Beranda / Romansa / Karma 2 / 131 lanjutan dari Karma season pertama.

Share

Karma 2
Karma 2
Penulis: Ria Abdullah

131 lanjutan dari Karma season pertama.

Ia memutar kemudi dengan kencang dan berbalik menuju arah rumah sakit, aku yang kaget, langsung menegakkan badan di kursi memberi ekspresi penuh pertanyaan padanya.

"Kenapa berbalik arah?"

"Ada hal yang aku lupakan, dan tidak boleh ditunda," ujarnya.

*

Ia menepikan mobil di depan pagar utama dan langsung bergegas masuk dan naik ke lantai tiga lewat lift. Aku menyusul karena rasa penasaran sementara para pekerja yang bertugas terlihat aneh menatap kami yang lalu lalang untuk kedua kalinya.

"Mau ngapain sih?" cecarku menyusulnya cepat.

Pria itu membuka pintu kamar dan Didit ternyata masih ada di sana, duduk di depan Kartika dan terlihat sedang bicara serius.

Mereka seketika terkejut saat mendapati kami datang lagi.

"Aku lupa membicarakan satu hal," ujar Mas Yadi " ... Tadinya aku ingin menjemputmu dan menunaikan tanggung jawabku sebagai orang yang sudah menikahimu, tapi aku kecewa. Karenanya mulai detik ini kau kujatuhi talak!"

Wanita itu terdiam, entah tak mau pusing atau malu, yang pasti ia tak memberi tanggapan apa-apa.

"Setelah ini aku tak mau tahu lagi tentangmu, aku sudah selesai dengan kalian semua!" Mas Yadi pergi begitu saja.

"Itulah sebabnya aku memilih tidak mempercayaimu karena pada akhirnya, kau pasti akan kembali pada Sakinah. Aku sedang sakit saja kau tidak pernah menelponku," jawab wanita itu dengan dingin.

"Bagaimana aku bisa telpon jika aku sendiri dipenjara?!"

"Tapi kau bisa menjemput wanita itu ke tempat isolasinya!"

"Tahu dari mana? Siapa yang memberi tahu dan apa pedulimu?!"

"Tentu saja peduli, kau suamiku!"

"Jika kau menganggapku sebagi suami lantas apa yang baru kulihat beberapa saat tadi?! Aku meninggalkan segalanya, status, jabatan dan keluarga, demi wanita murahan yang bahkan tidak berpikir bahwa posisinya sakit dan punya suami ketika ingin mencium pria lain."

Mas Yadi langsung menjauh sedang aku masih berdiri terpana dengan kata kata kemarahannya, aku hampir tak percaya jika dia langsung menceraikan Kartika.

"Apa yang kau tunggu!" tanya Didit.

"Setidaknya urusan Suryadi sudah selesai tuntas, jadi aku tinggal fokus menangani masalahku."

"Aku terkejut kau begitu peduli pada mantanmu!"

"Tentu saja, kau juga peduli pada mantanmu kan? Kita sama!"

"Di mana kau tahu dia mantanku?!" Rahang pria itu langsung mengetat, ia mulai terlihat ingin menunjukkan temperamen buruknya.

"Dari Heri, ia memberi tahu lebih dari yang kuharapkan, dengan detail."

"Jangan bohong dan mencoba menghancurkan reputasi Heri." Dia menolak percaya tentang sahabatnya.

"Apa boleh buat, pria itu juga sudah kena masalah akibat kasus suap dan korupsi ayahnya, jadi, dia tak punya pilihan lain. Katakan saja, bahwa kau memang sulit melepas pesona wanita ini dengan mudah, iya kan?"

"Pergi kau dari sini," usirnya sambil berteriak.

"Heri juga yang memberi tahu, jika kau juga srring menggunakan barang haram dan membawa wanita untuk melampiaskan kebutuhan. Mendengarnya aku sungguh jijik, dan mulai saat itu, aku membencimu! Dengar Didit, jika kau tidak mengakui perbuatanmu, maka aku akan hadir dengan bukti yang diberikan Heri."

"Aku tidak percaya, mana mungkin Heri berbuat demikian padaku," desisnya sambil mendelik, tangannya terkepal dan dadanya naik turun mencoba menahan emosi.

"Hahahaha, kalo sudah berhubungan dengan keselamatan sendiri yang berada di ujung tanduk semua orang akan melakukan apapun untuk lolos dari maut, aku punya bukti yang diam diam diambil Heri dari rumahmu."

Nyatanya sekarang, raut wajah Didit terlihat percaya dengan ucapanku, lalu akan kulancarkan adu domba antara ketiga orang itu. Bukti yang diberikan Imel, akan kusebut dari Heri, dan ucapan Didit akan kugunakan untuk memanasi Heri, sehingga mereka akan saling menyerang.

