“Untuk apa kamu berdandan seperti itu, Elena?!”
Suara dingin Raul yang berdiri acuh tak acuh terdengar dari arah belakang. Pria berusia 30 tahun itu memiliki wajah tampan yang mampu menghipnotis setiap wanita. Namun sayang, wajah rupawan itu terlihat dingin. Seulas senyum pun tidak pernah terlukis di sana.
Setidaknya, itulah yang dirasakan Elena selama tiga tahun hidup bersama Raul.Keduanya memang terikat dalam sebuah pernikahan yang terjadi karena keterpaksaan.
Saat itu, Nyonya Besar Mendez yang merupakan nenek Raul bertemu dengan Elena yang bekerja di sebuah toko pakaian dan aksesoris. Seperti biasa, ia dengan sabar membantu dan melayani pelanggan. Tapi siapa sangka, sang nenek pun sangat menyukai Elena dan terobsesi untuk menikahkannya dengan sang cucu, Raul Mendez?
“Apa? Menikahi gadis pelayan toko yang terlihat kuno dan kampungan itu? Cantik sih cantik, tapi ... apa tidak ada wanita lain yang lebih berkelas?” ucap Raul kala itu.
Pria itu berkeras menolak. Dari mulai secara halus, hingga terang-terangan. Namun, sang nenek bergeming pada keputusannya.
Raul harus menikahi Elena!
Hal ini membuat Nyonya Victoria Mendez, ibu kandung Raul, turun tangan.
Nyonya Victoria berusaha membujuk dan meyakinkan ibu mertuanya kalau Elena tidak pantas menjadi istri Raul.
Namun, kuasa Nyonya Besar Mendez tak terbantahkan. Wanita tua itu bahkan langsung mengancam akan mencoret Raul sebagai ahli waris Mendez jika ia tidak mau menuruti keinginannya, menikahi Elena.
Sayangnya, Elena baru tahu semua itu saat sudah masuk sebagai menantu keluarga Mendez.
Ia harus menghadapi perlakuan dingin dan tidak peduli dari sang suami. Bukan hanya itu, perlakuan ibu mertua dan para pelayan pun memandang Elena sebelah mata, bahkan Elena harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, layaknya pembantu.
Perlakuan dingin mereka membuatnya ingin kabur, tetapi ia tak tega pada sang nenek yang sangat menyayanginya dan memperlakukan Elena seperti cucunya sendiri. Bahkan, Elena pun dididik bagaimana bersikap selayaknya wanita terhormat dari keluarga Mendez.
Jadi, Elena menjalani semuanya dengan tenang. Ia mengingat nasihat sang nenek untuk bersabar menghadapi Raul karena pada dasarnya pria itu memiliki hati yang baik.
Dan memang benar, Raul tidak pernah bersikap kasar kepada Elena meskipun sikapnya dingin dan acuh.
Elena sendiri telah jatuh cinta pada pria tampan itu, terutama setelah menghabiskan malam pertama dengannya.
“Raul ...” ucap Elena lembut. Tak lupa seulas senyum manis terukir menghiasi wajah cantiknya. “Bukankah hari ini ulang tahun mama?”
“Benar. Lalu, apa hubungannya denganmu? Dan siapa yang menyuruhmu berdandan seperti ini?!” tegas Raul.
Deg!
Kali ini, Elena terkesiap. Malam ini akan digelar pesta ulang tahun nyonya Victoria, ibu kandung Raul.
Sebagai istri Raul, bukankah hal yang wajar jika ia sedikit berhias untuk mendampingi nyonya Victoria, sebagai nyonya rumah yang akan menyambut para tamu?
Tetapi mengapa Raul terlihat tidak suka melihat Elena berdandan, padahal ia hanya berhias sekedarnya, tidak terlalu mencolok.
“Raul, aku ....”
Toktoktok!
Suara Elena menggantung di udara ketika pintu kamar tiba-tiba diketuk. Seorang wanita paruh baya dengan mengenakan seragam pelayan masuk.
