"Lalu kami ingin tahu, siapa yang telah menyakiti Nyonya Sakinah di rumah sakit, siapa Dokter yang Anda tugaskan?""Teman saya.""Apakah dia sungguh seorang dokter?""Ia petugas medis juga," jawab Mas Yadi."Apa dia ahli kejiwaan?""Sebenarnya dia sering merawat ....""Katakan saja iya atau tidak.""Hmm, Mantri Pak.""Bukan ahli jiwa?""Bukan." Ia menyeringai seperti orang gila "Lalu obat apa yang dia suntikkan?""Sejenis obat penenang dan obat tidur, hanya itu saja.""Mengapa Anda menganggap bahawa obat penenang atau obat tidur adalah perkara yang sepele, saudara hampir membunuh," ujar Pak Hakim menggelengkan kepala.Nampaknya sejak kematian Bella Mas Didit sudah kehilangan akalnya, dia bahkan mengatakan semua itu dengan lantang dan berani, seolah tak takut akan ancaman hukuman yang mungkin memberatkan. Ah, ya Tuhan."Lalu gerombolan penjahat yang sampai saat ini msih buron, karena sudah menyerang rumah nyonya sakinah, apakah mereka juga adalah suruhan anda?""Iya, saya menyuruh mer
Aku kecewa, dan semakin memikirkan semua rentetan kejadian ini, mengumpulkan peristiwa demi peristiwa dan merangkainya seperti puzzle hingga mendapatkan kesimpulan sempurna, aku sungguh akan gila!Jika dihitung semua kesalahan Suryadi menyakitiku, tentu, aku sangat dendam padanya. Namun, si sisi lain dia juga berusaha membuktikan dirinya layak untuk diberi kesempatan, dengan hampir mati ketika mencoba menyelamatkanku di rumah sakit isolasi.Mestinya tidak akan ada hal yang membuatku bimbang karena ini sudah jelas. Lagipula, manusiawi seseorang melakukan khilaf, tapi ... aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan hati.Musuh menjadi teman, teman menjadi musuh, dan orang orang asing yang menurut orang lain jahat adalah penyelamat, sebuah skema kejadian dan hubungan yang lucu dalam hidupku. Entah apa salah dan dosaku di kehidupan sebelumya, hingga diri ini berada dalam takdir yang begitu nelangsa."Ah, Tuhan, lelah rasanya berada di titik ini, berada dalam permainan yang menguras tenag
Pagi ini, aku yang sedang menyiapkan sarapan tiba tiba dikejutkan dengan ketukan pintu. Agak heran karena pagi pagi kami telah didatangi seseorang.Kubuka pintu dan sosok Heri berdiri di sana.Dia menatap dingin sementara aku tak tahu harus bersikap seperti apa."Silakan masuk," ujarku dengan nada datar."Tidak terkejut dengan kedatangan saya kan?""Tidak. Aku sudah biasa."Kusuruh dia duduk di kursi kayu klasik peninggalan mertua sementara aku langsung memanggil Mas Yadi untuk menemui Heri. Bagaimana pun ia juga mantan bawahannya Heri.Dari dapur kuawasi gerak gerik pria itu yang nampak menjabat tangan Mas Yadi lalu mengobrol-ngobrol dengan santai. Tidak menunjukkan bahwa kami sedang bermusuhan.Kuletakkan dua cangkir kopi lalu bergabung di meja bersama Heri."Nyonya sakinah, saya ingin bicara," ujarnya membuka percakapan."Apa itu?""Bersihkan nama ayah saya, saya mohon ... sebagai balasannya saya sudah menjamin bahwa Anda akan aman dan pergilah ke luar negeri agar wartawan da
Kami dibawa ke markas berlantai tiga di pinggir kota. Tak terlibat seperti sarang preman tapi sebuah villa Megah dengan semua fasilitas premiumnya.Mobil berhenti dan kami langsung di sambut oleh jajaran pria berjas hitam, dan kami dipersilahkan masuk.Ketika pintu utama terbuka mata kami langsung dimanjakan oleh kemegahan rumah pemuda itu. Aku dan Mas Yadi kagum pada interior, furniture mewah dan dan lukisan mahal yang terpajang di dinding, ada juga karya seni dan patung yang berwarna emas, juga gambar Bendi yang terpajang di dinding dalam ukuran besar, dia duduk mengenakan jas hitam, posenya menawan dan terlihat seperti artis film Jefri Nichols."Selamat datang, semoga betah tinggal di rumah saya," sambut Bendi."Terma kasih Bendi, terima kasih sudah mengajak kami ke tempat ini," balasku gembira."Kamar Tante dan Om ada di lantai dua, saling berhadapan, sedang Siska akan berada di sayap bara agar bisa leluasa melihat taman samping," jelasnya."Lalu kamarku di mana?""Kita akan ting
