Pukul dua malam,
Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita. Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada. "Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan. Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya. Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam dan sumber masalahnya. "Siapa yang kira kira melakukan ini Ma?". tanya Imel dengan panik, untungnya ia berhasil meraih ponselnya, sehingga kami gunakan cahaya telepin selular itu untuk menerangi suasana. Perlahan Mas Yadi merangkak ke jendela dan mencoba mengintip dari sana, aku memberi isyarat bertanya mereka siapa sedang Mas Yadi menggelang mengatakan bahwa ia tidak melihat siapa siapa. "Suasananya gelap, sepertinya ... gardu listrik dimatikan sehingga sekomplek ini lampunya padam," bisik Mas Yadi pelan. "Jika ini adalah bagian dari rencana, maka ini waktunya. Sebelum ada yang menyadari tentang gardu listrik maka mereka punya waktu untuk menghabisi kita," ujarku dengan suara bergetar. "Ma, a-aku masih mau hidup Ma," ujar siska yang mulai menangis. "Tenang sayang ...." Aku menepuk bahunya sambil mengajaknya terus merangkak keluar dari kamar ini. Posisi kamar utama yang berjendela kaca dan berhadapan langsung dengan jalan utama membuat kami akan terancam jika terus bertahan di tempat ini. "Bersembunyilah pada tempat yang sulit ditemukan," ujar Mas Yadi. "Tapi di mana, tidak ada tempat yang akan membuat kita tidak ditembus peluru, ya Allah," ujarku sambil berdoa didalam hati. Entah kenapa kejutan ini begitu mendadak, kupikir setelah tertangkapnya dia kami akan tenang dan bisa hidup bahagia. Ah, Tiba tiba aku teringat, bahwa orang yang memusuhiku bukan hanya Didit, tapi juga Heri dan ayahnya, jadi pelaku yang menyuruhnya pasti salah satu dari mereka. Ah, posisi kami terjepit. "Imel, hubungi Bendi," bisikku. "Gak bisa Ma, gak diangkat," jawab Imel panik. "Ya ampun ...." Di saat bersamaan pintu rumah di buka, dan kami seketika saling pandang dan saling memberi kode untuk bersembunyi. "Masuklah ke kamar mandi, aku akan menghadapi mereka," ujar Mas Yadi. "Ada cara lain, kita kabur melompat saja dari jendela," bisikku Suara derap langkah mereka yang terdengar diperhitungkan makin mendekat ke arah kamar utama yang berada di lantai dua. Napasku tertahan, sementara jantungku berdetak lebih kencang, keringat dingin mulai membanjiri wajah dan tubuh ini bergetar ditambah rasa trauma yang tersisa sejak hari penyekapan di ruang bawah tanah, membuatku makin gugup dan tidak bisa mengendalikan perasaan. "Bagaimana ini?" tanyaku. "Diamlah, mereka akan tahu di mana posisi kita." "Tapi dia begini konyol rasanya." "Masuklah ke kamar mandi, kunci pintunya dan aku akan mengecoh mereka dengan keluar dari jendela," bisikas Yadi dan kami segera bergerak ke sana. Sialnya ketika kututup pintu kamar mandi, malah engselnya berderit dan menimbulkan suara. Para penjahat yang yang ada di luar terdengar bergerak cepat dan merangsek ke kamar mandi lantas mendobrak pintunya. Aku betul-betul khawatir, di momen sesempit ini, kami akan kehilangan nyawa sementara tim eksekutor harus bergerak cepat untuk membunuh tanpa meninggalkan jejak. Brak! Mereka berhasil masuk! "Cari mereka!" Suara bariton seorang pria memecah keheningan dan beberapa orang masuk dan terdengar mengobrak abrik segalanya. "Temukan Suryadi!" "Ini dia Pak!" Ayah anakku terdengar di seret dengan keras dan dia mengerang kesakitan. "Mana anak anak dan Nyonya sakinah?" tanya mereka. "Sayang sekali mereka tidak di sini." "Jangan bohong, kamu berpura-pura ingin melindungi mereka! katakan yang sebenarnya dimana mereka berada!" "Kenapa bertanya padaku memangnya aku masih punya hubungan dengan Sakinah?" "Kalian tadi pulang bersama-sama ke tempat ini!" "Meski begitu, Sakina juga punya rumah yang lain kenapa kalian tidak mencarinya?" Bugh! Terdengar suara Mas Yadi sedang dipukul berkali-kali, ia sampai tersungkur dan jatuh ke lantai. Sedang kami yang mendengar