Wanita itu memberi hormat lalu memberitahu Raul jika ia telah ditunggu di ruang pesta.
Raul pun segera berbalik meninggalkan Elena di sana.
"Kamu sedang apa di sini, Elena? Para tamu mulai berdatangan. Kita akan sangat sibuk malam ini. Jadi cepatlah bantu di dapur!" Kepala Pelayan di kediaman Mendez berucap sinis padanya dan segera melangkah meninggalkan Elena.
Namun kemudian, dia berhenti dan berbalik menatap Elena dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Hey Elena! Mengapa kamu berpenampilan seperti ini? Apa kamu pikir mereka akan menganggap dirimu sebagai nyonya rumah? Sebagai Nyonya Raul Mendez?" Kepala pelayan itu menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum mengejek.
"Apa yang salah? Aku adalah istri sah Raul," kilah Elena.
"Sudahlah, Elena. Cepatlah ke dapur seperti biasa dan layani para tamu!" perintah wanita itu sambil berjalan meninggalkan Elena yang termangu sendirian.
Elena hanya bisa menghela napas.
Ia segera melangkah menuju ruang utama. Ruangan itu semakin ramai; terdengar derai tawa para tamu yang hadir.
Mereka semuanya adalah anggota keluarga Mendez dan rekan-rekan Raul serta Nyonya Victoria.
Elena berdiri dan menyaksikan perayaan itu, tetapi tidak ada seorang pun yang menganggapnya.
Nyonya Victoria melirik ke arah Elena, tetapi wanita itu mengabaikannya. Ia segera mengalihkan perhatiannya kepada tamu-tamu lain.
"Selamat ulang tahun, Mamá. Semoga panjang umur." Elena tersenyum sambil mengucapkan selamat kepada ibu mertuanya, Nyonya Victoria hanya mengangguk pelan.
"Layani para tamu dengan baik, Elena!"
Sebagai sebuah perintah, nyonya Victoria berkata dengan pelan namun cukup jelas untuk didengar oleh telinga Elena.
Lagi, dia diperintahkan untuk melayani di sana.
Elena hanya bisa mengangguk.
Ia segera berbalik untuk kembali ke ruang dalam, namun pandangannya terhenti di salah satu sudut ruangan. Raul sedang mengobrol dengan seorang wanita yang masih kerabat jauh Nyonya Victoria.
Hanya saja, mereka berdua terlihat akrab dan hangat?
Elena sampai terperanjat melihat sikap suaminya. Raul bisa tersenyum dan tertawa dengan bebas dan santai, yang sangat kontras ketika berbicara dan berhadapan dengannya. Alih-alih tertawa, tersenyum pun tidak pernah. Kalaupun dia berbicara, hanya seperlunya saja dengan nada dan sikap yang dingin dan acuh.
Hati Elena seketika terasa nyeri....
"Elena, bawakan minuman-minuman ini untuk para tamu," perintah kepala pelayan sambil menyerahkan nampan berisi gelas-gelas minuman. Elena tak bisa menolak, ia hanya bisa menerima nampan itu.
Perlahan, Elena mengedarkan gelas-gelas itu kepada para tamu. Namun, pandangannya tidak pernah lepas dari Raul dan wanita yang bersamanya. Dan ketika hanya tersisa satu gelas di atas nampan, Elena berbalik untuk kembali.
Akan tetapi, wanita yang bersama Raul mendadak memanggilnya. "Pelayan! Berikan gelas itu!"
Elena kembali menghela napas dalam. Ia pun segera berbalik menghadap wanita cantik dengan dandanan dan perhiasan yang cukup mencolok itu lalu menyodorkan nampan kepadanya.
"Apakah kamu tidak ingin minum, Raul?"
Terdengar suara genit wanita itu sambil mengambil gelas dari atas nampan.
