Bening masih menunggu jawaban dari komandannya Wildan di kursi tunggu salon. Namun, setelah sepuluh menit berlalu, pesan tadi tetap tak kunjung mendapatkan balasan yang diinginkan Bening.
"Kenapa cuma di-read aja dari tadi, ya? Apa fotoku kurang cantik? Masa sih?" gumam Bening gusar. Bening memutuskan untuk kembali berfoto selfie dengan beberapa pose berbeda. Ia sengaja memilih foto yang menurutnya paling cantik, yaitu dengan pose sedikit memiringkan wajah dan tersenyum manis. Foto itu kembali dikirimkannya kepada Komandannya Wildan. Bening tak lupa menyisipkan caption di foto tersebut. [Sayang. Balas dong.] "Nah, dibaca! Kali ini pasti dibalas!" gumam Bening semangat. Sayangnya, setelah menunggu sekian menit lagi, pesan tersebut tetap tak mendapatkan balasan apa pun. Bening jadi membayangkan apa kira-kira yang dipikirkan oleh komandan itu sekarang. Masa ia tidak tertarik dengan foto cantik Bening? Atau jangan-jangan komandannya Wildan itu merasa risih dan sengaja tidak mau membalas? Bening memang merasa tindakannya ini agak sedikit nekat. Namun, nekatnya ini bukan tanpa alasan. Ia tahu bahwa komandan Wildan tersebut masih single. Jadi ia akan aman dari jambakan seorang istri yang mengamuk karena suaminya digoda. Wildan pernah bercerita kepada Bening kalau komandannya itu merupakan Danki baru di tempatnya dinas. Pangkatnya Kapten, jabatannya Komandan Kompi, menggantikan orang sebelumnya yang pindah tugas. Kata Wildan, Danki barunya itu masih muda. Namun, kerap membuat kesal karena terlalu disiplin alias lebih galak daripada Komandan Kompi sebelumnya. Mengingat itu, Bening tiba-tiba menjadi penasaran dengan rupa komandannya Wildan tersebut. Bagaimana kalau ternyata orangnya jelek, berkali-kali lebih jelek daripada Wildan? Ah, Bening agak merasa sesal karena tidak tahu sama sekali bagaimana wajah pria tersebut. Jangankan wajah, namanya saja tidak tahu. Semangat Bening yang tadi menggebu-gebu mendadak loyo mendapati komandan Wildan tersebut malah mengabaikannya. Ia berdiri dan memandangi dirinya di depan sebuah kaca. "Padahal kata orang aku cantik banget? Tapi kok dia nggak ngerespon, sih? Apa jangan-jangan aku udah nggak cantik lagi? Masa sih? Di I*******m aja yang nge-like masih di atas sepuluh ribu kok kalau aku upload foto. Apalagi itu fotonya natural, nggak pakai make up. Masa udah effort dandan sampai secantik ini masih nggak menarik buat dia?" Bening bertanya-tanya dalam hatinya. Bukan Bening namanya kalau menyerah begitu saja. Alih-alih patah semangat, ia malah kembali duduk di kursinya tadi dan mulai berselancar di media sosial, guna mencari informasi soal komandannya Wildan itu. Pertama-tama, Bening menyusuri akun I*******m Wildan dan mencari sang komandan di daftar akun yang diikuti Wildan. Namun, ternyata ia tidak menemukannya. Tidak habis akal, Bening lanjut mencarinya di akun media sosial Batalion tempat Wildan dinas. Ketemu! Di akun Batalion Wildan, Bening menemukan ada postingan aktifitas upacara bendera dan di sana terdapat foto-foto kegiatan upacara tersebut yang diambil dari jarak jauh. Di keterangan caption-nya, tertulis kalau Kapten Inf Kalingga Yudhistira yang menjadi inspektur upacara. "Gotcha!" Mata Bening langsung melek. Ia langsung saja mencari akun dengan nama tersebut di daftar following akun Batalion Wildan. Dan akhirnya ketemulah username bernama Kalingga Yudhistira. Sayangnya, akun itu di-private. "Aduh, kenapa pakai diprivasi segala sih. Harus follow dulu jadinya," keluh Bening. Padahal ia sudah