Elena tertegun, ia seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. “A-apa, Tuan?”
“Apa suaraku kurang jelas, Elena?”
“Baik, aku ulangi. Menikahlah denganku, Elena. Aku akan memberikanmu kehidupan yang lebih baik,” ucap pria itu lagi.
“Me-menikah...?” gumam Elena, ia benar-benar bingung. Bagaimana mungkin pria ini bisa mengajaknya menikah, sedangkan mereka baru saja bertemu, tidak mengenal satu sama lain? Nama pria ini saja, Elena tidak tahu. Sungguh pria yang aneh!
“Bagaimana, Elena?”
“Ta-tapi Tuan, kita baru saja bertemu, kita belum mengenal satu sama lain, bagaimana mungkin Anda langsung meminta saya menikah?”
“Apanya yang tidak mungkin, Elena? Jika sesuatu bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit?” Diego Rodriguez berkata dengan mantap.
“Tuan, bukankah pernikahan itu sesuatu yang sakral, bukan sesuatu yang bisa untuk bermain-main.”
Mendengar perkataan Elena, pria aneh itu tersenyum. “Kamu benar, Elena. Terus siapa yang sedang mengajakmu bermain-main? Aku menawarkan pernikahan yang sesungguhnya padamu, pernikahan yang sah di hadapan hukum.”
Elena kembali terdiam, permainan hidup macam apa lagi yang sedang mengahampirinya ini. Ia baru saja merasakan sakit hati karena hancurnya sebuah pernikahan yang telah ia jalani selama tiga tahun, lalu tiba-tiba sebuah pernikahan kembali ditawarkan padanya oleh orang yang sama sekali belum dikenalnya.
“Yang terpenting, kedua belah pihak bersedia dan tidak terikat pernikahan dengan pihak lain, itu saja cukup, Elena.”
Elena termangu mendengar ucapan Diego, sesederhana itu kah untuk menjalankan pernikahan? Dulu, ia dan Raul juga tidak sedang terikat pernikahan dengan pihak lain, dan mereka sama-sama bersedia meskipun bersedianya Raul karena paksaan sang nenek. Namun, pernikahan itu hanya tinggal puing-puing kini, yang menyisakan kepedihan di hatinya.
“Apakah kamu sedang terikat pernikahan dengan pria lain, Elena?”
Pertanyaan Diego mengejutkan Elena, wanita itu mengangkat wajahnya menatap pria yang duduk di atas kursi roda itu yang juga sedang menatapnya. Perlahan Elena menggeleng, namun kepedihan hatinya seakan terkorek kembali, yang membuat kedua matanya basah.
Hal itu tidak lepas dari pengamatan pria yang ada di hadapannya, tentu saja ia bisa meraba apa yang dialami wanita itu.
“Apa kamu baru saja bercerai, Elena?” tebak Diego. Elena mematung, namun entah mengapa air mata itu serasa sulit untuk ditahannya, melesat begitu saja dari kedua matanya.
Melihat hal itu, pria yang ada di hadapan Elena menghela napas, ia mengambil sapu tangan dari saku jaketnya dan menyerahkannya pada wanita yang berurai air mata itu.
“Hapuslah air matamu, Elena. Akhiri tangismu. Aku akan memberikan kehidupan yang lebih baik padamu, aku akan menjadikanmu wanita yang kuat, sehingga tidak akan ada lagi yang menyakitimu.”
Elena segera mengambil sapu tangan pria itu lalu menghapus air matanya, kata-kata Diego telah membangkitkan kembali semangat dan harapannya.
“Sekarang tersenyumlah, Elena.”
Elena menghela napas panjang, lalu mencoba untuk tersenyum.
“Bagus, itu lebih baik. Kamu mempunyai wajah yang cantik dan senyum yang menawan, jangan hiasi wajahmu dengan kesedihan.”
Mendengar pujian Diego, Elena pun tersipu. Perlahan ia merasakan kehangatan kembali menjalari hatinya, menggantikan kepedihan yang membekukan hati dan pikirannya.
“Baiklah, Elena. Malam sudah larut, sekarang mari kita pulang.”
Tanpa menunggu jawaban wanita di hadapannya, Diego langsung mengajak Elena ke rumahnya. Elena hanya bisa mengangguk, lalu berdiri dan mendorong kursi roda pria itu, ke arah rumah yang ditunjuknya.
Sepanjang perjalanan keduanya bercakap-cakap hal-hal yang ringan, Elena pun hanyut dalam percakapan itu hingga tanpa disadarinya, ia tersenyum bahkan tertawa kecil, seakan lupa dengan air mata yang tadi begitu deras mengaliri wajahnya.