"Tidak, aku tidak haus. Kamu saja yang minum. Hati-hati minumnya ya, jangan sampai tersedak karena kamu gugup menatapku."
Raul menjawab sambil tersenyum pada wanita di depannya.
Mereka berdua tertawa dan bercanda tanpa menghiraukan Elena.
Elena mengepalkan tangannya melihat itu.
Segera dia berbalik, menahan hatinya yang sakit.
Sayangnya, terpaan gelombang besar yang bergejolak dan berkecamuk di dalam dadanya membuat Elena tidak fokus, sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan, tak ayal, Elena terjatuh.
"Argh!"
Spontan, Elena berteriak. Namun sebelum tubuhnya menyentuh lantai, dia merasakan sebuah tangan yang kuat menahannya.
Elena sedikit lega karena mengira itu adalah Raul. Akan tetapi, ia harus menelan kekecewaannya saat mendengar suara seseorang yang menopangnya.
"Anda baik-baik saja, Nona?" Seorang pria tersenyum sambil membantu Elena berdiri. "Ya, Tuan. Saya tidak apa-apa, terima kasih."
Elena mencoba tersenyum pada pria itu. Ia melirik ke arah Raul, yang juga melirik ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin.
Entah apa maksud tatapan itu, yang jelas Elena langsung menarik diri dan bergegas masuk ke dalam kediaman Mendez.
Diletakkannya nampan di atas meja dan berlari ke kamarnya.
Bahkan, teriakan kepala pelayan yang memanggil-manggilnya tak lagi ia hiraukan.
Elena langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur.
Air matanya tak terbendung lagi. Ia menangis tersedu-sedu.
Hatinya teramat perih karena selama ini dia telah bertahan dan melayani suaminya dengan sepenuh hati. Dia selalu berharap bahwa ketulusan dan pengabdiannya pada Raul dan keluarganya akan mampu menggerakkan hati pria itu. Tapi, sepertinya dia salah.
Kriet!
Terdengar suara pintu dibuka.
Elena masih terisak, tapi dia bisa mendengar langkah kaki mendekat. Ia mengenali langkah kaki Raul Mendez, pria yang telah bersamanya selama tiga tahun terakhir.
"Untuk apa kamu ada di sana, Elena? Pesta itu bukan untukmu!"Deg!
Elena terdiam. Kata-kata Raul terdengar sangat tajam menusuk hatinya.
Bagaimana bisa seorang suami dengan kejam mengucapkan kata-kata itu kepada istrinya?
Memang apa yang salah dengan kedatangannya dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada ibu mertuanya?
Ketika pertanyaan demi pertanyaan berputar-putar di kepala Elena, tiba-tiba ia mendengar suara dingin Raul lagi. "Elena, ada yang ingin aku sampaikan padamu."
Sambil berkata, Raul mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya dan menyerahkannya kepada Elena.
"A-apa ini, Raul?"
"Mari kita berpisah."
