Kinan kepikiran dengan apa yang sudah ia lakukan di masa lalu. Selama beberapa saat, ia bad mood berat dan diam saja di ruang televisi. Sampai kemudian ia mengembuskan napas panjang. Kinan beranjak dari sofa dan mengintip ke kamar Bu Rita. Beliau masih tertidur. Kinan baru saja hendak ke dapur mengambil minum, tetapi ia mendengar suara Damar yang baru datang. Kinan tetap mengabaikannya. Ia berpura-pura tidak melihat meskipun Damar menghampirinya ke dapur.“Mama gimana, Kin?” tanya Damar.Kinan malah asyik menenggak air minumnya dan sama sekali tidak menatap Damar. “Kinan…”“Apa sih?”“Mama gimana?”“Coba tanya sendiri sana. Emang Mas pikir gara-gara siapa Mama kayak gini, hah?”Damar menghela napas panjang. “Maka dari itu aku bilang jangan ngomong ke Mama dulu, Kinan. Jadinya—”“Oh, kamu nyalahin aku? Lagian kamu dari mana sih? Ketemuan sama si Maya lagi, ya? Kamu nggak denger apa yang aku bilang sebelumnya?”“Astaga, Cuma ke kantor, Kin. Kerja kayak biasa.”Kinan mencebik. “Heleh,
“Apa?! Susan masuk rumah sakit jiwa? Kok bisa, Bu?”Ibunya Bening menghela napas panjang. “Katanya karena Wildan. Susan benar-benar terobsesi sama Wildan. Sekarang pas satgas di Papua, Wildan nggak bisa dihubungi. Dia stress dan kebablas jadi kayak begitu. Katanya juga sih karena Wildan nggak mau nikahin Susan sementara Susan udah berharap banget. Terus ini juga jadi perbincangan warga di kampung, katanya Susan itu udah hamil anaknya Wildan tapi keguguran gitu. Apa bener, ya?”Bening terdiam. Ia sudah tahu mengenai fakta itu karena sebelumnya Kalingga menjelaskan semua hal yang ia dapatkan ketika memata-matai Wildan. “Kalau itu… Bening nggak tau, Bu,” jawab Bening. Agak berat sebenarnya berbohong, tetapi masalah kehamilan Susan itu masih menjadi rumor di kampung, jadi lebih baik Bening tidak perlu mengatakan yang sebenarnya. Takutnya nanti malah lebih besar rumornya.“Kok bisa ya Susan mengharap banget sama Wildan? Itu juga Wildan dulu ‘kan katanya mau nikah sama Susan sampai mutusin
Beberapa bulan berlalu, masalah Kinan dan Damar mulai membaik seiring waktu. Setidaknya sejak beberapa minggu belakangan, Kinan sudah tidak cuek lagi. Damar memang melakukan sesuai apa yang Kinan perintahkan. Ia jarang menemui Maya, hanya di waktu-waktu yang penting saja. Maka dari itulah, Damar dan Kinan tidak saling marah lagi. Kinan juga sudah mau kembali ke rumah mereka dan tidak melarikan diri di rumah Bu Rita lagi.Malam itu, Maya tiba-tiba datang ke rumah Damar dan Kinan ketika mereka berdua sedang makan malam. Kandungan Maya sudah masuk ke masa melahirkan. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai anak Maya lahir. Maya merasa semakin sengsara dengan hidupnya. Ia tidak bahagia menjadi istri Damar. Sebab ia tidak merasakan diperlakukan selayaknya seorang istri. Tentu ia sadar sebab Damar sangat mencintai Kinan. Maya memutuskan datang ke rumah Damar dan Kinan untuk bicara. Mungkin sebaiknya memang memperjelas bagaimana kelanjutan hubungan Maya dan Damar setelahnya.Ketika bel rum