Tidak berapa lama kemudian, mereka tiba di depan sebuah rumah mewah. Seorang pria dan dua orang wanita berseragam pelayan menyambut mereka.
Elena tertegun, pria asing itu ternyata bukan pria biasa. Rumah besar itu terlihat sangat mewah, bahkan lebih mewah dari kediaman Mendez.
“Nah sayang, kita sudah tiba.” Diego berkata pada Elena sambil tersenyum.
“Mario, besok siang aku dan Elena akan menikah, persiapkan segala sesuatunya.” Pria di atas kursi roda itu memberi perintah pada pria yang merupakan orang kepercayaannya.
“Baik, Tuan.” Pria yang dipanggil Mario itu pun menjawab hormat.
“Mia, layani Nyonya Elena dengan baik, siapkan segala keperluannya, besok siang harus sudah siap untuk pernikahan kami.” Kali ini, Diego memberi intruksi pada wanita paruh baya yang berdiri di samping Mario, ia adalah Mia, kepala pelayan di kediaman mewah itu.
“Baik, Tuan,” jawab Mia sambil menunduk, kemudian ia mendekati Elena, “Mari ikut saya, Nyonya.”
Elena tertegun, ia menoleh pada Diego yang duduk di atas kursi roda yang hingga saat ini belum ia ketahui siapa namanya. Diego tersenyum sambil mengangguk. Elena segera mengikuti Mia, dan meninggalkan pria yang baginya masih misterius.
Elena dibawa ke sebuah kamar yang cukup besar dengan perabotan serba lux, kamar ini tidak kalah dengan kamarnya di kediaman Mendez bersama Raul dulu, bahkan kamar ini terasa lebih nyaman.
“Nah Nyonya, ini kamar Anda. Nanti setelah menikah baru bisa masuk ke kamar utama. Anda bisa memilih nanti, tinggal di kamar utama atau tetap di sini.”
Elena tertegun mendengar penjelasan kepala pelayan itu. Kalau dilihat dari usianya, Mia seumuran dengan Carmen, namun Mia terlihat lebih ramah dan sopan.
“Gracias, Mia,” jawab Elena berterima kasih, “tapi, panggil Elena saja, ya.” Elena berkata sambil tersenyum, sesungguhnya ia masih canggung dengan panggilan nyonya.
“Maaf, saya tidak berani. Nanti tuan akan menegur saya,” jawab Mia.
“Tidak apa-apa, setidaknya saat kita berdua seperti ini kamu bisa panggil aku Elena, anggap aku temanmu atau putrimu.”
Mia tertegun, ia menatap Elena yang tersenyum ramah padanya. Kalau dilihat Elena memang seusia dengan putrinya.
“Baiklah Elena, silahkan kamu bersih-bersih diri dulu, aku akan menyiapkan makan malam untukmu.”
Mia segera meninggalkan Elena yang masih tertegun di tempatnya. Elena beranjak lalu duduk di tepi tempat tidur besar yang terlihat sangat nyaman, perlahan ia merebahkan tubuhnya yang memang terasa sangat letih.
Tatapannya menerawang ke atas langit-langit berwarna putih bersih itu, Elena tersenyum, apa yang sebenarnya terjadi dengan hidupnya ini? Ah, Gracias Dios, setidaknya malam ini ia tidak tidur di jalanan.
Sementara itu di kediaman Mendez, setelah memberikan surat cerai pada Elena, Raul segera kembali ke pesta bergabung dengan Beatriz dan yang lainnya. Pria itu minum-minum hingga mabuk. Sedangkan Carmen yang sudah menyadari kepergian Elena, segera melapor pada Nyonya Victoria.
“Apa kamu sudah mencarinya?” tanya Nyonya Victoria.
“Sudah Nyonya, saya sudah mengerahkan para pelayan mencarinya, tapi Elena tidak ditemukan.”
“Hm, Apa dia kabur? Apa kamu sudah memeriksa kamarnya? Apa pakaian atau barang-barangnya ada yang hilang?”
“Saya sudah memeriksanya, Nyonya. Semua barang-barang di kamar itu masih utuh, termasuk pakaian. Tapi, saya menemukan ini.”
Nyonya Victoria tertegun melihat benda di genggaman pelayannya itu. “Apa itu, Carmen?”
