Pagi sudah menjelang, gorden jendela sudah dibuka oleh suamiku, dia sendiri terlihat sedang duduk menikmati sarapannya di balkon kamar kami.
Kusibak selimut masih dengan sisa perasaan kesal tadi malam karena dia ... ah, sudahlah. Perlahan kugeser pintu kaca dan hendak menyapanya tapi Mas Bendi terlihat menelpon seseorang di sana. "Gue curiga, sama dia yang ada di penjara dan sudah menyuruh orang untuk menghancurkan pernikahan gue," ungkapnya sambil menghisap sebatang rokok. "Iya ... walaupun tidak mungkin, tapi bisa jadi kan? keluarga tante Sakinah sudah bermusuhan lama dan mereka saling menjerumuskan sampai ke titik ini. Gua nggak mau, gua dan istri gua terus menerus terseret, sampai-sampai Imelda gak akan merasa aman." "Hah, Kolonel William? Siapa dia? .... Oh hakim itu? ada apa dia? hah, anaknya?" Bendi terlihat kaget. Aku makin makin tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Bendi tentang mama dan beberapa orang yang pernah menjadi musuh mama. Apakah kini mereka kembali untuk merongrong keluarga kami. Tapi kenapa? Apa permusuhan itu tidak akan ada habisnya? "Mas ...." Aku mencoba memanggil suamiku, dia tersentak dan membalikkan badan lalu buru-buru mematikan ponselnya. "Oh, Sayang, kamu udah bangun?" "Iya, Mas. Kamu lagi ngomong sama siapa?" "Kawanku, Ridho, Dia menanyakan tentang pernikahan kita dan meminta maaf bahwa tidak bisa datang." "Tapi, tadi aku sempat mendengar kamu membicarakan tentang mama dan beberapa orang ...." "Oh, itu, enggak juga kok, hanya bertanya tanya biasa saja. Jangan dipikirkan," jawabnya sambil meraih pinggangku, mendudukkanku di pangkuannya dan mengecup pipiku dengan mesra. "Kenapa Mas nggak cerita sih? Sejak kemarin aku bingung dengan yang terjadi, Apa yang membuat Mas terlambat datang ke pesta dan sampai babak belur seperti itu, siapa pelakunya?" "Bisnis Yang kujalani ini adalah bisnis yang berat Imelda, teman bisa menjadi musuh dan musuh bisa menjadi teman, kemanapun aku berjalan maut selalu mengintai, jadi mau tidak mau aku harus menghadapi semua itu." "Lantas, kenapa masih dilanjutkan Mas?" tanyaku sambil mendesah kesal. "Karena banyak orang yang menggantungkan hidup denganku, anak buah, ibu-ibu janda dan mereka yang mengadu nasib di lapak kecil mereka, mereka terancam digusur sepanjang waktu, jika aku tidak memberi mereka perlindungan keamanan." "Lalu apa gunanya polisi dan pemerintah Mas?" "Kau tahu negeri ini adalah negeri para pecundang, Kamu lihat sendiri apa yang terjadi pada ibumu dimana kita tidak bisa mengandalkan hukum. Karena hukum bisa dibeli, dengan intrik dan uang." Mendengar itu rasanya tubuh ini merinding tidak karuan, Tak kusangka dibalik aksi yang mungkin disebut jahat oleh beberapa orang dia ternyata mengorbankan dirinya untuk kepentingan banyak orang. "Lalu apa yang akan kau lakukan seterusnya Mas? Apakah aman kita hidup seperti ini?" "Sudah kukatakan dari dari awal bahwa seperti inilah aku dengan kehidupanku, jangan takut karena aku akan melindungimu sekuat yang aku bisa." Dia kembali mengecup pipi dan menyuapiku sepotong roti. ** Kulihat suamiku sudah masuk ke kamar mandi dan terdengar bunyi di sana, kuambil ponselku menghubungi Mama, dan tak lama kemudian suara wanita yang aku cintai itu terdengar dari seberang sana. "Halo, Sayang... gimana