Nyonya Victoria menatap benda yang digenggam kepala pelayannya itu. “Cincin ...?” Wanita itu bergumam sambil mengamati cicin bermatakan berlian itu, “sepertinya ini cincin Elena.”
“Benar, Nyonya. Itu cincin pernikahan Elena dengan tuan muda.” Carmen menjawab dengan suara yang rendah.
“Bagaimana bisa ada padamu?” tanya Nyonya Victoria heran.
Dengan cepat, Carmen pun menceritakan bagaimana ia menemukan cincin itu.
Bermula saat ia kembali ke kamar Elena untuk menyeretnya ke dapur, karena telah lama ditunggu-tunggu namun perempuan itu tidak juga datang, Carmen berpikir Elena sedang tidur, karenanya ia segera masuk ke dalam kamar yang tidak dikunci itu. Ternyata wanita itu tidak menemui siapa-siapa.
Carmen mencari Elena ke setiap sudut kamar, namun tetap tidak menemukannya, dan tanpa sengaja ia melihat cincin itu tergeletak di meja rias Elena.
“Hmm, sepertinya Elena pergi.” Nyonya Victoria menghela napas lalu menoleh pada putranya yang mulai mabuk.
“Benar, Nyonya. Dan dia tidak membawa apapun.”
“Carmen, cepat bawa tuan muda ke kamar, sebelum dia nyerocos yang nggak jelas.” Nyonya Victoria menjadi khawatir melihat putranya yang sudah mabuk berat.
Raul merangkul Beatriz yang dikiranya adalah Elena. “Sudahlah Elena, lupakan semuanya, sekarang mari kita minum.”
“Aku Beatriz, Raul. Sejak kapan namaku berubah jadi Elena?!” Beatriz protes dengan wajah kesal.
“Maaf Nona Beatriz, tuan muda sudah sangat mabuk, biar kami bawa ke kamar untuk beristirahat.”
Carmen memerintahkan dua orang pelayan laki-laki untuk memapah Raul ke kamarnya. Terdengar ocehan yang tidak jelas dari mulut Raul.
“Tante, Elena itu siapa?” Beatriz mendekati nyonya Victoria. Wanita itu sedikit terkejut, namun kemudian ia tersenyum.
“Bukan siapa-siapa,” jawab nyonya Victoria ramah, “oya Beatriz, sudah larut malam, kamu juga harus beristirahat.” Nyonya Victoria segera memerintahkan Carmen untuk mengantarkan Beatriz ke kamar tamu.
Nyonya victoria segera ke kamar putranya untuk melihat sendiri apa yang dilaporkan Carmen. Raul sudah tertidur pulas, ia memeriksa lemari dan barang-barang Elena, semua masih utuh. Wanita itu tertegun, Elena pergi tanpa membawa apa pun? Kemana dia pergi malam-malam begini?
Namun kemudian, wanita itu segera menepis sedikit kekhawatiran yang sempat timbul, Elena bukan anak kecil lagi, dia bisa pergi kemanapun yang dia mau.
Nyonya Victoria melihat putranya yang tergeletak di atas tempat tidur, ia merapihkan selimut putra semata wayangnya itu. Namun tiba-tiba Raul menarik tangannya.
“Elena ...”
Nyonya Victoria tertegun, mata Raul terpejam, namun ia terus memanggil-manggil nama Elena.
“Buat apa lagi kamu memanggil-manggil Elena, Raul, dia sudah pergi. Sudahlah, lupakan semua tentang perempuan itu.” Nyonya Victoria melepaskan tangan Raul dan segera meninggalkan kamar putranya.
---
Di tempat lain, di sebuah kamar besar yang elegan, Elena yang semula berniat sekedar merebahkan diri, tertidur pulas di atas kasur empuk dan nyaman. Ia tak sempat lagi menyentuh makan malam yang telah disiapkan Mia di meja, bahkan tak sempat pula untuk membersihkan diri. Wanita itu sudah sangat letih, berjalan teramat jauh dengan membawa beban dan luka yang menyayat di hati.
Perlahan Elena membuka matanya ketika pintu kamar itu di buka, seorang wanita paruh baya tersenyum dan menyapanya.
“Buenos días, Elena. Kamu tidur nyenyak sekali.” Mia menyapa Elena dengan hangat. Elena tertegun namun bagai tersentak ia segera bangun dan duduk di tepi tempat tidur.
