Share

7. menemui orang tua

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-23 07:15:14

Karena tidak tahan dan terus terus dibayangi oleh kekhawatiran karena ditelepon oleh pria misterius itu. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya langsung kepada Bendi setelah pagi hari.

"Mas, aku mau tanya," ucapku setelah dia bergabung di meja makan dan menikmati sarapannya.

"Apa?"

"Apa kau menikahiku untuk membalas dendam pada orang tuaku?"

"Apa maksudmu?" Dia tertawa begitu saja.

"Apa benar ayahku sudah menghalangi bisnis real estate kalian? Apa benar kau menikahiku hanya untuk menyakitiku?"

"Apa kau pernah merasa disakiti?"

"Tidak, belum ..."

"Dan tidak akan pernah itu terjadi, buat apa aku harus menyakiti istri yang sudah susah payah kukejar?" tanyanya mengernyitkan alis.

"Aku terus-menerus mendapatkan telepon misterius yang mengingatkan bahwa aku harus segera kabur darimu," bisikku pelan.

"Kalau begitu masalahnya akan selesai dengan cara yang sangat mudah," ucapnya sembari bangkit dan langsung menuju di mana telepon rumah terpasang lalu dia memotong kabel nya dengan pisau roti yang dipegangnya.

"Mulai sekarang tidak ada yang akan menelponmu, jadi sudah beres ya." Dia mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahu.

"Tapi nggak motong kabel telepon juga kali ....."

"Biarin aja, aku tidak mau seseorang mempengaruhi dirimu dan memperkeruh hubungan kita. Aku tidak mau ada seorangpun yang mengganggu istriku atau membuatnya khawatir."

"Bagaimana jika yang diungkapkan adalah kenyataan?"

"Ah, bagaimana mungkin jika aku akan melenyapkanmu, untuk apa aku berpura-pura menikahimu? mudah sekali untuk mencabut nyawa seseorang hanya dengan satu tembakan."

"Ya, betul."

"Jadi kamu menerima argumenku?" Tanyanya.

"Ehm, mungkin ...." Aku menggeleng dan mengangguk dalam waktu bersamaan, sedikit ragu tapi juga yakin.

"Berarti kau setuju dengan semua ucapanku?"

"Bisa jadi."

"Kau meragukan suamimu?"

"Enggak."

"Bagus."

"Tapi aku harus memastikan," ucapku pelan.

"Apa lagi?"

"Keamanan."

Dia tergelak dan tertawa sejadi-jadinya, makan sampai perutnya nampak sakit. Kembali duduk di sampingku dan dia masih saja tertawa.

"Hei, Nyonya, kau terlalu lembut dan cantik untuk bisa kusentuh dengan kejam, aku mencintaimu," ucapnya mencium pipiku.

"Tapi, Mamamu memintaku untuk tidak terlalu dekat denganmu."

"Jangan hiraukan, mana ada istri yang harus menjauh dari suaminya, itu tidak masuk akal."

"Baiklah, selesai."

"Ya, kuharap sudah tidak ada lagi pembahasan tentang ini karena itu sama sekali tidak ada artinya dibahas-bahas."

**

Dengan diantar dua orang penjaga dan supir, aku diantar ke rumah Mama, rumah lantai dua di kompek perumahan Puri Indah Lestari. Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah yang sudah belasan tahun kami tinggali sebagai keluarga.

Kupencet bel dan tak lama kemudian Siska keluar untuk menyambutku.

"Kakak, tumben datang."

"Ah, iya aku rindu."

"Tapi bukannya kemarin Mama ke rumah kakak?"

"Iya tapi cuma sebentar, karena itu aku ingin bertemu mama lagi dan ingin meminta kejelasan."

"Hah, kejelasan ... apaan?"

"Gak tahu, pokoknya ada deh, mama di mana?"

"Di dalam," jawab Siska.

"Yuk, masuk."

Ketika masuk ke dalam itu aku langsung mengedarkan mata dan memanggil mama.

"Ma, Mama ...."

"Iya, Sayang." Mama keluar dari ruang tengah dan langsung memelukku.

"Ya, Allah, kamu datang, Nak."

"Iya, aku mau kunjungi Mama dan Papa sebentar, habis itu ke supermarket," balasku senyum.

"Aku pikir kamu sudah memutuskan untuk tinggal dengan Mama."

"Mana bisa Ma, suami aku gimana?".