kabarmu hari ini? bagaimana dengan malam tadi, apakah lancar?" "Lupakan saja, Ma. Aku ingin bertanya apakah orang-orang yang pernah memusuhi Mama masih mengganggu?" "Hah ...?" Mama terdengar heran dari seberang sana. "Ma, aku dengar Mas Bendi berbicara dengan temannya dan membicarakan tentang orang-orang yang kembali mengancam dan meneror, mereka adalah orang-orang yang pernah berhubungan dengan Mama." "Sungguhkah ...?" tanyanya tertahan. "Kurang jelas sih, tapi mendengarnya saja sudah membuatku resah." "Jangan begitu khawatir Nak. Selagi mereka tidak bisa menyentuh kalian." "Tidak bisa menyentuh bagaimana Ma, lantas Siapa yang sudah membuat Mas Bendi babak belur kemarin?" "Apakah itu mereka?" "Tidak tahu, tapi Mas Bendi terdengar membahasnya," jawabku galau. "Tenangkan dirimu, Sayang, kalau kalian sudah kembali ke rumah, maka, Mama akan menemui Bendi," jawabnya berusaha menenangkan. "Mama jadi akan menemui Bendi dan menanyakan segalanya?" "Iya, pasti." Pintu kamar mandi tiba-tiba dibuka dan aku buru-buru mengucapkan pamit kepada mama dan kembali beralih kepada suamiku. "Ngomong sama siapa?" "Mama," jawabku menyodorkan pakaian untuknya. "Apa ... kau sedang memberi tahu apa yang terjadi?" tanyanya sambil mengangkat alis sebelah. "Ti-tidak, aku hanya bertanya kabar," jawabku gugup. "Baiklah, aku tidak ingin kau memberi tahu siapa-siapa karena aku takut Ayahmu akan marah dan khawatir lalu memintamu untuk kembali kepada mereka." "Itu tidak akan mungkin terjadi Mas, Aku adalah istrimu dan tidak mungkin mereka mengambil seorang wanita dari suaminya," jawabku membantunya mengancing pakaian. "Kita akan pulang sekarang, kembali ke mansion dan menghabiskan waktu kita di sana," ajaknya sambil memegang kedua bahuku. "Lho, kita tidak jadi menghabiskan bulan madu?" "Pelayanan kamar dan kolam renang juga ada di rumah, jadi kita bisa bulan madu di rumah saja," jawabnya tertawa. "Baiklah, terserah Mas saja," jawabku sambil mendesah pelan, sebenarnya ada rasa kecewa tapi aku harus menurut padanya. "Mandilah, ganti baju karena sebentar lagi supir akan datang menjemput kita," suruhnya. "Iya, Mas. Aku akan mandi," jawabku yang berangsur ke kamar mandi. Aku masuk ke kamar mandi lalu menyalakan keran dan membiarkan pancuran membasahi badan, 10 menit kemudian kumatikan pancuran dan mengeringkan badan di depan wastafel. Dari balik pintu kamar mandi terdengar kembali percakapan Mas Bendi, yang kunilai cukup aneh. "Mami, aku udah nikah, mami tahu itu, gak bisa ...." Hah, apa yang sedang mereka bicarakan? "Kalau aku pergi sekarang Imelda akan curiga dan tentu aku tidak bisa meninggalkan istriku," jawabnya kesal. Apa? Dia ingin pergi ke mana?Aku tidak bertanya banyak kepada Bendi apa saja yang dibicarakan dengan ibunya, Aku khawatir bahwa semakin tahunya diri ini maka akan membuat diriku sakit hati. Jadi kuikuti saja kemana langkahnya yang mengajakku kembali pulang ke rumah yang sekaligus difungsikan sebagai markas anak buahnya.Sore itu aku berinisiatif menemui orang tua yang masih berada di ibukota, aku ingin memanfaatkan waktu untuk mengambil hatinya sebelum dia kembali ke Singapura.Aku ingin membuktikan bahwa aku juga menantu yang layak diterima, karenanya, setelah meminta izin Bendi dan diantar oleh seorang supir, aku meluncur ke sebuah villa mewah di pinggir kota.Kupegang kuat di pangkuan, sebuah kotak berisi songket dengan sulaman benang emas yang akan kujadikan hadiah untuk ibu mertua, besar harapan agar dia menerima hadiah tersebut sebagai simbol bahwa aku sangat menghormatinya.Sesampainya di sebuah vila mewah, yang dari luar saja sudah kelihatan estetik, aku langsung turun dari mobil dan menuju pintu utama l
