Share

4. kaget

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-19 06:55:17

"A-apa maksud Mami?" tanyaku, tenggorokanku kering seketika mendengar ungkapannya.

"Kenapa kau kaget? kau bilang bahwa kau akan siap dengan segala konsekuensi karena sudah memilih Bendi sebagai suamimu?"

"Ta-tapi bukan begitu," sanggahku.

"Kami tumbuh dalam lingkungan bisnis kotor dan penuh dengan kelicikan, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kami adalah bisnis yang harus dimanfaatkan potensinya," desisnya dengan kejam.

"Tapi, ini hubungan, Mi ...."

"Jika kau yakin pada Bendi bahwa cintanya hanya untukmu maka biarkan saja dia pergi ke mana pun, karena pada akhirnya dia akan kembali ke dermaga hatimu," jawabnya santai.

"Menurut Mami itu mudah tapi menurutku ...."

"Jangan merasa terbebani, ini hanya permintaan kecil dari mertuamu. Apa kau tidak akan meluluskannya?" tanyanya dengan enteng sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Aku ...." Tak mampu kuberi jawaban yang bisa melegakan antara aku dan dia. Mustahil menyetujui perpisahan di hari kedua setelah pernikahan.

"Pulanglah, pikirkan semua itu dan beritahu aku keputusanmu, besok!" Dia meninggalkanku yang masih di ruang keluarga sementara dia naik dengan elegannya menuju lantai dua.

Benar-benar tidak berperasaan!

Aku melangkah dengan sedih sambil mengusap air mataku,rasanya keinginan ibu mertua begitu sulit untukku, beban yang dia berikan memberatkan pundakku.

*

Sesampainya di rumah aku tak segera turun dari mobil,sibuk mengemas air mata. Ketika supir membuka pintu mobil, aku langsung disambut oleh empat orang penjaga dan mereka membukakan pintu dengan sigap utuk. diriku yang sekarang menjadi nyonya.

Kuedarkan pandangan dan rumah megah itu terlihat hampa, hening, tanpa suara entah di mana Mas Bendi berada.

Aku naik ke lantai dua melewati rangga, sembari menghitung luka hati dan bagaimana aku harus memutuskan pilihan atas permintaan mertua.

Ternyata Suamiku sedang menonton TV di kamar dan dia terlihat serius melihat tayangan bola.

"Kamu dari mana, Sayang?"

"Dari rumah mertua, Mas,

kamu tumben sekali pulangnya lebih cepat?" jawabku memberi pertanyaan balik

"Beginilah, cara bisnis sebagai freelance ... Segala kerjaanku tidak perlu ditentukan oleh jam kerja yang kaku, kita santai saja" ungkapnya tertawa kecil.

"Aku dari rumah Mami, dan dia membicarakan hal serius denganku," ungkapku pelan.

"Apa yang Mami bicarakan?" Wajah Mas Bendi berganti khawatir

"Tentang rencana meninggalkanmu, atau ... maksudnya mungkin, berbagi suami. Tapi entah dengan siapa," jawabku dengan tubuh yang lemas menyandar di ranjang. Lalu sesaat kemudian aku tak sanggup menahan air mata. Hatiku terlubangi.

"Ah, sayang, maaf karena kau harus mengahadapi Mami sendiri," ucapnya maju mengecup keningku.

" ... dengar ya, dia hanya sedang menguji mentalmu sebagai istriku, janganlah kau resah hanya karena candaannya?"

"Apakah Mami bercanda dengan raut wajah seserius itu?" tanyaku menahan tangis dan perasaan sedih.

"Sudahlah ... jangan dipikirkan aku akan bicara pada Mami nanti, bahwa candaannya pada istriku sama sekali tidak lucu," jawabnya sambil membingkai wajahku.

"Ini sungguh menyakitkan, Mas," ungkapku sambil merah tangannya dan mengecupnya.

"Astaga kau bucin juga rupanya," godanya sambil menjawil pipiku.

