“Untuk apa kamu berdandan seperti itu, Elena?!”
Suara dingin Raul yang berdiri acuh tak acuh terdengar dari arah belakang. Pria berusia 30 tahun itu memiliki wajah tampan yang mampu menghipnotis setiap wanita. Namun sayang, wajah rupawan itu terlihat dingin. Seulas senyum pun tidak pernah terlukis di sana.
Setidaknya, itulah yang dirasakan Elena selama tiga tahun hidup bersama Raul.Keduanya memang terikat dalam sebuah pernikahan yang terjadi karena keterpaksaan.
Saat itu, Nyonya Besar Mendez yang merupakan nenek Raul bertemu dengan Elena yang bekerja di sebuah toko pakaian dan aksesoris. Seperti biasa, ia dengan sabar membantu dan melayani pelanggan. Tapi siapa sangka, sang nenek pun sangat menyukai Elena dan terobsesi untuk menikahkannya dengan sang cucu, Raul Mendez?
“Apa? Menikahi gadis pelayan toko yang terlihat kuno dan kampungan itu? Cantik sih cantik, tapi ... apa tidak ada wanita lain yang lebih berkelas?” ucap Raul kala itu.
Pria itu berkeras menolak. Dari mulai secara halus, hingga terang-terangan. Namun, sang nenek bergeming pada keputusannya.
Raul harus menikahi Elena!
Hal ini membuat Nyonya Victoria Mendez, ibu kandung Raul, turun tangan.
Nyonya Victoria berusaha membujuk dan meyakinkan ibu mertuanya kalau Elena tidak pantas menjadi istri Raul.
Namun, kuasa Nyonya Besar Mendez tak terbantahkan. Wanita tua itu bahkan langsung mengancam akan mencoret Raul sebagai ahli waris Mendez jika ia tidak mau menuruti keinginannya, menikahi Elena.
Sayangnya, Elena baru tahu semua itu saat sudah masuk sebagai menantu keluarga Mendez.
Ia harus menghadapi perlakuan dingin dan tidak peduli dari sang suami. Bukan hanya itu, perlakuan ibu mertua dan para pelayan pun memandang Elena sebelah mata, bahkan Elena harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, layaknya pembantu.
Perlakuan dingin mereka membuatnya ingin kabur, tetapi ia tak tega pada sang nenek yang sangat menyayanginya dan memperlakukan Elena seperti cucunya sendiri. Bahkan, Elena pun dididik bagaimana bersikap selayaknya wanita terhormat dari keluarga Mendez.
Jadi, Elena menjalani semuanya dengan tenang. Ia mengingat nasihat sang nenek untuk bersabar menghadapi Raul karena pada dasarnya pria itu memiliki hati yang baik.
Dan memang benar, Raul tidak pernah bersikap kasar kepada Elena meskipun sikapnya dingin dan acuh.
Elena sendiri telah jatuh cinta pada pria tampan itu, terutama setelah menghabiskan malam pertama dengannya.
“Raul ...” ucap Elena lembut. Tak lupa seulas senyum manis terukir menghiasi wajah cantiknya. “Bukankah hari ini ulang tahun mama?”
“Benar. Lalu, apa hubungannya denganmu? Dan siapa yang menyuruhmu berdandan seperti ini?!” tegas Raul.
Deg!
Kali ini, Elena terkesiap. Malam ini akan digelar pesta ulang tahun nyonya Victoria, ibu kandung Raul.
Sebagai istri Raul, bukankah hal yang wajar jika ia sedikit berhias untuk mendampingi nyonya Victoria, sebagai nyonya rumah yang akan menyambut para tamu?
Tetapi mengapa Raul terlihat tidak suka melihat Elena berdandan, padahal ia hanya berhias sekedarnya, tidak terlalu mencolok.
“Raul, aku ....”
Toktoktok!
Suara Elena menggantung di udara ketika pintu kamar tiba-tiba diketuk. Seorang wanita paruh baya dengan mengenakan seragam pelayan masuk.