"A-apa maksud Mami?" tanyaku, tenggorokanku kering seketika mendengar ungkapannya."Kenapa kau kaget? kau bilang bahwa kau akan siap dengan segala konsekuensi karena sudah memilih Bendi sebagai suamimu?""Ta-tapi bukan begitu," sanggahku."Kami tumbuh dalam lingkungan bisnis kotor dan penuh dengan kelicikan, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kami adalah bisnis yang harus dimanfaatkan potensinya," desisnya dengan kejam."Tapi, ini hubungan, Mi ....""Jika kau yakin pada Bendi bahwa cintanya hanya untukmu maka biarkan saja dia pergi ke mana pun, karena pada akhirnya dia akan kembali ke dermaga hatimu," jawabnya santai."Menurut Mami itu mudah tapi menurutku ....""Jangan merasa terbebani, ini hanya permintaan kecil dari mertuamu. Apa kau tidak akan meluluskannya?" tanyanya dengan enteng sambil mengangkat sebelah alisnya."Aku ...." Tak mampu kuberi jawaban yang bisa melegakan antara aku dan dia. Mustahil menyetujui perpisahan di hari kedua setelah pernikahan."Pulanglah, pik
"Apapun yang telah dilakukan ibuku, itu tidak ada kaitannya denganku, Pak.""Hmm, begitu ya, kamu ini naif atau pura pura bodoh sih?" bisiknya dengan tatapan penuh makna.Dadaku makin berdebar, takut dan tidak tahu harus apa pada situasi ini. Cemas dia akan terus mengancamku, akhirnya kuputuskan saja untuk menjauh."Maaf, aku masuk dulu, selamat bermain lagi, Pak," ucapku sambil memaksakan senyum."Kau takut ya, heran sekali bisa ada wanita yang takut padaku, padahal biasanya, wanita akan terpesona," ungkapnya sambil mengangkat kerah bajunya."Bagaimana pun saya akan mengingat perjumpaan kita," jawabku sambil menjauh."Aku pernah dengar kabar bahwa anak Nyonya Sakinah sangat cantik, dia bisa dijadikan alat negosiasi yang bagus alih-alih menikahkan dia dengan seorang preman," ungkapnya menahan langkahku."Saya bukan barang, Pak. Lagi pula saya menikah karena keinginan sendiri," jawabku yang langsung pergi membawa emosi.Di depan pintu aku berpapasan dengan suami, dia terkejut meliha
Esok.hari.Entah kenapa pagi sekali mama datang ke rumah, ia masuk ke kamar dan membangunkanku setelah seorang pengawal Bendi mengantarnya ke kamarku." Bangun imel.""Ada apa?"aku yang masih setengah mengantuk tentu saja terkejut."Bendi di mana?'"Lagi pergi.""Ayo kita pergi," ujarnya Mama sambil menarik lenganku dengan keras. Dia mengajakku pergi dan dari rumah suamiku tanpa alasan yang jelas."Kemana Ma?""Pulang ke rumah!""Kenapa?""Aku tahu, aku merestui pernikahanmu, tapi kami sudah salah," ucap Mama panik."Apa maksudnya Ma, aku gak paham?""Ayo pulang, jangan di sini lagi," ujarnya."Tapi aku istrinya, aku pengantinnya, ini rumahku sekarang," jawabku berusaha menenangkan Mama."Kita salah, Nak, mama minta maaf, Papamu selalu berat untuk setuju dari dulu, dan kini semuanya jelas, sebelum terlambat ayo pergi.""Aku belum mengerti," balasku ragu."Ayo ambil barang penting dan kabur dari sini," ajaknya dengan cepat, kuambil ponsel dan mengikuti mama yang panik, meski bingung,