penasaran ingin melihat foto pria itu. Bening mau tidak mau mem-follow akun tersebut menggunakan akun palsunya. Tak lupa ia juga mengirimkan sebuah DM agar direspon. [Ndan, ini saya Pratu Wildan. Tolong terima, ya, Ndan.] "Oke. Semoga langsung dibaca dan dinotice sama dia," harap Bening. Sayangnya, lama Bening menunggu, tetapi permintaan follow tersebut tak kunjung diterima juga. Alhasil Bening jadi kesal bukan main. "Ck! Ya udahlah. Aku pulang aja. Nggak asyik komandan satu ini," gerutu Bening yang akhirnya memutuskan untuk pulang. Padahal ia sudah begitu effort berdandan di salon yang mahal. Sayang sekali dewi fortuna belum berpihak kepadanya. * Malamnya, Bening masih galau memikirkan cintanya yang kandas begitu saja. Ia juga kesal karena rencananya untuk mendekati komandannya Wildan itu tidak berjalan dengan mulus. Ibu Bening diam-diam memerhatikan sang putri. Mereka sedang menonton TV bersama, tetapi tatapan Bening sepertinya tidak tertuju ke layar TV dan tampak kosong. "Kenapa, Ning?" Bening terperanjat mendengar pertanyaan sang Ibu. Ia menggelengkan kepalanya sebagai respon. "Nggak kenapa-kenapa tapi kok lesu gitu?" Bening lagi-lagi menggelengkan kepala. Sedang malas bicara apalagi menceritakan tentang kekalutan hatinya. "Ibu denger Wildan lagi pulang kampung, ya? Kok tumben nggak mampir ke rumah?" tanya Ibu Bening lagi. Bening menatap sang Ibu. Bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan tersebut. "Gimana mau main kalau dia aja udah putusin hubungan kami." Bening memang membalas, tetapi hanya dalam hatinya. "Ning, ditanya orang tua kok malah bengong, sih, Nak. Kamu lagi ada masalah?" Bening menggelengkan kepalanya. "Wildan lagi sibuk, Bu. Jadi nggak sempat mampir. Biasalah namanya juga abdi negara," ucapnya akhirnya merespon perkataan sang Ibu. "Terus kapan kamu diajak pengajuan nikah?" "Aduh! Ibu malah nanya terus kayak wartawan lagi. Aku kan jadi bingung harus jawab apa," keluh Bening dalam hati. "Oh, ya ampun! Bening lupa, Bu! Tadi Bening belum selesai edit video endorse. Bening masuk dulu, ya, Bu," seru Bening heboh mengalihkan pembicaraan. Ia langsung berdiri sehingga sang Ibu tak punya kesempatan menahannya. "Ya udah, sana," jawab Ibu Bening sambil mengangguk. Walaupun wajahnya tampak bingung karena Bening tidak menjawab pertanyaannya. Bening akhirnya ngacir menuju kamarnya. Ia agak lega karena berhasil kabur dari pertanyaan-pertanyaan sang Ibu. Ia duduk bersender di divan kasur sambil memainkan ponselnya. Ia membuka I*******m, media sosial yang menjadi ladang baginya mencari nafkah, yaitu lewat membuka endorse. Sebenarnya, Wildan tidak pernah mengetahui tentang akun Bening tersebut. Wildan adalah seorang pria yang sangat posesif. Ia tidak memperbolehkan Bening bekerja, dan bahkan tidak memperbolehkan Bening memiliki akun media sosial. Kalaupun punya untuk berkomunikasi dengan Wildan, Bening tetap tidak boleh meng-upload foto di akun tersebut karena katanya tak suka wajah cantiknya dilihat banyak lelaki. "Ish. Jadi kesal kalau ingat itu lagi. Ya Allah, kenapa sih aku harus menghabiskan waktu bertahun-tahun dan tahan dengan orang posesif seperti dia? Pantes aja kata orang cinta itu buta, malah katarak kayaknya aku nih," gerutu Bening yang kesal karena teringat hal tersebut. Kurang berkorban apalagi Bening untuk Wildan selama ini? Ia benar-benar menjadi kekasih yang penurut dan selalu memaklumi kecemburuan serta keposesifan Wildan selama ini. Namun, malah seperti ini balasan yang didapatkan Bening