Wanita itu memberi hormat lalu memberitahu Raul jika ia telah ditunggu di ruang pesta.
Raul pun segera berbalik meninggalkan Elena di sana.
"Kamu sedang apa di sini, Elena? Para tamu mulai berdatangan. Kita akan sangat sibuk malam ini. Jadi cepatlah bantu di dapur!" Kepala Pelayan di kediaman Mendez berucap sinis padanya dan segera melangkah meninggalkan Elena.
Namun kemudian, dia berhenti dan berbalik menatap Elena dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Hey Elena! Mengapa kamu berpenampilan seperti ini? Apa kamu pikir mereka akan menganggap dirimu sebagai nyonya rumah? Sebagai Nyonya Raul Mendez?" Kepala pelayan itu menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum mengejek.
"Apa yang salah? Aku adalah istri sah Raul," kilah Elena.
"Sudahlah, Elena. Cepatlah ke dapur seperti biasa dan layani para tamu!" perintah wanita itu sambil berjalan meninggalkan Elena yang termangu sendirian.
Elena hanya bisa menghela napas.
Ia segera melangkah menuju ruang utama. Ruangan itu semakin ramai; terdengar derai tawa para tamu yang hadir.
Mereka semuanya adalah anggota keluarga Mendez dan rekan-rekan Raul serta Nyonya Victoria.
Elena berdiri dan menyaksikan perayaan itu, tetapi tidak ada seorang pun yang menganggapnya.
Nyonya Victoria melirik ke arah Elena, tetapi wanita itu mengabaikannya. Ia segera mengalihkan perhatiannya kepada tamu-tamu lain.
"Selamat ulang tahun, Mamá. Semoga panjang umur." Elena tersenyum sambil mengucapkan selamat kepada ibu mertuanya, Nyonya Victoria hanya mengangguk pelan.
"Layani para tamu dengan baik, Elena!"
Sebagai sebuah perintah, nyonya Victoria berkata dengan pelan namun cukup jelas untuk didengar oleh telinga Elena.
Lagi, dia diperintahkan untuk melayani di sana.
Elena hanya bisa mengangguk.
Ia segera berbalik untuk kembali ke ruang dalam, namun pandangannya terhenti di salah satu sudut ruangan. Raul sedang mengobrol dengan seorang wanita yang masih kerabat jauh Nyonya Victoria.
Hanya saja, mereka berdua terlihat akrab dan hangat?
Elena sampai terperanjat melihat sikap suaminya. Raul bisa tersenyum dan tertawa dengan bebas dan santai, yang sangat kontras ketika berbicara dan berhadapan dengannya. Alih-alih tertawa, tersenyum pun tidak pernah. Kalaupun dia berbicara, hanya seperlunya saja dengan nada dan sikap yang dingin dan acuh.
Hati Elena seketika terasa nyeri....
"Elena, bawakan minuman-minuman ini untuk para tamu," perintah kepala pelayan sambil menyerahkan nampan berisi gelas-gelas minuman. Elena tak bisa menolak, ia hanya bisa menerima nampan itu.
Perlahan, Elena mengedarkan gelas-gelas itu kepada para tamu. Namun, pandangannya tidak pernah lepas dari Raul dan wanita yang bersamanya. Dan ketika hanya tersisa satu gelas di atas nampan, Elena berbalik untuk kembali.
Akan tetapi, wanita yang bersama Raul mendadak memanggilnya. "Pelayan! Berikan gelas itu!"
Elena kembali menghela napas dalam. Ia pun segera berbalik menghadap wanita cantik dengan dandanan dan perhiasan yang cukup mencolok itu lalu menyodorkan nampan kepadanya.
"Apakah kamu tidak ingin minum, Raul?"
Terdengar suara genit wanita itu sambil mengambil gelas dari atas nampan.
"Tidak, aku tidak haus. Kamu saja yang minum. Hati-hati minumnya ya, jangan sampai tersedak karena kamu gugup menatapku."
