Ia memutar kemudi dengan kencang dan berbalik menuju arah rumah sakit, aku yang kaget, langsung menegakkan badan di kursi memberi ekspresi penuh pertanyaan padanya.
"Kenapa berbalik arah?" "Ada hal yang aku lupakan, dan tidak boleh ditunda," ujarnya. * Ia menepikan mobil di depan pagar utama dan langsung bergegas masuk dan naik ke lantai tiga lewat lift. Aku menyusul karena rasa penasaran sementara para pekerja yang bertugas terlihat aneh menatap kami yang lalu lalang untuk kedua kalinya. "Mau ngapain sih?" cecarku menyusulnya cepat. Pria itu membuka pintu kamar dan Didit ternyata masih ada di sana, duduk di depan Kartika dan terlihat sedang bicara serius. Mereka seketika terkejut saat mendapati kami datang lagi. "Aku lupa membicarakan satu hal," ujar Mas Yadi " ... Tadinya aku ingin menjemputmu dan menunaikan tanggung jawabku sebagai orang yang sudah menikahimu, tapi aku kecewa. Karenanya mulai detik ini kau kujatuhi talak!" Wanita itu terdiam, entah tak mau pusing atau malu, yang pasti ia tak memberi tanggapan apa-apa. "Setelah ini aku tak mau tahu lagi tentangmu, aku sudah selesai dengan kalian semua!" Mas Yadi pergi begitu saja. "Itulah sebabnya aku memilih tidak mempercayaimu karena pada akhirnya, kau pasti akan kembali pada Sakinah. Aku sedang sakit saja kau tidak pernah menelponku," jawab wanita itu dengan dingin. "Bagaimana aku bisa telpon jika aku sendiri dipenjara?!" "Tapi kau bisa menjemput wanita itu ke tempat isolasinya!" "Tahu dari mana? Siapa yang memberi tahu dan apa pedulimu?!" "Tentu saja peduli, kau suamiku!" "Jika kau menganggapku sebagi suami lantas apa yang baru kulihat beberapa saat tadi?! Aku meninggalkan segalanya, status, jabatan dan keluarga, demi wanita murahan yang bahkan tidak berpikir bahwa posisinya sakit dan punya suami ketika ingin mencium pria lain." Mas Yadi langsung menjauh sedang aku masih berdiri terpana dengan kata kata kemarahannya, aku hampir tak percaya jika dia langsung menceraikan Kartika. "Apa yang kau tunggu!" tanya Didit. "Setidaknya urusan Suryadi sudah selesai tuntas, jadi aku tinggal fokus menangani masalahku." "Aku terkejut kau begitu peduli pada mantanmu!" "Tentu saja, kau juga peduli pada mantanmu kan? Kita sama!" "Di mana kau tahu dia mantanku?!" Rahang pria itu langsung mengetat, ia mulai terlihat ingin menunjukkan temperamen buruknya. "Dari Heri, ia memberi tahu lebih dari yang kuharapkan, dengan detail." "Jangan bohong dan mencoba menghancurkan reputasi Heri." Dia menolak percaya tentang sahabatnya. "Apa boleh buat, pria itu juga sudah kena masalah akibat kasus suap dan korupsi ayahnya, jadi, dia tak punya pilihan lain. Katakan saja, bahwa kau memang sulit melepas pesona wanita ini dengan mudah, iya kan?" "Pergi kau dari sini," usirnya sambil berteriak. "Heri juga yang memberi tahu, jika kau juga srring menggunakan barang haram dan membawa wanita untuk melampiaskan kebutuhan. Mendengarnya aku sungguh jijik, dan mulai saat itu, aku membencimu! Dengar Didit, jika kau tidak mengakui perbuatanmu, maka aku akan hadir dengan bukti yang diberikan Heri." "Aku tidak percaya, mana mungkin Heri berbuat demikian padaku," desisnya sambil mendelik, tangannya terkepal dan dadanya naik turun mencoba menahan emosi. "Hahahaha, kalo sudah berhubungan dengan keselamatan sendiri yang berada di ujung tanduk semua orang akan melakukan apapun untuk lolos dari maut, aku punya bukti yang diam diam diambil Heri