Elena menerima amplop itu dengan tangan sedikit gemetar. Ia tercekat membaca isi surat perceraiannya dengan Raul.“Raul, benarkah ini ...?” Elena menatap Raul, suaranya bergetar.“Benar Elena, sekarang semuanya sudah berakhir.” Setelah berkata demikian, Raul bergeming di tempatnya. Ia masih berdiri dengan angkuh dan menatap wanita yang telah tiga tahun dinikahinya itu dengan dingin.“Tapi Raul, apa salahku?”“Kamu tidak salah, dan tidak ada yang mesti dipersalahkan, Elena. Karena sejak awal, pernikahan kita adalah suatu kesalahan.”Terdengar helaan napas lelaki itu, perlahan ia duduk di sisi tempat tidur, di samping wanita yang matanya kembali menghangat, tergenang oleh kesedihan.“Tapi Raul, kita telah bersama selama tiga tahun, tidak adakah tempat di hatimu untukku? Apakah kamu akan melupakan begitu saja saat-saat manis yang telah kita lalui?”Raul terdiam, lelaki itu tak serta merta menjawab pertanyaan wanita di sampingnya, ia kembali menghela napas sebelum akhirnya bekata, “Maaf
Elena menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria yang duduk di atas kursi roda, tersenyum ramah padanya. Di bawah pantulan lampu kota yang terang, terlihat pantulan wajahnya yang tenang.Pria ini terlihat lebih dewasa dari Raul, namun jejak ketampanan masih terlihat dengan jelas di wajahnya yang tenang. Tatapan matanya tegas, namun terlihat teduh. Hanya melihat sekilas, orang akan merasakan aura keagungan pria ini, meskipun ia duduk di atas kursi roda.“Anda siapa, tuan?” tanya Elena bingung.Pria itu tersenyum dan mendorong kursi rodanya mendekati Elena.“Apakah nama itu sesuatu yang penting?” Balik bertanya, pria itu melempar pandangannya ke arah langit yang dipenuhi bintang. “Lihatlah bintang-bintang itu, apakah nama penting bagi mereka? Mereka akan tetap seperti itu, terlepas apa pun orang menamai mereka.”Tanpa sadar, Elena ikut melihat ke atas langit. Entah mengapa, ia merasakan sedikit tenang manakala menatap langit yang dipenuhi ribuan bintang, terlihat sangat damai.“Langit
Elena tertegun, ia seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. “A-apa, Tuan?”“Apa suaraku kurang jelas, Elena?” “Baik, aku ulangi. Menikahlah denganku, Elena. Aku akan memberikanmu kehidupan yang lebih baik,” ucap pria itu lagi.“Me-menikah...?” gumam Elena, ia benar-benar bingung. Bagaimana mungkin pria ini bisa mengajaknya menikah, sedangkan mereka baru saja bertemu, tidak mengenal satu sama lain? Nama pria ini saja, Elena tidak tahu. Sungguh pria yang aneh!“Bagaimana, Elena?”“Ta-tapi Tuan, kita baru saja bertemu, kita belum mengenal satu sama lain, bagaimana mungkin Anda langsung meminta saya menikah?”“Apanya yang tidak mungkin, Elena? Jika sesuatu bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit?” Diego Rodriguez berkata dengan mantap.“Tuan, bukankah pernikahan itu sesuatu yang sakral, bukan sesuatu yang bisa untuk bermain-main.”Mendengar perkataan Elena, pria aneh itu tersenyum. “Kamu benar, Elena. Terus siapa yang sedang mengajakmu bermain-main? Aku menawarkan pernikahan yan