"Ah, iya." Mamanya menggigit bibirnya lalu kemudian setelah beberapa detik permainan ia langsung mengajakku meja makan dan menyuruhku menyantap gulai daging kesukaaan.

"Yuk, makan dulu."

"Papa mana?"

"Pergi ke kebun, sore baru kembali," jawabnya.

"Baik. Oh ya, mau tanya apakah Mama didatangi oleh pemuda yang bernama Roni?"

"Iya, kamu juga ya?"

"Hu-uhm."

"Dia bilang apa?" tanya mama penasaran.

"Dia bilang hati-hati."

"Apa dia nggak bilang... Seharusnya kamu nikahnya sama dia?"

"Ehm, enggak sih, cuma hati hati aja."

"Ya, ampun sayang ...."

"Tapi aku heran loh, Ma. Karena pemuda itu juga adalah sahabat suamiku entah kenapa diam membisikku kata-kata yang membuat kaget, apa dia benar?"

"Entahlah." Mama hanya mengangkat kedua bahunya.

"Bagaimana kalau ternyata yang dia katakan benar dan kita akhirnya menyesal."

"Emangnya Bendi berbuat macam-macam?"

"Nggak pernah, Ma," jawabku.

"Mama harap kita sudah hidup dalam tenang, setelah berbulan-bulan hidup dalam kesulitan dan ketegangan, Mama ingin semuanya akan baik-baik saja."

"Pokoknya selama semuanya baik-baik saja tidak perlu ada yang dikhawatirkan."

"Iya betul." Mama menghela nafas pelan dan di saat bersamaan Siska datang dan bertanya apa kiranya yang kami bicarakan.

"Ngomongin apa?"

"Enggak apa apa, biasalah bisnis istri istri," balasku tertawa.

"Gitu ya Kak, btw, Kakak jadi masuk kuliah?"

"Tergantung suamiku, jika mengizinkan aku akan melanjutkan kuliah ke fakultas pendidikan."

"Bagaimana jika Bang Bendi menolak?"

"Berarti aku gak lanjut."

"Emang enak di rumah aja?"

"Ada suamimu, ada banyak yang harus aku urusi, makanan, atau uang gaji anak buah, dan mengatur jadwal Mas Bendi."

"Oh, mafia punya jadwal juga ya ...."

"Emang artist aja yang menerima endorsement? Preman juga bisa," jawabku dan kami pun tergelak bersama.

Tak lama dari itu, ponselku berdering ketika ketika kutatap layar ternyata yang menelpon adalah suami.

"Ya, Mas ...?"

"Kamu di mana?"

"Di rumah Mama."

"Kapan pulangnya?"

"Sore, aku mau ketemu papa dulu, mau nanya sesuatu," jawabku.

"Hah, nanya apa?" nadanya terkejut.

"Enggak apa apa," jawabku.

"Mau pulang sekarang deh, karena ada sedikit urusan," suruhnya.

"Aduh, jangan dong, Sayang, nanggung banget."

"Imel, sebagai istri kamu pasti dengerin omongan suami 'kan?"

Tentu, pertanyaan demikian membuatku tidak berdaya. Aku terdesak dan harus menyerah untuk mengikuti keinginannya.

"Ya, baiklah, aku pulang," balasku.

"Supir ada sama kamu?"

"Ada."

"Kalo gitu, buruan ya, Sayang, aku tunggu. Kita akan pergi ke rumah Mami," imbuhnya.

"Kok tiba tiba?"

"Nggak tahu tiba-tiba disuruh aja," jawabnya.

"Apa Mami akan mengatakan sesuatu?"

"Kayaknya Iya."

"Aku takut, Mas, aku khawatir jika hal yang kutakutkan terjadi."

"Ah, bukan itu pastinya, paling Mami meminta kamu untuk mengatur keuangan."

"Semudah itukah?"

"Apa yang tidak mungkin, kamu mantunya?" Mas Bendi tertawa.

"Baiklah mas sampai jumpa disana."

Kututup ponsel dan memasukkannya ke dalam tas.

Dengan segera aku berpamitan kepada Mama dan adik ku selalu kembali ke mobil dan meluncur bersama dua orang pengawal.

***

Sesampainya di depan rumah ibu mertua Mas Bendi sudah menunggu di depan gerbang dengan mobilnya.

"Sayangku ...." Dia menyambut dan langsung memelukku.

