnya dengan sabar dan sungguh-sungguh.”
Diego berkata dengan kesungguhan di wajahnya, ia juga menatap Mario dengan tatapan yang penuh keyakinan.
“Baiklah, Tuan. Saya akan mengerahkan segenap kemampuan saya untuk menangani hal ini. Saya permisi, untuk segera mencatatkan pernikahan Anda dan nona Elena.”
Diego mengangguk, Mario segera berbalik dan keluar dari ruangan sang bos. Hari itu kediaman Rodriguez cukup sibuk, Mia mengerahka para pelayan untuk bekerja ekstra. Sejak pagi-pagi buta kesibukan di kediaman mewah itu sudah terlihat, terutama sekali di bagian dapur. Beberapa pelayan yang biasanya mengerjakan bagian lain turut diperbantukan ke dapur.
“Sebenarnya mau ada acara apa sih? Kok sibuk sekali, apa tuan akan mengadakan jamuan besar?” tanya Dona, salah seorang pelayan wanita yang bekerja di bagian dapur.
“Benar, nanti malam akan ada jamuan besar,” jawab pelayan yang lain, mereka berbisik-bisik disela kesibukan.
“Iya jamuan besar dalam rangka apa? Apakah jamuan keluarga?” tanya Dona penasaran.
“Mana aku tahu, tanya aja sana Mia. Tugasku hanya bantu-bantu di sini.”
“Kalian bisik-bisik apa? Jangan ngerumpi! Cepat selesaikan, masih banyak kerjaan lain yang menunggu.”
Seorang pria mengenakan seragam juru masak mengingatkan pelayan-pelayan lain yang sedang bekerja sesuai arahannya. Dia adalah Jose, juru masak andalan di kediaman Rodriguez.
“Maaf Jose, aku izin ke kamarku sebentar, kepalaku agak pusing.”
Dona mendekati Jose sambil memegangi kepalanya. Jose terdiam sejenak sambil mengamati wanita di hadapannya.
“Kamu beneran sakit, Dona? Awas kalau aku tahu kamu berpura-pura.”
“Ya ampun Jose, buat apa pura-pura sakit. Kepalaku beneran sangat pusing, sepertinya aku akan demam.”
“Ya sudah, kamu temui Mia untuk minta obat sekalian minta izin untuk istirahat, tolong bilang Mia agar dikirim satu pelayan lagi ke dapur.”
“Baik Jose, gracias. Kamu memang koki andalan sejagat raya.”
Dona tersenyum, lalu melangkah meninggalkan ruang dapur. Jose hanya menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sudah cukup lama bekerja di kediaman Rodriguez, tidak berselang lama dengan Mia. Namun kecintaannya memasak, membuatnya memilih untuk tetap bertahan sebagai juru masak, dibanding menjadi kepala pelayan. Itu sebabnya ia menyerahkan tugas menjadi pimpinan pelayan kepada Mia, karena ia sendiri tidak mempunyai cukup kesabaran menghadapi para pelayan culas, seperti Dona.
Dona berjalan dengan mengedarkan seluruh pandangannya, hampir semua sudut ruangan dihias dengan dekorasi bunga-bunga yang cantik.
“Ada apa sebenarnya? Seperti mau ada pesta,” gumam Dona. Ia mencoba bertanya kepada beberapa orang yang sedang membuat dekorasi, namun mereka hanya menggeleng.
Dona melangkah tanpa memperhatikan sekeliling, tatapnnya terpaku pada dekorasi - dekorasi yang belum selesai itu hingga tanpa sadar ia menabrak pelayan lain yang membawa tumpukan pakaian di tangannya.
“Argh!”
Seorang wanita muda yang ditubruk Dona berteriak, tumpukan pakaian yang dibawanya pun ikut jatuh berantakan.
“Oops! Maaf. Aku nggak sengaja,” ujar Dona yang juga jatuh terduduk.
“Bisa gak sih kamu hati-hati jalannya. Kalau gaun nyonya kotor, aku bisa kena marah Mia.”