Maya dirawat di rumah sakit selama beberapa hari pasca melahirkan hingga kesehatannya pulih. Ia sudah memantapkan diri untuk memberikan anaknya kepada Damar dan Kinan, lalu ia akan pergi jauh dan memulai hidup baru dengan melupakan segalanya. Ia bukannya tidak sayang dengan anak itu, kalau ia benci, dari awal sebelum Damar menyuruhnya aborsi, ia pasti sudah melakukannya sendiri. Hanya saja, Maya merasa anaknya tidak akan ada masa depan cerah kalau bertahan dengan dirinya. Lebih baik memberikan anak itu kepada Damar dan Kinan di mana mereka berdua memang sedang berharap untuk punya anak. Maya hanya berharap kalau Damar dan Kinan bisa menjaga anaknya dengan baik. Hari ini, Maya sudah sehat. Ia merasa sudah bisa keluar dari rumah sakit. Jadi ia bersiap-siap mau pergi. Tidak ada yang menjemputnya atau menemaninya, dan Maya sendiri juga tidak butuh itu. Seluruh tagihan rumah sakit sudah diurus Damar, intinya Maya tinggal pergi saja. Sebelum pergi, Maya berniat untuk bertemu dengan anakny
Ibunya Bening panik dan langsung menghubungi ambulans. Dengan dibantu oleh tetangga di battalion, Bening akhirnya diangkut dengan ambulans untuk ke rumah sakit. Sepanjang jalan, Bening terus menggenggam telapak tangan ibunya sambil mengatur napas. Keringatnya bercucuran, dan wajahnya pucat pasi saking beratnya sakit yang harus ia tahan. Sesampainya di rumah sakit, Bening langsung dibawa ke ruang persalinan. Ibunya Bening diminta untuk keluar dulu sebentar karena para dokter dan perawat sedang menyiapkan penanganan. Saat itu, ibunya Bening menghubungi Damar karena Bu Rita dirawat di rumah sakit yang sama juga. Kesehatan Bu Rita semakin menurun seiring waktu, sampai pada titik beliau harus dirawat di rumah sakit. “Halo, Ibu?” sapa Damar.“Nak Damar? Damar kamu di rumah sakit ‘kan, Nak?” tanya ibunya Bening.Damar di seberang panggilan mengernyit mendengar nada panik dari ibunya Bening. “Iya, masih nemenin Mama, kenapa Bu? Kok kayaknya lagi panik?”“Bening mau melahirkan sekarang. Baru
"Maaf Ning, tapi kayaknya kita nggak bisa lanjutin hubungan ini. Ibuku mau punya menantu seorang bidan atau perawat, supaya katanya ada yang bantu merawat Ibu di masa tuanya."Deg.Bening, seorang gadis desa yang baru saja mendengar ucapan kekasihnya itu mendadak membeku. “A-apa?” Bening menggumam. Ia merasa seperti mimpi. Kekasihnya, seorang pria yang amat ia cintai selama lima tahun terakhir tiba-tiba mengatakan itu kepadanya.Wildan, sang kekasih yang telah berhubungan dengan Bening selama lima tahun terakhir menatap gadis itu dengan tatapan ragu. Karena tidak ada tanggapan sama sekali dari Bening selain gumaman keterkejutan itu, ia sendiri pun bingung harus mengatakan apa lagi. “Maaf, Ning. Tapi, kamu pasti paham, ‘kan?” Bening menatap Wildan. Sorot matanya tampak terluka. “Jadi, maksudnya gimana, Mas?”Wildan menghela napas panjang. “Ya, begitulah.”Bening mengepalkan telapak tangannya. Begitu? Begitu bagaimana? Selama ini, Bening sudah sangat sabar menunggu kejelasan hubungan
Bening masih menunggu jawaban dari komandannya Wildan di kursi tunggu salon. Namun, setelah sepuluh menit berlalu, pesan tadi tetap tak kunjung mendapatkan balasan yang diinginkan Bening. "Kenapa cuma di-read aja dari tadi, ya? Apa fotoku kurang cantik? Masa sih?" gumam Bening gusar. Bening memutuskan untuk kembali berfoto selfie dengan beberapa pose berbeda. Ia sengaja memilih foto yang menurutnya paling cantik, yaitu dengan pose sedikit memiringkan wajah dan tersenyum manis. Foto itu kembali dikirimkannya kepada Komandannya Wildan. Bening tak lupa menyisipkan caption di foto tersebut. [Sayang. Balas dong.]"Nah, dibaca! Kali ini pasti dibalas!" gumam Bening semangat.Sayangnya, setelah menunggu sekian menit lagi, pesan tersebut tetap tak mendapatkan balasan apa pun. Bening jadi membayangkan apa kira-kira yang dipikirkan oleh komandan itu sekarang. Masa ia tidak tertarik dengan foto cantik Bening? Atau jangan-jangan komandannya Wildan itu merasa risih dan sengaja tidak mau membala