Kini, aku akan membalas bagaimana cara mereka dulu mengadu dombaku dan Mas Yadi sehingga kebencian ini memuncak sampai ke ubun-ubun.

"Jadi selamat ya, karena sudah bedteman dengan manusia yang hanya memedulikan keselamatan sendiri," balasku sarkas sambil menepuk kedua tangan dan pergi.

**

Pria itu terlihat menyeka air mata dari balik kaca mobilnya, ia nampak terpukul karena di masa lalu ia pernah mengatakan sangat mencintai Kartika dan membutuhkan wanita yang selalu bergantung padanya. Kini kenyataan begitu pahit di depan matanya.

Kuketuk kaca dan Mas Yadi langsung salah tingkah, ia menghapus sudut matanya dan langsung membuka pintu untukku, kembali, kami meluncur dalam diam lagi.

Aku tahu, dia malu padaku, terluka dan kecewa oleh sikap Kartika, wanita yang pernah membuatnya begitu gelap mata mencinta.

Itulah sebabnya, sangat sulit menunjukkan logika pada mereka yang jatuh cinta, dan jika kita mencoba, yang kita dapatkan hanya perlawanan dan luka. Seperti yang pernah terjadi padaku, di masa lampau ketika mencoba menghentikan Suryadi. Ah, lelah sekali mengingatnya.

"Aku rasa aku akan pergi ke tempat Siska saja," ungkapnya lirih

"Ke rumah si Bibi? Tapi kan dia bukan keluargamu?"

"Aku tidak tahu harus kemana?"

"Dengar, jika kau serius untuk kembali ke jalan yang benar, aku akan membantumu untuk mendapatkan kembali posisimu," ujarku.

"Apa? Bagaimana caranya? Kenapa kau bisa seyakin itu?"

"Aku pernah melengserkanmu dengan cara yang menurut orang lain paling mustahil, maka,. membuatmu terhormat kembali bukanlah hal yang sulit."

"Aku tahu kau punya uang dan koneksi Sakinah, tapi ....." Ia hanya menggeleng menyambung ucapannya yang terjeda.

"Entah kenapa alam seolah mendukung, karena aku tiba tiba punya banyak bukti tentang kejahatan pejabat penting di daerah ini, jadi, aku menyimpan hal itu, untuk bisa menekan mereka suatu hari nanti."

"Jangan lagi sakinah, kau akan mengalami kejadian yang lebih buruk lagi, yang kau hadapi bukan orang main-main, mereka akan bersatu untuk menjeratmu dalam mega kasus yang akan menghancurkan reputasi kita dan anak anak kita, masalah kecil akan digoreng dan ditambah-tambahkan agar kalian makin dipermalukan, aku tak sanggup membayangkan."

"Aku tahu mereka mencoba merencanakan sesuatu, tapi aku juga harus melawan," jawabku. " ... harus ada yang berani bicara agar masalah ini terungkap dan tidak terulang."

"Resikonya kau akan difitnah dan mereka yang pintar memutar-balikkan fakta akan membuatmu dipermalukan di media."

"Sayangnya aku sudah terlanjur memilih untuk berada dalam kerumitan ini. Jika aku mengalah, maka kasus penyekapan yang melibatkan kekerasan medis akan tenggelam begitu saja. Aku harus membalas mereka yang terlibat."

"Kau akan butuh biaya untuk itu, Sakinah. Aku tahu kau sudah membelanjakan banyak uang untuk menyelidiki seseorang," balasnya.

"Itulah gunannya uang dan investasi, akan kugunakan sumber daya yang kumiliki untuk memenangkan ini."

"Aku tahu, sangat sulit membendung tekadmu, tapi aku ingin kita berhenti, pergi dari tempat ini dan hidup bahagia."

Kutatap wajahnya yang sedang menerawang sambil mengemudikan mobil, melihat tatapanku yang heran seperti itu, dia kemudian paham dan meralat ucapannya.

"Maksudku, entah sendiri atau bersama, kita harus bahagia." Ia tersenyum canggung.

"Pada akhirnya kita memang harus bahagia, Mas."

Setelah mengucapkan kalimat itu, entah mengapa pada detik berikutnya aku merasakan sakit kram yang tiba tiba melilit-lilit di sekitar bawah perut dan rahim. Aku meringis dan mulai mengeluarkan keringat dingin.

"Kamu kenapa?"

"Aku ...." Aku tak sanggup menahan sakitnya hingga tiba-tiba ada sesuatu yang merembes dari bawah sana,penglihatanku langsung berkunang-kunang dan tiba tiba semuaya gelap begitu saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status