"Ah, Mas, jangan peluk di depan gerbang seperti ini orang-orang akan melihat dan aku malu sekali."

"Malu kenapa, kalau mencuri baru malu?" jawabnya tertawa.

"Ayo, masuk," ajakku.

"Ayo."

Ketika pintu rumah terbuka dengan diantar oleh asistennya kami menuju sebuah ruang yang cukup besar dengan, kursi warna emas yang melingkar dinding. ada meja marmer dan vas bunga berisi mawar di atasnya.

Yang mengejutkan bukan itu, tapi seorang wanita cantik berbaju merah duduk berdekatan dengan ibu mertua, dan di seberang sana adalah Roni yang memegang segelas minuman, dia tersenyum padaku sambil mengulurkan gelasnya, dan dia melakukannya dengan santai dengan isyarat mata seolah menertawakan apa yang akan terjadi.

Bab terkait

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   9. sambutan pahit

    "Bagus karena Imelda sudah datang, Jadi kita bisa memulai acara ini." Ibu mertua menyambut dan menyentuh kedua sikuku dengan lengannya. Dia menyeretku ke depan."Oke," jawab wanita berbaju merah itu dengan lembut. Dia nampak cantik dan elegan bak seorang putri, dia pasti anak orang yang sangat kaya. Gaunnya merah menjuntai hingga ke lantai, belahan di kaki menunjukkan betisnya yang mulus dan seksi.Dia begitu percaya diri, dan levelnya jauh di atasku. Mendadak saat melihatnya perasaanku merasa rendah. Terlebih menyaksikan kedekatannya dengan ibu mertua, dan tangannya yang sejak tadi bergelayut di telapak tangan Mami membuatku seakan-akan harus bersiap patah hati."Dia menantuku, ia adalah wanita yang bijak dan tangguh, bukan begitu Imel?""I-iya, Mi, insya Allah," jawabku. Mas Bendi yang ada di sampingku menggenggam tangan dan tersenyum dengan tulusnya."By the way, ada apa Mi? Mengapa tiba tiba mengundang kami?" tanya suamiku."Ini Irina, anak Om Hardi, pengusaha batu bara dan pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   10. dadaku sakit

    Sepanjang perjalanan pulang diri ini terngiang-ngiang kepada peringatan Papa sebelum pernikahanku terjadi, bahwa diri ini harus menerima konsekuensi pilihan sudah memutuskan untuk menikahi Bendi, bahwa aku harus menerima pahit manisnya membersamai ketua mafia itu.Kini aku tahu, pemimpin gangster tersebut bukanlah dia, tapi Nyonya Erika Ibunya.Mobilku meluncur pelan membelah jalanan aspal yang cukup ramai, kubuka jendela dan membiarkan angin menerbangkan rambut dan meniupkan wajahku. Desauan angin yang cukup ribut tidak kupedulikan lagi, seolah raga ini sudah hancur dilubangi oleh ibu mertua, keadaan hatiku runyam dan sudah tidak berbentuk lagi.Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamar melempar tasku sembarang, melepas sepatu begitu saja di lantai dan langsung menjatuhkan diri ke kursi, kupijit kening dan kepalaku yang berdenyut dan hampir pecah. Aku tahu persis bahwa beban yang sedang diletakkan paksa di bahuku amat memberatkan. Berbagi suami, berbagi cinta, dapur, ran

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   11. diam menghanyutkan

    Keesokan hari aku bertemu dengan Bendi di meja makan. Dia yang melihatku masih dengan wajah pucat dan nampak sedikit sakit kepala, hanya diam saja dan melanjutkan pekerjaan di laptopnya. Kuambil tempat duduk berhadapan dan langsung menuangkan segelas susu, lantas mengesapnya."Kamu masih sakit kepala?""Eng, tidak," jawabku sambil tersenyum seolah tidak terjadi apa apa."Kamu masih marah?""Memangnya kalau marah apa untungnya?""Lihat kepikir karena melihat ekspresi kesedihan dan terkejut mu kemarin Kau pasti akan sangat meledak-ledak padaku.""Tidak menangis atau marah bukan berarti aku tidak mencintaimu, Mas, tapi melawan kehendak Ibumu itu adalah hal mustahil," balasku."Aku akan berusaha bicara pada Mama agar dia merevisi keputusannya, aku yakin mau makan dulu karena masih banyak cara lain untuk memutuskan bisnis Tidak harus menjadi sebuah keluarga.""Menurutnya meluaskan bisnis dengan membuat ikatan justru akan lebih terjamin Mas.""Ah, bocah kecil ini, ternyata biarpun masih m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   12 harus ikut