Nyonya Victoria menatap benda yang digenggam kepala pelayannya itu. “Cincin ...?” Wanita itu bergumam sambil mengamati cicin bermatakan berlian itu, “sepertinya ini cincin Elena.”“Benar, Nyonya. Itu cincin pernikahan Elena dengan tuan muda.” Carmen menjawab dengan suara yang rendah.“Bagaimana bisa ada padamu?” tanya Nyonya Victoria heran. Dengan cepat, Carmen pun menceritakan bagaimana ia menemukan cincin itu.Bermula saat ia kembali ke kamar Elena untuk menyeretnya ke dapur, karena telah lama ditunggu-tunggu namun perempuan itu tidak juga datang, Carmen berpikir Elena sedang tidur, karenanya ia segera masuk ke dalam kamar yang tidak dikunci itu. Ternyata wanita itu tidak menemui siapa-siapa.Carmen mencari Elena ke setiap sudut kamar, namun tetap tidak menemukannya, dan tanpa sengaja ia melihat cincin itu tergeletak di meja rias Elena.“Hmm, sepertinya Elena pergi.” Nyonya Victoria menghela napas lalu menoleh pada putranya yang mulai mabuk.“Benar, Nyonya. Dan dia tidak membawa ap
Tampak sekali Mario masih ragu dan bingung dengan rencana tuannya itu, namun Diego tersenyum sebagai reaksi atas kebimbangan dari orang kepercayaannya itu.“Aku percaya, Elena pasti bisa. Asal kamu mau membimbingnya dengan sabar dan sungguh-sungguh.”Diego berkata dengan kesungguhan di wajahnya, ia juga menatap Mario dengan tatapan yang penuh keyakinan.“Baiklah, Tuan. Saya akan mengerahkan segenap kemampuan saya untuk menangani hal ini. Saya permisi, untuk segera mencatatkan pernikahan Anda dan nona Elena.”Diego mengangguk, Mario segera berbalik dan keluar dari ruangan sang bos. Hari itu kediaman Rodriguez cukup sibuk, Mia mengerahka para pelayan untuk bekerja ekstra. Sejak pagi-pagi buta kesibukan di kediaman mewah itu sudah terlihat, terutama sekali di bagian dapur. Beberapa pelayan yang biasanya mengerjakan bagian lain turut diperbantukan ke dapur.“Sebenarnya mau ada acara apa sih? Kok sibuk sekali, apa tuan akan mengadakan jamuan besar?” tanya Dona, salah seorang pelayan wanit
“Apa? Pesta? Apa maksudmu?” Wanita yang berada diujung telepon itu nampak terkejut, begitupun dengan Dona. Semula ia merasa senang, jika nyonya Emma Rodriguez kembali lagi ke kediaman ini, maka otomatis ia akan mendapatkan kekuasaan menggantikan Mia. Itulah yang dijanjikan nyonya Emma.“Ja-jadi, Anda tidak tahu, Nyonya?”“Justru aku tidak mengerti apa maksudmu, coba cerita yang jelas, Dona!” bentak wanita yang dipanggil nyonya Emma itu. Donna pun menceritakan semua yang didengar dan dilihatnya.“Oke Dona, dengar! Cepat cari informasi apa yang terjadi di sana, segera laporkan padaku, paham!”“Ba-baik Nyonya.”Setelah mematikan panggilan dengan Dona, Emma berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Informasi yang belum jelas itu cukup mengganggu pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi di kediaman Rodriguez? Si lumpuh itu mau mengadakan pesta? Pesta apa? Pesta kematiannya?“Diego-Diego. Sudah mau mati besok masih mikirin pesta.”Emma bergumam, ia nampak berpikir keras. “Lalu siapa yang d
Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu. Ia masuk ke tempat lain yang sepi dan menghubungi Emma.“Apa? Menikah? Jadi benar si lumpuh itu akan menikah?”“Be-benar Nyonya, pengantin wanitanya sangat cantik.”“Bodoh! Aku tidak peduli cantik atau tidak, tapi siapa perempuan yang dinikahi Diego.” Emma mendengus gusar.“Oh, namanya Elena, Nyonya. Mereka sedang bersiap untuk upacara pemberkatan.” Dona menjawab cepat.“Elena ... Hm, baiklah aku akan segera ke sana.”Usai memberikan laporan, Dona segera kembali ke tempat semula, namun barisan pelayan itu sudah bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing.“Kamu dari mana Dona? Jose mencarimu, kalau kamu sudah tidak sakit segera selesaikan pekerjaanmu.”“Kamu siapa memangnya ngatur-ngatur aku?” Dona menjawab ketus.“Aku bukan ngatur kamu, Dona. Tapi menyampaikan pesan Jose,” balas pelayan itu tak kalah ketus, keduanya bergegas ke ruangan dapur.Sementara itu, Elena telah tiba di area depan di mana Die
