Share

Bab 4. Tawaran Pernikahan

Elena tertegun, ia seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. “A-apa, Tuan?”

“Apa suaraku kurang jelas, Elena?” 

“Baik, aku ulangi. Menikahlah denganku, Elena. Aku akan memberikanmu kehidupan yang lebih baik,” ucap pria itu lagi.

“Me-menikah...?” gumam Elena, ia benar-benar bingung. Bagaimana mungkin pria ini bisa mengajaknya menikah, sedangkan mereka baru saja bertemu, tidak mengenal satu sama lain? Nama pria ini saja, Elena tidak tahu. Sungguh pria yang aneh!

“Bagaimana, Elena?”

“Ta-tapi Tuan, kita baru saja bertemu, kita belum mengenal satu sama lain, bagaimana mungkin Anda langsung meminta saya menikah?”

“Apanya yang tidak mungkin, Elena? Jika sesuatu bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit?” Diego Rodriguez berkata dengan mantap.

“Tuan, bukankah pernikahan itu sesuatu yang sakral, bukan sesuatu yang bisa untuk bermain-main.”

Mendengar perkataan Elena, pria aneh itu tersenyum. “Kamu benar, Elena. Terus siapa yang sedang mengajakmu bermain-main? Aku menawarkan pernikahan yang sesungguhnya padamu, pernikahan yang sah di hadapan hukum.”

Elena kembali terdiam, permainan hidup macam apa lagi yang sedang mengahampirinya ini. Ia baru saja merasakan sakit hati karena hancurnya sebuah pernikahan yang telah ia jalani selama tiga tahun, lalu tiba-tiba sebuah pernikahan kembali ditawarkan padanya oleh orang yang sama sekali belum dikenalnya.

“Yang terpenting, kedua belah pihak bersedia dan tidak terikat pernikahan dengan pihak lain, itu saja cukup, Elena.”

Elena termangu mendengar ucapan Diego, sesederhana itu kah untuk menjalankan pernikahan? Dulu, ia dan Raul juga tidak sedang terikat pernikahan dengan pihak lain, dan mereka sama-sama bersedia meskipun bersedianya Raul karena paksaan sang nenek. Namun, pernikahan itu hanya tinggal puing-puing kini, yang menyisakan kepedihan di hatinya.

“Apakah kamu sedang terikat pernikahan dengan pria lain, Elena?”

Pertanyaan Diego mengejutkan Elena, wanita itu mengangkat wajahnya menatap pria yang duduk di atas kursi roda itu yang juga sedang menatapnya. Perlahan Elena menggeleng, namun kepedihan hatinya seakan terkorek kembali, yang membuat kedua matanya basah.

Hal itu tidak lepas dari pengamatan pria yang ada di hadapannya, tentu saja ia bisa meraba apa yang dialami wanita itu.

“Apa kamu baru saja bercerai, Elena?” tebak Diego. Elena mematung, namun entah mengapa air mata itu serasa sulit untuk ditahannya, melesat begitu saja dari kedua matanya.

Melihat hal itu, pria yang ada di hadapan Elena menghela napas, ia mengambil sapu tangan dari saku jaketnya dan menyerahkannya pada wanita yang berurai air mata itu.

“Hapuslah air matamu, Elena. Akhiri tangismu. Aku akan memberikan kehidupan yang lebih baik padamu, aku akan menjadikanmu wanita yang kuat, sehingga tidak akan ada lagi yang menyakitimu.”

Elena segera mengambil sapu tangan pria itu lalu menghapus air matanya, kata-kata Diego telah membangkitkan kembali semangat dan harapannya.

“Sekarang tersenyumlah, Elena.”

Elena menghela napas panjang, lalu mencoba untuk tersenyum.

“Bagus, itu lebih baik. Kamu mempunyai wajah yang cantik dan senyum yang menawan, jangan hiasi wajahmu dengan kesedihan.”

Mendengar pujian Diego, Elena pun tersipu. Perlahan ia merasakan kehangatan kembali menjalari hatinya, menggantikan kepedihan yang membekukan hati dan pikirannya.

“Baiklah, Elena. Malam sudah larut, sekarang mari kita pulang.”

Tanpa menunggu jawaban wanita di hadapannya, Diego langsung mengajak Elena ke rumahnya. Elena hanya bisa mengangguk, lalu berdiri dan mendorong kursi roda pria itu, ke arah rumah yang ditunjuknya.