    "Harus ikut?" Tanyaku kepada mertua yang bersikeras mendesak agar aku ikut dengannya ke rumah wanita itu. "Iya." "Untuk apa lagi, Mi?" "Mempererat hubungan dan meyakinkan." "Tapi kenapa?" "Cepat! 15 menit lagi mobil akan datang menjemputmu dan kita akan pergi bersama-sama." Ya ampun aku hanya bisa menarik nafas dan berusaha menetralisir kekesalan yang terus menggumpal di hati. Rasanya ibu mertua baru saja meletakkan bara panas di atas kepala ku dengan memaksa untuk pergi ke rumah Irina dan berpura-pura baik pada calon istri suamiku. Sekali lagi, istri suamiku, horor bukan ...? "Baik, Mi." "Bagus!" Seperti biasa tanpa mengucapkan salam atau terimakasih mertuaku yang arogan langsung menutup teleponnya. Ah, kesalnya. "Mas, aku minta uangnya dong, aku mau beli baju untuk ke rumah Irina,", ucapku menemui suami di ruang kerjanya. "Hmm, istri kecilku baru pertama kali minta uang, aku pasti akan memberikanmu, kau butuh berapa?" "Dua lima juta," balasku. "Baju apa semahal itu?" "

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   13

    Kumasuki rumah mewah itu dengan terpaksa, gontai rasanya lutut ini untuk meneruskan ayunan langkah kaki.Tiba di dalam sana, kedatangan kami disambut oleh keluarga Irina, mami menyalami orang tuanya, dan memperkenalkan aku sebagai keponakan Mami."Kenalin ini Imel keponakanku, dia bergabung tinggal denganku setelah orang tuanya berpindah ke Singapura," ucap Mami.Agak nyeri hati ini karena tidak diakui sebagai menantu tapi, demi profesionalisme sebagai menantu yang diajak berbisnis, aku akhirnya mengalah dan hanya menyunggingkan senyum miris, sambil menyalami kedua orang tua calon maduku."Kurasa tak ada wanita yang sungguh bisa sesabar ini kecuali marah atau menangis histeris." Begitu batinku."Selamat datang, senang mengenal kamu, sekarang Irina akan jadi bagian dari keluargamu. Aku mohon kau bisa bekerja sama dengannya," ucap nyonya bergaun putih selutut dengan anting-anting dan kalung mutiara menghiasi penampilannya.Wanita itu terlihat sangat keren dan elegan, bahkan kecantikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   14

    Aku kembali ke rumah setelah acara jahanam itu berakhir. Mobilku tiba diiringi mobil suamiku."Tunggu! Tunggul Imelda!"Dia memburu langkah kakiku ketika masuk ke dalam mansion megah itu dan merangsek langsung ke dalam kamar ketika diri ini hendak menutup pintu.Melihatnya nampak khawatir padaku, aku hanya bisa menghela napas pelan, kududukkan diri di depan kaca rias dan mencopot semua perhiasan tanpa mengatakan apa apa."Aku minta maaf, Imel," ucapnya lirih sambil menyentuh bahuku."Aku menyesal bahwa nasib buruk mama juga terjadi padaku. Tapi, di sisi lain, aku juga yakin bahwa Allah tak akan membebani hambanya tanpa tahu batas kemampuan manusia itu sendiri.""Apa yang akan kamu lakukan?"tanyanya sambil membuang napas kasar."Kenapa tanya padaku, tanyakan pada dirimu sendiri Mas. Kau sendiri tak bisa melawan kehendak Ibumu, apalagi aku," balasku pelan, lantas aku bangkit untuk mengganti pakaian dengan gaun tidur lalu merebahkan diri ke ranjang."Jadi kamu akan menerima semua ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   15