"Ya, aku terlanjur menyukaimu, Pria tua," jawabku memaksakan senyum.

"Hahahah, kau bisa saja," jawabnya menjauhkanku di tempat tidur lalu mencium wajahku dengan penuh cinta. Sesaat aku terhibur dan sikapnya lembutnya membuatku sejenak melupakan apa kata mertua.

**

Sore hari, setelah terbangun dan mandi, kucari suami, yang ternyata sedang bermain golf di halaman belakang.

Kubuatkan secangkir kopi, menyusun cemilan dan meminta pelayan membawakan ke taman belakang yang luasnya tak pantas sebut taman, tapi lebih mirip lapangan berbukit.

"Kuhampiri suami yang terlihat sedang bermain dengan temannya, pria yang mengenakan kaca mata hitam."

"Mas ...." Aku memanggil dan Mas Bendi membalikkan badan dan menyuruhku mendekat.

"Eh, kenalin nih, bini gue," ujar Mas Bendi pada sahabatnya.

Pria yang kulihat memiliki senyum manis itu mendekat, melepas sarung tangan dan mengulurkan tangan kanannya untuk menyalamiku.

"Saya Imelda," ucapku ramah.

"Aku Roni," jawab.

"Dia adalah rekan bisnis dan dia cukup punya pengaruh di kota ini," jawab Mas Bendi.

"Oh, senang mengenal Anda," jawabku ramah.

"Dia adalah jaksa muda yang punya pengaruh bagus, dia akan membantu bisnis kita," bisik suamiku yang seketika membuatku merinding.

Baru hari ini saja, aku sudah takut, bagaimana jika dikenalkan nanti pada para penjahat dan pemegang urusan elit kota ini.

"By the way, bini lo cantik juga ya," puji pria itu.

"Iya, dong, pilihan gue selalu mantap," jawabnya tertawa.

Wajahnya seperti pernah kulihat tapi aku tak yakin, entah mirip seseorang atau apa yang jelas, pria bertubuh atletis itu membuatku gagal fokus pada cara dia menatap.

"Oh, ya, aku mau ke kamar mandi, kalian ngobrol aja ya," ujarnya mengalahkan kami ke meja dan tempat duduk di mana makanan dan kopi terhidang.

"Iya, oke," jawab sahabatnya.

Tinggallah kami berdua di sini, canggung dan aku tak tahu harus memulai dari mana.

"Ah, Imelda, aku baru tahu bahwa kau anak Nyonya sakinah," bisiknya tersenyum penuh makna.

Hah, kenapa lagi dengan Mama?

Sepertinya firasatku mulai tak nyaman.

"Aku tahu, yang dilakukan ibumu pada kakekku, jadi aku penasaran sekali ingin berkenalan dengannya," bisik pria itu yang kemudian senyumnya berganti dengan seringai yang menakutkan.

Seketika lututku terasa copot tulang belulangnya.

Bab terkait

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   5 apapun itu

    "Apapun yang telah dilakukan ibuku, itu tidak ada kaitannya denganku, Pak.""Hmm, begitu ya, kamu ini naif atau pura pura bodoh sih?" bisiknya dengan tatapan penuh makna.Dadaku makin berdebar, takut dan tidak tahu harus apa pada situasi ini. Cemas dia akan terus mengancamku, akhirnya kuputuskan saja untuk menjauh."Maaf, aku masuk dulu, selamat bermain lagi, Pak," ucapku sambil memaksakan senyum."Kau takut ya, heran sekali bisa ada wanita yang takut padaku, padahal biasanya, wanita akan terpesona," ungkapnya sambil mengangkat kerah bajunya."Bagaimana pun saya akan mengingat perjumpaan kita," jawabku sambil menjauh."Aku pernah dengar kabar bahwa anak Nyonya Sakinah sangat cantik, dia bisa dijadikan alat negosiasi yang bagus alih-alih menikahkan dia dengan seorang preman," ungkapnya menahan langkahku."Saya bukan barang, Pak. Lagi pula saya menikah karena keinginan sendiri," jawabku yang langsung pergi membawa emosi.Di depan pintu aku berpapasan dengan suami, dia terkejut meliha