Nyonya Victoria menatap benda yang digenggam kepala pelayannya itu. “Cincin ...?” Wanita itu bergumam sambil mengamati cicin bermatakan berlian itu, “sepertinya ini cincin Elena.”“Benar, Nyonya. Itu cincin pernikahan Elena dengan tuan muda.” Carmen menjawab dengan suara yang rendah.“Bagaimana bisa ada padamu?” tanya Nyonya Victoria heran. Dengan cepat, Carmen pun menceritakan bagaimana ia menemukan cincin itu.Bermula saat ia kembali ke kamar Elena untuk menyeretnya ke dapur, karena telah lama ditunggu-tunggu namun perempuan itu tidak juga datang, Carmen berpikir Elena sedang tidur, karenanya ia segera masuk ke dalam kamar yang tidak dikunci itu. Ternyata wanita itu tidak menemui siapa-siapa.Carmen mencari Elena ke setiap sudut kamar, namun tetap tidak menemukannya, dan tanpa sengaja ia melihat cincin itu tergeletak di meja rias Elena.“Hmm, sepertinya Elena pergi.” Nyonya Victoria menghela napas lalu menoleh pada putranya yang mulai mabuk.“Benar, Nyonya. Dan dia tidak membawa ap
Tampak sekali Mario masih ragu dan bingung dengan rencana tuannya itu, namun Diego tersenyum sebagai reaksi atas kebimbangan dari orang kepercayaannya itu.“Aku percaya, Elena pasti bisa. Asal kamu mau membimbingnya dengan sabar dan sungguh-sungguh.”Diego berkata dengan kesungguhan di wajahnya, ia juga menatap Mario dengan tatapan yang penuh keyakinan.“Baiklah, Tuan. Saya akan mengerahkan segenap kemampuan saya untuk menangani hal ini. Saya permisi, untuk segera mencatatkan pernikahan Anda dan nona Elena.”Diego mengangguk, Mario segera berbalik dan keluar dari ruangan sang bos. Hari itu kediaman Rodriguez cukup sibuk, Mia mengerahka para pelayan untuk bekerja ekstra. Sejak pagi-pagi buta kesibukan di kediaman mewah itu sudah terlihat, terutama sekali di bagian dapur. Beberapa pelayan yang biasanya mengerjakan bagian lain turut diperbantukan ke dapur.“Sebenarnya mau ada acara apa sih? Kok sibuk sekali, apa tuan akan mengadakan jamuan besar?” tanya Dona, salah seorang pelayan wanit
“Apa? Pesta? Apa maksudmu?” Wanita yang berada diujung telepon itu nampak terkejut, begitupun dengan Dona. Semula ia merasa senang, jika nyonya Emma Rodriguez kembali lagi ke kediaman ini, maka otomatis ia akan mendapatkan kekuasaan menggantikan Mia. Itulah yang dijanjikan nyonya Emma.“Ja-jadi, Anda tidak tahu, Nyonya?”“Justru aku tidak mengerti apa maksudmu, coba cerita yang jelas, Dona!” bentak wanita yang dipanggil nyonya Emma itu. Donna pun menceritakan semua yang didengar dan dilihatnya.“Oke Dona, dengar! Cepat cari informasi apa yang terjadi di sana, segera laporkan padaku, paham!”“Ba-baik Nyonya.”Setelah mematikan panggilan dengan Dona, Emma berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Informasi yang belum jelas itu cukup mengganggu pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi di kediaman Rodriguez? Si lumpuh itu mau mengadakan pesta? Pesta apa? Pesta kematiannya?“Diego-Diego. Sudah mau mati besok masih mikirin pesta.”Emma bergumam, ia nampak berpikir keras. “Lalu siapa yang d
Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu. Ia masuk ke tempat lain yang sepi dan menghubungi Emma.“Apa? Menikah? Jadi benar si lumpuh itu akan menikah?”“Be-benar Nyonya, pengantin wanitanya sangat cantik.”“Bodoh! Aku tidak peduli cantik atau tidak, tapi siapa perempuan yang dinikahi Diego.” Emma mendengus gusar.“Oh, namanya Elena, Nyonya. Mereka sedang bersiap untuk upacara pemberkatan.” Dona menjawab cepat.“Elena ... Hm, baiklah aku akan segera ke sana.”Usai memberikan laporan, Dona segera kembali ke tempat semula, namun barisan pelayan itu sudah bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing.“Kamu dari mana Dona? Jose mencarimu, kalau kamu sudah tidak sakit segera selesaikan pekerjaanmu.”“Kamu siapa memangnya ngatur-ngatur aku?” Dona menjawab ketus.“Aku bukan ngatur kamu, Dona. Tapi menyampaikan pesan Jose,” balas pelayan itu tak kalah ketus, keduanya bergegas ke ruangan dapur.Sementara itu, Elena telah tiba di area depan di mana Die