Karena tidak tahan dan terus terus dibayangi oleh kekhawatiran karena ditelepon oleh pria misterius itu. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya langsung kepada Bendi setelah pagi hari."Mas, aku mau tanya," ucapku setelah dia bergabung di meja makan dan menikmati sarapannya."Apa?""Apa kau menikahiku untuk membalas dendam pada orang tuaku?""Apa maksudmu?" Dia tertawa begitu saja."Apa benar ayahku sudah menghalangi bisnis real estate kalian? Apa benar kau menikahiku hanya untuk menyakitiku?""Apa kau pernah merasa disakiti?""Tidak, belum ...""Dan tidak akan pernah itu terjadi, buat apa aku harus menyakiti istri yang sudah susah payah kukejar?" tanyanya mengernyitkan alis."Aku terus-menerus mendapatkan telepon misterius yang mengingatkan bahwa aku harus segera kabur darimu," bisikku pelan."Kalau begitu masalahnya akan selesai dengan cara yang sangat mudah," ucapnya sembari bangkit dan langsung menuju di mana telepon rumah terpasang lalu dia memotong kabel nya dengan pisau roti yang d
"Bagus karena Imelda sudah datang, Jadi kita bisa memulai acara ini." Ibu mertua menyambut dan menyentuh kedua sikuku dengan lengannya. Dia menyeretku ke depan."Oke," jawab wanita berbaju merah itu dengan lembut. Dia nampak cantik dan elegan bak seorang putri, dia pasti anak orang yang sangat kaya. Gaunnya merah menjuntai hingga ke lantai, belahan di kaki menunjukkan betisnya yang mulus dan seksi.Dia begitu percaya diri, dan levelnya jauh di atasku. Mendadak saat melihatnya perasaanku merasa rendah. Terlebih menyaksikan kedekatannya dengan ibu mertua, dan tangannya yang sejak tadi bergelayut di telapak tangan Mami membuatku seakan-akan harus bersiap patah hati."Dia menantuku, ia adalah wanita yang bijak dan tangguh, bukan begitu Imel?""I-iya, Mi, insya Allah," jawabku. Mas Bendi yang ada di sampingku menggenggam tangan dan tersenyum dengan tulusnya."By the way, ada apa Mi? Mengapa tiba tiba mengundang kami?" tanya suamiku."Ini Irina, anak Om Hardi, pengusaha batu bara dan pe
Sepanjang perjalanan pulang diri ini terngiang-ngiang kepada peringatan Papa sebelum pernikahanku terjadi, bahwa diri ini harus menerima konsekuensi pilihan sudah memutuskan untuk menikahi Bendi, bahwa aku harus menerima pahit manisnya membersamai ketua mafia itu.Kini aku tahu, pemimpin gangster tersebut bukanlah dia, tapi Nyonya Erika Ibunya.Mobilku meluncur pelan membelah jalanan aspal yang cukup ramai, kubuka jendela dan membiarkan angin menerbangkan rambut dan meniupkan wajahku. Desauan angin yang cukup ribut tidak kupedulikan lagi, seolah raga ini sudah hancur dilubangi oleh ibu mertua, keadaan hatiku runyam dan sudah tidak berbentuk lagi.Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar melempar tasku sembarang, melepas sepatu begitu saja di lantai dan langsung menjatuhkan diri ke kursi, kupijit kening dan kepalaku yang berdenyut dan hampir pecah. Aku tahu persis bahwa beban yang sedang diletakkan paksa di bahuku amat memberatkan. Berbagi suami, berbagi cinta, dapur, ran
