Share

137

Pukul dua  malam, 

Dor! 

Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.

Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada.

"Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.

Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.

Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk  membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin  karena sudah merasa  kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran  untuk menghabisi kami semua, sehingga ia  menuntaskan dendam dan sumber masalahnya.

"Siapa yang kira kira melakukan ini Ma?". tanya Imel dengan panik, untungnya ia berhasil meraih ponselnya, sehingga kami gunakan cahaya telepin selular itu untuk menerangi suasana.

Perlahan Mas Yadi merangkak ke jendela dan mencoba mengintip dari sana, aku memberi isyarat bertanya mereka siapa sedang Mas Yadi menggelang mengatakan bahwa ia tidak melihat siapa siapa.

"Suasananya gelap, sepertinya ... gardu listrik dimatikan sehingga sekomplek ini lampunya padam," bisik Mas Yadi pelan.

"Jika ini adalah bagian dari rencana, maka ini waktunya.  Sebelum ada yang menyadari tentang gardu listrik maka mereka punya waktu untuk menghabisi kita," ujarku dengan suara bergetar.

"Ma, a-aku masih mau hidup Ma," ujar siska yang mulai menangis.

"Tenang sayang ...." Aku menepuk bahunya sambil mengajaknya terus merangkak keluar dari kamar ini.

Posisi kamar utama yang berjendela kaca dan berhadapan langsung dengan jalan utama membuat kami akan terancam jika terus bertahan di tempat ini.

"Bersembunyilah pada tempat yang sulit ditemukan," ujar Mas Yadi.

"Tapi di mana, tidak ada tempat yang akan membuat kita tidak ditembus peluru, ya Allah," ujarku sambil berdoa didalam hati. 

Entah kenapa kejutan ini begitu mendadak, kupikir setelah tertangkapnya dia kami akan tenang dan bisa hidup bahagia. Ah, Tiba tiba aku teringat, bahwa orang yang memusuhiku bukan hanya Didit, tapi juga Heri dan ayahnya, jadi pelaku yang menyuruhnya pasti salah satu dari mereka.

Ah, posisi kami terjepit.

"Imel, hubungi Bendi," bisikku.

"Gak bisa Ma, gak diangkat," jawab Imel panik.

"Ya ampun ...."

Di saat bersamaan pintu rumah di buka, dan kami seketika saling pandang dan saling memberi kode untuk bersembunyi.

"Masuklah ke kamar mandi, aku akan menghadapi mereka," ujar Mas Yadi.

"Ada cara lain, kita kabur melompat saja dari jendela," bisikku

Suara derap langkah mereka yang terdengar diperhitungkan makin mendekat ke arah kamar utama yang berada di lantai dua. 

Napasku tertahan, sementara jantungku berdetak lebih kencang, keringat dingin mulai membanjiri wajah dan tubuh ini bergetar ditambah rasa trauma yang tersisa sejak hari penyekapan di ruang bawah tanah, membuatku makin gugup dan tidak bisa mengendalikan perasaan.

"Bagaimana ini?" tanyaku.

"Diamlah, mereka akan tahu di mana posisi kita."

"Tapi dia begini konyol rasanya."

"Masuklah ke kamar mandi, kunci pintunya dan aku akan mengecoh mereka dengan keluar dari jendela," bisikas Yadi dan kami segera bergerak ke sana.

Sialnya ketika kututup pintu kamar mandi, malah engselnya berderit dan menimbulkan suara. Para penjahat yang yang ada di luar terdengar bergerak cepat dan merangsek ke kamar mandi lantas mendobrak pintunya.

Aku betul-betul khawatir, di momen sesempit ini, kami akan kehilangan nyawa sementara tim eksekutor harus bergerak cepat untuk membunuh tanpa meninggalkan jejak.

Brak! Mereka berhasil masuk!

"Cari mereka!" Suara bariton seorang pria memecah keheningan dan beberapa orang masuk dan terdengar mengobrak abrik segalanya.

"Temukan Suryadi!"

"Ini dia Pak!" 

Ayah anakku terdengar di seret dengan keras dan dia mengerang kesakitan.

"Mana anak anak dan Nyonya sakinah?" tanya mereka.

"Sayang sekali mereka tidak di sini."

"Jangan bohong, kamu berpura-pura ingin melindungi mereka! katakan yang sebenarnya dimana mereka berada!"

"Kenapa bertanya padaku memangnya aku masih punya hubungan dengan Sakinah?"

"Kalian tadi pulang bersama-sama ke tempat ini!"

"Meski begitu, Sakina juga punya rumah yang lain kenapa kalian tidak mencarinya?"

Bugh!

Terdengar suara Mas Yadi sedang dipukul berkali-kali, ia sampai tersungkur dan jatuh ke lantai. Sedang kami yang mendengar dari balik tembok kamar mandi hanya bisa menangis.