    Mas Bendi pulang dari misi bisnisnya pukul tujuh malam dan dia terlihat kesal sekali, aku yang sedang menunggu di kamar kami berpura-pura tersenyum untuk menyambutnya tapi pria itu kesal dan hanya menghela nafas sambil meletakkan jaketnya secara acak."Sudah, Mas?""Kenapa kau bertanya? Apa kau sungguh tidak tahu apa-apa?"Tiba-tiba cecaran pertanyaan Mas Bendi membuat dadaku mendadak berdegup kencang."A-apa maksudnya?""Dengar Imelda, aku menjadikanmu istri untuk partner berbagi hubungan romantis bukan sebagai wanita yang akan mencampuri semua urusan dan bisnisku. Aku tidak akan percaya bahwa kau akan merusak segalanya, aku juga tidak bisa menebak motifmu kenapa kau harus melakukan itu? Tapi seorang yang merupakan orang dalamku memberitahu bahwa sebuah laporan masuk ke kantor polisi dan itu berasal dari rumah ini!"Dia memberingas dan langsung melempar gelas ke dinding, aku terkejut, kaget dan merinding, sementara dia lantas pergi meninggalkan kamarku."Aku tak melakukan apa apa?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   16

    Aku tahu Mama akan datang dan benar saja satu jam kemudian beliau datang tanpa memperdulikan waktu dan menimbang bahwa hari sudah malamDia mencariku dan memaksa ingin bertemu mau tidak mau harus bertemu meski aku sendiri sudah tidur. seorang asisten mengetuk pintu dan memberi tahu bahwa mami datang.Dengan hati berdebar aku turun ke ruang tamu untuk menemuinya. Benar saja ketika kami berhadapan mami langsung melayangkan sebuah tamparan ke wajahku. Aku tidak perlu bertanya kenapa, pasti dia geram karena perbuatanku yang melaporkan polisi kegiatan pengiriman mereka."Kurang ajar, ya," ucapnya sambil berkacak pinggang.Aku hanya memegangi pipi sambil menahan air mata."Mengelak aja kalo kamu mau!""Tidak," jawabku memberanikan diri, kukumpulkan kekuatan untuk membalas tatapannya."Aku tahu kau adalah anak sakinah, tapi, ibumu sangat cerdik. Dia tidak ceroboh dalam menentukan sikapnya. Kenapa kau bodoh sekali?" tanyanya dengan senyum sinis."Aku tidak mengakui perbuatan itu Mami, lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20

Bab terbaru

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   55. keadaan berbalik

    Tidak lama setelah kami semua bersukacita dengan kehamilanku, tiba-tiba suster datang dan memberi tahu bahwa kakek William sudah sadar. Tentu saja kebahagiaan keluarga kami bertambah tambah, dengan penuh tawa dan senyum, mertuaku dan segenap saudaranya langsung menuju kamar tempat kakek dirawat. "Pa, papa udah sadar?" "I-iya," jawab pria itu dengan nada lemah. "Kakek, kakek harus semangat, tidak inginkah kakek melihat cucu buyutmu?" tanyaku dengan mata berbinar kepada pria itu, tentu saja pria yang selalu dikenal angker dalam keluarga dan lingkungan kerjanya itu nampak menyunggingkan senyum samarnya. "Tapi kenapa kau memar?" "Kamu mengalami sedikit masalah, tapi tenang saja dokter memberi tahu bahwa bayiku baik-baik saja," jawabku. "Sepertinya kamu harus mulai berhenti bermain main Imelda." Aku dan seluruh anggota keluarga sering lirik tentu saja Kami paham apa maksud dan arah pembicaraan kakek bahwa aku harus berhenti main mengganggu orang dan terlibat tembak-tembakan.

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   54

    "Itu bohong kan, kamu hanya mencoba untuk menghentikanku," desis Bendi."Itu yang dikatakan Mama, itu hasil kliniknya! Tolong lepaskan aku," pintaku dengan kalimat yang tegas."Tidak takutkah kamu bawa aku akan membunuh kalian, minimal salah satu dari kalian.""Cukup dengan omong kosongmu, Bendi, aku harus pergi. Aku harus melihat Kakek mertuaku," jawabku sambil menggandeng Roni."Roni ... pengkhianatan yang kau lakukan takkan pernah kumaafkan. Kau menusukku dari belakang dan merebut istriku!""Terserah aku tak peduli," jawab Roni."Dengar Imel, dalam kisah pernikahan kita yang jadi perebut bukan Irina, tapi Roni!" teriak Bendi memecah keheningan dan desau angin di sekitar tempat pembuangan itu. Kali ini sakit hatinya amat terlihat dari sorot matanya yang berkaca-kaca."Dia tak merebut, kami jalin hubungan sesaat setelah kau mencampakkanku, salahmu membiarkanku terombang-ambing dengan perasaan dan harapan palsu, sementara kau tidak kunjung datang menjemputku."Pria itu terduduk lesu d