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   6. Mama datang

    Esok.hari.Entah kenapa pagi sekali mama datang ke rumah, ia masuk ke kamar dan membangunkanku setelah seorang pengawal Bendi mengantarnya ke kamarku." Bangun imel.""Ada apa?"aku yang masih setengah mengantuk tentu saja terkejut."Bendi di mana?'"Lagi pergi.""Ayo kita pergi," ujarnya Mama sambil menarik lenganku dengan keras. Dia mengajakku pergi dan dari rumah suamiku tanpa alasan yang jelas."Kemana Ma?""Pulang ke rumah!""Kenapa?""Aku tahu, aku merestui pernikahanmu, tapi kami sudah salah," ucap Mama panik."Apa maksudnya Ma, aku gak paham?""Ayo pulang, jangan di sini lagi," ujarnya."Tapi aku istrinya, aku pengantinnya, ini rumahku sekarang," jawabku berusaha menenangkan Mama."Kita salah, Nak, mama minta maaf, Papamu selalu berat untuk setuju dari dulu, dan kini semuanya jelas, sebelum terlambat ayo pergi.""Aku belum mengerti," balasku ragu."Ayo ambil barang penting dan kabur dari sini," ajaknya dengan cepat, kuambil ponsel dan mengikuti mama yang panik, meski bingung,

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   7. menemui orang tua

    Karena tidak tahan dan terus terus dibayangi oleh kekhawatiran karena ditelepon oleh pria misterius itu. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya langsung kepada Bendi setelah pagi hari."Mas, aku mau tanya," ucapku setelah dia bergabung di meja makan dan menikmati sarapannya."Apa?""Apa kau menikahiku untuk membalas dendam pada orang tuaku?""Apa maksudmu?" Dia tertawa begitu saja."Apa benar ayahku sudah menghalangi bisnis real estate kalian? Apa benar kau menikahiku hanya untuk menyakitiku?""Apa kau pernah merasa disakiti?""Tidak, belum ...""Dan tidak akan pernah itu terjadi, buat apa aku harus menyakiti istri yang sudah susah payah kukejar?" tanyanya mengernyitkan alis."Aku terus-menerus mendapatkan telepon misterius yang mengingatkan bahwa aku harus segera kabur darimu," bisikku pelan."Kalau begitu masalahnya akan selesai dengan cara yang sangat mudah," ucapnya sembari bangkit dan langsung menuju di mana telepon rumah terpasang lalu dia memotong kabel nya dengan pisau roti yang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   9. sambutan pahit

    "Bagus karena Imelda sudah datang, Jadi kita bisa memulai acara ini." Ibu mertua menyambut dan menyentuh kedua sikuku dengan lengannya. Dia menyeretku ke depan."Oke," jawab wanita berbaju merah itu dengan lembut. Dia nampak cantik dan elegan bak seorang putri, dia pasti anak orang yang sangat kaya. Gaunnya merah menjuntai hingga ke lantai, belahan di kaki menunjukkan betisnya yang mulus dan seksi.Dia begitu percaya diri, dan levelnya jauh di atasku. Mendadak saat melihatnya perasaanku merasa rendah. Terlebih menyaksikan kedekatannya dengan ibu mertua, dan tangannya yang sejak tadi bergelayut di telapak tangan Mami membuatku seakan-akan harus bersiap patah hati."Dia menantuku, ia adalah wanita yang bijak dan tangguh, bukan begitu Imel?""I-iya, Mi, insya Allah," jawabku. Mas Bendi yang ada di sampingku menggenggam tangan dan tersenyum dengan tulusnya."By the way, ada apa Mi? Mengapa tiba tiba mengundang kami?" tanya suamiku."Ini Irina, anak Om Hardi, pengusaha batu bara dan pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   10. dadaku sakit