dari rumahmu." Nyatanya sekarang, raut wajah Didit terlihat percaya dengan ucapanku, lalu akan kulancarkan adu domba antara ketiga orang itu. Bukti yang diberikan Imel, akan kusebut dari Heri, dan ucapan Didit akan kugunakan untuk memanasi Heri, sehingga mereka akan saling menyerang. Kini, aku akan membalas bagaimana cara mereka dulu mengadu dombaku dan Mas Yadi sehingga kebencian ini memuncak sampai ke ubun-ubun. "Jadi selamat ya, karena sudah bedteman dengan manusia yang hanya memedulikan keselamatan sendiri," balasku sarkas sambil menepuk kedua tangan dan pergi. ** Pria itu terlihat menyeka air mata dari balik kaca mobilnya, ia nampak terpukul karena di masa lalu ia pernah mengatakan sangat mencintai Kartika dan membutuhkan wanita yang selalu bergantung padanya. Kini kenyataan begitu pahit di depan matanya. Kuketuk kaca dan Mas Yadi langsung salah tingkah, ia menghapus sudut matanya dan langsung membuka pintu untukku, kembali, kami meluncur dalam diam lagi. Aku tahu, dia malu padaku, terluka dan kecewa oleh sikap Kartika, wanita yang pernah membuatnya begitu gelap mata mencinta. Itulah sebabnya, sangat sulit menunjukkan logika pada mereka yang jatuh cinta, dan jika kita mencoba, yang kita dapatkan hanya perlawanan dan luka. Seperti yang pernah terjadi padaku, di masa lampau ketika mencoba menghentikan Suryadi. Ah, lelah sekali mengingatnya. "Aku rasa aku akan pergi ke tempat Siska saja," ungkapnya lirih "Ke rumah si Bibi? Tapi kan dia bukan keluargamu?" "Aku tidak tahu harus kemana?" "Dengar, jika kau serius untuk kembali ke jalan yang benar, aku akan membantumu untuk mendapatkan kembali posisimu," ujarku. "Apa? Bagaimana caranya? Kenapa kau bisa seyakin itu?" "Aku pernah melengserkanmu dengan cara yang menurut orang lain paling mustahil, maka,. membuatmu terhormat kembali bukanlah hal yang sulit." "Aku tahu kau punya uang dan koneksi Sakinah, tapi ....." Ia hanya menggeleng menyambung ucapannya yang terjeda. "Entah kenapa alam seolah mendukung, karena aku tiba tiba punya banyak bukti tentang kejahatan pejabat penting di daerah ini, jadi, aku menyimpan hal itu, untuk bisa menekan mereka suatu hari nanti." "Jangan lagi sakinah, kau akan mengalami kejadian yang lebih buruk lagi, yang kau hadapi bukan orang main-main, mereka akan bersatu untuk menjeratmu dalam mega kasus yang akan menghancurkan reputasi kita dan anak anak kita, masalah kecil akan digoreng dan ditambah-tambahkan agar kalian makin dipermalukan, aku tak sanggup membayangkan." "Aku tahu mereka mencoba merencanakan sesuatu, tapi aku juga harus melawan," jawabku. " ... harus ada yang berani bicara agar masalah ini terungkap dan tidak terulang." "Resikonya kau akan difitnah dan mereka yang pintar memutar-balikkan fakta akan membuatmu dipermalukan di media." "Sayangnya aku sudah terlanjur memilih untuk berada dalam kerumitan ini. Jika aku mengalah, maka kasus penyekapan yang melibatkan kekerasan medis akan tenggelam begitu saja. Aku harus membalas mereka yang terlibat." "Kau akan butuh biaya untuk itu, Sakinah. Aku tahu kau sudah membelanjakan banyak uang untuk menyelidiki seseorang," balasnya. "Itulah gunannya uang dan investasi, akan kugunakan sumber daya yang kumiliki untuk memenangkan ini." "Aku tahu, sangat sulit membendung tekadmu, tapi aku ingin kita berhenti, pergi dari tempat ini dan hidup bahagia." Kutatap wajahnya yang sedang menerawang sambil mengemudikan mobil, melihat tatapanku