Reyhan langsung menoleh menatap Vina. Pandangannya begitu tajam, membuat Vina sampai tidak berani balas menatap matanya. “Oh iya, kalau Nak Reyhan mau ngobrol sama Vina silakan masuk aja, Ibu ke dalam dulu mau nemenin Bapak.” Ibunya Vina pamit kemudian segera ke dalam. Saat ini, hanya ada Reyhan dan Vina saja di depan. Suasana benar-benar canggung di antara mereka berdua. “Vin, apa maksud Ibu kamu itu, hah?” tanya Reyhan.Vina langsung menarik lengan Reyhan dan membawanya agak menjauh dari depan pintu. Hanya melihat dari ekspresi Reyhan saja, Vina tahu kalau pemuda itu murka. Vina hanya tidak mau kalau nanti suara amarah Reyhan terdengar dari dalam rumah.“Jelasin apa maksud Ibu kamu tadi, Vin. Apa-apaan itu? kenapa tiba-tiba kamu punya calon suami, hah?”Vina menarik napas panjang. “Aku bisa jelasin, Yang. Ini semua nggak seperti yang kamu pikirkan kok, aku…”“Jadi selama ini kamu selingkuhin aku, Vin?” potong Reyhan. Vina menggeleng. “Enggak, bukan gitu, Rey. Aku nggak selingkuh
Vina kelihatan bingung. Tiba-tiba saja Yudha ada di sana dan bertingkah seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih. Teman Vina yang merundungnya sejak tadi mengernyit. Sherly jelas terkejut melihat Vina tiba-tiba dirangkul oleh pria dewasa yang bahkan juga memanggilnya sayang. Belum lagi, Yudha memakai seragam tentara, jadi Sherly yang tadi bertingkah sok berkuasa dan bisa memperlakukan Vina sesuka hati mendadak ciut. Ia takut karena Yudha adalah seorang aparat. “Ditanyain kok malah bengong sih, Yang? Udah belum beli kopinya?” Yudha kembali menatap Vina. Meskipun ekspresi Vina masih tampak kebingungan, Yudha tetap memasang senyum di hadapan gadis itu. Vina melirik Reyhan yang berdiri di belakang Sherly. Pemuda itu tidak melakukan apa-apa sejak tadi. Ia bahkan membiarkan saja Sherly menghinanya habis-habisan. Sekarang ketika Yudha datang, Reyhan malah kelihatan sedang menahan amarah. “A-Aku kayaknya nggak jadi beli di sini deh, Yang. Aku pengen beli es boba aja,” kata Vina. Ia tidak
Yudha yang mendengar pernyataan mendadak dari Vina sontak membelalak kaget. “Tunggu sebentar, maksudnya gimana?” tanya Yudha. Vina terisak. Ia sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Entahlah, ia benar-benar lelah dengan kehidupannya. Selalu saja ada masalah baru sementara masalah yang lama belum terselesaikan. “Om, Bapak masuk rumah sakit lagi. Aku nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi selain ke Om Yudha. Aku beneran butuh pertolongan. Om bisa bantu aku lagi nggak?”Jujur saja, ketika mengatakan itu, Vina malu luar biasa. Ia sudah pernah dibantu oleh Yudha, dan sekarang ia malah meminta bantuan lagi. Vina yakin sekali dirinya pasti sudah menjelma menjadi sosok yang tidak tahu diri. Masalahnya, Vina juga terdesak di sini. Ia tidak bisa meminta bantuan saudaranya, yang ada nanti malah dimaki-maki dan disebut tidak tahu diri. “Iya, insyaallah saya bantu. Bapak kamu dibawa ke rumah sakit yang kemarin, ‘kan?” tanya Yudha memastikan.“Iya, Om. Tadi aku telepon ambulans buat bawa k