    Sepanjang perjalanan pulang diri ini terngiang-ngiang kepada peringatan Papa sebelum pernikahanku terjadi, bahwa diri ini harus menerima konsekuensi pilihan sudah memutuskan untuk menikahi Bendi, bahwa aku harus menerima pahit manisnya membersamai ketua mafia itu.Kini aku tahu, pemimpin gangster tersebut bukanlah dia, tapi Nyonya Erika Ibunya.Mobilku meluncur pelan membelah jalanan aspal yang cukup ramai, kubuka jendela dan membiarkan angin menerbangkan rambut dan meniupkan wajahku. Desauan angin yang cukup ribut tidak kupedulikan lagi, seolah raga ini sudah hancur dilubangi oleh ibu mertua, keadaan hatiku runyam dan sudah tidak berbentuk lagi.Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar melempar tasku sembarang, melepas sepatu begitu saja di lantai dan langsung menjatuhkan diri ke kursi, kupijit kening dan kepalaku yang berdenyut dan hampir pecah. Aku tahu persis bahwa beban yang sedang diletakkan paksa di bahuku amat memberatkan. Berbagi suami, berbagi cinta, dapur, ran

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   11. diam menghanyutkan

    Keesokan hari aku bertemu dengan Bendi di meja makan. Dia yang melihatku masih dengan wajah pucat dan nampak sedikit sakit kepala, hanya diam saja dan melanjutkan pekerjaan di laptopnya. Kuambil tempat duduk berhadapan dan langsung menuangkan segelas susu, lantas mengesapnya."Kamu masih sakit kepala?""Eng, tidak," jawabku sambil tersenyum seolah tidak terjadi apa apa."Kamu masih marah?""Memangnya kalau marah apa untungnya?""Lihat kepikir karena melihat ekspresi kesedihan dan terkejut mu kemarin Kau pasti akan sangat meledak-ledak padaku.""Tidak menangis atau marah bukan berarti aku tidak mencintaimu, Mas, tapi melawan kehendak Ibumu itu adalah hal mustahil," balasku."Aku akan berusaha bicara pada Mama agar dia merevisi keputusannya, aku yakin mau makan dulu karena masih banyak cara lain untuk memutuskan bisnis Tidak harus menjadi sebuah keluarga.""Menurutnya meluaskan bisnis dengan membuat ikatan justru akan lebih terjamin Mas.""Ah, bocah kecil ini, ternyata biarpun masih m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   12 harus ikut

    "Harus ikut?" Tanyaku kepada mertua yang bersikeras mendesak agar aku ikut dengannya ke rumah wanita itu. "Iya." "Untuk apa lagi, Mi?" "Mempererat hubungan dan meyakinkan." "Tapi kenapa?" "Cepat! 15 menit lagi mobil akan datang menjemputmu dan kita akan pergi bersama-sama." Ya ampun aku hanya bisa menarik nafas dan berusaha menetralisir kekesalan yang terus menggumpal di hati. Rasanya ibu mertua baru saja meletakkan bara panas di atas kepala ku dengan memaksa untuk pergi ke rumah Irina dan berpura-pura baik pada calon istri suamiku. Sekali lagi, istri suamiku, horor bukan ...? "Baik, Mi." "Bagus!" Seperti biasa tanpa mengucapkan salam atau terimakasih mertuaku yang arogan langsung menutup teleponnya. Ah, kesalnya. "Mas, aku minta uangnya dong, aku mau beli baju untuk ke rumah Irina,", ucapku menemui suami di ruang kerjanya. "Hmm, istri kecilku baru pertama kali minta uang, aku pasti akan memberikanmu, kau butuh berapa?" "Dua lima juta," balasku. "Baju apa semahal itu?" "