Seminggu berlalu tanpa gangguan, kami sekeluarga lega berada dalam ketenangan, tidak memikirkan banyak hal dalam hidup ini. Tidak ada lagi ketegangan dan ketakutan akan orang orang yang mungkin datang mengganggu. Tinggal menunggu ujian dan pengambilan ijazah Imelda, maka anak kami akan resmi disunting oleh pria yang mencintainya. Aku juga berniat pamit dari mansion Bendi yang mewah karena rasanya agak canggung tinggal di rumah orang begitu lama.Kuutarakan niat untuk pindah, namun calon menantuku agak keberatan karena menurutnya keadaan masih belum aman."Saya tidak keberatan Tante di sini, saya lebih tenang jika kalian sekeluarga di rumah ini. Oh ya, Ibu sayanhuga mau datang dari Singapura untuk bertemu calon besannya.""Oh, apakah kamu memberi tahu bahwa akan menikah?""Iya, tentu saja, saya memberi tahu Ibu saya. Dia gembira dan ingin segera bertemu keluarga Tante.""Tapi, rasanya malu sekali jika kami menumpang. Kurasa saatnya untuk kembali dan membenahi kekacauan ini. Kami har
Andai tak sibuk dengan semua kegiatan mengurusi dan rumah, anak, dan bisnis, aku tak akan lalai sampai sejauh ini, lupa menggugat cerai pria yang hampir membunuhku.Suryadi memang pernah menyakiti, tapi tak separah Didit yang nota bene adalah sahabat lamaku, seharusnya dia adalah orang yang paling mencintaiku di dunia, tapi sayangnya ekspektasi tak seindah realita.Pagi pagi sekali aku sudah bersiap siap untuk pergi ke kanto Pak Efendi diteruskan ke Pangadilan agama. Mas Yadi datang menjemput dan mengantarku ke sana.Dari arah rumah kami, sebelah kiri jalan ada rutan, sesaaat aku berpikir pasti itu tempat Mas Didit ditahan.Ah, andai kami tak berjumpa mungkin ia tak akan berbuat jahat, nekat balas dendam dan berujung mendekam di sana. Ah, andai aku pun bisa mengendalikan keadaan segalanya, termasuk emosi dan sikapku sendiri."Kenapa termenung?""Tidak ada, lucu saja, ketika tiba tiba kejadian yang sama terulang, namun orangnya ditukar," jawabku tertawa miris."Hmm, jangan memikirkan
"Papa bilang akan berencana meninggalkan tanah air dan menetap di Dubai menurut kalian apa itu adalah yang terbaik?"tanyaku pada anak anak yang sedang duduk di ruang tengah, dan sibuk memainkan ponsel mereka."Ke Dubai? Ngapain?""Menetap, itu pun kalau mama ganmau balikan sama dia lagi.""Ya, kalo begitu balikan aja," jawab Imel santai "Gak semudah itu, mama masih trauma," jawabku."Trauma karena apa? Kegagalan Mama? Tapi, setidaknya mama sudah tahu gimana papa dengan detail," sanggah anakku."Agak malu, karena kawin cerai, mama ditertawakan masyarakat," jawabku tersenyum miris."Apa pengaruhnya? banyak kok, orang yang kayak gitu. Untuk apa ragu pada stigma jika Mama dan papa ternyata bahagia bersama," jawab mereka."Mama belum siap.""Kenapa begitu. Jika Mama ragu dengan kenyamanan sendiri, setidaknya mama bisa lakukan itu untuk kami," jawab Siska."Apa kalian bahagia jika Mama dan papa rujuk?""Jangan maksain diri, Ma. Jika jatuhnya nanti Mama akan kecewa lagi, mendingan mama dan
Sebelum Acara pernikahan Imel yang akan diselenggarakan beberapa bukan mendatang aku dan Mas Yadi sepakat untuk kembali rujuk dan menata kembali hidup kami yang sudah berantakan dari awal. Ada komitmen untuk berubah dan melupakan semua kejadian kelam, bodoh dan konyol yang pernah sama sana kami lakukan.Hari itu, di kebun kecil belakang villa, kami membangun dekorasi minimalis dengan tenda dan bunga. Diihadiri oleh anak-anakku, beberapa sahabat dan saudara kami serta petugas pencatat nikah, kami kembali melangsungkqn pernikahan. Kujajaki jalan setapak menuju meja pernikahan, anak anak mentap dengan berbinar, juga senyum tersungging dari calon menantu dan tamu undangan.Aku mendekat dan seolah ini adalah pernikahan pertama kalinya, sudut mata Mas Yadi terlihat basah, melihatku datang. Ia tersenyum sambil memberikan uluran tangan yang kemudian kusambut dengan tatap haru dann bahagia."Kamu cantik hari ini," bisiknya."Terima kasih," jawabku."Meski wajahmu sudah berubah tirus karena