"Maaf Ning, tapi kayaknya kita nggak bisa lanjutin hubungan ini. Ibuku mau punya menantu seorang bidan atau perawat, supaya katanya ada yang bantu merawat Ibu di masa tuanya."Deg.Bening, seorang gadis desa yang baru saja mendengar ucapan kekasihnya itu mendadak membeku. “A-apa?” Bening menggumam. Ia merasa seperti mimpi. Kekasihnya, seorang pria yang amat ia cintai selama lima tahun terakhir tiba-tiba mengatakan itu kepadanya.Wildan, sang kekasih yang telah berhubungan dengan Bening selama lima tahun terakhir menatap gadis itu dengan tatapan ragu. Karena tidak ada tanggapan sama sekali dari Bening selain gumaman keterkejutan itu, ia sendiri pun bingung harus mengatakan apa lagi. “Maaf, Ning. Tapi, kamu pasti paham, ‘kan?” Bening menatap Wildan. Sorot matanya tampak terluka. “Jadi, maksudnya gimana, Mas?”Wildan menghela napas panjang. “Ya, begitulah.”Bening mengepalkan telapak tangannya. Begitu? Begitu bagaimana? Selama ini, Bening sudah sangat sabar menunggu kejelasan hubungan
Bening masih menunggu jawaban dari komandannya Wildan di kursi tunggu salon. Namun, setelah sepuluh menit berlalu, pesan tadi tetap tak kunjung mendapatkan balasan yang diinginkan Bening. "Kenapa cuma di-read aja dari tadi, ya? Apa fotoku kurang cantik? Masa sih?" gumam Bening gusar. Bening memutuskan untuk kembali berfoto selfie dengan beberapa pose berbeda. Ia sengaja memilih foto yang menurutnya paling cantik, yaitu dengan pose sedikit memiringkan wajah dan tersenyum manis. Foto itu kembali dikirimkannya kepada Komandannya Wildan. Bening tak lupa menyisipkan caption di foto tersebut. [Sayang. Balas dong.]"Nah, dibaca! Kali ini pasti dibalas!" gumam Bening semangat.Sayangnya, setelah menunggu sekian menit lagi, pesan tersebut tetap tak mendapatkan balasan apa pun. Bening jadi membayangkan apa kira-kira yang dipikirkan oleh komandan itu sekarang. Masa ia tidak tertarik dengan foto cantik Bening? Atau jangan-jangan komandannya Wildan itu merasa risih dan sengaja tidak mau membala
Bening menganga sembari mengedip-ngedipkan matanya. “Hah? Fotonya begini doang?”Bening sangat kecewa. Maksudnya, akun Instagram si komandan itu sampai diprivasi segala, Bening kira minimal ada potret pria itu secara jelas. Namun, yang ada di sana ternyata foto yang tampak mata saja. Kalingga berpose memakai masker dan pelindung kepala. Jemari Bening bergerak. Ia memperbesar foto itu, berusaha memperhatikan lebih seksama mata Kalingga, sebab memang itu saja satu-satunya yang tampak. Mata Bening menyipit, memperhatikan foto yang ia perbesar sampai hampir blur itu. Bening mangut-mangut sendiri, tidak jelas apa yang sebenarnya sedang ia setujui. Meski hanya tampak matanya saja, Bening bisa merasakan tatapan tajam dan dingin dari si komandan itu.Bening ganti memperhatikan perawakan Kalingga. Meski hanya melihat dari foto saja, tetapi Bening sudah bisa menilai kalau pria itu sangat gagah. “Hm, gagah banget,” gumam Bening tanpa sadar. Entah mengapa, Bening malah jadi semakin berh*srat
Mata Bening tidak bisa berkedip menatap wajah orang yang menahan tubuhnya tersebut. Bibirnya tak kunjung terkatup. Alih-alih menjauhkan diri, ia malah bengong dan terus menatap pria yang membantunya itu. "Aku enggak lagi di surga, kan? Kok ada pangeran tampan di sini?" bisik Bening dalam hati. Bening benar-benar terpana melihat ketampanan pria itu. Sungguh mahakarya Tuhan yang luar biasa. Lihat saja alis matanya yang tebal, hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, dan bibirnya yang tampak lembut dengan sedikit belahan di bibir bawah. Bening merasa tidak pernah berada sedekat ini dengan pria tampan lainnya sebelumnya. Yang artinya ... seorang Wildan pun tidak setampan si pria penolong ini di mata Bening! "Ehm, kamu bisa berdiri sendiri?" Suara pria tersebut akhirnya menyadarkan Bening dari keterpukauannya. Dia cepat-cepat berdiri, dibantu oleh pria tersebut. Ketika pria itu menanyakan identitasnya, "Siapa kamu?" Bening kehilangan kata-kata sejenak, matanya melirik ke arah Wil