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   13

    Kumasuki rumah mewah itu dengan terpaksa, gontai rasanya lutut ini untuk meneruskan ayunan langkah kaki.Tiba di dalam sana, kedatangan kami disambut oleh keluarga Irina, mami menyalami orang tuanya, dan memperkenalkan aku sebagai keponakan Mami."Kenalin ini Imel keponakanku, dia bergabung tinggal denganku setelah orang tuanya berpindah ke Singapura," ucap Mami.Agak nyeri hati ini karena tidak diakui sebagai menantu tapi, demi profesionalisme sebagai menantu yang diajak berbisnis, aku akhirnya mengalah dan hanya menyunggingkan senyum miris, sambil menyalami kedua orang tua calon maduku."Kurasa tak ada wanita yang sungguh bisa sesabar ini kecuali marah atau menangis histeris." Begitu batinku."Selamat datang, senang mengenal kamu, sekarang Irina akan jadi bagian dari keluargamu. Aku mohon kau bisa bekerja sama dengannya," ucap nyonya bergaun putih selutut dengan anting-anting dan kalung mutiara menghiasi penampilannya.Wanita itu terlihat sangat keren dan elegan, bahkan kecantikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19

Bab terbaru

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   55. keadaan berbalik

    Tidak lama setelah kami semua bersukacita dengan kehamilanku, tiba-tiba suster datang dan memberi tahu bahwa kakek William sudah sadar. Tentu saja kebahagiaan keluarga kami bertambah tambah, dengan penuh tawa dan senyum, mertuaku dan segenap saudaranya langsung menuju kamar tempat kakek dirawat. "Pa, papa udah sadar?" "I-iya," jawab pria itu dengan nada lemah. "Kakek, kakek harus semangat, tidak inginkah kakek melihat cucu buyutmu?" tanyaku dengan mata berbinar kepada pria itu, tentu saja pria yang selalu dikenal angker dalam keluarga dan lingkungan kerjanya itu nampak menyunggingkan senyum samarnya. "Tapi kenapa kau memar?" "Kamu mengalami sedikit masalah, tapi tenang saja dokter memberi tahu bahwa bayiku baik-baik saja," jawabku. "Sepertinya kamu harus mulai berhenti bermain main Imelda." Aku dan seluruh anggota keluarga sering lirik tentu saja Kami paham apa maksud dan arah pembicaraan kakek bahwa aku harus berhenti main mengganggu orang dan terlibat tembak-tembakan.

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   54

    "Itu bohong kan, kamu hanya mencoba untuk menghentikanku," desis Bendi."Itu yang dikatakan Mama, itu hasil kliniknya! Tolong lepaskan aku," pintaku dengan kalimat yang tegas."Tidak takutkah kamu bawa aku akan membunuh kalian, minimal salah satu dari kalian.""Cukup dengan omong kosongmu, Bendi, aku harus pergi. Aku harus melihat Kakek mertuaku," jawabku sambil menggandeng Roni."Roni ... pengkhianatan yang kau lakukan takkan pernah kumaafkan. Kau menusukku dari belakang dan merebut istriku!""Terserah aku tak peduli," jawab Roni."Dengar Imel, dalam kisah pernikahan kita yang jadi perebut bukan Irina, tapi Roni!" teriak Bendi memecah keheningan dan desau angin di sekitar tempat pembuangan itu. Kali ini sakit hatinya amat terlihat dari sorot matanya yang berkaca-kaca."Dia tak merebut, kami jalin hubungan sesaat setelah kau mencampakkanku, salahmu membiarkanku terombang-ambing dengan perasaan dan harapan palsu, sementara kau tidak kunjung datang menjemputku."Pria itu terduduk lesu d