Raul menjawab sambil tersenyum pada wanita di depannya.
Mereka berdua tertawa dan bercanda tanpa menghiraukan Elena.
Elena mengepalkan tangannya melihat itu.
Segera dia berbalik, menahan hatinya yang sakit.
Sayangnya, terpaan gelombang besar yang bergejolak dan berkecamuk di dalam dadanya membuat Elena tidak fokus, sehingga membuatnya kehilangan keseimbangan, tak ayal, Elena terjatuh.
"Argh!"
Spontan, Elena berteriak. Namun sebelum tubuhnya menyentuh lantai, dia merasakan sebuah tangan yang kuat menahannya.
Elena sedikit lega karena mengira itu adalah Raul. Akan tetapi, ia harus menelan kekecewaannya saat mendengar suara seseorang yang menopangnya.
"Anda baik-baik saja, Nona?" Seorang pria tersenyum sambil membantu Elena berdiri. "Ya, Tuan. Saya tidak apa-apa, terima kasih."
Elena mencoba tersenyum pada pria itu. Ia melirik ke arah Raul, yang juga melirik ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin.
Entah apa maksud tatapan itu, yang jelas Elena langsung menarik diri dan bergegas masuk ke dalam kediaman Mendez.
Diletakkannya nampan di atas meja dan berlari ke kamarnya.
Bahkan, teriakan kepala pelayan yang memanggil-manggilnya tak lagi ia hiraukan.
Elena langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur.
Air matanya tak terbendung lagi. Ia menangis tersedu-sedu.
Hatinya teramat perih karena selama ini dia telah bertahan dan melayani suaminya dengan sepenuh hati. Dia selalu berharap bahwa ketulusan dan pengabdiannya pada Raul dan keluarganya akan mampu menggerakkan hati pria itu. Tapi, sepertinya dia salah.
Kriet!
Terdengar suara pintu dibuka.
Elena masih terisak, tapi dia bisa mendengar langkah kaki mendekat. Ia mengenali langkah kaki Raul Mendez, pria yang telah bersamanya selama tiga tahun terakhir.
"Untuk apa kamu ada di sana, Elena? Pesta itu bukan untukmu!"Deg!
Elena terdiam. Kata-kata Raul terdengar sangat tajam menusuk hatinya.
Bagaimana bisa seorang suami dengan kejam mengucapkan kata-kata itu kepada istrinya?
Memang apa yang salah dengan kedatangannya dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada ibu mertuanya?
Ketika pertanyaan demi pertanyaan berputar-putar di kepala Elena, tiba-tiba ia mendengar suara dingin Raul lagi. "Elena, ada yang ingin aku sampaikan padamu."
Sambil berkata, Raul mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya dan menyerahkannya kepada Elena.
"A-apa ini, Raul?"
"Mari kita berpisah."