“Oh, Mia. Maaf aku ketiduran.” Elena merasa tidak enak hati dengan pelayan wanita yang baik itu.
“Semalam ketika aku kembali membawa makanan, kamu sudah tertidur pulas, nampaknya kamu sangat letih, aku tidak tega membangunkanmu, jadi makananya aku letakan di meja. Tapi sepertinya, kamu baru terbangun pagi ini.”
“Oh, iya. Semalam aku sangat lelah, semula cuma mau meluruskan tubuh, tapi malah tertidur lelap. Dan ternyata sekarang sudah pagi.”
“Tidak apa-apa, sekarang kamu mandi supaya segar, setelah itu sarapan. Nanti, akan ada perias yang akan mendandanimu untuk upacara pernikahan nanti siang.”
Elena tertegun mendengar ucapan Mia. Pernikahan? Ia kembali teringat akan pria misterius yang menawarkan pernikahan padanya tadi malam.
Baru saja Elena akan bertanya pada Mia, namun tiba-tiba pintu diketuk. Dua orang pelayan wanita dan satu orang pelayan pria datang. Satu orang pelayan membawa makanan dan menatanya di meja, pelayan yang lainnya membawa tumpukan pakaian dan menatanya di lemari, sedangkan pelayan pria berbicara dengan Mia.
Pelayan pria itu diutus oleh Mario untuk meminta dokumen pribadi Elena untuk pencatatan pernikahan, Elena segera mengambil tasnya dan menyerahkan ID card dan dokumen pribadi miliknya pada Mia.
Setelah semua pelayan itu pergi, barulah Elena memberanikan diri untuk bertanya pada Mia mengenai tuannya. Semula Mia sedikit bingung, karena Elena tidak tahu nama lelaki yang akan menjadi suaminya, namun kemudian wanita paruh baya itu tersenyum, ia paham betul akan sifat aneh tuannya.
Mia menjelaskan bahwa lelaki yang akan dinikahi Elena adalah Diego Rodriguez, seorang pria yang baik dan bertangggung jawab.
Elena tertegun manakala Mia menanyakan asal usulnya, akhirnya Elena pun menceritakan semua tentang dirinya. Mia terkesima mendengar cerita Elena, ia segera merengkuh wanita muda yang malang itu ke pelukannya, Elena pun tak bisa lagi menahan kesedihan hatinya.
“Tenanglah Elena, kamu berada di tempat yang aman, sekarang. Percayalah padaku, kamu akan berubah menjadi lebih baik, di sini. Layani tuan dengan tulus dan penuh kasih, beliau hanya membutuhkan kasih sayangmu.”
Mia mengelus punggung Elena dengan kasih sayang seorang ibu, Elena pun merasa lebih tenang. Ia segera mandi dan berganti pakaian.
Di ruang pribadinya, Diego Rodriguez sedang berbicara dengan Mario, asisten kepercayaannya. Ia juga memeriksa data-data Elena yang diberikan Mario.
“Tuan, apa Anda yakin akan menikahi nona Elena?” tanya Mrio, kembali memastikan.
“Ya, Mario. Sudah kuputuskan, Elena orang yang tepat.” Diego menjawab dengan meyakinkan. Namun tidak demikian dengan Mario, ada beban yang terasa berat manakala ia menatap sang bos yang ada di hadapannya.
“Tapi, Tuan. Apa Anda yakin nona Elena akan mampu mempelajari semuanya dalam waktu satu bulan?”