Saat melihat seorang pria yang keluar dari mobil itu, Bening kaget bukan main karena itu adalah orang yang bertemu dengannya di batalion tadi. Si Pangeran tampan.Pria tersebut mendekati Bening dengan wajah kesal. "Kenapa kamu lempar mobil saya pakai batu?" tanyanya. "Salah sendiri nyipratin saya!" jawab Bening yang enggan terintimidasi tatapan tajam pria tersebut. Toh, bukan dia yang mencari perkara duluan! "Ya tapi enggak dengan lempar mobil saya pakai batu juga! Kamu tahu itu merugikan saya! Kamu mau dituntut ganti rugi?" kata pria itu lagi. Tampaknya ia greget karena Bening tidak merasa bersalah sama sekali. Bening langsung memasang wajah tidak terima. "Enak aja minta ganti rugi, orang saya nggak salah! Itu setimpal karena kamu udah nyipratin saya pakai air comberan!" jawabnya. Karena malas urusannya menjadi panjang, Bening langsung melengos pergi dari tempat tersebut. Membuat si pria menggertakan gigi melihat tingkahnya. "Mau ke mana kamu?" tanya pria itu sambil menahan tang
Yudha yang mendengar pernyataan mendadak dari Vina sontak membelalak kaget. “Tunggu sebentar, maksudnya gimana?” tanya Yudha. Vina terisak. Ia sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Entahlah, ia benar-benar lelah dengan kehidupannya. Selalu saja ada masalah baru sementara masalah yang lama belum terselesaikan. “Om, Bapak masuk rumah sakit lagi. Aku nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi selain ke Om Yudha. Aku beneran butuh pertolongan. Om bisa bantu aku lagi nggak?”Jujur saja, ketika mengatakan itu, Vina malu luar biasa. Ia sudah pernah dibantu oleh Yudha, dan sekarang ia malah meminta bantuan lagi. Vina yakin sekali dirinya pasti sudah menjelma menjadi sosok yang tidak tahu diri. Masalahnya, Vina juga terdesak di sini. Ia tidak bisa meminta bantuan saudaranya, yang ada nanti malah dimaki-maki dan disebut tidak tahu diri. “Iya, insyaallah saya bantu. Bapak kamu dibawa ke rumah sakit yang kemarin, ‘kan?” tanya Yudha memastikan.“Iya, Om. Tadi aku telepon ambulans buat bawa k
Vina kelihatan bingung. Tiba-tiba saja Yudha ada di sana dan bertingkah seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih. Teman Vina yang merundungnya sejak tadi mengernyit. Sherly jelas terkejut melihat Vina tiba-tiba dirangkul oleh pria dewasa yang bahkan juga memanggilnya sayang. Belum lagi, Yudha memakai seragam tentara, jadi Sherly yang tadi bertingkah sok berkuasa dan bisa memperlakukan Vina sesuka hati mendadak ciut. Ia takut karena Yudha adalah seorang aparat. “Ditanyain kok malah bengong sih, Yang? Udah belum beli kopinya?” Yudha kembali menatap Vina. Meskipun ekspresi Vina masih tampak kebingungan, Yudha tetap memasang senyum di hadapan gadis itu. Vina melirik Reyhan yang berdiri di belakang Sherly. Pemuda itu tidak melakukan apa-apa sejak tadi. Ia bahkan membiarkan saja Sherly menghinanya habis-habisan. Sekarang ketika Yudha datang, Reyhan malah kelihatan sedang menahan amarah. “A-Aku kayaknya nggak jadi beli di sini deh, Yang. Aku pengen beli es boba aja,” kata Vina. Ia tidak