Elena menerima amplop itu dengan tangan sedikit gemetar. Ia tercekat membaca isi surat perceraiannya dengan Raul.“Raul, benarkah ini ...?” Elena menatap Raul, suaranya bergetar.“Benar Elena, sekarang semuanya sudah berakhir.” Setelah berkata demikian, Raul bergeming di tempatnya. Ia masih berdiri dengan angkuh dan menatap wanita yang telah tiga tahun dinikahinya itu dengan dingin.“Tapi Raul, apa salahku?”“Kamu tidak salah, dan tidak ada yang mesti dipersalahkan, Elena. Karena sejak awal, pernikahan kita adalah suatu kesalahan.”Terdengar helaan napas lelaki itu, perlahan ia duduk di sisi tempat tidur, di samping wanita yang matanya kembali menghangat, tergenang oleh kesedihan.“Tapi Raul, kita telah bersama selama tiga tahun, tidak adakah tempat di hatimu untukku? Apakah kamu akan melupakan begitu saja saat-saat manis yang telah kita lalui?”Raul terdiam, lelaki itu tak serta merta menjawab pertanyaan wanita di sampingnya, ia kembali menghela napas sebelum akhirnya bekata, “Maaf
Elena menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria yang duduk di atas kursi roda, tersenyum ramah padanya. Di bawah pantulan lampu kota yang terang, terlihat pantulan wajahnya yang tenang.Pria ini terlihat lebih dewasa dari Raul, namun jejak ketampanan masih terlihat dengan jelas di wajahnya yang tenang. Tatapan matanya tegas, namun terlihat teduh. Hanya melihat sekilas, orang akan merasakan aura keagungan pria ini, meskipun ia duduk di atas kursi roda.“Anda siapa, tuan?” tanya Elena bingung.Pria itu tersenyum dan mendorong kursi rodanya mendekati Elena.“Apakah nama itu sesuatu yang penting?” Balik bertanya, pria itu melempar pandangannya ke arah langit yang dipenuhi bintang. “Lihatlah bintang-bintang itu, apakah nama penting bagi mereka? Mereka akan tetap seperti itu, terlepas apa pun orang menamai mereka.”Tanpa sadar, Elena ikut melihat ke atas langit. Entah mengapa, ia merasakan sedikit tenang manakala menatap langit yang dipenuhi ribuan bintang, terlihat sangat damai.“Langit
Elena tertegun, ia seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. “A-apa, Tuan?”“Apa suaraku kurang jelas, Elena?” “Baik, aku ulangi. Menikahlah denganku, Elena. Aku akan memberikanmu kehidupan yang lebih baik,” ucap pria itu lagi.“Me-menikah...?” gumam Elena, ia benar-benar bingung. Bagaimana mungkin pria ini bisa mengajaknya menikah, sedangkan mereka baru saja bertemu, tidak mengenal satu sama lain? Nama pria ini saja, Elena tidak tahu. Sungguh pria yang aneh!“Bagaimana, Elena?”“Ta-tapi Tuan, kita baru saja bertemu, kita belum mengenal satu sama lain, bagaimana mungkin Anda langsung meminta saya menikah?”“Apanya yang tidak mungkin, Elena? Jika sesuatu bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit?” Diego Rodriguez berkata dengan mantap.“Tuan, bukankah pernikahan itu sesuatu yang sakral, bukan sesuatu yang bisa untuk bermain-main.”Mendengar perkataan Elena, pria aneh itu tersenyum. “Kamu benar, Elena. Terus siapa yang sedang mengajakmu bermain-main? Aku menawarkan pernikahan yan