sekarang. Bening menahan sesak. Dendamnya membara lagi. Ia kembali teringat dengan akun palsunya yang tadi mem-follow akun komandannya Wildan. "Cek, ah. Siapa tahu udah ada respon." Bening langsung mengecek akun palsunya yang tadi mem-follow Kalingga. Ia mendadak senang karena permintaan follow-nya sudah diterima. "Oke. Mari kita lihat gimana wajah Pak komandan," gumam Bening. Bening yang penasaran dengan wajah Kalingga segera men scroll profil pria tersebut. Dan ternyata wajahnya.... BersambungBening menganga sembari mengedip-ngedipkan matanya. “Hah? Fotonya begini doang?”Bening sangat kecewa. Maksudnya, akun Instagram si komandan itu sampai diprivasi segala, Bening kira minimal ada potret pria itu secara jelas. Namun, yang ada di sana ternyata foto yang tampak mata saja. Kalingga berpose memakai masker dan pelindung kepala. Jemari Bening bergerak. Ia memperbesar foto itu, berusaha memperhatikan lebih seksama mata Kalingga, sebab memang itu saja satu-satunya yang tampak. Mata Bening menyipit, memperhatikan foto yang ia perbesar sampai hampir blur itu. Bening mangut-mangut sendiri, tidak jelas apa yang sebenarnya sedang ia setujui. Meski hanya tampak matanya saja, Bening bisa merasakan tatapan tajam dan dingin dari si komandan itu.Bening ganti memperhatikan perawakan Kalingga. Meski hanya melihat dari foto saja, tetapi Bening sudah bisa menilai kalau pria itu sangat gagah. “Hm, gagah banget,” gumam Bening tanpa sadar. Entah mengapa, Bening malah jadi semakin berh*srat
Mata Bening tidak bisa berkedip menatap wajah orang yang menahan tubuhnya tersebut. Bibirnya tak kunjung terkatup. Alih-alih menjauhkan diri, ia malah bengong dan terus menatap pria yang membantunya itu. "Aku enggak lagi di surga, kan? Kok ada pangeran tampan di sini?" bisik Bening dalam hati. Bening benar-benar terpana melihat ketampanan pria itu. Sungguh mahakarya Tuhan yang luar biasa. Lihat saja alis matanya yang tebal, hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, dan bibirnya yang tampak lembut dengan sedikit belahan di bibir bawah. Bening merasa tidak pernah berada sedekat ini dengan pria tampan lainnya sebelumnya. Yang artinya ... seorang Wildan pun tidak setampan si pria penolong ini di mata Bening! "Ehm, kamu bisa berdiri sendiri?" Suara pria tersebut akhirnya menyadarkan Bening dari keterpukauannya. Dia cepat-cepat berdiri, dibantu oleh pria tersebut. Ketika pria itu menanyakan identitasnya, "Siapa kamu?" Bening kehilangan kata-kata sejenak, matanya melirik ke arah Wil
Saat melihat seorang pria yang keluar dari mobil itu, Bening kaget bukan main karena itu adalah orang yang bertemu dengannya di batalion tadi. Si Pangeran tampan.Pria tersebut mendekati Bening dengan wajah kesal. "Kenapa kamu lempar mobil saya pakai batu?" tanyanya. "Salah sendiri nyipratin saya!" jawab Bening yang enggan terintimidasi tatapan tajam pria tersebut. Toh, bukan dia yang mencari perkara duluan! "Ya tapi enggak dengan lempar mobil saya pakai batu juga! Kamu tahu itu merugikan saya! Kamu mau dituntut ganti rugi?" kata pria itu lagi. Tampaknya ia greget karena Bening tidak merasa bersalah sama sekali. Bening langsung memasang wajah tidak terima. "Enak aja minta ganti rugi, orang saya nggak salah! Itu setimpal karena kamu udah nyipratin saya pakai air comberan!" jawabnya. Karena malas urusannya menjadi panjang, Bening langsung melengos pergi dari tempat tersebut. Membuat si pria menggertakan gigi melihat tingkahnya. "Mau ke mana kamu?" tanya pria itu sambil menahan tang