Reyhan langsung menoleh menatap Vina. Pandangannya begitu tajam, membuat Vina sampai tidak berani balas menatap matanya. “Oh iya, kalau Nak Reyhan mau ngobrol sama Vina silakan masuk aja, Ibu ke dalam dulu mau nemenin Bapak.” Ibunya Vina pamit kemudian segera ke dalam. Saat ini, hanya ada Reyhan dan Vina saja di depan. Suasana benar-benar canggung di antara mereka berdua. “Vin, apa maksud Ibu kamu itu, hah?” tanya Reyhan.Vina langsung menarik lengan Reyhan dan membawanya agak menjauh dari depan pintu. Hanya melihat dari ekspresi Reyhan saja, Vina tahu kalau pemuda itu murka. Vina hanya tidak mau kalau nanti suara amarah Reyhan terdengar dari dalam rumah.“Jelasin apa maksud Ibu kamu tadi, Vin. Apa-apaan itu? kenapa tiba-tiba kamu punya calon suami, hah?”Vina menarik napas panjang. “Aku bisa jelasin, Yang. Ini semua nggak seperti yang kamu pikirkan kok, aku…”“Jadi selama ini kamu selingkuhin aku, Vin?” potong Reyhan. Vina menggeleng. “Enggak, bukan gitu, Rey. Aku nggak selingkuh
Yudha menatap Vina dengan serius. “Jadi kamu maunya apa?” tanya pria itu. Vina mengembuskan napas panjang. “Aku mau urusan kita sampai di sini. Om nggak boleh ngajak aku pura-pura jadi pacar lagi, tapi urusan pengobatan orang tuaku tetap Om yang bayar sampai keluar dari rumah sakit.”Yudha mendengarkan semua permintaan Vina dengan seksama. Ia memejamkan mata sebentar sebelum kemudian merespon, “kamu benci sama saya ya sampai nggak mau urusan sama saya lagi?”Vina menggeleng. “Bukan gitu, aku cuma mau hidup normal semestinya aja.”Yudha menaikkan sebelah alisnya. “Memangnya kalau berurusan dengan saya hidup kamu jadi nggak normal? Iya saya akui kalau saya salah atas kejadian yang sebelumnya, tetapi saya sedang berusaha bertanggung jawab sekarang.”“Ya intinya aku mau balik ke kehidupanku yang biasanya aja, Om,” kata Vina. “Tapi ‘kan saya udah melakukan sesuatu yang buruk ke kamu. Kenapa kamu nggak mau saya tanggung jawab?”Vina terdiam. Ia bukannya tidak menghargai Yudha yang mau ber
Yudha terbangun di rumah sakit dengan kondisi kepala pening luar biasa. Ia panik, sebab terakhir kali yang diingatnya, ia sedang kebingungan bagaimana mengatasi kondisinya yang panas luar biasa akibat dijebak oleh Wulan. Orang terakhir yang bersama dengannya adalah Vina. Yudha membelalak. Benar, Vina. “Vina…” gumam Yudha.Ketika menoleh, bukan Vina yang ia lihat, melainkan wajah garang papanya yang melotot ganas kepadanya. Kalingga berdiri di samping ranjang rumah sakit Yudha, kedua lengannya menyilang di depan dada, dan rahangnya mengeras luar biasa. Tak hanya itu, sorot mata papanya begitu tajam sampai Yudha sendiri tanpa sadar menelan ludahnya.“Pa…pa…” gumam Yudha. Ia bingung mengapa papanya ada di sini, dan lebih bingung lagi karena melihat ekspresi marah pria itu.Yudha segera bangkit dari posisi berbaring dan beralih duduk sambil menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang.“Papa kenapa di sini? memangnya ada ap—” ucapan Yudha terhenti. Di ruangan itu, Vina duduk di sofa bers
“Aku kabur, Mas Yudha,” ulang Wulan.“Kabur gimana maksudnya?” tanya Yudha. Ia bingung mengapa Wulan tiba-tiba memberi kabar seperti ini kepadanya. Terlebih, bukankah apapun urusan Wulan sekarang bukan urusan Yudha lagi? mereka sudah putus waktu itu.“Ya kabur dari rumah Mas,” kata Wulan.“Iya, kenapa kabur dari rumah? Bukannya hari ini kamu menikah?”Terdengar helaan napas panjang dari seberang panggilan. “Aku nggak bisa jelasin di telepon, Mas. Bisa enggak kalau kita ketemuan di luar aja?”Yudha memijat sekat hidungnya. “Saya nggak bisa. Saya ada piket hari ini.”“Tolonglah Mas, sebentar aja.” Suara Wulan terdengar semakin memelas ketika memohon. Ia seperti sudah sangat putus asa untuk ingin bertemu dengan Yudha. “Nggak bisa, Wulan. Maaf, saya harus piket.”“Mas Yudha beneran nggak mau ketemu sama aku? Sebentar pun nggak mau?” Yudha mengernyit. Nada suara Wulan terdengar agak aneh. “Kan saya udah bilang, saya nggak bisa ketemu karena mau piket. Kamu kenapa sih?”“Oke, nggak papa