Seorang wanita melangkah mendekati Diego dan Elena. Ia mengenakan gaun malam seksi dan perhiasan mewah, berjalan dengan anggun layaknya wanita-wanita dari kalangan atas. Namun, wanita itu nampak angkuh dan arogan.Elena tertegun, siapa wanita yang sangat mendominasi itu? Elena memperhatikan dengan seksama, jika diperhatikan baik-baik, wanita itu sepertinya sangat mengenal Diego. Ia seperti sangat familiar dengan tempat itu.Diam-diam Elena melirik suaminya, Diego nampak acuh, riak wajahnya tak berubah sama sekali. Ia tetap duduk dengan tenang. Elena menghela napas, bagaimanapun ia adalah orang baru, ia belum tahu apa-apa tentang kehidupan suaminya. Jadi, ia hanya akan mengikuti dan menyimak apa pun yang terjadi.Sedangkan Diego, ia hanya melirik Mario, dan memberi kode padanya, sang asisten mengangguk perlahan. Ia paham betul, kalau mereka kedatangan tamu yang tak diundang.“Selamat, selamat atas pernikahan kalian!” Wanita itu berhenti tepat di depan pasangan pengantin, “sungguh sua
Diego menghela napas, ia memperhatikan langkah sang asisten yang menjauh. Elena terdiam di samping lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.“Tuan, Nyonya. Saatnya makan malam.” Mia berkata sopan mengingatkan Diego dan Elena.“Kamu mau makan, sayang?”Terdengar suara Diego sambil tersenyum menatap Elena.“Sebenarnya aku belum lapar, tapi bukankah kamu juga belum makan, Diego?” Elena balik bertanya.“Hahaha, kamu benar sayang. Sekarang saatnya menikmati hidangan spesial yang telah disiapkan Jose.”Elena mengangguk, ia pun berdiri mendorong kursi roda Diego mengikuti langkah Mia menuju bagian lain di mansion mewah itu. Tempat yang disiapkan itu khusus untuk makan malam pasangan pengantin, dengan aura yang sangat romantis dan magis.Warna putih klasik yang dipadu dengan warna gold mendominasi ruangan terbuka itu dengan dekorasi bunga-bunga segar dan lampu-lampu hias. Sebuah meja bulat telah di tata sedemikian rupa, tak ketinggalan empat buah
“Nyonya, saya sudah mendapatkan informasinya.”Dona masuk sambil membawa sebuah amplop lalu menyerahkannya pada Emma. Wanita itu segera membukanya, ternyata isi amplop itu adalah salinan data-data pribadi Elena.“Hmm, Ellena Torres ... Ternyata dia bukan berasal dari kota ini.” Emma bergumam sambil mengangguk-anggukan kepalanya, seulas senyum misterius tersungging di bibirnya.“Oh, memangnya nyonya Elena berasal dari mana, Nyonya?” tanya Dona penasaran, ia sendiri tidak sempat membuka amplop yang dikirimkan seseorang tadi.“Tidak penting juga untukmu. Kamu mau tahu apa yang penting?”“I-iya Nyonya pasti, yang penting itu apa ya Nyonya?”“Dengar baik-baik, Dona. Cari informasi kapan wanita itu datang ke kediaman ini, dan bagaimana dia bertemu Diego. Kamu paham?”“Pa-paham Nyonya. Ta-tapi ....”“Tapi apa?!” potong Emma. “Hmm, pasti kamu mau minta uang, kan?!”“Hehe, Nyonya tahu aja ....”“Dasar mata duitan!” Emma segera mengambil amplop dari tasnya, dan melemparkannya pada pelayan d
Elena dibesarkan di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh kebun anggur dan pertanian. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga seorang adik perempuan. Mereka hidup dari hasil mengelola perkebunan anggur yang merupakan komoditas utama wilayah itu.Namun begitu, Elena dan kedua adiknya tidak pernah hidup kekurangan meskipun belum dikategorikan mewah, namun semuanya serba mencukupi. Hal itu karena kedua orang tuanya cukup mampu mengelola keuangan dengan baik, Elena sendiri sempat mengenyam pendidikan tinggi.Sayangnya, semua itu harus berakhir ketika sebuah tragedi menimpa kedua orang tua Elena. Ayah dan ibu Elena mengalami kecelakaan maut sekembalinya mereka dari kota, usai menjual hasil kebun mereka.Elena sangat syock atas kejadian yang menimpa keluarganya, ia harus kehilangan kedua orang tuanya sekaligus. Kini ia hanya hidup berdua dengan adik perempuannya. Elena merasa sangat bingung, bagaimana ia akan membiayai hidupnya dan adiknya? Satu-satunya yang Elena miliki adalah keb