Nyonya Victoria menatap benda yang digenggam kepala pelayannya itu. “Cincin ...?” Wanita itu bergumam sambil mengamati cicin bermatakan berlian itu, “sepertinya ini cincin Elena.”“Benar, Nyonya. Itu cincin pernikahan Elena dengan tuan muda.” Carmen menjawab dengan suara yang rendah.“Bagaimana bisa ada padamu?” tanya Nyonya Victoria heran. Dengan cepat, Carmen pun menceritakan bagaimana ia menemukan cincin itu.Bermula saat ia kembali ke kamar Elena untuk menyeretnya ke dapur, karena telah lama ditunggu-tunggu namun perempuan itu tidak juga datang, Carmen berpikir Elena sedang tidur, karenanya ia segera masuk ke dalam kamar yang tidak dikunci itu. Ternyata wanita itu tidak menemui siapa-siapa.Carmen mencari Elena ke setiap sudut kamar, namun tetap tidak menemukannya, dan tanpa sengaja ia melihat cincin itu tergeletak di meja rias Elena.“Hmm, sepertinya Elena pergi.” Nyonya Victoria menghela napas lalu menoleh pada putranya yang mulai mabuk.“Benar, Nyonya. Dan dia tidak membawa ap
Tampak sekali Mario masih ragu dan bingung dengan rencana tuannya itu, namun Diego tersenyum sebagai reaksi atas kebimbangan dari orang kepercayaannya itu.“Aku percaya, Elena pasti bisa. Asal kamu mau membimbingnya dengan sabar dan sungguh-sungguh.”Diego berkata dengan kesungguhan di wajahnya, ia juga menatap Mario dengan tatapan yang penuh keyakinan.“Baiklah, Tuan. Saya akan mengerahkan segenap kemampuan saya untuk menangani hal ini. Saya permisi, untuk segera mencatatkan pernikahan Anda dan nona Elena.”Diego mengangguk, Mario segera berbalik dan keluar dari ruangan sang bos. Hari itu kediaman Rodriguez cukup sibuk, Mia mengerahka para pelayan untuk bekerja ekstra. Sejak pagi-pagi buta kesibukan di kediaman mewah itu sudah terlihat, terutama sekali di bagian dapur. Beberapa pelayan yang biasanya mengerjakan bagian lain turut diperbantukan ke dapur.“Sebenarnya mau ada acara apa sih? Kok sibuk sekali, apa tuan akan mengadakan jamuan besar?” tanya Dona, salah seorang pelayan wanit
“Apa? Pesta? Apa maksudmu?” Wanita yang berada diujung telepon itu nampak terkejut, begitupun dengan Dona. Semula ia merasa senang, jika nyonya Emma Rodriguez kembali lagi ke kediaman ini, maka otomatis ia akan mendapatkan kekuasaan menggantikan Mia. Itulah yang dijanjikan nyonya Emma.“Ja-jadi, Anda tidak tahu, Nyonya?”“Justru aku tidak mengerti apa maksudmu, coba cerita yang jelas, Dona!” bentak wanita yang dipanggil nyonya Emma itu. Donna pun menceritakan semua yang didengar dan dilihatnya.“Oke Dona, dengar! Cepat cari informasi apa yang terjadi di sana, segera laporkan padaku, paham!”“Ba-baik Nyonya.”Setelah mematikan panggilan dengan Dona, Emma berjalan mondar mandir di balkon kamarnya. Informasi yang belum jelas itu cukup mengganggu pikirannya. Apa sebenarnya yang terjadi di kediaman Rodriguez? Si lumpuh itu mau mengadakan pesta? Pesta apa? Pesta kematiannya?“Diego-Diego. Sudah mau mati besok masih mikirin pesta.”Emma bergumam, ia nampak berpikir keras. “Lalu siapa yang d
Tanpa disadari oleh mereka, seseorang diam-diam menyelinap meninggalkan ruangan itu. Ia masuk ke tempat lain yang sepi dan menghubungi Emma.“Apa? Menikah? Jadi benar si lumpuh itu akan menikah?”“Be-benar Nyonya, pengantin wanitanya sangat cantik.”“Bodoh! Aku tidak peduli cantik atau tidak, tapi siapa perempuan yang dinikahi Diego.” Emma mendengus gusar.“Oh, namanya Elena, Nyonya. Mereka sedang bersiap untuk upacara pemberkatan.” Dona menjawab cepat.“Elena ... Hm, baiklah aku akan segera ke sana.”Usai memberikan laporan, Dona segera kembali ke tempat semula, namun barisan pelayan itu sudah bubar dan kembali ke pekerjaan masing-masing.“Kamu dari mana Dona? Jose mencarimu, kalau kamu sudah tidak sakit segera selesaikan pekerjaanmu.”“Kamu siapa memangnya ngatur-ngatur aku?” Dona menjawab ketus.“Aku bukan ngatur kamu, Dona. Tapi menyampaikan pesan Jose,” balas pelayan itu tak kalah ketus, keduanya bergegas ke ruangan dapur.Sementara itu, Elena telah tiba di area depan di mana Die