dari balik tembok kamar mandi hanya bisa menangis. Ingin melawan tapi rasanya tubuh ini masih lemah karena baru saja keguguran, bahkan kaki ini tidak bisa menemukan bobot tubuh untuk mampu berdiri tegak, lututku gemetar tidak karuan. "Periksa seluduh ruangan ini dan seret mereka jika kalian menemukannya!" "Siap, Pak!" "Dan juga, jangan sampai mereka kabur atau bersuara, kita harus menyelesaikan tugas kita dalam senyap." "Siapa yang telah menyuruh kalian berbuat sekeji ini? Kalian bahkan tidak menyadari bahwa kami tidak punya kaitan apapun dengan masalah kalian semua!" "Diam saja atau akan ku tembak kepalamu saat ini juga!" Kalau tiba-tiba saja pintu kamar mandi didobrak kencang! Anak gadisku berteriak, dan berusaha menghindari dua orang pria yang lamaynlamat kami lihat memakai topeng dan membawa senjata di tangannya. "Diam kalian, atau kutampar!"kedua anakku saling memeluk sembari menahan tangis mereka. "Ini dia sumber masalah bagi semua orang," togel pria itu sambil menarikku yang terduduk lu mulai di lantai kamar mandi dan menyeretku dengan kasar. Aku yang saat itu baru selesai dioperasi, dan masih lemah tidak berdaya untuk mengikuti langkahnya. Aku terjatuh dan pria beringas itu menyeretku di lantai seperti bangkai binatang yang pantas dihinakan. "Ayo bangun, dasar jalang! Kami akan membunuhmu sekarang!" "Apa yang kalian inginkan?!" tanyaku sambil menangis kesakitan. "Kamu memang wanita yang memiliki banyak nyawa sehingga selalu gagal untuk dibunuh, tapi kali ini kami tidak akan membiarkanmu dan buang-buang waktu lagi." "Ayo Pak kita selesaikan misi ini dan dan pergi Sebelum lampu dinyalakan," ujar seorang anggota timnya. Entah dari mana mereka dan siapa yang mengutusnya, aku tidak bisa mengasumsikan apa mereka adalah petugas yang terlatih atau hanya orang biasa yang dipersenjatai. Yang pasti saat ini hanya kami di ujung tanduk. Mereka mensejajarkan kami dan menyuruh kami duduk di lantai, sedang salah seorang dari mereka bersiap untuk mengeksekusi kami dengan senjata. Namun ketika bersiap menembak tiba-tiba pintu didobrak dan terjadilah adegan pukul memukul dalam kegelapan. "Hentikan atau kubunuh kalian semua!" teriak Bendi yang untungnya datang diwaktu yang tepat. "Jangan ikut campur atau kau akan kutembak!" Tiba-tiba pistol meletus, anak anak berteriak, suasana menjadi kacau dan kocar kacir, di dalam ruangan gelap itu kami berjibaku, Bendi dan anak buah, serta penjahat itu saling berkelahi, sementara kami hanya merangkak mencoba kabur dan pergi, suasana masih gelap dan satu-satunya sumber cahaya berasal senter yang dibawa para penjahat itu. Berkali-kali tembakan terdengar, aku yakin para tetangga sudah mendengar dan mulai penasaran, penjahat yang hendak membunuh kami akhirnya memerintahkan kawannya untuk pergi, sementara anak buah Bendi berusaha menahan mereka. "Tunggu! Jangan bergerak!" Mereka terdesak, satu per satu tumbang, dipukul dan ditembak entah kena di bagian mana, yang pasti itu adalah tembakan yang asal kena. "Tolong hentikan! Ini pasti perbuatan papa! Tolong hentikan dan katakan padanya bahwa aku menjamin diriku pada keselamatan Tante Sakinah." Tiba-tiba Bella datang dan berteriak di antara semua kekacauan tadi, sayang aku tidak bisa melihat wajahnya karena di sana masih gelap gulita. "Diam saja kamu Bella, Rus, tolong keluarkan Bella di tempat ini!" "Cukup, hentikan semuanya! Aku tahu kalau papa akan melakukan ini, karenanya aku datang, kalau kalian tetap nekat ingin membunuh mereka maka aku pun harus dibunuh juga." "Kamu jangan ikut campur!" Mungkin selagi mendengar perdebatan itu anak buah Bendi mengambil kesempatan untuk melumpuhkan semua orang, dan sialnya mereka melawan sehingga terjadi kontak senjata lagi untuk kedua kalinya, dan tiba tiba anak Mas Didit berteriak, melolong sakit dengan sangat keras. Sepertinya ... Dia tertembak, dan di saat bersamaan lampu menyala, dan gadis itu terkapar bersimbah darah.Dari semua perkara yang bergulir, dan menumpuk