Bening menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Ia mendongak dengan leher patah-patah, menatap Kalingga yang juga balas menatapnya dengan tampang penuh kemenangan. Seketika, tubuh Bening rasanya langsung membeku. Semua keberaniannya yang tadi runtuh tak bersisa. Padahal, tadi ia mudah sekali ngegas, bahkan membentak-bentak pria di sampingnya ini. Namun, sekarang Bening tidak bisa melakukan apa-apa.Hari ini, Bening merasa seperti hari apesnya. Ya memang, hari apes tidak ada di kalender, alias kejutan, tetapi masa iya keapesannya sampai bertubi-tubi begini? Saking malunya, Bening merasa ingin menghilang saja. Mungkin, akan lebih bagus kalau tiba-tiba ada pesawat alien yang datang, kemudian menariknya dari atas lalu Bening kabur dan ikut masuk ke pesawat alien itu supaya rasa malunya hilang? Ah, entahlah. Saking bingungnya harus melakukan apa, isi pikiran Bening jadi ngaco. Lalu, si pria yang ternyata Kalingga itu malah terus menatap Bening lekat-lekat, membuat Bening merasa semak
Suasana di dekat pos jaga jadi terasa begitu canggung. Wildan yang masih tampak shock bergumam. "Bening... ini nggak mungkin. Gimana dia bisa..."Bening dan Kalingga. Mereka punya hubungan? Sejak kapan? Bukankah mereka baru saja putus? Apa itu artinya Bening mengkhianatinya? Tetapi, kemarin saat dia memutuskan hubungannya dengan Bening, wanita itu tampak sangat terluka. Malah seperti tampak tak terima. Apa itu cuma akting saja? Mendadak hati Wildan panas membara. Kalau benar Bening selingkuh darinya, Wildan tak akan tinggal diam. Ini penghinaan besar baginya. Apalagi Bening selingkuh dengan komandannya. Di sisi lain, Kalingga sendiri sudah kesal luar biasa. Sudah diberi hati, Bening malah minta jantung. Sudah ditolong, malah membuat Kalingga dalam masalah. Kalau seperti ini. Semua orang jadi salah paham. Bagaimana ia akan menjelaskan semuanya kepada Wildan? Ah, kenapa pula harus dijelaskan. Toh, meskipun Wildan akan salah paham, semua ini juga tidak menyalahi apa-apa. Wildan sudah m
“Mama…”Kalingga terkejut bukan main ketika melihat mamanya ada di depan kamar hotel itu. Sesaat, tubuh Kalingga kaku, tetapi ia berusaha untuk menguasai dirinya sendiri.“Ma, kenapa Mama ada di sini?” tanya Kalingga.Bu Rita menatap anaknya dengan skeptis. Ekspresinya sungguh tidak terbaca, dan Kalingga tahu itu bukan pertanda baik untuknya.Sementara Kalingga masih menuntut jawaban dari Bu Rita, beliau malah langsung mendorong tubuh Kalingga supaya minggir lalu ia pun segera menyerobot masuk. Kalingga tidak bisa menahan mamanya, dan Bu Rita akhirnya melihat seorang wanita yang sedang tertidur di kamar itu, bergulung dalam selimut dengan kening mengerut seolah sedang menahan sakit. Bu Rita menghela napas panjang kemudian berbalik menatap tajam kepada puteranya. “Jadi ini yang kamu bilang teman?”Kalingga gelagapan. Ia tahu situasi ini sudah pasti menimbulkan salah paham besar. “Ma, ini bukan seperti yang Mama pikirkan. Aku—”Belum usai Kalingga berusaha menjelaskan situasinya, tiba-