Seorang wanita melangkah mendekati Diego dan Elena. Ia mengenakan gaun malam seksi dan perhiasan mewah, berjalan dengan anggun layaknya wanita-wanita dari kalangan atas. Namun, wanita itu nampak angkuh dan arogan.Elena tertegun, siapa wanita yang sangat mendominasi itu? Elena memperhatikan dengan seksama, jika diperhatikan baik-baik, wanita itu sepertinya sangat mengenal Diego. Ia seperti sangat familiar dengan tempat itu.Diam-diam Elena melirik suaminya, Diego nampak acuh, riak wajahnya tak berubah sama sekali. Ia tetap duduk dengan tenang. Elena menghela napas, bagaimanapun ia adalah orang baru, ia belum tahu apa-apa tentang kehidupan suaminya. Jadi, ia hanya akan mengikuti dan menyimak apa pun yang terjadi.Sedangkan Diego, ia hanya melirik Mario, dan memberi kode padanya, sang asisten mengangguk perlahan. Ia paham betul, kalau mereka kedatangan tamu yang tak diundang.“Selamat, selamat atas pernikahan kalian!” Wanita itu berhenti tepat di depan pasangan pengantin, “sungguh sua
“Tuan muda…” Raul dan Elena menghentikan langkah mereka, keduanya saling menatap lalu membalikan tubuh mereka.Seorang lelaki paruh baya berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Raul dan Elena. Wajah lelaki itu ditumbuhi janggut dan jambang lebat, ia mengenakan mantel hitam dan penutup kepala rajut serta syal abu-abu membelit lehernya. Tatapan lelaki itu lurus pada Raul dengan tatapan penuh tanya.“Ah, paman. Senang bertemu denganmu kembali,” sambut Raul sambil tersenyum, ia menyalami pria itu dengan ramah.“Saya juga senang bisa melihat tuan muda lagi, dan…” Pria itu terdiam sejenak, ia melihat pada Elena, seulas senyum menghiasi wajahnya, “sepertinya, tuan telah menemukan apa yang Anda cari.”“Haha, itu benar paman,” sahut Raul bahagia dan bangga, “Oya, ini Elena, cintaku yang selama ini aku cari.” Raul mengenalkan Elena pada lelaki itu, “Sayang, ini paman penjaga makam, beliau tinggal di sekitar sini. Dulu disaat masa-masa suram dan kehancuran hatiku, paman ini yang menemaniku dan mem
“Mia, ada apa?” tanya Elena bingung melihat perubahan ekspresi Mia yang seperti ketakutan. Begitu pun Raul dan Mario serta Chavela dan Miguel, mereka semua yang ada di tempat itu kebingungan.“Mia, apa yang membuatmu terlihat cemas dan ketakutan begini? Kamu sekarang sudah aman bersama kami,” ujar Raul yang ditimpali dengan anggukan yang lain.“Tuan, nyonya… Bagaimana dengan Emma? Sa-saya khawatir dia akan kembali melakukan hal-hal yang buruk.” Mia mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara terbata-bata. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Emma melakukan berbagai manipulasi. Sewaktu Diego masih hidup saja Emma sangat berani, apalagi sekarang. Dan semua itu sudah terbukti, bahkan ia sendiri sudah menjadi korban kekejaman Emma.“Kamu tenang saja, Mia. Dalam insiden terakhir, orang-orang kita berhasil melumpuhkan orang-orangnya Emma. Tidak lama kemudian polisi pun datang membekuk mereka.”Kali ini Mario angkat bicara, karena dia ada dikejadian terakhir dalam baku hantam dengan orang-o