Bening menganga sembari mengedip-ngedipkan matanya. “Hah? Fotonya begini doang?”Bening sangat kecewa. Maksudnya, akun Instagram si komandan itu sampai diprivasi segala, Bening kira minimal ada potret pria itu secara jelas. Namun, yang ada di sana ternyata foto yang tampak mata saja. Kalingga berpose memakai masker dan pelindung kepala. Jemari Bening bergerak. Ia memperbesar foto itu, berusaha memperhatikan lebih seksama mata Kalingga, sebab memang itu saja satu-satunya yang tampak. Mata Bening menyipit, memperhatikan foto yang ia perbesar sampai hampir blur itu. Bening mangut-mangut sendiri, tidak jelas apa yang sebenarnya sedang ia setujui. Meski hanya tampak matanya saja, Bening bisa merasakan tatapan tajam dan dingin dari si komandan itu.Bening ganti memperhatikan perawakan Kalingga. Meski hanya melihat dari foto saja, tetapi Bening sudah bisa menilai kalau pria itu sangat gagah. “Hm, gagah banget,” gumam Bening tanpa sadar. Entah mengapa, Bening malah jadi semakin berh*srat
Ibunya Bening panik dan langsung menghubungi ambulans. Dengan dibantu oleh tetangga di battalion, Bening akhirnya diangkut dengan ambulans untuk ke rumah sakit. Sepanjang jalan, Bening terus menggenggam telapak tangan ibunya sambil mengatur napas. Keringatnya bercucuran, dan wajahnya pucat pasi saking beratnya sakit yang harus ia tahan. Sesampainya di rumah sakit, Bening langsung dibawa ke ruang persalinan. Ibunya Bening diminta untuk keluar dulu sebentar karena para dokter dan perawat sedang menyiapkan penanganan. Saat itu, ibunya Bening menghubungi Damar karena Bu Rita dirawat di rumah sakit yang sama juga. Kesehatan Bu Rita semakin menurun seiring waktu, sampai pada titik beliau harus dirawat di rumah sakit. “Halo, Ibu?” sapa Damar.“Nak Damar? Damar kamu di rumah sakit ‘kan, Nak?” tanya ibunya Bening.Damar di seberang panggilan mengernyit mendengar nada panik dari ibunya Bening. “Iya, masih nemenin Mama, kenapa Bu? Kok kayaknya lagi panik?”“Bening mau melahirkan sekarang. Baru
Maya dirawat di rumah sakit selama beberapa hari pasca melahirkan hingga kesehatannya pulih. Ia sudah memantapkan diri untuk memberikan anaknya kepada Damar dan Kinan, lalu ia akan pergi jauh dan memulai hidup baru dengan melupakan segalanya. Ia bukannya tidak sayang dengan anak itu, kalau ia benci, dari awal sebelum Damar menyuruhnya aborsi, ia pasti sudah melakukannya sendiri. Hanya saja, Maya merasa anaknya tidak akan ada masa depan cerah kalau bertahan dengan dirinya. Lebih baik memberikan anak itu kepada Damar dan Kinan di mana mereka berdua memang sedang berharap untuk punya anak. Maya hanya berharap kalau Damar dan Kinan bisa menjaga anaknya dengan baik. Hari ini, Maya sudah sehat. Ia merasa sudah bisa keluar dari rumah sakit. Jadi ia bersiap-siap mau pergi. Tidak ada yang menjemputnya atau menemaninya, dan Maya sendiri juga tidak butuh itu. Seluruh tagihan rumah sakit sudah diurus Damar, intinya Maya tinggal pergi saja. Sebelum pergi, Maya berniat untuk bertemu dengan anakny