Tampak sekali Mario masih ragu dan bingung dengan rencana tuannya itu, namun Diego tersenyum sebagai reaksi atas kebimbangan dari orang kepercayaannya itu.“Aku percaya, Elena pasti bisa. Asal kamu mau membimbingnya dengan sabar dan sungguh-sungguh.”Diego berkata dengan kesungguhan di wajahnya, ia juga menatap Mario dengan tatapan yang penuh keyakinan.“Baiklah, Tuan. Saya akan mengerahkan segenap kemampuan saya untuk menangani hal ini. Saya permisi, untuk segera mencatatkan pernikahan Anda dan nona Elena.”Diego mengangguk, Mario segera berbalik dan keluar dari ruangan sang bos. Hari itu kediaman Rodriguez cukup sibuk, Mia mengerahka para pelayan untuk bekerja ekstra. Sejak pagi-pagi buta kesibukan di kediaman mewah itu sudah terlihat, terutama sekali di bagian dapur. Beberapa pelayan yang biasanya mengerjakan bagian lain turut diperbantukan ke dapur.“Sebenarnya mau ada acara apa sih? Kok sibuk sekali, apa tuan akan mengadakan jamuan besar?” tanya Dona, salah seorang pelayan wanit
“Apa? Pesta? Apa maksudmu?” Wanita yang berada diujung telepon itu nampak terkejut, begitupun dengan Dona. Semula ia merasa senang, jika nyonya Emma Rodriguez kembali lagi ke kediaman ini, maka otomatis ia akan mendapatkan kekuasaan menggantikan Mia. Itulah yang dijanjikan nyonya Emma.“Ja-jadi, Anda tidak tahu, Nyonya?”“Justru aku tidak mengerti apa maksudmu, coba cerita yang jelas, Dona!” bentak wanita yang dipanggil nyonya Emma itu. Donna pun menceritakan semua yang didengar dan dilihatnya.“Oke Dona, dengar! Cepat cari informasi apa yang terjadi di sana, segera laporkan padaku, paham!”“Ba-baik Nyonya.”Setelah mematikan panggilan dengan Dona, Emma berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Informasi yang belum jelas itu cukup mengganggu pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi di kediaman Rodriguez? Si lumpuh itu mau mengadakan pesta? Pesta apa? Pesta kematiannya?“Diego-Diego. Sudah mau mati besok masih mikirin pesta.”Emma bergumam, ia nampak berpikir keras. “Lalu siapa yang d
Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu. Ia masuk ke tempat lain yang sepi dan menghubungi Emma.“Apa? Menikah? Jadi benar si lumpuh itu akan menikah?”“Be-benar Nyonya, pengantin wanitanya sangat cantik.”“Bodoh! Aku tidak peduli cantik atau tidak, tapi siapa perempuan yang dinikahi Diego.” Emma mendengus gusar.“Oh, namanya Elena, Nyonya. Mereka sedang bersiap untuk upacara pemberkatan.” Dona menjawab cepat.“Elena ... Hm, baiklah aku akan segera ke sana.”Usai memberikan laporan, Dona segera kembali ke tempat semula, namun barisan pelayan itu sudah bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing.“Kamu dari mana Dona? Jose mencarimu, kalau kamu sudah tidak sakit segera selesaikan pekerjaanmu.”“Kamu siapa memangnya ngatur-ngatur aku?” Dona menjawab ketus.“Aku bukan ngatur kamu, Dona. Tapi menyampaikan pesan Jose,” balas pelayan itu tak kalah ketus, keduanya bergegas ke ruangan dapur.Sementara itu, Elena telah tiba di area depan di mana Die
Seorang wanita melangkah mendekati Diego dan Elena. Ia mengenakan gaun malam seksi dan perhiasan mewah, berjalan dengan anggun layaknya wanita-wanita dari kalangan atas. Namun, wanita itu nampak angkuh dan arogan.Elena tertegun, siapa wanita yang sangat mendominasi itu? Elena memperhatikan dengan seksama, jika diperhatikan baik-baik, wanita itu sepertinya sangat mengenal Diego. Ia seperti sangat familiar dengan tempat itu.Diam-diam Elena melirik suaminya, Diego nampak acuh, riak wajahnya tak berubah sama sekali. Ia tetap duduk dengan tenang. Elena menghela napas, bagaimanapun ia adalah orang baru, ia belum tahu apa-apa tentang kehidupan suaminya. Jadi, ia hanya akan mengikuti dan menyimak apa pun yang terjadi.Sedangkan Diego, ia hanya melirik Mario, dan memberi kode padanya, sang asisten mengangguk perlahan. Ia paham betul, kalau mereka kedatangan tamu yang tak diundang.“Selamat, selamat atas pernikahan kalian!” Wanita itu berhenti tepat di depan pasangan pengantin, “sungguh sua