Yudha seketika mengernyit mendengar jawaban Vina. “Cowokmu? Ngapain dia di sini?”“Sebenarnya tadi kami ketemu pas di mall, Om. Mungkin dia kira aku udah pulang makanya nyusulin ke rumah,” jelas Vina. Yudha mengusap wajahnya. “Kamu ini belum putus sama dia, ya?”Vina menggeleng. “Belumlah, Om. Masa iya tiba-tiba putus gitu aja. Lagian aku masih cinta sama dia, Om.”Yudha sedikit berjengit kaget mendengar jawaban Vina. Cinta, katanya? Entah mengapa Yudha ingin tertawa mendengar pengakuan itu. Apa sih yang diketahui gadis 18 tahun ini soal cinta? Paling-paling hanya sekadar cinta monyet belaka. “Jadi itu alasan kamu minta supaya kita pura-pura pacaran aja dan nggak perlu nikah beneran? Karena cowok kamu?”Vina mengangguk. “Iya, Om.”Yudha geleng-geleng kepala. “Kamu bikin keadaan tambah rumit aja.”Vina merengut. “Ih, siapa juga yang bikin keadaan tambah rumit? Kan dari awal aku udah bilang kalau memang udah ada cowok. Om sih minta aku pura-pura jadi calon istri segala.”“Kamu sendiri
Reyhan berusaha mengejar mereka, tetapi karena hari itu Mall dalam keadaan ramai, jadi, Reyhan kehilangan jejak mereka. Belum lagi ponselnya yang tiba-tiba berdering. Mau tak mau, Reyhan mengangkat ponselnya dulu karena takut itu telpon penting. Di sisi lain, setelah keluar dari mall, Vina baru berani mengangkat wajahnya lagi. Yudha dan Vina masuk ke dalam mobil. “Selonjorkan kakimu,” pinta Yudha.Vina mengangguk. Ia meluruskan kakinya, kemudian Yudha mencari-cari kotak P3K di dalam mobil untuk mengambil salep pereda nyeri di sana. Yudha mengoleskan salep itu pelan-pelan, tetapi karena memang memar di kaki Vina masih baru, sentuhan pelan pun membuatnya terganggu.“Ah! Ah… a-ah… aduh!” Vina mengerang kesakitan sambil menggeliat. Yudha geleng-geleng kepala. “Jangan banyak bergerak, di sini sempit.”“P-Pelan dong, Om. Ah…”Gara-gara teriakan ambigu Vina, tiba-tiba ada yang mengetuk kaca mobil Yudha. Saat itu juga, Yudha menurunkan kaca mobilnya separuh dan bertemu pandang dengan satp
Reyhan tertawa geli mendengar Vina kaget dan latah seperti itu. “Sayang, kamu itu ya kebiasaan banget kalau kaget jadi latah.”Sementara Reyhan menikmati kelatahan Vina dan menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu dan menggemaskan, yang bersangkutan alias Vina sendiri justru sedang ketar-ketir luar biasa. Bisa-bisanya ia secara kebetulan bertemu Reyhan di sini, dan yang lebih parah, sekarang Vina sedang bersama Yudha. Untung saja Reyhan memergokinya di sini ketika Yudha sedang ke toilet, kalau sampai pacarnya ini memergoki dirinya bersama Yudha, bisa jadi perang dunia ketiga nanti. “Ngapain kamu di sini?” tanya Vina. Reyhan justru terkekeh. “Harusnya aku dong yang nanya kenapa kamu di sini, Sayang?”Vina menggaruk pipinya sendiri. Kalau sedang panik, mulutnya memang suka asal bunyi. “Mmm… lagi jadi manekin.”Sial, Vina benar-benar gugup luar biasa. Tadinya ia mau menjawab lain, tetapi malah yang keluar dari mulutnya jawaban ngaco dan konyol seperti itu.Jelas saja jawaban Vina langsu