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   53

    *Kuhentikan mobil kesayangan mantan suaminya yang harganya hampir empat digit itu di tempat pandangi paling jauh, terpencil dari kota, kupandangi body kendaraan yang sudah hancur dan tergores parah di berbagai sisi dengan hati puas. Aku memang tak bisa menyakitinya, tapi merugikan dia kini menjadi hobi baruku.Kukeluarkan sebatang rokok yang kebetulan berada di mobil itu, kunyalakan pemantik lalu mengisap asapnya dalam dalam. Kupandangi cakrawala yang membentang di mana hanya ada warna gelap di setiap sisinya. Bintang tak lagi berkelipan dan kenangan tentang bahagianya aku memandangi langit sudah berakhir entah sejak kapan. Mungkin langit sudah kelabu jauh seperti jalan hidupku yang belum jelas hitam dan putihnya. Keluarga Roni meyakini aku hamil sementara diri ini terus membohongi semua orang. Aku kelimpungan dengan kebohongan sendiri tapi terus merasa santai, seakan semuanya baik-baik saja.Sekali lagi, kuisap batang rokokku dengan dalam."Asyik sekali ya, duduk di atas kap mobil

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   52 POV mama; Imelda hamil

    Entah sudah berapa kali anakku memberiku kejutan yang tidak terduga, dia menyimpan begitu banyak misteri dalam hidupnya dan sekali lagi membuat kami semua terperanjat. Dia mengatakan hamil syaraf-syaraf kepalaku langsung menegang, adrenalinku naik, pun perasaan kaget yang bergejolak.Aku tidak percaya dia hamil, lebih tidak percaya pada apa yang sudah dia lakukan, dia berusaha melenyapkan nyawa seseorang. Sungguh Ka sakit hatinya Imelda membuat Dia kehilangan akal sehat mengambil resiko terburuk yang ancamannya bisa 20 tahun penjara atau bahkan mati di tiang gantungan."Ya Allah, Imelda." Aku hanya bisa terbelalak ketika Dia meyakinkan semua orang bahwa dia sedang hamil, pun Kolonel William, Papua yang terkenal angker dan kejam itu tatapan matanya langsung meredup ketika mengetahui cucunya menghamili putriku."Sekarang, apa rencanamu?!" biskku pada Imelda, di sela-sela keributan keluarga itu, mereka gaduh menimbang apakah anakku harus dilepas atau dibawa pulang oleh mereka."Entahlah

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   51

    Melihat Mantan ibu mertua makin kalap, aku segera bangun dan kabur dari tempat itu. Tak tinggal diam, para pengawal rumah sigap bergerombol menahanku di depan tangga. "Lepaskan dia, biarkan pergi," ucap Bendi.Kubalikkan badan dan melihat sorot matanya yang kosong, aku tak paham, setelah kemarahan tadi kenapa dia langsung berubah melepaskanku.Tujuanku datang ke rumah mereka untuk menyelesaikan masalah yang Bendi buat di rumah mertuaku, mengapa kini jadi aku yang ditembaki.Tiba-tiba ada dorongan untuk tidak jadi kabur dan memilih menyelesaikan ini dengan cara mereka.Lagipula posisiku sulit, belasan orang menghadang sementara di depan sana Bendi sedang berjibaku menahan gerakan ibunya, mereka sedang memperebutkan pistol.Tanpa banyak berpikir lagi, dengan gerakan cepat aku langsung menarik pistol di pinggang salah seorang pengawal Nyonya Erika.Mereka sigap ingin mengambil kembali namun aku langsung menodongkan benda itu ke salah seorang dari mereka."Diam, kalian, jangan coba-coba

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   50

    Tidak!Aku tidak bisa duduk di sini dan menunggu keajaiban, aku harus bereskan masalah yang sudah kubuat dari awal agar kesalahpahaman dalam keluarga ini bisa segera diatasi. Rasanya tak baik, baru saja jadi pengantin tapi sudah terkena masalah.Tring ....Ponsel berdering dan dia segera mengangkatnya, ternyata itu adalah panggilan dari Tante Vina di rumah sakit."Halo, Ma, gimana?""Kakekmu sudah sadar setelah begitu panjang upaya dokter untuk menyelamatkannya, tapi kondisinya masih memprihatinkan.""Syukurlah kalau begitu Ma, menurut dokter apa yang telah terjadi pada kakek?" Sembari bertanya pria itu, menatapku dengan penuh rasa khawatir."Iya, kakekmu diracuni.""Ya Tuhan ... lalu siapa yang mungkin melakukannya, Imelda tak mungkin berbuat semacam itu, Mam.""Mama tak tahu Roni, bagaimanapun keluarga kita dan keluarganya adalah musuh kebuyutan yang sudah lama saling membenci, Mama jadi bingung juga, Ron...."Sekarang sudah berbeda, Ma.""Mama tidak tahu cara menjernihkan keraguan,