"Ma, tolong tunggu sebentar. Mama nggak bisa memutuskan begitu saja untuk Lingga menikahi Bening. Masalahnya adalah—"Belum selesai Kalingga protes kepada mamanya, tiba-tiba ponsel Bu Rita malah berdering. Bu Rita jelas langsung fokus kepada ponselnya dan mengabaikan protesan yang dilayangkan oleh sang putera."Ah, Bu Anjani. Sebentar, Mama mau terima telepon dulu."Bu Rita langsung melenggang keluar dari ruang rawat inap itu begitu saja. Yang menghubungi Bu Rita adalah Bu Anjani. Wanita itu adalah teman baik Bu Rita. Sebenarnya, Bu Rita sudah ada janji dengan Bu Anjani sebelumnya untuk mempertemukan Kalingga dengan Erika yang merupakan puteri Bu Anjani. Sayangnya, Bu Rita sudah keburu lupa gara-gara masalah Kalingga dan Bening. Setelah Bu Rita keluar, hanya tersisa Kalingga dan Bening saja di ruangan itu. Kalingga langsung saja mendekati Bening. Sorot matanya tajam, membuat Bening refleks memundurkan badannya karena merasa terintimidasi. "Jangan deket-deket!" Bening mengangkat tela
Keesokan harinya, Bening diantarkan ke hotel tempatnya menginap oleh Kalingga. Sesuai dengan prediksi dokter, demam Bening sudah turun, tubuhnya juga sudah tidak tremor setelah menghabiskan satu botol cairan infus. Sebelum pulang dari rumah sakit tadi, ia sempat diperiksa dokter lagi lalu diresepkan beberapa obat serta vitamin untuk menjaga daya tahan tubuhnya. Kalingga yang menebuskan obatnya di apotek rumah sakit baru kemudian mereka kembali ke hotel. Sejak semalam, Bening tidak mengatakan apapun. Ia juga seperti mengabaikan Kalingga secara total. Ia hanya akan menjawab kalau ditanya saja, itupun hanya anggukan, gelengan, atau gumaman tidak jelas saja. Jelas sekali bahwa Bening marah padanya. Jujur saja, Kalingga juga sadar kalau perkataannya terlalu berlebihan. Namun, wajar saja kalau ia marah, 'kan? Gara-gara pengakuan palsu Bening kepada mamanya, Kalingga jadi terjebak dalam situasi seperti ini. Sudah begitu, mamanya jadi menilai bahwa Kalingga itu hanya lelaki brengsek yang suk
Bening dan orang yang tidak sengaja bertabrakan dengannya itu saling menatap satu sama lain. Seketika, wajah manyun Bening berubah.“Mas Risky?”“Bening?”Risky tersenyum semakin lebar. “Wah, enggak nyangka banget bakal ketemu sama kamu di sini. Lagi jalan-jalan juga? Atau belanja?” Risky melirik tangan Bening, tetapi wanita itu tidak kelihatan sedang membawa tas belanjaan apapun.Bening tersenyum. “Ya, begitulah. Lagi suntuk aja di rumah makanya jalan-jalan,” jawabnya.“Terus, kamu sama siapa di sini?”Bening teringat dengan Kalingga yang sedang bersama Maya dan itu seketika membuatnya kesal bukan main. Sebenarnya ia hendak menjawab bersama Kalingga, tetapi karena bad mood luar biasa, akhirnya ia tidak jadi menjawab begitu.“Sendirian,” jawab Bening.Risky mangut-mangut. “Oh…”“Terus kalau Mas Risku sendiri ngapain di sini? Lagi jalan sama ceweknya, ya?”Risky sontak tertawa mendengar pertanyaan itu. “Cewek apa? aku nggak punya cewek kok.”Bening ikut tertawa. “Ah, bohong banget. Ngg
Bening mengerjapkan matanya. Ia berada di sebuah kamar. Bening menatap sekitar, dan itu bukan kamar di rumah dinas Kalingga seperti yang ia kenal. Ini seperti sebuah kamar hotel atau mansion yang mewah. Ada ranjang berukuran king size dengan sprei lembut dan juga selimut yang empuk, aroma kamar ini juga wangi seperti bunga-bunga. Interiornya benar-benar menarik, atau setidaknya, itulah yang Bening pikirkan di awal, sampai kemudian ia menyadari sesuatu.“Eh? Aku di sini ngapain?” gumamnya. Ia tidak ingat pernah merencanakan liburan dan menginap di sebuah hotel mewah seperti ini. Dan apakah ia sendirian?Bening mengedarkan pandangannya, kemudian matanya menangkap sosok yang amat familiar sedang berdiri di balkon kamar, kedua siku tangannya bertumpu pada besi pembatas balkon, dan orang itu sedang menatap ke depan, ke arah langit malam yang tampaknya cerah bertabur bintang.“Kapten Kalingga?” ucap Bening.Bening melebarkan senyum. Ia pikir, mungkin ia lupa pernah merencanakan liburan deng