Keesokan harinya Elena membuka mata dan mendapati dirinya masih dalam pelukan hangat Raul. Lelaki itu memeluknya erat seolah takut kehilangan lagi. Elena tersenyum, ditatapnya pria tampan di sampingnya yang tertidur nyenyak itu. Perlahan Elena mengangkat tangan Raul, namun tangan kekar itu tidak bergerak, malah memeluknya semakin erat.Elena hanya menghela napas panjang. “Raul…” Lelaki itu hanya menggeliat sebentar, namun tidak melepaskan tangannya dari pinggang Elena.“Raul… Sudah pagi, aku lapar…” gumam Elena pelan.“Selamat pagi, sayang,” sahut Raul sambil tersenyum, ia membuka matanya, lalu mencium kening Elena lembut. “Ya sudah kamu mandi dulu, aku akan siapkan sarapan kita.”“Apa? Kamu mau menyiapkan sarapan?” tanya Elena heran.“Loh memangnya kenapa?”“Sudahlah Raul, tunjukan saja dapurnya di mana biar aku siapkan sarapannya.”“Tidak-tidak, sayang. Kamu adalah ratuku, maka kewajibanku untuk melayanimu. Kamu bersih-bersih diri dulu, di lemari itu ada pakaianmu, aku pikir masih f
“Elena? Ada apa?” tanya Raul cemas.“Raul, Mia… tolong selamatkan Mia, Emma sudah menyiksanya, dia bahkan nyaris membunuh Mia jika aku tidak mau menandatangani berkas-berkas itu.”Elena menjadi sangat syock, tubuhnya bergetar ketakutan, air matanya tidak terbendung lagi, seketika dia teringat kembali bagaimana kejamnya orang-orang itu menyiksa Mia.Raul segera merengkuh Elena ke pelukannya, ia berusaha menenangkan wanita itu.“Tenang Elena, semua baik-baik saja. Mia sudah berada di tempat yang aman,” ucap Raul sambil mengelus punggung Elena.“Maksudmu? Mia?”“Ketika kami tiba di tempat itu, kami menemukan Mia tergeletak tak sadarkan diri dengan tubuh penuh luka, tidak jauh dari tempat kamu disekap. Aku memerintahkan Miguel dan beberapa orang untuk membawa Mia ke rumah sakit.”“Migu? Berarti Vela…?”“Ya Elena, sebenarnya Vela juga ikut dalam misi penyelamatan dirimu, tapi aku meminta Vela untuk menunggu di mobil.”“Oh, aku harus menemui adikku, dia pasti cemas…” Elena hendak bangun, na
Perlahan Elena membuka matanya, lalu berkedip-kedip sambil memperhatikan sekeliling. Ia menyadari dirinya terbaring di atas sebuah tempat tidur di dalam sebuah kamar yang nyaman. Elena mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya, terakhir yang ingat ketika ia akan menandatangani berkas yang disodorkan Emma, tiba-tiba datang serangan dari sekelompok orang bertopeng, mereka menyerang Emma dan orang-orangnya, lalu salah satu dari mereka menangkap tubuh Elena yang dilemparkan oleh orangnya Emma, kemudian membawanya pergi, setelah itu Elena tidak ingat apa-apa lagi.“Siapa sebenarnya mereka? Dan, di mana aku sekarang?” gumam Elena, ia mencoba bangun namun tubuhnya terasa lemas. Elena ingat, sejak pagi perutnya belum terisi apa pun. Tanpa sengaja Elea menoleh ke samping tempatnya terbaring, sebuah meja penuh dengan makanan dan minuman. Elena menelan ludah, seketika rasa lapar menyergapnya. Ingin rasanya ia menyantap makanan-makanan itu agar tubuhnya mempunyai energi. Tapi tidak, Elena
“Tidak…! Hentikan!!” Elena berteriak histeris, ia tak tahan melihat Mia disiksa seperti itu. Tubuh Elena bergetar ketakutan. “Hentikan Emma, lepaskan Mia, dia tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Urusanmu adalah denganku.”“Hmm, bagus. Sekarang cepat tanda tangani berkas-berkas itu, atau kau akan melihat perempuan tua itu mati.”“Baiklah Emma, aku akan turuti keinginanmu, tapi lepaskan Mia, biarkan dia pergi.” Elena mencoba mengajukan persyaratan.“Apa?” Emma bertanya sambil mendekati Elena, “kamu mau mencoba mengelabuiku hah? Setelah dilepas perempuan tua itu akan mencari bantuan, itu kan rencanamu, kamu pikir aku bodoh!”“Tidak, Emma. Aku sungguh-sungguh akan memenuhi keinginanmu, aku akan menandatangani berkas-berkas ini. Aku hanya tidak ingin ada korban dalam masalah ini.” Elena berkata dengan kesungguhan pada kata-katanya, perlahan ia melihat pada Mia yang sudah tidak berdaya.“Lihatlah, Mia sudah terluka dan tidak berdaya begitu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa, mau car