Keesokan hari aku bertemu dengan Bendi di meja makan. Dia yang melihatku masih dengan wajah pucat dan nampak sedikit sakit kepala, hanya diam saja dan melanjutkan pekerjaan di laptopnya. Kuambil tempat duduk berhadapan dan langsung menuangkan segelas susu, lantas mengesapnya."Kamu masih sakit kepala?""Eng, tidak," jawabku sambil tersenyum seolah tidak terjadi apa apa."Kamu masih marah?""Memangnya kalau marah apa untungnya?""Lihat kepikir karena melihat ekspresi kesedihan dan terkejut mu kemarin Kau pasti akan sangat meledak-ledak padaku.""Tidak menangis atau marah bukan berarti aku tidak mencintaimu, Mas, tapi melawan kehendak Ibumu itu adalah hal mustahil," balasku."Aku akan berusaha bicara pada Mama agar dia merevisi keputusannya, aku yakin mau makan dulu karena masih banyak cara lain untuk memutuskan bisnis Tidak harus menjadi sebuah keluarga.""Menurutnya meluaskan bisnis dengan membuat ikatan justru akan lebih terjamin Mas.""Ah, bocah kecil ini, ternyata biarpun masih m
"Apa yang terjadi di sini?" tanya suamiku dengan tatapan terkejut."Roni, tolong aku," ucapku yang terlepas dari belenggu bendi dalam keadaan pakaian yang sudah berantakan."Apa-apaan ini Imelda? kamu dua hari gak pulang hanya untuk bersama Bendi?" tanya suamiku dengan mata membelalak."Astaga, tidak mungkin itu terjadi, aku ada urusan Ron!""Dia bohong, kami sedang melepas rindu dan saling berbagi cinta. Saking mesranya aku lupa kalau ini ruang tamu," jawab Bendi sambil merapikan pakaiannya."Dia sedang berusaha memperkosa diriku!""Percayalah apa yang ingin kamu percayai, aku akan pergi," jawab Bendi dengan senyum miring. Suamiku terlihat langsung geram dan memandang kami bergantian.Bugh!Ketika Bendi melewatinya priaku langsung melayangkan tinju ke arah rahang mantan suami."Lancang sekali," desis Roni, tapi Bendi malah tertawa saja sambil memegang wajahnya."Apa hanya ini yang bisa kamu lakukan sebagai pria, hahahah, kamu lemah!""Apa kamu mencoba merayu istriku?""Justru sebalik
Teet ...teet ...Suara bel gerbang dipencet, aku tersentak dan bingung harus berbuat apa. Di saat seperti ini, andai bisa aku ingin punya ilmu menghilang dan kabur dari tempat ini sesegera mungkin, atau kuputuskan untuk lenyap dari dunia untuk dua menit saja. Tapi, aku sadar bahwa mental semacam ini adalah mental pengecut, aku harus bertanggung jawab atas apa yang kulakukan.Teet ... Sekali lagi bunyi pintu gerbang seakan menusuk nusuk pendengaran, memaksaku untuk segera menemui orang yang ada di pintu depan. Kuganti segera pakaian dengan dress rumahan model payung dengan lengan yang agak panjang, kugerai rambut dan memulas riasan tipis agar aku terlihat sedikit pucat dan polos. Dan ya, sebelum turun ke sana, aku akan selipkan pistol kecil ke bawa bagian short yang kukenakan, tepatnya di bagian paha. Jadi, jika bendi macam-macam, akan kutembus dadanya dengan peluru panas."Ma, ada yang pencet Bel tuh ...."Tidak ada sahutan dari mama atau papa karena ternyata setelah kuperiksa kam