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   53

    *Kuhentikan mobil kesayangan mantan suaminya yang harganya hampir empat digit itu di tempat pandangi paling jauh, terpencil dari kota, kupandangi body kendaraan yang sudah hancur dan tergores parah di berbagai sisi dengan hati puas. Aku memang tak bisa menyakitinya, tapi merugikan dia kini menjadi hobi baruku.Kukeluarkan sebatang rokok yang kebetulan berada di mobil itu, kunyalakan pemantik lalu mengisap asapnya dalam dalam. Kupandangi cakrawala yang membentang di mana hanya ada warna gelap di setiap sisinya. Bintang tak lagi berkelipan dan kenangan tentang bahagianya aku memandangi langit sudah berakhir entah sejak kapan. Mungkin langit sudah kelabu jauh seperti jalan hidupku yang belum jelas hitam dan putihnya. Keluarga Roni meyakini aku hamil sementara diri ini terus membohongi semua orang. Aku kelimpungan dengan kebohongan sendiri tapi terus merasa santai, seakan semuanya baik-baik saja.Sekali lagi, kuisap batang rokokku dengan dalam."Asyik sekali ya, duduk di atas kap mobil

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   52 POV mama; Imelda hamil

    Entah sudah berapa kali anakku memberiku kejutan yang tidak terduga, dia menyimpan begitu banyak misteri dalam hidupnya dan sekali lagi membuat kami semua terperanjat. Dia mengatakan hamil syaraf-syaraf kepalaku langsung menegang, adrenalinku naik, pun perasaan kaget yang bergejolak.Aku tidak percaya dia hamil, lebih tidak percaya pada apa yang sudah dia lakukan, dia berusaha melenyapkan nyawa seseorang. Sungguh Ka sakit hatinya Imelda membuat Dia kehilangan akal sehat mengambil resiko terburuk yang ancamannya bisa 20 tahun penjara atau bahkan mati di tiang gantungan."Ya Allah, Imelda." Aku hanya bisa terbelalak ketika Dia meyakinkan semua orang bahwa dia sedang hamil, pun Kolonel William, Papua yang terkenal angker dan kejam itu tatapan matanya langsung meredup ketika mengetahui cucunya menghamili putriku."Sekarang, apa rencanamu?!" biskku pada Imelda, di sela-sela keributan keluarga itu, mereka gaduh menimbang apakah anakku harus dilepas atau dibawa pulang oleh mereka."Entahlah

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   51

    Melihat Mantan ibu mertua makin kalap, aku segera bangun dan kabur dari tempat itu. Tak tinggal diam, para pengawal rumah sigap bergerombol menahanku di depan tangga. "Lepaskan dia, biarkan pergi," ucap Bendi.Kubalikkan badan dan melihat sorot matanya yang kosong, aku tak paham, setelah kemarahan tadi kenapa dia langsung berubah melepaskanku.Tujuanku datang ke rumah mereka untuk menyelesaikan masalah yang Bendi buat di rumah mertuaku, mengapa kini jadi aku yang ditembaki.Tiba-tiba ada dorongan untuk tidak jadi kabur dan memilih menyelesaikan ini dengan cara mereka.Lagipula posisiku sulit, belasan orang menghadang sementara di depan sana Bendi sedang berjibaku menahan gerakan ibunya, mereka sedang memperebutkan pistol.Tanpa banyak berpikir lagi, dengan gerakan cepat aku langsung menarik pistol di pinggang salah seorang pengawal Nyonya Erika.Mereka sigap ingin mengambil kembali namun aku langsung menodongkan benda itu ke salah seorang dari mereka."Diam, kalian, jangan coba-coba