yang heran seperti itu, dia kemudian paham dan meralat ucapannya. "Maksudku, entah sendiri atau bersama, kita harus bahagia." Ia tersenyum canggung. "Pada akhirnya kita memang harus bahagia, Mas." Setelah mengucapkan kalimat itu, entah mengapa pada detik berikutnya aku merasakan sakit kram yang tiba tiba melilit-lilit di sekitar bawah perut dan rahim. Aku meringis dan mulai mengeluarkan keringat dingin. "Kamu kenapa?" "Aku ...." Aku tak sanggup menahan sakitnya hingga tiba-tiba ada sesuatu yang merembes dari bawah sana,penglihatanku langsung berkunang-kunang dan tiba tiba semuaya gelap begitu saja."Sakinah, apa yang terjadi, Sakinah ...."Pendengaranku samar, perlahan kabur, sakit di perut makin menjadi jadi, sementara tubuh mulai lemas dan berkeringat dingin."Apa yang kau rasakan?" tanya Mas Yadi panik.Aku tak mampu menjawab karena bibir ini sudah kelu dan rasa sakit yang melilit membuatku tak mampu menggerakkan lidah.Hingga semuanya buyar dan menggelap.**"Nyonya Sakinah ....""Lakukan sesuai prosedur!""Tanda tangan di sini!""Sakinah ... sadarlah, Sakinah ....."Lamat-lamat kudengar Mas Yadi dan orang orang ramai, lampu yang menyilaukan namun semuanya masih kabur. Mas Yadi dan seorang pria memanggil sambil mengguncang tubuhku, tapi tapi aku masih tidak sanggup membuka mata lagi.*Terbangun ketika diri ini menyadari bahwa aku sudah berada di sebuah ranjang dan ketika pupil mata membuka sempurna, kusadari semua infus menggantung di dekatku dan jarumnya menancap di tangan. Entah apa yang terjadi sebelum itu aku tidak tahu."Nyonya sudah siuman?""Iya, kenapa, saya di mana
Selagi hendak memejamkan mata, tiba tiba pintu kabar dibuka kasar dan Mas Didit datang dengan waja memberingas, ia mendekati ranjangku dan mencekal lengan ini dengan keras "Kamu kan yang sengaja gugurin anakku?!""Astaghfirullah, kamu udah gila ya? Sejahat jahatnya wanita tak akan mau membunuh anak mereka!""Bohong! Kamu sengaja bikin onar dan banyak masalah, lari dan pergi ke sana kemari demi menggugurkan bayi itu, kau memang pantas dipenjara!"Mendengar keributan, Mas Yadi yang tertidur di sofa langsung terbangun dan mendekat sigap."Apa-apaan kamu?!" tanya Mas Yadi mwnfekal tangan pria yang coba menyakitiku itu."Kamu gak usah ikut campur ketika sakinah sudah membunuh anakku!" teriak Mas Didit dengan mata membeliak, dia marah sekali rupanya sampai-sampai menabrakkan tubuhnya ke tubuh Mas Yadi."Ini adalah musibah dan kejinya kamu menuduh sakinah, lagian apa pedulimu sedang kamu sudah mesra dengan Kartika?!"Kedua pria itu hampir saling mencekik andai kedua anakku tak mencegah d
Betapa heboh acara breaking news TV hari ini, skandal seorang petinggi polisi di daerahku, video mabuk dan berjoget dengan wanita beredar dan siapa lagi orangnya kalau bukan Didit Hendarto.Parahnya lagi, narasumber yang mengungkap fakta sebenarnya adalah sahabatnya sendiri, Letnan Heri, menurut wawancara ia mengungkap itu karena sudah malu dengan isu yang berembus liar dan jengah dengan kebobrokan sahabatnya. Menurutnya dia lelah dikaitkan dengan Kompol Didit terlebih dia juga punya masalah pribadi, ayahnya yang juga tersangkut masalah hukum serius. Ditambah harga dirinya yang tercoreng karena dianggap lolos seleksi akademi karena suap.Melihat itu aku gembira bukan kepalang, Tak kusangka bahwa rencanaku berjalan lancar dan memukul tepat sasaran. Didit dan Kolonel William sudah masuk ke dalam perangkap yang kubuat dengan umpan kesalahan mereka sendiri."Wah, apa kini mereka saling menusuk?" ungkap Mas Yadi sambil mengelap kopinya."Kenapa memangnya, apa itu mengejutkan?""Iya, aku t