"Kalau enggak Mau, kenapa berbuat sejauh ini Mel? kamu tahu kamu pertaruhkan nyawa semua orang! kita akan berurusan dengan gangster terkejam dan sampai hari ini Mama masih menyimpan trauma mendalam. Kau pikir mudah berurusan dengan para pembunuh yag kejam itu, kau pikir kalian tidak akan diburu dan dibunuh?" "Kami tahu.""Kalau tahu kenapa nekat begitu?! Apa karena kau tahu persis bahwa Bendi mencintaimu, ingat tabir Antara cinta Dan benci itu sangat tipis, cinta yang besar tiba-tiba akan menjadi kebencian dan dendam yang akan membuat tamat riwayatmu.""Tidak juga karena aku merasa nyaman Bendi tidak membunuhku karena cinta.""... atau ... kau merasa nyaman karena aku dan Roni akan selalu berada di belakangmu untuk mendukungmu! bayangkan saja Apa reaksi Roni ketika tahu bahwa kau pergi menjarah mantan suami sendiri!" Ucapan dan tatapan mama semakin tajam."Maaf ...""Apa semua perbuatanmu akan bisa terbayarkan dengan kata maaf? kerugian kapal, para mafia akan dendam dan terus mencari
Setelah mengakhiri percakapan dengan suamiku, kuletakkan kembali ponsel ke dalam tas lalu kupandangi adikku yang sedang sibuk dengan roda kemudi dan senandung kecil di bibirnya."Gawat Sis.""Hah, gawat kenapa?""Bendi menelpon Roni dan bercerita tentang apa yang terjadi, lalu dia menanyakan keberadaanku.""Lalu apa jawaban suamimu?""Dia bilang kalau aku tidak di rumah. itu anggapan Bendy akan mengerucut pada diri ini bahwa ...""Tunggu-tunggu ... jangan berpikiran liar dulu. Mantan suamimu belum punya bukti. Malam ini kau bermalam denganku di rumah Mama dan hanya itu yang terjadi. selain dari itu anggap tidak terjadi.""Iya, benar, tapi, bagaimana dengan emasnya?""Jika tak bisa menjemputnya dengan kapal kita bisa menggunakan penyelam robotik dengan pengendali jarak jauh atau mengambilnya secara manual dengan Seabob. Tim kita adalah tim yang handal, kamu tak perlu khawatir, Mel.""Iya, juga.""Jangan beri Bendi alasan untuk semakin mencurigaimu.""Tidak."Sebelum kembali ke rumah, S
Kami memang merayakan malam itu dengan gembira, anggur dituangkan dan gelembung campagne dilayangkan ke udara tanda selebrasi bahwa kami berhasil memenangkan sesuatu yang besar dalam hidup, untuk pertana kalinya aku berhasil dalam rencanaku, dan aku bangga dengan pencapaian sendiri. "Antar aku pulang, suamiku sudah menunggu di rumah, aku harus sampai dalam tiga puluh menit," ujarku."Kau sedang terluka, Roni harusnya tidak menyadari luka yang kau alami sebab jika dia menyadarinya, maka dia akan tahu kalau kamu sebenarnya habis menjarah mafia," jawab adikku."Uhmm, aku bisa bilang kalau aku kecelakaan," jawabku."Luka akibat gesekan akan beda dengan luka bekas tembakan, Aku yakin Roni menyadarinya sebab dia adalah jaksa yang sering bersinggungan dengan masalah hukum dan penjahat, ayolah, pikirkan ide lain.""Belum lagi jika luka itu akan tertekan dan berdarah lagi, lalu bengkak dan infeksi ketika tidak dirawat," timpal Diki."Mungkin aku akan minta izin untuk menginap dulu di rumah Ma
Dari kejauhan kapal pengiriman itu sudah datang, kami yang sadar bahwa target akan segera mendekat, segera menuju kabin di mana Diki sedang sibuk dengan komputer dan alat pemindainya. Ada beberapa layar yang dibuat menyala bersamaan, layar untuk GPS dan navigasi, layar untuk pemindai radar serta layar yang berisi proyeksi empat dimensi gambar kapal target yang akan kami jarah. "Kau sudah dapatkan skema kapal tersebut?" "Ya dengan kecanggihan teknologi," jawabnya sambil menunjukkan arah kursor dan memperlihatkan kepada kami penampilan kapal itu, meliputi geladak depan, dek atas ke bawah juga penampilan lambung kapan yang saat ini berisi banyak kontainer." "Salah satu dari tumpukan peti kemas itu adalah target kita," ucapku sambil memperhatikan layar. "Bagaimana kita akan tahu mana peti kemas yang paling berharga." "Tentu saja peti kemas yang paling canggih kuncinya." " Menurut penyadap yang kudengar, rencana Bos mafia itu ada dua, jika mereka tidak bisa memindahkan barang d