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   50

    Tidak!Aku tidak bisa duduk di sini dan menunggu keajaiban, aku harus bereskan masalah yang sudah kubuat dari awal agar kesalahpahaman dalam keluarga ini bisa segera diatasi. Rasanya tak baik, baru saja jadi pengantin tapi sudah terkena masalah.Tring ....Ponsel berdering dan dia segera mengangkatnya, ternyata itu adalah panggilan dari Tante Vina di rumah sakit."Halo, Ma, gimana?""Kakekmu sudah sadar setelah begitu panjang upaya dokter untuk menyelamatkannya, tapi kondisinya masih memprihatinkan.""Syukurlah kalau begitu Ma, menurut dokter apa yang telah terjadi pada kakek?" Sembari bertanya pria itu, menatapku dengan penuh rasa khawatir."Iya, kakekmu diracuni.""Ya Tuhan ... lalu siapa yang mungkin melakukannya, Imelda tak mungkin berbuat semacam itu, Mam.""Mama tak tahu Roni, bagaimanapun keluarga kita dan keluarganya adalah musuh kebuyutan yang sudah lama saling membenci, Mama jadi bingung juga, Ron...."Sekarang sudah berbeda, Ma.""Mama tidak tahu cara menjernihkan keraguan,

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   49

    Bagaimana ini, mereka menyalahkan untuk hal yang sama sekali tak kuketahui, aku berada di posisi sulit karena apa yang terjadi saat ini sama sekali di luar dugaan dan rencanaku. Aku tersungkur lemas dalam keadaan mereka semua masih menghujat dan menyalahkanku. "Sudah jangan ribut dulu! Mari kita obati papa, baru kita bicarakan sisanya!" ujar Tante Vina Tidak lama kemudian ambulans datang dan Kolonel William digotong beramai-ramai untuk dibawa ke rumah sakit. Ibu mertua dan anak-anak kakek William naik ke atas ambulans dan pergi ke rumah sakit sementara ada aku, Roni dan Om Heri di rumah."Sini kau! Aku akqn membunuhmu!" teriak pria itu sambil menyeretku dengan kasar dan membuatku menabrak bufet kaca lalu menjatuhkan pajangan yang ada di atasnya."Ah, sakit.""Rasa sakit itu belum sepadan dengan apa yang kau lakukan, kau ini sungguh tidak tahu diuntung ya kami menikahkanmu dengan anggota keluarga kami tapi kau malah membunuh!""Aku tidak melakukannya," sanggahku dengan lantang."Kak

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   48

    Setelah pesta kami berakhir, tamu undangan sudah pulang dan petugas event organizer mulai membereskan dekorasi pesta, aku dan Roni naik ke kamar dan mengganti baju kami."Bagaimana hari ini menurutmu?" tanyanya begitu kami berdua saja."Tak begitu buruk, aku suka kemeriahan kekompakan keluarga kita," jawabku sambil melepaskan perhiasan di depan kaca rias."Apa yang dikatakan Bendi padamu?"Pertanyaaan itu sontak membuatku menghentikan gerakanku membuka gelang, aku harus menjawab dengan benar, karena jika aku terlihat bohong di awal pernikahan maka semuanya akan kacau."Hmm, kamu tahu itu adalah dia?""Tentu saja, dia sahabatku, segala bentuk penyamarannya sudah kuketahui. Kenapa kau mencoba melindunginya?""Ti-tidak, aku hanya menghindari konflik dan keributan yang mungkin terjadi," jawabku hampir gelagapan."Jawabanmu bisa kuterima," jawabnya sambil membuka kencing kemeja dan bersiap mandi.Setelah selesai mengganti gaun, kukenakan baju casual lalu bersiap turun untuk membantu kelu

  • Karma 3 Kubalaslah Sakit yang Kau Berikan.   47

    Ada perasaan yang berbeda ketika seseorang secara spesial menjadi pengantin untuk yang kedua kalinya, dirias, lalu mengenakan gaun menutup kepala dengan cadar pengantin dan merasa berdebar-debar menunggu calon suami.Kini aku duduk memegangi buket bungaku di atas tempat tidur dengan warna bed cover emas, perabotan juga didominasi warna emas. Entah kenapa kakek menghadiahiku kamar baru ini, tanpa banyak bicara dia memberikanku kunci lalu pergi."Bagaimana, sudah siap mengikrarkan janji pernikahan?" Katrine datang diiringi 3 orang wanita dengan warna baju yang sama, mereka yang akan jadi Bridesmaids."Iya, siap.""Kamu mungkin tidak akan merasakan antusias, karena ini adalah pernikahanmu yang kedua." Wanita itu tak pernah melewatkan kesempatan untuk menyakiti hatiku."Ah, tidak juga, aku merasa gugup dan telapak tanganku dingin, mungkin karena aku akan menikahi jaksa tampan.""Kau beruntung, sangat beruntung, baik suamimu yang pertama maupun yang kedua mereka sama-sama menarik dan k

DMCA.com Protection Status