Aku sudah kembali ke rumah dijemput oleh Bendi dan kedua anakku. Sesampainya di sana mereka langsung mengantarku ke sofa ruang tengah yang bentuknya memanjang sehingga aku bisa merebahkan dir sebentar.Mas Yadi juga kembali, wajahnya terlihat lelah dan mengantuk sekali sehingga aku memintanya untuk beristirahat di kamar saja.Sedang aku dan kedua anakku juga kekasihnya duduk di sofa ruang tengah."Nyonya, aku rasa Anda memang lebih baik tidak berpikir atau beraktivitas kelebihan dulu karena kondisi kesehatan anda," ujar pemuda itu sembari duduk di kursi seberangku."Aku rasa begitu, tapi aku minta padamu agar kau mencari bukti lab milikku untuk menjerat Didit lebih dalam lagi.""Sebenarnya tanpa bukti itupun dia sudah dijerat Nyonya," balas Bendi."Kalau cuma mabuk dan main perempuan itu hanya akan membuat dia disanksi sementara, kemungkinan terburuk dia dipecat tapi dia juga punya banyak jasa dan pendukung, sehingga Pak Kapolda pasti mempertimbangkan hal itu. Lain halnya jika dia pun
Pukul dua malam, Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada."Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam d
Pukul dua malam, Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada."Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam d
Dari semua perkara yang bergulir, dan menumpuk satu di atas yang lainnya, aku kemudian tahu bahwa Didit yang telah merencanakan segalanya dan dia sedang bersiap menghadapi tuntutan hukum.Peristiwa penyuntikan diriku dengan obat ilegal yang hampir menyebabkan kelumpuhan juga akhirnya terungkap perlahan ke permukaan. Perlahan satu persatu topeng mas Didit dikuliti oleh orang-orang yang pernah dia sakiti, semua aib dan rahasianya terungkap dan memperburuk suasana.Lalu ada fakta baru yang aku temukan di proses penyelidikan bahwa akar dari semua petaka ini berasal darinya.Semua yang telah terjadi dialah yang merencanakannya, artinya konspirasi ini sudah diatur dari awal."Mengapa Anda berencana membuat lumpuh wanita itu?" Hakim ketua yang yang pertama kali bertanya kepada Mas Didik karena agenda persidangan hari ini adalah membahas segala kejahatannya padaku."Aku sakit hati pada wanita itu dan dendam padanya," ujarnya yang menjawab pertanyaan hakim di kursi terdakwa."Apa awalnya, An
"Lalu kami ingin tahu, siapa yang telah menyakiti Nyonya Sakinah di rumah sakit, siapa Dokter yang Anda tugaskan?""Teman saya.""Apakah dia sungguh seorang dokter?""Ia petugas medis juga," jawab Mas Yadi."Apa dia ahli kejiwaan?""Sebenarnya dia sering merawat ....""Katakan saja iya atau tidak.""Hmm, Mantri Pak.""Bukan ahli jiwa?""Bukan." Ia menyeringai seperti orang gila "Lalu obat apa yang dia suntikkan?""Sejenis obat penenang dan obat tidur, hanya itu saja.""Mengapa Anda menganggap bahawa obat penenang atau obat tidur adalah perkara yang sepele, saudara hampir membunuh," ujar Pak Hakim menggelengkan kepala.Nampaknya sejak kematian Bella Mas Didit sudah kehilangan akalnya, dia bahkan mengatakan semua itu dengan lantang dan berani, seolah tak takut akan ancaman hukuman yang mungkin memberatkan. Ah, ya Tuhan."Lalu gerombolan penjahat yang sampai saat ini msih buron, karena sudah menyerang rumah nyonya sakinah, apakah mereka juga adalah suruhan anda?""Iya, saya menyuruh mer