Beberapa bulan berlalu, masalah Kinan dan Damar mulai membaik seiring waktu. Setidaknya sejak beberapa minggu belakangan, Kinan sudah tidak cuek lagi. Damar memang melakukan sesuai apa yang Kinan perintahkan. Ia jarang menemui Maya, hanya di waktu-waktu yang penting saja. Maka dari itulah, Damar dan Kinan tidak saling marah lagi. Kinan juga sudah mau kembali ke rumah mereka dan tidak melarikan diri di rumah Bu Rita lagi.Malam itu, Maya tiba-tiba datang ke rumah Damar dan Kinan ketika mereka berdua sedang makan malam. Kandungan Maya sudah masuk ke masa melahirkan. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai anak Maya lahir. Maya merasa semakin sengsara dengan hidupnya. Ia tidak bahagia menjadi istri Damar. Sebab ia tidak merasakan diperlakukan selayaknya seorang istri. Tentu ia sadar sebab Damar sangat mencintai Kinan. Maya memutuskan datang ke rumah Damar dan Kinan untuk bicara. Mungkin sebaiknya memang memperjelas bagaimana kelanjutan hubungan Maya dan Damar setelahnya.Ketika bel rum
“Apa?! Susan masuk rumah sakit jiwa? Kok bisa, Bu?”Ibunya Bening menghela napas panjang. “Katanya karena Wildan. Susan benar-benar terobsesi sama Wildan. Sekarang pas satgas di Papua, Wildan nggak bisa dihubungi. Dia stress dan kebablas jadi kayak begitu. Katanya juga sih karena Wildan nggak mau nikahin Susan sementara Susan udah berharap banget. Terus ini juga jadi perbincangan warga di kampung, katanya Susan itu udah hamil anaknya Wildan tapi keguguran gitu. Apa bener, ya?”Bening terdiam. Ia sudah tahu mengenai fakta itu karena sebelumnya Kalingga menjelaskan semua hal yang ia dapatkan ketika memata-matai Wildan. “Kalau itu… Bening nggak tau, Bu,” jawab Bening. Agak berat sebenarnya berbohong, tetapi masalah kehamilan Susan itu masih menjadi rumor di kampung, jadi lebih baik Bening tidak perlu mengatakan yang sebenarnya. Takutnya nanti malah lebih besar rumornya.“Kok bisa ya Susan mengharap banget sama Wildan? Itu juga Wildan dulu ‘kan katanya mau nikah sama Susan sampai mutusin
Kinan kepikiran dengan apa yang sudah ia lakukan di masa lalu. Selama beberapa saat, ia bad mood berat dan diam saja di ruang televisi. Sampai kemudian ia mengembuskan napas panjang. Kinan beranjak dari sofa dan mengintip ke kamar Bu Rita. Beliau masih tertidur. Kinan baru saja hendak ke dapur mengambil minum, tetapi ia mendengar suara Damar yang baru datang. Kinan tetap mengabaikannya. Ia berpura-pura tidak melihat meskipun Damar menghampirinya ke dapur.“Mama gimana, Kin?” tanya Damar.Kinan malah asyik menenggak air minumnya dan sama sekali tidak menatap Damar. “Kinan…”“Apa sih?”“Mama gimana?”“Coba tanya sendiri sana. Emang Mas pikir gara-gara siapa Mama kayak gini, hah?”Damar menghela napas panjang. “Maka dari itu aku bilang jangan ngomong ke Mama dulu, Kinan. Jadinya—”“Oh, kamu nyalahin aku? Lagian kamu dari mana sih? Ketemuan sama si Maya lagi, ya? Kamu nggak denger apa yang aku bilang sebelumnya?”“Astaga, Cuma ke kantor, Kin. Kerja kayak biasa.”Kinan mencebik. “Heleh,
“Ngomong apa kamu Kinan?” Kinan menatap tajam kepada Damar. “Aku serius. Kalau Mas Damar tetap ngeyel mau ketemu Maya terus, aku singkirin beneran anak itu. Lagian itu juga anak haram!”“Kinan!” bentak Damar. “Jangan ngomong sembarangan kamu.”“Kenapa?! Oh, sekarang lebih suka belain selingkuhan kamu itu ya?” Damar mengusap wajahnya kasar. “Kinan, aku udah jelasin semuanya sama kamu. Tolonglah, anak itu nggak salah apa-apa. Itu semua salahku.”“Ya udah, makanya jangan ngeyel. Permintaanku juga nggak aneh, ‘kan? Wajarlah seorang istri ngelarang suaminya ketemu perempuan lain.”“Tapi—”“Aku mau pergi ke rumah Mama aja,” potong Kinan.Damar membelalak. “Apa?”Kinan langsung keluar kamar dan berniat pergi ke rumah Bu Rita, tetapi Damar menahan pergelangan tangannya.“Mau apa kamu ke rumah Mama, Kinan?” tanya Damar.“Mau ngelaporin kalau anaknya udah selingkuh sampai bikin sepupunya sendiri hamil!” seru Kinan.“Jangan! Kinan, jangan lakukan itu.”“Kenapa? Kamu takut Mama marah? Sebelum k