Sepanjang perjalanan keduanya bercakap-cakap hal-hal yang ringan, Elena pun hanyut dalam percakapan itu hingga tanpa disadarinya, ia tersenyum bahkan tertawa kecil, seakan lupa dengan air mata yang tadi begitu deras mengaliri wajahnya.

Tidak berapa lama kemudian, mereka tiba di depan sebuah rumah mewah. Seorang pria dan dua orang wanita berseragam pelayan menyambut mereka.

Elena tertegun, pria asing itu ternyata bukan pria biasa. Rumah besar itu terlihat sangat mewah, bahkan lebih mewah dari kediaman Mendez.

“Nah sayang, kita sudah tiba.”  Diego berkata pada Elena sambil tersenyum.

“Mario, besok siang aku dan Elena akan menikah, persiapkan segala sesuatunya.” Pria di atas kursi roda itu memberi perintah pada pria yang merupakan orang kepercayaannya.

“Baik, Tuan.” Pria yang dipanggil Mario itu pun menjawab hormat.

“Mia, layani Nyonya Elena dengan baik, siapkan segala keperluannya, besok siang harus sudah siap untuk pernikahan kami.” Kali ini, Diego memberi intruksi pada wanita paruh baya yang berdiri di samping Mario, ia adalah Mia, kepala pelayan di kediaman mewah itu.

“Baik, Tuan,” jawab Mia sambil menunduk,  kemudian ia mendekati Elena, “Mari ikut saya, Nyonya.”

Elena tertegun, ia menoleh pada Diego yang duduk di atas kursi roda yang hingga saat ini belum ia ketahui siapa namanya. Diego tersenyum sambil mengangguk. Elena segera mengikuti Mia, dan meninggalkan pria yang baginya masih misterius.

Elena dibawa ke sebuah kamar yang cukup besar dengan perabotan serba lux, kamar ini tidak kalah dengan kamarnya di kediaman Mendez bersama Raul dulu, bahkan kamar ini terasa lebih nyaman.

“Nah Nyonya, ini kamar Anda. Nanti setelah menikah baru bisa masuk ke kamar utama. Anda bisa memilih nanti, tinggal di kamar utama atau tetap di sini.”

Elena tertegun mendengar penjelasan kepala pelayan itu. Kalau dilihat dari usianya, Mia seumuran dengan Carmen, namun Mia terlihat lebih ramah dan sopan.

“Gracias, Mia,” jawab Elena berterima kasih, “tapi, panggil Elena saja, ya.” Elena berkata sambil tersenyum, sesungguhnya ia masih canggung dengan panggilan nyonya.

“Maaf, saya tidak berani. Nanti tuan akan menegur saya,” jawab Mia.

“Tidak apa-apa, setidaknya saat kita berdua seperti ini kamu bisa panggil aku Elena, anggap aku temanmu atau putrimu.”

Mia tertegun, ia menatap Elena yang tersenyum ramah padanya. Kalau dilihat Elena memang seusia dengan putrinya.

“Baiklah Elena, silahkan kamu bersih-bersih diri dulu, aku akan menyiapkan makan malam untukmu.”

Mia segera meninggalkan Elena yang masih tertegun di tempatnya. Elena beranjak lalu duduk di tepi tempat tidur besar yang terlihat sangat nyaman, perlahan ia merebahkan tubuhnya yang memang terasa sangat letih.

 Tatapannya menerawang ke atas langit-langit berwarna putih bersih itu, Elena tersenyum, apa yang sebenarnya terjadi dengan hidupnya ini? Ah, Gracias Dios, setidaknya malam ini ia tidak tidur di jalanan.

Sementara itu di kediaman Mendez, setelah memberikan surat cerai pada Elena, Raul segera kembali ke pesta bergabung dengan Beatriz dan yang lainnya. Pria itu minum-minum hingga mabuk. Sedangkan Carmen yang sudah menyadari kepergian Elena, segera melapor pada Nyonya Victoria.

“Apa kamu sudah mencarinya?” tanya Nyonya Victoria.

“Sudah Nyonya, saya sudah mengerahkan para pelayan mencarinya, tapi Elena tidak ditemukan.”

“Hm, Apa dia kabur? Apa kamu sudah memeriksa kamarnya? Apa pakaian atau barang-barangnya  ada yang hilang?”

“Saya sudah memeriksanya, Nyonya. Semua barang-barang di kamar itu masih utuh, termasuk pakaian. Tapi, saya menemukan ini.”

Nyonya Victoria tertegun melihat benda di genggaman pelayannya itu. “Apa itu, Carmen?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status