Tubuh Bening menjadi tegang. Dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Kalingga barusan. Ingin menyentuhnya? Bening tidak bodoh untuk mengetahui maksud Kalingga. Tetapi, dia tidak bisa melakukannya dengan Kalingga sekarang. Bening bahkan tidak tahu jika ucapan Kalingga tadi benar-benar tulus atau hanya caranya untuk menenangkan hati Bening.Di sisi lain, Kalingga menyadari reaksi spontan Bening. Wanita itu terlihat tidak bisa bernapas, dengan wajah yang menegang. “Kamu sudah mendengar rahasia saya. Selanjutnya, apa yang harus saya lakukan? Setidaknya beri saya jawaban,” bisik Kalingga sekali lagi.Bening membelalak dan mendorong Kalingga setelah ia menyadari situasi di antara mereka. “Awas! Tolong jangan lakukan ini lagi, Kapten.” Bening melemparkan tatapan memperingatkan dan kabur dari kungkungan Kalingga. Ia beringsut menjauh ke sudut kasur.“Jangan macam-macam. Kalau Maya tahu, aku yakin dia bakal marah.”“Maya?” Kalingga menggigit bibirnya saat nama Maya disinggung. “Saya seriu
Bening langsung pergi ke dapur untuk memasak meninggalkan Kalingga yang terdiam di sana. Ia mengeluarkan seluruh bahan-bahan yang tadi sudah disiapkan dari kulkas dan mengambil pisau untuk memotong wortel yang belum dipotong. Kepala Bening seakan hanya dipenuhi oleh amarah sehingga ia hanya bisa berpikir untuk menyalurkan emosinya dengan memasak.Namun, memang benar kata pepatah jika tidak seharusnya melakukan sesuatu saat emosi. Bening memotong wortel dengan tergesa, dan secara tidak sengaja mengiris jarinya sendiri. Dan seketika itu pula telunjuknya langsung berdarah.“Akh!!” Bening meringis dan langsung mengangkat jari telunjuknya yang mengeluarkan darah. Ada robekan kecil dan cukup dalam di ujung jari Bening. Rasa perih di jarinya itu membuatnya menangis tanpa sadar.“Aku kok apes banget sih, hiks.”Kalingga mendengar isakan halus Bening dari dapur. Kepalanya terangkat dan alisnya saling bertaut, kenapa mendadak Bening menangis? Kalingga jadi khawatir dan memutuskan untuk mengecek
Wildan mengepalkan telapak tangannya. “Semuanya sia-sia. Semua sia-sia. Padahal aku sudah melakukan segala cara agar Bening nggak menikah dengan laki-laki lain. Tapi… tapi kenapa mereka malah tetap menikah?”Di kamar rumah sakit itu, Wildan terus meracau seperti orang gila. Ia benar-benar tidak terima dengan kenyataan ini. Baru saja ia sadar dari koma, kesehatannya pun bahkan belum membaik secara sempurna, dan ia harus merasakan tekanan mental seperti ini. Ia tidak bisa membayangkan Bening sudah dimiliki pria lain. Wildan meremas kepalanya sendiri, sesekali bahkan menjambak rambutnya karena tidak kuasa menahan rasa frustrasi yang mengguncang jiwa dan raganya.“Bening… Bening… Kamu seharusnya menjadi milikku, Bening. Kenapa kamu malah sama dia?” gumam Wildan berkali-kali.*Flashback Wildan tentu masih ingat dengan apa yang sudah ia lakukan kepada Bening. Bahkan setelah mengalami koma pun, tidak ada sedikit pun memorinya yang terganggu. Segalanya masih tampak jelas seolah masih baru
Kalingga refleks mendorong Maya lumayan keras karena kaget. Untung saja Maya masih mampu mempertahankan keseimbangannya meskipun didorong seperti itu oleh Kalingga. "Apa-apaan kamu, May?!" seru Kalingga. Ia agak kesal karena Maya tidak tahu batasan dan malah melakukan hal mencurigakan seperti ini di rumah dinasnya, di mana Bening juga ada di sini bersama mereka. Maya tidak mengindahkan seruan Kalingga. Ia malah lanjut memeluk Kalingga lagi dengan begitu erat."Aku kangen sama Bang Lingga," ucap Maya. Ia menyandarkan kepalanya pada dada Kalingga, sementara rengkuhannya pada tubuh Kalingga begitu erat.Kalingga panik. Ia berusaha mendorong Maya lepas, tetapi ia harus menahan kekuatannya untuk tidak sampai menyakiti Maya. Karena menahan diri itu jugalah, agak sulit untuk Kalingga melepaskan diri."Lepasin Abang, May. Jangan kayak gini.""Maya kangen banget, Bang." Maya mulai merengek."Nggak kayak gini caranya, May," tegas Kalingga. Maya cemberut. Namun, ia masih bertahan dengan memel