Kinan yang sudah menangkap basah Damar ternyata berselingkuh dengan Maya langsung bergerak untuk melabrak mereka. Kinan menghampiri apartemen Maya kemudian menggedor-gedor pintunya sambil berteriak keras.“Keluar! Mas Damar! Maya! Keluar kalian!” seru Kinan penuh amarah.Damar dan Maya yang ada di dalam kaget karena mendengar suara Kinan berteriak juga gedoran pintu memb abi buta di sana. Mereka berdua segera keluar, dan benar saja, Kinan berdiri di sana, dengan tatapan nyalang seolah siap untuk melontarkan seluruh amarah yang telah ia tahan-tahan sejak lama.“Kinan… Kamu… Kamu di sini?” Damar panik.Kinan menggeram marah. “Oh, jadi ini ya yang katanya Mas Damar pergi ketemu kolega? Ckckck… Ketemu kolega buat tidur bareng maksudnya?”“Kinan, hentikan omongan kamu itu!” seru Damar.Kinan malah semakin marah mendengar ucapan Damar. “Kenapa? Emang bener, ‘kan? Aku selama ini diem aja karena aku mau nunggu kamu sendiri yang ngaku ada apa sebenarnya, ternyata bener kamu selingkuh.”“Kinan,
“H-hah?”Rekan Wildan semakin menaruh curiga. Sebenarnya, rekan Wildan ini sudah beberapa kali melihat gerak-gerik aneh Wildan. Namun, berhubung tugas mereka di sini juga semakin sibuk karena terbagi dua antara tugas satgas dan juga mencari Kalingga, jadi rekan Wildan ini kadang juga lupa mau bertanya. “Kamu ngomong apa sih?” kata Wildan.Si rekan Wildan ini mengendikkan bahunya. “Cuma nanya. Soalnya kamu kayak menyelinap gitu, diam-diam segala. Kamu nggak ngelakuin hal aneh-aneh ‘kan Dan?”Wildan tertawa hambar, berusaha mengusir kegugupan yang melanda dirinya. Sial, ia ceroboh. Ia sama sekali tidak sadar kalau ada rekannya yang melihat bahwa ia seriang menyelinap diam-diam. Wildan kira ia sudah aman, tetapi ternyata masih ada yang melihat.“Ngaco kamu. Jangan nuduh sembarangan lah,” balas Wildan.Rekan Wildan menghela napas panjang. “Yang nuduh juga siapa, Dan? Aku ‘kan cuma nanya. Masalahnya nggak sekali atau dua kali aja aku lihat kamu kayak gini. Aku udah mau nanya dari kemarin-
Bening tidak tahu mana yang lebih menyebalkan, Susan yang terus meminta agar Bening membujuk Wildan supaya mau menikahinya, atau Wildan yang tidak mau berhenti mengganggu kehidupan Bening. Sungguh, Bening tidak paham dengan kedua orang itu. Mereka pernah menjadi orang yang dekat dengan Bening, siapa sangka malah sekarang dua-duanya menjadi sosok paling mengganggu dalam hidupnya. Apa sih sebenarnya yang ada di otak Wildan sampai ia santai sekali berkata seperti itu? membercandai seseorang yang saat ini mungkin sedang mempertaruhkan nyawa bukanlah hal yang etis. Lebih-lebih, Kalingga itu jelas adalah atasan Wildan sendiri. Di mana sebenarnya akal sehat pria itu?“Dengar ya Mas, ngelihat wajah kamu aja aku jijik, jadi jangan ngarep apa-apa! Mas Lingga pasti masih hidup, aku yakin itu,” tegas Bening.Wildan malah terkekeh menyebalkan di seberang panggilan. “Oh ya? Hm… ya ini hanya untuk jaga-jaga aja sih. Kan nggak mungkin ya wanita secantik kamu dibiarin menjanda gitu aja. Makanya aku s