Seorang wanita melangkah mendekati Diego dan Elena. Ia mengenakan gaun malam seksi dan perhiasan mewah, berjalan dengan anggun layaknya wanita-wanita dari kalangan atas. Namun, wanita itu nampak angkuh dan arogan.Elena tertegun, siapa wanita yang sangat mendominasi itu? Elena memperhatikan dengan seksama, jika diperhatikan baik-baik, wanita itu sepertinya sangat mengenal Diego. Ia seperti sangat familiar dengan tempat itu.Diam-diam Elena melirik suaminya, Diego nampak acuh, riak wajahnya tak berubah sama sekali. Ia tetap duduk dengan tenang. Elena menghela napas, bagaimanapun ia adalah orang baru, ia belum tahu apa-apa tentang kehidupan suaminya. Jadi, ia hanya akan mengikuti dan menyimak apa pun yang terjadi.Sedangkan Diego, ia hanya melirik Mario, dan memberi kode padanya, sang asisten mengangguk perlahan. Ia paham betul, kalau mereka kedatangan tamu yang tak diundang.“Selamat, selamat atas pernikahan kalian!” Wanita itu berhenti tepat di depan pasangan pengantin, “sungguh sua
Sepasang mata diam-diam merekam gerak gerik Raul. Orang itu segera melangkah masuk ke dalam sebuah mobil yang di parkir agak jauh dari kediaman Rodriguez.“Halo nyonya, saya melihat tuan Mendez ke luar dari kediaman Rodriguez, wajahnya terlihat sangat muram, langkahnya juga kelihatan gontai.”“Bagus, obatku sudah mulai bekerja. Kamu awasi terus kediaman Rodriguez, awasi semua gerak-gerik tuan Mendez dan nyonya Rodriguez, lalu laporkan padaku.”“Siap nyonya.”Sementara itu, Elena duduk termangu sambil memeluk putranya, bayi itu mulai merengek, namun Elena tidak menyadarinya, pikirannya seolah tidak berada pada raganya. Mia yang baru masuk menggelengkan kepalanya, tidak salah lagi, Elena pasti menyimpan masalah yang sangat mengganggu pikirannya, sehingga tangisan putranya pun tidak disadarinya.Mia segera meletakan nampan makanan dan minuman yang dibawanya di atas meja, ia segera duduk di samping Elena. “Elena…” panggil Mia sambil menepuk bahu Elena pelan. Tepukan pelan itu pun menyada
“Oh, Apa, ini?” Elena terbelalak, spontan dia menutup mulutnya, ia membuka satu per satu foto-foto yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenalnya. Elena menggeleng-gelengkan kepalanya, tubuhnya seketika bergetar. “Tidak… Tidak mungkin….” Elena berusaha menepis semua itu, namun foto-foto itu sangat jelas. Seketika air mata menyergap kedua netranya, ia merasakan sakit tak tertahankan. Baru saja dia akan membuka diri, namun dihantam kenyataan menyakitkan seperti ini.Elena tidak bisa lagi untuk berpikir jernih, keyakinannya benar-benar goyah. Seketika tubuhnya lemas, ia jatuh terduduk di sisi tempat tidur.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan Elena, ia segera menghapus air matanya dan mempersilahkan Mia untuk masuk.“Apa Juan sudah bangun, Mia?” tanya Elena berusaha untuk bersikap wajar, namun Mia yang sudah menganggap Elena seperti putrinya sendiri bisa melihat sesuatu yang lain pada suara Elena terlebih wajah wanita itu.“Sudah Elena, sedang main dengan tuan Mendez,” Mia me