Setelah mendapatkan pemberitahuan dari kampusnya, hari ini merupakan jadwal bagi Bening untuk mengambil jas almamaternya. Ia juga akan berbelanja beberapa keperluan untuk OSPEK. Kebetulan karena Bening tidak seperti mahasiswi reguler pada umumnya, OSPEK bagi Bening yang mengambil kelas karyawan tidak diwajibkan. Mungkin ia dan mahasiswa kelas karyawan lain hanya perlu mendengarkan pidato dari para petinggi universitas dan lainnya. Kala itu, setelah mengambil jas almamater dari ruang jurusan, Bening secara tidak sengaja bertemu dengan Risky, kakak tingkat yang kala itu ia tabrak saat berjalan-jalan di sekitar kampus. Risky menyapa Bening terlebih dulu dan menghampirinya dengan senyum mengembang.“Hari ini jadwal maba ambil almamater, ya?”Bening mengangguk dan menunjukkan bungkusan plastik di tangannya. “Iya, Mas. Untung aja tadi antreannya nggak terlalu banyak, jadi bisa langsung dapet.”“Mm, gitu, ya.” Risky manggut-manggut. Ia melihat jam di ponselnya dan menyadari bahwa hari masih
“Risky itu temanku,” jawab Bening santai. Memang kenyataannya seperti itu, jadi jawabannya pun jujur.Sayangnya, Kalingga menatap Bening dengan ekspresi skeptis.“Kenapa, Kapten? Nggak percaya ya?” tanya Bening.Kalingga menggeleng. “Nggak papa.”Bening mengangguk saja. Lalu, ia teringat kalau ada jadwal live hari ini untuk mempromosikan produk yang baru saja mengambil jasa endorse darinya, jadi Bening pun buru-buru masuk ke kamar untuk bersiap-siap live. Bening segera mandi supaya wajahnya juga lebih segar. Hampir seharian ia berada di rumah Bu Rita tadi, jadi sudah pasti wajahnya agak kucel. Setelah mandi, Bening berganti pakaian, berdandan sedikit supaya lebih segar, kemudian mengatur posisi ponselnya agar bisa menangkap wajahnya serta produk yang akan ia promosikan dengan baik. Ketika melihat Bening mempersiapkan semua kebutuhan live-nya itu, ia tidak sadar kalau sejak tadi Kalingga memperhatikannya. Kalingga mengernyit ketika melihat Bening mempercantik wajahnya, memakai hijab
Begitu melihat bahwa yang datang ternyata Maya, ekspresi Bu Rita seketika berubah. Sejak tadi, wanita itu penuh senyum dan berseri-seri, tetapi kali ini seolah semua itu hilang begitu saja. Bening memperhatikan sekilas perubahan ekspresi Bu Rita. Memang, beliau masih tersenyum, tetapi entah mengapa senyumannya agak aneh, atau mungkin itu hanya perasaan Bening saja?‘Ternyata dia ada di Indonesia toh,’ batin Bu Rita. Maya yang datang langsung tersenyum cerah begitu melihat Bu Rita. “Bude… Apa kabar? Lama nggak jumpa.”Bu Rita tersenyum tipis saja saat Maya langsung masuk ke ruang tamu melewati Bening yang membukakan pintu. Gadis itu langsung menghampiri Bu Rita dan memeluknya dengan erat.“Wah… Maya kangen banget sama Bude soalnya udah lama enggak ketemu.” Maya kelihatan senang sekali bisa bertemu dengan Bu Rita. Bening terus memperhatikannya saja, tetapi ia hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa.Bu Rita hanya membalas pelukan itu dengan satu lengan kemudian melepaskan diri secara p