“Apa maksudmu, Emma? Dan apa yang kamu inginkan?” Elena bertanya dengan tenang, meskipun dia sudah bisa meraba apa yang diinginkan Emma.Demi melihat ketenangan sikap Elena, Emma menjadi gusar, ia mendekati Elena lalu dengan geram menarik rambut wanita itu hingga Elena merasa kesakitan, ia memejamkan mata dan mengigit bibirnya menahan rasa sakit. Namun ia tidak berteriak, sebisa mungkin ia menahannya dan berusaha untuk tenang.“Jangan pura-pura lugu, aku tahu meskipun kamu perempuan kampung tapi kalau soal harta kamu tidak bodoh. Itu sebabnya kamu mau menikahi lelaki lumpuh yang sudah mau mati, sehingga bisa menguasai seluruh harta Rodriguez.” Emma berkata berang.“Bukan begitu, Emma. Sedikitpun aku tidak ada keinginan menguasai harta Rodriguez.” Elena berkata pelan, ia terdiam sesaat lalu menatap Emma dengan kesungguhan di matanya. “Begini saja Emma, aku akan memberikan bagianku padamu. Aku hanya akan mendampingi putraku hingga dewasa, setelah itu aku akan mengelola milik keluargaku
Malam terus merangkak hingga kegelapan menyelimuti sekeliling, hanya lampu-lampu jalan dan juga lampu-lampu dari celah jendela setiap bangunan yang menjadi pemandangan malam itu. Raul dan rombongannya mengambil jalan pintas sehingga tidak melalui jalan utama kota. Untungnya, Raul dulu aktif melakukan kegiatan outdoor, sehingga dia hapal setiap sudut wilayah kota itu.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mereka pun tiba di daerah yang di tuju. Raul menghentikan mobilnya diikuti mobil-mobil lain di belakangnya. Raul segera turun, begitu pun Mario dan Miguel. Mereka mengamati sekeliling tempat itu.Miguel kembali melihat map di ponselnya, dan memang titiknya sangat tepat. “Di arah sana lokasinya, tuan.” Migu menunjuk arah sesuai petunjuk peta. Raul dan Mario mengamati arah yang ditunjuk Miguel.“Yah benar, di sana ada bangunan yang terpisah dengan bangunan lainnya, tempatnya terpencil, kalau tidak salah dulu dipakai sebagai istal untuk menyimpan kuda, tapi sepertinya sud
“Bagaimana kalau kita menjebak Emma.” Miguel mengemukakan pendapatnya. “Maksudnya menjebak bagaimana, tuan Miguel?” tanya Mario tertarik.Miguel menghela napas lalu melihat pada Clara, “Kita akan mencari tahu di mana keberadaan Emma melalui nyonya Clara.”“A-apa? Maksudnya bagaimana, tuan?” tanya Clara bingung sekaligus khawatir, “kalau tuan meminta saya menanyakan Emma di mana, pasti dia tidak akan memberitahu, yang ada malah akan curiga kepada saya.”“Tidak, saya tidak akan meminta nyonya menanyakan di mana lokasi Emma,” sahut Migu sambil mengeluarkan ponselnya. “Tapi kita akan melacak keberadaan Emma melalui nomor teleponnya.”“Apa itu efektif, Migu?” tanya Raul penasaran.“Selama lokasinya akurat, maka akan sangat efektif, tuan. Yang penting ponsel sasaran harus aktif dan untuk memastikan kita bisa meminta nyonya Clara menelepon Emma.”Raul mengangguk mengerti, begitu pun Mario dan yang lainnya. “Vela, tolong pinjamkan aku laptopmu, supaya kita bisa melihat peta lebih leluasa diba