Bab 144“Apa maksudmu, Beatriz?” desak Emma bingung, ia menatap Beatriz dengan tajam dan kesal, wanita di hadapannya ini sudah membuatnya rugi karena tidak becus menjalankan misi.“Tadi Anda sudah menampar saya nyonya, dan mengatakan kalau saya bodoh serta memaki-maki saya.” Beatriz merespon acuh sambil memainkan ponselnya.“Lalu?” Emma berusaha menekan suaranya, padahal ia merasa sangat kesal dengan Beatriz.“Tentu saja saya tidak akan memberikan foto-foto ini begitu saja, nyonya.” Beatriz menyeringai penuh arti. Sedangkan Emma menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tahu persis apa yang diinginkan Beatriz.Emma segera mengambil tasnya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dan melemparkannya pada Beatriz. “Itu kan yang kamu mau? Sudah, sekarang berikan foto-foto itu, dan kamu bebas berbelanja sepuasmu.”Wajah Beatriz berbinar-binar mendengar kata belanja, dia memang sudah lama tidak bersenang-senang. Namun ia harus pergi jauh dari kota itu agar tidak ditangkap orang-oran
“Tuan, saya menemukan sesuatu di sini,” ujar Julio sambil menunjukan sebuah camera kepada Raul.“Apa itu, Julio?” tanya Raul sambil memperhatikan sebuah kamera yang dipegang asistennya, “Kamera? Apa itu kamera si pelaku?”“Benar, tuan. Saya berhasil merebut kamera si fotografer, namun dia berhasil kabur karena fokus kami adalah menyelamatkan Anda.”Julio segera menyerahkan kamera itu pada Raul, “Sepertinya mereka biasa mengambil foto-foto tidak senonoh, mungkin untuk diperjual belikan,” imbuhnya.Raul segera memeriksa foto-foto yang tersimpan di kamera itu, yang sebagian besar adalah foto-foto vulgar. Sudah bisa ditebak, fotografer itu adalah spesialisasi pengambil gambar-gambar porno.“Fokus pada scene terakhir, mereka belum banyak mengambil gambar tuan, baru ada beberapa gambar, dan di sana Anda bisa melihat sosok yang tadi Anda tanyakan. Sayangnya… Saya sangat panik melihat kondisi tuan sehingga tidak sempat menggeledah tempat itu. Padahal, perempuan itu bersembunyi di sana.”Julio
“Raul, bangun Raul…” panggil Elena pelan, “jangan membuat aku takut….”Suara Elena begitu lirih, nyaris tak terdengar. Air matanya mengalir tak terbendung, ia menempelkan kepalanya di atas dahi Raul, dan tanpa di sadarinya, air mata itu membasahi wajah Raul.Perlahan, bulu mata lelaki itu bergetar. Ia mendengar jelas isakan lirih di telinganya, dan juga merasakan wajahnya basah. Elena masih belum menyadari jika Raul telah sadar, hingga terdengar suara lelaki itu memanggilnya.“Elena…” panggil Raul dengan suara yang lemah. Elena segera mengangkat wajahnya dan menatap Raul.“Kamu sudah bangun, Raul.” Elena berkata sambil tersenyum.Raul menatap wajah cantik yang basah dengan air mata itu, perlahan ia mengangkat tangannya lalu menghapus sisa-sisa air mata di wajah Elena.“Jangan menangis, sayang. Aku sudah bersumpah tidak akan pernah meninggalkan kamu dan Juan.”“Apa yang sebenarnya terjadi, Raul. Kata Julio kamu dibius.”Raul menghela napas, ia menatap langit-langit kamar, dan berusaha
Dua orang pria memapah Raul yang sudah tidak sadarkan diri ke sebuah kamar, Raul di letakan di atas tempat tidur, seorang wanita sudah menunggu dengan senyum mengembang, di sampingnya berdiri pria lainnya dengan kamera menggantung di lehernya.“Kalian boleh ke luar,” perintah wanita itu. Kedua lelaki yang tadi membawa Raul pun meninggalkan kamar itu.Wanita berpakaian seksi itu mendekati Raul, perlahan ia duduk di sisi tempat tidur, mengusap wajah tampan yang tidak berdaya itu, lalu menciumnya.“Raul, akhirnya kamu jatuh ke pelukanku lagi… Sayang kali ini kamu tidak ingat apa-apa.” Beatriz memeluk tubuh Raul, “Kamu gak tahu Raul, aku sangat merindukanmu.”Perempuan itu terus menciumi Raul, namun sang fotografer menyadarkannya. “Nona, bisa dimulai sekarang?”Beatriz menghela napas, ia mengangguk, lalu mulai melepas jas Raul, kemudian perlahan-lahan membuka kancing kemejanya. Beatriz tertegun, ia menelan ludah melihat dada atletis pria di hadapannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia me