satu di atas yang lainnya, aku kemudian tahu bahwa Didit yang telah merencanakan segalanya dan dia sedang bersiap menghadapi tuntutan hukum.Peristiwa penyuntikan diriku dengan obat ilegal yang hampir menyebabkan kelumpuhan juga akhirnya terungkap perlahan ke permukaan. Perlahan satu persatu topeng mas Didit dikuliti oleh orang-orang yang pernah dia sakiti, semua aib dan rahasianya terungkap dan memperburuk suasana.Lalu ada fakta baru yang aku temukan di proses penyelidikan bahwa akar dari semua petaka ini berasal darinya.Semua yang telah terjadi dialah yang merencanakannya, artinya konspirasi ini sudah diatur dari awal."Mengapa Anda berencana membuat lumpuh wanita itu?" Hakim ketua yang yang pertama kali bertanya kepada Mas Didik karena agenda persidangan hari ini adalah membahas segala kejahatannya padaku."Aku sakit hati pada wanita itu dan dendam padanya," ujarnya yang menjawab pertanyaan hakim di kursi terdakwa."Apa awalnya, An
"Lalu kami ingin tahu, siapa yang telah menyakiti Nyonya Sakinah di rumah sakit, siapa Dokter yang Anda tugaskan?""Teman saya.""Apakah dia sungguh seorang dokter?""Ia petugas medis juga," jawab Mas Yadi."Apa dia ahli kejiwaan?""Sebenarnya dia sering merawat ....""Katakan saja iya atau tidak.""Hmm, Mantri Pak.""Bukan ahli jiwa?""Bukan." Ia menyeringai seperti orang gila "Lalu obat apa yang dia suntikkan?""Sejenis obat penenang dan obat tidur, hanya itu saja.""Mengapa Anda menganggap bahawa obat penenang atau obat tidur adalah perkara yang sepele, saudara hampir membunuh," ujar Pak Hakim menggelengkan kepala.Nampaknya sejak kematian Bella Mas Didit sudah kehilangan akalnya, dia bahkan mengatakan semua itu dengan lantang dan berani, seolah tak takut akan ancaman hukuman yang mungkin memberatkan. Ah, ya Tuhan."Lalu gerombolan penjahat yang sampai saat ini msih buron, karena sudah menyerang rumah nyonya sakinah, apakah mereka juga adalah suruhan anda?""Iya, saya menyuruh mer
Aku kecewa, dan semakin memikirkan semua rentetan kejadian ini, mengumpulkan peristiwa demi peristiwa dan merangkainya seperti puzzle hingga mendapatkan kesimpulan sempurna, aku sungguh akan gila!Jika dihitung semua kesalahan Suryadi menyakitiku, tentu, aku sangat dendam padanya. Namun, si sisi lain dia juga berusaha membuktikan dirinya layak untuk diberi kesempatan, dengan hampir mati ketika mencoba menyelamatkanku di rumah sakit isolasi.Mestinya tidak akan ada hal yang membuatku bimbang karena ini sudah jelas. Lagipula, manusiawi seseorang melakukan khilaf, tapi ... aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan hati.Musuh menjadi teman, teman menjadi musuh, dan orang orang asing yang menurut orang lain jahat adalah penyelamat, sebuah skema kejadian dan hubungan yang lucu dalam hidupku. Entah apa salah dan dosaku di kehidupan sebelumya, hingga diri ini berada dalam takdir yang begitu nelangsa."Ah, Tuhan, lelah rasanya berada di titik ini, berada dalam permainan yang menguras tenag
Pagi ini, aku yang sedang menyiapkan sarapan tiba tiba dikejutkan dengan ketukan pintu. Agak heran karena pagi pagi kami telah didatangi seseorang.Kubuka pintu dan sosok Heri berdiri di sana.Dia menatap dingin sementara aku tak tahu harus bersikap seperti apa."Silakan masuk," ujarku dengan nada datar."Tidak terkejut dengan kedatangan saya kan?""Tidak. Aku sudah biasa."Kusuruh dia duduk di kursi kayu klasik peninggalan mertua sementara aku langsung memanggil Mas Yadi untuk menemui Heri. Bagaimana pun ia juga mantan bawahannya Heri.Dari dapur kuawasi gerak gerik pria itu yang nampak menjabat tangan Mas Yadi lalu mengobrol-ngobrol dengan santai. Tidak menunjukkan bahwa kami sedang bermusuhan.Kuletakkan dua cangkir kopi lalu bergabung di meja bersama Heri."Nyonya sakinah, saya ingin bicara," ujarnya membuka percakapan."Apa itu?""Bersihkan nama ayah saya, saya mohon ... sebagai balasannya saya sudah menjamin bahwa Anda akan aman dan pergilah ke luar negeri agar wartawan da