Beranggotakan enam orang, empat pria dan dua wanita kami berada ke sebuah kapal sewaan berukuran sedang yang memiliki lambung luas dan terbuka dari bagian atas, mirip kapal ikan pada umumnya. Kami sedang bersiap menunggu kapal anak buah Bendi berangkat. Angin laut bertiup lumayan kencang, suara ombak saling bersahutan menghantam dinding batu tepi dermaga. Aku dan "Aku dengar apa yang kau rencanakan," ujar Roni ketika aku kembali dari rumah orang tuaku. Hari itu sudah kususun rencana dengan detail dari mana dan kapan kami akan memulai serangan. Aku dan siska, juga Diki dan beberapa orang berencana untuk pergi memasang penyadap ke pesta yang diadakan bendi di mansion house megahnya. Kedua orang tuaku tidak ikut karena Mama melarang papa untuk terlibat, Siska juga sebenarnya tidak ketahuan terlibat, sebab mama pasti akan membunuhnya jika beliau tahu. "Apa yang hendak kau lakukan, Imelda?" tanya Roni sekali lagi, dia menarik tanganku lalu menatap mata ini dengan intensnya. "Menjarah
"Aku dengar apa yang kau rencanakan," ujar Roni ketika aku kembali dari rumah orang tuaku. Hari itu sudah kususun rencana dengan detail dari mana dan kapan kami akan memulai serangan. Aku dan siska, juga Diki dan beberapa orang berencana untuk pergi memasang penyadap ke pesta yang diadakan bendi di mansion house megahnya. Kedua orang tuaku tidak ikut karena Mama melarang papa untuk terlibat, Siska juga sebenarnya tidak ketahuan terlibat, sebab mama pasti akan membunuhnya jika beliau tahu."Apa yang hendak kau lakukan, Imelda?" tanya Roni sekali lagi, dia menarik tanganku lalu menatap mata ini dengan intensnya."Menjarah Bendi," jawabku tegas.Pria yang tadinya mencekal pergelanganku dengan keras kini perlahan melepaskan tangannya."Kau tidak memikirkan aku dan anak kita?""Sangat," jawabku serius."Mana yang lebih besar obsesi untuk mengikuti keserakahan itu atau memilih hidup tenang dengan kami?" Tanyanya lagi."Dua-duanya, balas dendam dan hidup bahagia," jawabku."Bagaimana jika a
Aku harus merencanakan semuanya dengan matang, anggota tim yang bisa dipercaya, para profesional yang telah terlatih, serta biaya yang akan kudapatkan dari sokongan mama dan kakek william.Dan ya, aku harus menyusupkan seseorang ke dalam rumah Bendi untuk jadi pelayan sekaligus mata-mata yang bisa memberitahuku detail kegiatan mafia itu, juga meletakkan penyadap sehingga aku tahu jadwal kegiatan pengiriman dan apa saja yang Bendi lakukan.Kedengarannya mudah tapi tidak mudah, Bendi tak akan semudah itu menerima anggota atau mempercayai orang baru untuk bekerja di rumahya, satu-satunya harapan adalah menyogok seseorang yang berpotensi jadi pembelot dalam organisasi gelapnya, mungkin anak buahnya yang dulu dekat denganku atau asisten rumah tangga yang sudah belasan tahun mengikutinya.Namun semuanya tidak ada yang bisa kuharapkan, satu satunya cara adalah melakukannya sendiri atau menyamarkan siska adikku sebagai wanita penghibur yang biasa disewa dari klub-klub malam untuk menghibur