Pelayan muda itu menggerutu sambil membereskan kembali pakaian yang dibawanya. Ia tidak menyadari jika Dona terbelalak mendengar ucapannya.
“Oh, aku ... Kepalaku agak pusing makanya tidak fokus. Aku sedang mencari Mia untuk meminta obat dan izin. Apa kamu melihat Mia?”
“Mia sedang menemui tuan di kamar utama, kamu tunggu saja jika ada perlu dengannya.”
Pelayan muda itu segera bangkit dan bergegas melangkah, namun Dona mengejar dan menghentikannya.
“Tunggu-tunggu ....”
“Kamu mau apa? Kenapa menahan jalanku? Bukankah kamu mencari Mia?” tanya pelayan muda itu keheranan dengan sikap Dona.
“I-iya ... Tapi tadi kamu bilang itu pakaian-pakaian nyonya? Maksudmu Nyonya ....”
“Nyonya Rodriguez lah, memang nyonya apa? Ini kan kediaman Rodriguez, masa nyonya Carlos.”
Belen berseloroh sambil tertawa kecil. Ia adalah pelayan muda yang ditempatkan di bagian laundry, mengurus pakaian tuan mereka adalah tugasnya. Belen bukan tidak tahu jika Dona adalah pelayan dari bagian dapur, dan sudah menjadi rahasia umum dikalangan para pelayan, kalau pelayan-pelayan dapur suka sekali bergosip.
Dona tertegun, ‘nyonya Rodriguez? Apa maksudnya nyonya Emma Rodriguez? Apa nyonya Emma akan tinggal di sini lagi?’
Dona menoleh ke kanan dan ke kiri, setelah merasa aman ia segera menyelinap ke sebuah ruang kosong yang sepi. Wanita itu segera mengeluarkan ponselnya dan mendial nomor seseorang.
“Halo Dona, ada apa kamu menghubungiku?!”
Terdengar suara seorang wanita di ujung sana. Suara itu terdengar acuh dan ketus.
“Ehm, Nyonya, saya mau mengonfirmasi ....”
“Konfirmasi apa? Bicara yang jelas Dona, jangan buang-buang waktu saya!”
“Oh, i-iya Nyonya. Apa Nyonya akan kembali ke sini dan mengadakan pesta nanti malam?”
“Apa? Pesta? Apa maksudmu?”
“Apa? Pesta? Apa maksudmu?” Wanita yang berada diujung telepon itu nampak terkejut, begitupun dengan Dona. Semula ia merasa senang, jika nyonya Emma Rodriguez kembali lagi ke kediaman ini, maka otomatis ia akan mendapatkan kekuasaan menggantikan Mia. Itulah yang dijanjikan nyonya Emma.“Ja-jadi, Anda tidak tahu, Nyonya?”“Justru aku tidak mengerti apa maksudmu, coba cerita yang jelas, Dona!” bentak wanita yang dipanggil nyonya Emma itu. Donna pun menceritakan semua yang didengar dan dilihatnya.“Oke Dona, dengar! Cepat cari informasi apa yang terjadi di sana, segera laporkan padaku, paham!”“Ba-baik Nyonya.”Setelah mematikan panggilan dengan Dona, Emma berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Informasi yang belum jelas itu cukup mengganggu pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi di kediaman Rodriguez? Si lumpuh itu mau mengadakan pesta? Pesta apa? Pesta kematiannya?“Diego-Diego. Sudah mau mati besok masih mikirin pesta.”Emma bergumam, ia nampak berpikir keras. “Lalu siapa yang d
Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu. Ia masuk ke tempat lain yang sepi dan menghubungi Emma.“Apa? Menikah? Jadi benar si lumpuh itu akan menikah?”“Be-benar Nyonya, pengantin wanitanya sangat cantik.”“Bodoh! Aku tidak peduli cantik atau tidak, tapi siapa perempuan yang dinikahi Diego.” Emma mendengus gusar.“Oh, namanya Elena, Nyonya. Mereka sedang bersiap untuk upacara pemberkatan.” Dona menjawab cepat.“Elena ... Hm, baiklah aku akan segera ke sana.”Usai memberikan laporan, Dona segera kembali ke tempat semula, namun barisan pelayan itu sudah bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing.“Kamu dari mana Dona? Jose mencarimu, kalau kamu sudah tidak sakit segera selesaikan pekerjaanmu.”“Kamu siapa memangnya ngatur-ngatur aku?” Dona menjawab ketus.“Aku bukan ngatur kamu, Dona. Tapi menyampaikan pesan Jose,” balas pelayan itu tak kalah ketus, keduanya bergegas ke ruangan dapur.Sementara itu, Elena telah tiba di area depan di mana Die
Seorang wanita melangkah mendekati Diego dan Elena. Ia mengenakan gaun malam seksi dan perhiasan mewah, berjalan dengan anggun layaknya wanita-wanita dari kalangan atas. Namun, wanita itu nampak angkuh dan arogan.Elena tertegun, siapa wanita yang sangat mendominasi itu? Elena memperhatikan dengan seksama, jika diperhatikan baik-baik, wanita itu sepertinya sangat mengenal Diego. Ia seperti sangat familiar dengan tempat itu.Diam-diam Elena melirik suaminya, Diego nampak acuh, riak wajahnya tak berubah sama sekali. Ia tetap duduk dengan tenang. Elena menghela napas, bagaimanapun ia adalah orang baru, ia belum tahu apa-apa tentang kehidupan suaminya. Jadi, ia hanya akan mengikuti dan menyimak apa pun yang terjadi.Sedangkan Diego, ia hanya melirik Mario, dan memberi kode padanya, sang asisten mengangguk perlahan. Ia paham betul, kalau mereka kedatangan tamu yang tak diundang.“Selamat, selamat atas pernikahan kalian!” Wanita itu berhenti tepat di depan pasangan pengantin, “sungguh sua
Diego menghela napas, ia memperhatikan langkah sang asisten yang menjauh. Elena terdiam di samping lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.“Tuan, Nyonya. Saatnya makan malam.” Mia berkata sopan mengingatkan Diego dan Elena.“Kamu mau makan, sayang?”Terdengar suara Diego sambil tersenyum menatap Elena.“Sebenarnya aku belum lapar, tapi bukankah kamu juga belum makan, Diego?” Elena balik bertanya.“Hahaha, kamu benar sayang. Sekarang saatnya menikmati hidangan spesial yang telah disiapkan Jose.”Elena mengangguk, ia pun berdiri mendorong kursi roda Diego mengikuti langkah Mia menuju bagian lain di mansion mewah itu. Tempat yang disiapkan itu khusus untuk makan malam pasangan pengantin, dengan aura yang sangat romantis dan magis.Warna putih klasik yang dipadu dengan warna gold mendominasi ruangan terbuka itu dengan dekorasi bunga-bunga segar dan lampu-lampu hias. Sebuah meja bulat telah di tata sedemikian rupa, tak ketinggalan empat buah
“Nyonya, saya sudah mendapatkan informasinya.”Dona masuk sambil membawa sebuah amplop lalu menyerahkannya pada Emma. Wanita itu segera membukanya, ternyata isi amplop itu adalah salinan data-data pribadi Elena.“Hmm, Ellena Torres ... Ternyata dia bukan berasal dari kota ini.” Emma bergumam sambil mengangguk-anggukan kepalanya, seulas senyum misterius tersungging di bibirnya.“Oh, memangnya nyonya Elena berasal dari mana, Nyonya?” tanya Dona penasaran, ia sendiri tidak sempat membuka amplop yang dikirimkan seseorang tadi.“Tidak penting juga untukmu. Kamu mau tahu apa yang penting?”“I-iya Nyonya pasti, yang penting itu apa ya Nyonya?”“Dengar baik-baik, Dona. Cari informasi kapan wanita itu datang ke kediaman ini, dan bagaimana dia bertemu Diego. Kamu paham?”“Pa-paham Nyonya. Ta-tapi ....”“Tapi apa?!” potong Emma. “Hmm, pasti kamu mau minta uang, kan?!”“Hehe, Nyonya tahu aja ....”“Dasar mata duitan!” Emma segera mengambil amplop dari tasnya, dan melemparkannya pada pelayan d