Kami dibawa ke markas berlantai tiga di pinggir kota. Tak terlibat seperti sarang preman tapi sebuah villa Megah dengan semua fasilitas premiumnya.Mobil berhenti dan kami langsung di sambut oleh jajaran pria berjas hitam, dan kami dipersilahkan masuk.Ketika pintu utama terbuka mata kami langsung dimanjakan oleh kemegahan rumah pemuda itu. Aku dan Mas Yadi kagum pada interior, furniture mewah dan dan lukisan mahal yang terpajang di dinding, ada juga karya seni dan patung yang berwarna emas, juga gambar Bendi yang terpajang di dinding dalam ukuran besar, dia duduk mengenakan jas hitam, posenya menawan dan terlihat seperti artis film Jefri Nichols."Selamat datang, semoga betah tinggal di rumah saya," sambut Bendi."Terma kasih Bendi, terima kasih sudah mengajak kami ke tempat ini," balasku gembira."Kamar Tante dan Om ada di lantai dua, saling berhadapan, sedang Siska akan berada di sayap bara agar bisa leluasa melihat taman samping," jelasnya."Lalu kamarku di mana?""Kita akan ting
Seminggu berlalu tanpa gangguan, kami sekeluarga lega berada dalam ketenangan, tidak memikirkan banyak hal dalam hidup ini. Tidak ada lagi ketegangan dan ketakutan akan orang orang yang mungkin datang mengganggu. Tinggal menunggu ujian dan pengambilan ijazah Imelda, maka anak kami akan resmi disunting oleh pria yang mencintainya. Aku juga berniat pamit dari mansion Bendi yang mewah karena rasanya agak canggung tinggal di rumah orang begitu lama.Kuutarakan niat untuk pindah, namun calon menantuku agak keberatan karena menurutnya keadaan masih belum aman."Saya tidak keberatan Tante di sini, saya lebih tenang jika kalian sekeluarga di rumah ini. Oh ya, Ibu sayanhuga mau datang dari Singapura untuk bertemu calon besannya.""Oh, apakah kamu memberi tahu bahwa akan menikah?""Iya, tentu saja, saya memberi tahu Ibu saya. Dia gembira dan ingin segera bertemu keluarga Tante.""Tapi, rasanya malu sekali jika kami menumpang. Kurasa saatnya untuk kembali dan membenahi kekacauan ini. Kami har
Andai tak sibuk dengan semua kegiatan mengurusi dan rumah, anak, dan bisnis, aku tak akan lalai sampai sejauh ini, lupa menggugat cerai pria yang hampir membunuhku.Suryadi memang pernah menyakiti, tapi tak separah Didit yang nota bene adalah sahabat lamaku, seharusnya dia adalah orang yang paling mencintaiku di dunia, tapi sayangnya ekspektasi tak seindah realita.Pagi pagi sekali aku sudah bersiap siap untuk pergi ke kanto Pak Efendi diteruskan ke Pangadilan agama. Mas Yadi datang menjemput dan mengantarku ke sana.Dari arah rumah kami, sebelah kiri jalan ada rutan, sesaaat aku berpikir pasti itu tempat Mas Didit ditahan.Ah, andai kami tak berjumpa mungkin ia tak akan berbuat jahat, nekat balas dendam dan berujung mendekam di sana. Ah, andai aku pun bisa mengendalikan keadaan segalanya, termasuk emosi dan sikapku sendiri."Kenapa termenung?""Tidak ada, lucu saja, ketika tiba tiba kejadian yang sama terulang, namun orangnya ditukar," jawabku tertawa miris."Hmm, jangan memikirkan
"Papa bilang akan berencana meninggalkan tanah air dan menetap di Dubai menurut kalian apa itu adalah yang terbaik?"tanyaku pada anak anak yang sedang duduk di ruang tengah, dan sibuk memainkan ponsel mereka."Ke Dubai? Ngapain?""Menetap, itu pun kalau mama ganmau balikan sama dia lagi.""Ya, kalo begitu balikan aja," jawab Imel santai "Gak semudah itu, mama masih trauma," jawabku."Trauma karena apa? Kegagalan Mama? Tapi, setidaknya mama sudah tahu gimana papa dengan detail," sanggah anakku."Agak malu, karena kawin cerai, mama ditertawakan masyarakat," jawabku tersenyum miris."Apa pengaruhnya? banyak kok, orang yang kayak gitu. Untuk apa ragu pada stigma jika Mama dan papa ternyata bahagia bersama," jawab mereka."Mama belum siap.""Kenapa begitu. Jika Mama ragu dengan kenyamanan sendiri, setidaknya mama bisa lakukan itu untuk kami," jawab Siska."Apa kalian bahagia jika Mama dan papa rujuk?""Jangan maksain diri, Ma. Jika jatuhnya nanti Mama akan kecewa lagi, mendingan mama dan