Diego menghela napas, ia memperhatikan langkah sang asisten yang menjauh. Elena terdiam di samping lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.“Tuan, Nyonya. Saatnya makan malam.” Mia berkata sopan mengingatkan Diego dan Elena.“Kamu mau makan, sayang?”Terdengar suara Diego sambil tersenyum menatap Elena.“Sebenarnya aku belum lapar, tapi bukankah kamu juga belum makan, Diego?” Elena balik bertanya.“Hahaha, kamu benar sayang. Sekarang saatnya menikmati hidangan spesial yang telah disiapkan Jose.”Elena mengangguk, ia pun berdiri mendorong kursi roda Diego mengikuti langkah Mia menuju bagian lain di mansion mewah itu. Tempat yang disiapkan itu khusus untuk makan malam pasangan pengantin, dengan aura yang sangat romantis dan magis.Warna putih klasik yang dipadu dengan warna gold mendominasi ruangan terbuka itu dengan dekorasi bunga-bunga segar dan lampu-lampu hias. Sebuah meja bulat telah di tata sedemikian rupa, tak ketinggalan empat buah
“Nyonya, saya sudah mendapatkan informasinya.”Dona masuk sambil membawa sebuah amplop lalu menyerahkannya pada Emma. Wanita itu segera membukanya, ternyata isi amplop itu adalah salinan data-data pribadi Elena.“Hmm, Ellena Torres ... Ternyata dia bukan berasal dari kota ini.” Emma bergumam sambil mengangguk-anggukan kepalanya, seulas senyum misterius tersungging di bibirnya.“Oh, memangnya nyonya Elena berasal dari mana, Nyonya?” tanya Dona penasaran, ia sendiri tidak sempat membuka amplop yang dikirimkan seseorang tadi.“Tidak penting juga untukmu. Kamu mau tahu apa yang penting?”“I-iya Nyonya pasti, yang penting itu apa ya Nyonya?”“Dengar baik-baik, Dona. Cari informasi kapan wanita itu datang ke kediaman ini, dan bagaimana dia bertemu Diego. Kamu paham?”“Pa-paham Nyonya. Ta-tapi ....”“Tapi apa?!” potong Emma. “Hmm, pasti kamu mau minta uang, kan?!”“Hehe, Nyonya tahu aja ....”“Dasar mata duitan!” Emma segera mengambil amplop dari tasnya, dan melemparkannya pada pelayan d
Elena dibesarkan di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh kebun anggur dan pertanian. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga seorang adik perempuan. Mereka hidup dari hasil mengelola perkebunan anggur yang merupakan komoditas utama wilayah itu.Namun begitu, Elena dan kedua adiknya tidak pernah hidup kekurangan meskipun belum dikategorikan mewah, namun semuanya serba mencukupi. Hal itu karena kedua orang tuanya cukup mampu mengelola keuangan dengan baik, Elena sendiri sempat mengenyam pendidikan tinggi.Sayangnya, semua itu harus berakhir ketika sebuah tragedi menimpa kedua orang tua Elena. Ayah dan ibu Elena mengalami kecelakaan maut sekembalinya mereka dari kota, usai menjual hasil kebun mereka.Elena sangat syock atas kejadian yang menimpa keluarganya, ia harus kehilangan kedua orang tuanya sekaligus. Kini ia hanya hidup berdua dengan adik perempuannya. Elena merasa sangat bingung, bagaimana ia akan membiayai hidupnya dan adiknya? Satu-satunya yang Elena miliki adalah keb
"Diego ..." panggil Elena Rilih. Diego tersentak dari lamunannya, ia menatap Elena sambil tersenyum.“Jadi keluarga Mendez ....”“Apa kamu mengenal keluarga Mendez, Diego?” tanya Elena bingung, karena sepertinya Diego tidak asing dengan mereka.“Aku mengenal semua keluarga seperti itu di kota ini, Elena. Jika kamu mau, aku bisa saja membantumu membalas dendam pada mereka.” Diego berkata dengan santai.“Ah, maksudnya bagaimana Diego? Jadi kamu mengenal mereka?”“Mengenal secara langsung sih tidak. Aku bahkan tidak pernah kontak langsung dengan orang-orang dari keluarga Mendez. Tapi aku pastikan padamu, aku bisa membuat mereka bangkrut. Dan itu tidak sulit bagiku.” Diego tersenyum ringan seolah tak ada beban, namun ada sirat berbahaya di kedua bola mata pria miliarder itu.“Oh, tidak, tidak Diego. Itu bukan ide yang baik. Dendam hanya akan membawa kehancuran di mana-mana.” Elena menggelang, “aku tidak ingin membalas dendam pada siapapun, aku hanya tidak ingin bertemu dengan mereka lagi.”