Elena dibesarkan di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh kebun anggur dan pertanian. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga seorang adik perempuan. Mereka hidup dari hasil mengelola perkebunan anggur yang merupakan komoditas utama wilayah itu.Namun begitu, Elena dan kedua adiknya tidak pernah hidup kekurangan meskipun belum dikategorikan mewah, namun semuanya serba mencukupi. Hal itu karena kedua orang tuanya cukup mampu mengelola keuangan dengan baik, Elena sendiri sempat mengenyam pendidikan tinggi.Sayangnya, semua itu harus berakhir ketika sebuah tragedi menimpa kedua orang tua Elena. Ayah dan ibu Elena mengalami kecelakaan maut sekembalinya mereka dari kota, usai menjual hasil kebun mereka.Elena sangat syock atas kejadian yang menimpa keluarganya, ia harus kehilangan kedua orang tuanya sekaligus. Kini ia hanya hidup berdua dengan adik perempuannya. Elena merasa sangat bingung, bagaimana ia akan membiayai hidupnya dan adiknya? Satu-satunya yang Elena miliki adalah keb
"Diego ..." panggil Elena Rilih. Diego tersentak dari lamunannya, ia menatap Elena sambil tersenyum.“Jadi keluarga Mendez ....”“Apa kamu mengenal keluarga Mendez, Diego?” tanya Elena bingung, karena sepertinya Diego tidak asing dengan mereka.“Aku mengenal semua keluarga seperti itu di kota ini, Elena. Jika kamu mau, aku bisa saja membantumu membalas dendam pada mereka.” Diego berkata dengan santai.“Ah, maksudnya bagaimana Diego? Jadi kamu mengenal mereka?”“Mengenal secara langsung sih tidak. Aku bahkan tidak pernah kontak langsung dengan orang-orang dari keluarga Mendez. Tapi aku pastikan padamu, aku bisa membuat mereka bangkrut. Dan itu tidak sulit bagiku.” Diego tersenyum ringan seolah tak ada beban, namun ada sirat berbahaya di kedua bola mata pria miliarder itu.“Oh, tidak, tidak Diego. Itu bukan ide yang baik. Dendam hanya akan membawa kehancuran di mana-mana.” Elena menggelang, “aku tidak ingin membalas dendam pada siapapun, aku hanya tidak ingin bertemu dengan mereka lagi.”
Seorang pria berjalan mendekati Mia dan Jose. Sontak keduanya terdiam dan menunduk hormat.“Oh, Tuan Mario. Bukan apa-apa, saya sedang bertanya pada Mia, kira-kira menu apa yang disukai nyonya baru kita, supaya beliau makin betah tinggal di sini.” Jose menjawab, memberikan alasan.“Hmm, masuk akal juga alasanmu, Jose.” Mario tersenyum mendengar alasan sang juru masak, meskipun ia paham bukan hal itu yang mereka gosipkan sebelumnya. “Dan itu bisa dilakukan oleh Mia.”“Ah, kau tenang saja, Jose. Nyonya pasti akan menyukai semua masakanmu, buktinya tadi nyonya memuji masakanmu, bukan?”“Oh, kalian sudah menemui nyonya Elena?”“Sudah, Tuan Mario. Tadi tuan memanggil kami, dan kami sudah mengucapkan selamat secara langsung.” Mia menjawab dengan antusias, “Oya, tuan juga berpesan kalau beliau akan segera masuk dalam waktu tiga puluh menit, dan meminta Anda menunggu di ruang kerja beliau.”Mario mengangguk, ia segera melihat arlojinya. “Sepertinya sekarang sudah waktunya.” Lelaki itu ber