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   49

    Bagaimana ini, mereka menyalahkan untuk hal yang sama sekali tak kuketahui, aku berada di posisi sulit karena apa yang terjadi saat ini sama sekali di luar dugaan dan rencanaku. Aku tersungkur lemas dalam keadaan mereka semua masih menghujat dan menyalahkanku. "Sudah jangan ribut dulu! Mari kita obati papa, baru kita bicarakan sisanya!" ujar Tante Vina Tidak lama kemudian ambulans datang dan Kolonel William digotong beramai-ramai untuk dibawa ke rumah sakit. Ibu mertua dan anak-anak kakek William naik ke atas ambulans dan pergi ke rumah sakit sementara ada aku, Roni dan Om Heri di rumah."Sini kau! Aku akqn membunuhmu!" teriak pria itu sambil menyeretku dengan kasar dan membuatku menabrak bufet kaca lalu menjatuhkan pajangan yang ada di atasnya."Ah, sakit.""Rasa sakit itu belum sepadan dengan apa yang kau lakukan, kau ini sungguh tidak tahu diuntung ya kami menikahkanmu dengan anggota keluarga kami tapi kau malah membunuh!""Aku tidak melakukannya," sanggahku dengan lantang."Kak

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   48

    Setelah pesta kami berakhir, tamu undangan sudah pulang dan petugas event organizer mulai membereskan dekorasi pesta, aku dan Roni naik ke kamar dan mengganti baju kami."Bagaimana hari ini menurutmu?" tanyanya begitu kami berdua saja."Tak begitu buruk, aku suka kemeriahan kekompakan keluarga kita," jawabku sambil melepaskan perhiasan di depan kaca rias."Apa yang dikatakan Bendi padamu?"Pertanyaaan itu sontak membuatku menghentikan gerakanku membuka gelang, aku harus menjawab dengan benar, karena jika aku terlihat bohong di awal pernikahan maka semuanya akan kacau."Hmm, kamu tahu itu adalah dia?""Tentu saja, dia sahabatku, segala bentuk penyamarannya sudah kuketahui. Kenapa kau mencoba melindunginya?""Ti-tidak, aku hanya menghindari konflik dan keributan yang mungkin terjadi," jawabku hampir gelagapan."Jawabanmu bisa kuterima," jawabnya sambil membuka kencing kemeja dan bersiap mandi.Setelah selesai mengganti gaun, kukenakan baju casual lalu bersiap turun untuk membantu kelu

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   47

    Ada perasaan yang berbeda ketika seseorang secara spesial menjadi pengantin untuk yang kedua kalinya, dirias, lalu mengenakan gaun menutup kepala dengan cadar pengantin dan merasa berdebar-debar menunggu calon suami.Kini aku duduk memegangi buket bungaku di atas tempat tidur dengan warna bed cover emas, perabotan juga didominasi warna emas. Entah kenapa kakek menghadiahiku kamar baru ini, tanpa banyak bicara dia memberikanku kunci lalu pergi."Bagaimana, sudah siap mengikrarkan janji pernikahan?" Katrine datang diiringi 3 orang wanita dengan warna baju yang sama, mereka yang akan jadi Bridesmaids."Iya, siap.""Kamu mungkin tidak akan merasakan antusias, karena ini adalah pernikahanmu yang kedua." Wanita itu tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyakiti hatiku."Ah, tidak juga, aku merasa gugup dan telapak tanganku dingin, mungkin karena aku akan menikahi jaksa tampan.""Kau beruntung, sangat beruntung, baik suamimu yang pertama maupun yang kedua mereka sama-sama menarik dan k

DMCA.com Protection Status