Ingin melawan tapi rasanya tubuh ini masih  lemah karena baru saja keguguran,  bahkan kaki ini tidak bisa menemukan bobot tubuh untuk mampu berdiri tegak, lututku gemetar tidak karuan.

"Periksa seluduh ruangan ini dan seret mereka jika kalian menemukannya!"

"Siap, Pak!"

"Dan juga, jangan sampai mereka kabur atau bersuara, kita harus menyelesaikan tugas kita dalam senyap."

"Siapa yang telah menyuruh kalian berbuat sekeji ini? Kalian bahkan tidak menyadari bahwa kami tidak punya kaitan apapun dengan masalah kalian semua!"

"Diam saja atau akan ku tembak kepalamu saat ini juga!"

Kalau tiba-tiba saja pintu kamar mandi didobrak kencang! 

Anak gadisku berteriak, dan berusaha menghindari dua orang pria yang lamaynlamat kami lihat  memakai topeng dan membawa senjata di tangannya.

"Diam kalian, atau kutampar!"kedua anakku saling memeluk sembari menahan tangis mereka.

"Ini dia sumber masalah bagi semua orang," togel pria itu sambil menarikku yang terduduk lu mulai di lantai kamar mandi dan menyeretku dengan kasar.

Aku yang saat itu baru selesai dioperasi, dan masih lemah tidak berdaya untuk mengikuti langkahnya. Aku terjatuh dan pria beringas itu menyeretku di lantai seperti bangkai binatang yang pantas dihinakan.

"Ayo bangun, dasar jalang! Kami akan membunuhmu sekarang!"

"Apa yang kalian inginkan?!" tanyaku sambil menangis kesakitan.

"Kamu memang wanita yang memiliki banyak nyawa sehingga selalu gagal untuk dibunuh, tapi kali ini kami tidak akan membiarkanmu dan buang-buang waktu lagi."

"Ayo Pak kita selesaikan misi ini dan dan pergi Sebelum lampu dinyalakan," ujar seorang anggota timnya.

Entah dari mana mereka dan siapa yang mengutusnya, aku tidak bisa mengasumsikan apa mereka adalah petugas yang terlatih atau hanya orang biasa yang dipersenjatai.  Yang pasti saat ini hanya kami di ujung tanduk.

Mereka mensejajarkan kami dan menyuruh kami duduk di lantai, sedang salah seorang dari mereka bersiap untuk mengeksekusi kami dengan senjata.

Namun ketika bersiap menembak tiba-tiba pintu didobrak dan terjadilah adegan pukul memukul dalam kegelapan.

"Hentikan atau kubunuh kalian semua!" teriak Bendi yang untungnya datang diwaktu yang tepat.

"Jangan ikut campur atau kau akan kutembak!"

Tiba-tiba pistol meletus, anak anak berteriak, suasana menjadi kacau dan kocar kacir, di dalam ruangan gelap itu kami berjibaku, Bendi dan anak buah, serta penjahat itu saling berkelahi, sementara kami hanya merangkak mencoba kabur dan pergi, suasana masih gelap dan satu-satunya sumber cahaya  berasal senter yang dibawa  para penjahat itu.

Berkali-kali tembakan terdengar, aku yakin para tetangga sudah mendengar dan mulai penasaran, penjahat yang hendak membunuh kami akhirnya memerintahkan kawannya untuk pergi,  sementara anak buah Bendi  berusaha menahan mereka.

"Tunggu! Jangan bergerak!"

Mereka terdesak, satu per satu tumbang, dipukul dan ditembak entah kena di bagian mana, yang pasti itu adalah tembakan yang asal kena.

"Tolong hentikan! Ini pasti perbuatan papa! Tolong hentikan dan katakan padanya bahwa aku menjamin diriku pada keselamatan Tante Sakinah."  Tiba-tiba Bella datang dan berteriak di antara semua kekacauan tadi, sayang aku tidak bisa melihat wajahnya karena di sana masih gelap gulita.

"Diam saja kamu Bella, Rus, tolong keluarkan Bella di tempat ini!"

"Cukup, hentikan semuanya! Aku tahu kalau papa akan melakukan ini, karenanya aku datang, kalau kalian tetap nekat ingin membunuh mereka maka aku pun harus dibunuh juga."

"Kamu jangan ikut campur!"

Mungkin selagi mendengar perdebatan itu anak buah Bendi mengambil kesempatan untuk melumpuhkan semua orang, dan sialnya mereka melawan sehingga terjadi kontak senjata lagi untuk kedua kalinya, dan tiba tiba anak Mas Didit berteriak, melolong sakit dengan sangat keras.

Sepertinya ... Dia tertembak, dan di saat bersamaan lampu menyala, dan gadis itu terkapar bersimbah darah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status