"Klien, baru?" tanya nyonya Victoria menimpali, Raul hanya mengangguk.“Kenapa malam-malam begini?”“Sebenarnya dari tadi sore, aku sudah minta Julio membatalkan pertemuan hari ini, tapi kata Julio ternyata mereka masih menunggu.” Raul menjelaskan sambil memeluk ibunya, “ya sudah mama sekarang tidur, ya. Aku juga mau istirahat.”Raul mencium pipi ibunya, lalu ibu dan anak itu pun masuk ke kamar masing-masing.Keesokan harinya, Raul beraktifitas seperti biasa. Sebelum ke kantor, ia singgah ke kediaman Rodriguez untuk melihat bayi kecilnya dan juga Elena tentunya. Bagi Raul keduanya sangat penting.“Buenos días Raul,” sapa Elena masuk ke ruang bayi, Raul sedang asik bercengkrama dengan Juan.“Buenos días, cariño.” Raul membalas dengan mesra, ia tersenyum manis yang membuat wajah tampannya semakin mempesona.“Ck, bisa gak sih nggak pake embel-embel sayang, lebay sekali.” Elena menggerutu sendiri, namun Raul terkekeh mendengarnya.“Sayang, mama puya-puya tuh…” goda Raul sambil berbicara d
“Oh, lalu apa yang harus saya lakukan, nyonya?” tanya perempuan itu merasa gugup, bagaimanapun dia tahu, Raul Mendez bukanlah pria yang mudah dihadapi. Meskipun dia sangat menginginkan lelaki tampan itu, dan tergila-gila padanya, namun sedapat mungkin dia ingin berlari menjauhinya, karena dia tidak ingin lagi berurusan dengan lelaki yang tak mengenal ampun padanya.“Hmm, kamu harus mendekati tuan Mendez lagi, rayu dia, bila perlu tidur dengannya, buat dia melupakan perempuan kampung itu. Aku akan memberikanmu bayaran yang tinggi.” Emma berkata sambil menghisap rokok dan mengepulkan asapnya.“Tidak, nyonya. Itu sulit dan tidak mungkin. Raul sangat membenci saya, rayuan apapun tidak akan mempan buatnya.”“Bodoh! Kalau cara biasa tidak bisa, pakai cara licik sedikit.” Emma mendengus kesal, kenapa perempuan-perempuan itu bodoh semua, sebelumnya Clara, sekarang Beatriz.“Nyonya, saya pernah memakai cara licik itu dulu, tapi Raul sangat marah, bukan hanya membalas saya dengan perlakuan yang
“Raul Mendez, semua ini gara-gara dia. Aku harus membuat perhitungan dengan lelaki itu!” Suara Emma bergetar menahan amarah, wajahnya merah padam. Ia mencengkram gelas dengan kuat sebelum meneguk isinya.“Lalu apa yang harus kita lakaukan, Emma?” tanya Clara sambil terisak.“Diamlah, Clara! Kenapa kamu terus menangis,” bentak Emma geram.“Kamu tidak akan mengerti, Emma. Karena kamu tidak pernah menjadi seorang ibu, kamu tidak akan pernah tahu bagaimana sedihnya berpisah dengan putranya sendiri.”“Ya, aku memang belum pernah jadi seorang ibu, lalu dengan tangisanmu itu, apa anakmu akan kembali?” sungut Emma kesal. “Pergi saja sana ke Paris, anakmu ada di sana!”“Bagaimana mungkin pergi ke sana? Aku sekarang sedang diburu polisi. Baru sampai bandara atau statsiun kereta saja pasti akan diringkus,” bantah Clara kesal. Ia menjadi menyesal karena mengikuti skenario Emma.“Ya makanya diam, bantu aku berpikir untuk membalas Elena dan Raul.”“Memangnya dengan kamu membalas dendam, masalahny