Betapa heboh acara breaking news TV hari ini, skandal seorang petinggi polisi di daerahku, video mabuk dan berjoget dengan wanita beredar dan siapa lagi orangnya kalau bukan Didit Hendarto.
Parahnya lagi, narasumber yang mengungkap fakta sebenarnya adalah sahabatnya sendiri, Letnan Heri, menurut wawancara ia mengungkap itu karena sudah malu dengan isu yang berembus liar dan jengah dengan kebobrokan sahabatnya. Menurutnya dia lelah dikaitkan dengan Kompol Didit terlebih dia juga punya masalah pribadi, ayahnya yang juga tersangkut masalah hukum serius. Ditambah harga dirinya yang tercoreng karena dianggap lolos seleksi akademi karena suap. Melihat itu aku gembira bukan kepalang, Tak kusangka bahwa rencanaku berjalan lancar dan memukul tepat sasaran. Didit dan Kolonel William sudah masuk ke dalam perangkap yang kubuat dengan umpan kesalahan mereka sendiri. "Wah, apa kini mereka saling menusuk?" ungkap Mas Yadi sambil mengelap kopinya. "Kenapa memangnya, apa itu mengejutkan?" "Iya, aku tidak menyangka," balas Mas Yadi dengan raut seriusnya. "Kau akan lebih terkejut lagi ketika tahu bahwa itu adalah perbuatan ku," bisikku pelan sambil tersenyum jahat. "Hah?!" Mas Yadi terkejut sampai matanya membulat sempurna. "Ba-bagaimana bisa sedetail itu, kau su-sungguh bisa memanipulasi orang lain dan membuat mereka membenci?" "Semua orang yang pernah berurusan percaya bahwa aku berbahaya, kau masih ragu?" "Eh, eng ... Iya juga," jawabnya sambil mengusap wajah. "... tapi aku masih belum percaya bahwa mereka kini saling menyedang dan jadi tertawaan warga kota," ujar Mas Yadi sambil menunjuk layar TV yang terpampang di dinding dimana laporan penangkapan Mas Didit sedang berlangsung. Dia terlihat digiring oleh segerombolan provost dan dinaikkan ke atas mobil patroli. Ketika sesi wawancara dengan Kapolda berlangsung, seorang wartawan bertanya apa sanksi yang mungkin akan dia berikan dan Pak Kapolda menjawab bahwa dia tidak akan segan-segan mau memecat Kompol Didik jika terbukti 100% bersalah. "Bagus, sampai sejauh ini aku sudah berhasil memecat 2 orang petinggi dan dua orang lagi sedang dalam pemeriksaan." Aku tersenyum sambil menggumam sendiri. "Sakinah, kau tidak takut sama sekali, bahwa mereka semua akan membunuhmu?" "Apa .... aku tidak bisa mengandalkanmu untuk melindungiku, Mas?" "Itu kalo aku suamimu," jawabnya sambil melirikku dengan ekor matanya. "Hmmm, jadi modusmu sekarang ....?" tanyaku sambil membulatkan mata, Kami saling berpandangan dan tertawa bersamaan. Lalu pandangan kami kembali tertuju ke layar TV di mana mas di terlihat di seret paksa sementara wartawan memaksa untuk meminta keterangannya. "Ini fitnah, ini fitnah yang sungguh keji, saya tidak menerima ini?" "Bagaimana dengan bukti video yang beredar bahwa itu memang terlihat seperti anda?" tanya Wartawan itu lagi. "Bisa jadi itu hanya mirip, belum ada konfirmasi yang mengatakan bahwa itu saya, jadi tidak seharusnya saya ditahan seperti ini, yang pasti, saya akan menempuh jalur hukum, berusaha mengungkap dan membersihkan nama baik saya." Mobil polisi itu lalu terlihat pergi diikuti oleh beberapa mobil lain dan gerombolan anggota yang mengendarai motor. Nampaknya pagi itu terjadi kehebohan karena terlihat di komplek rumahku banyak warga yang berkumpul menonton di kanan dan kiri jalan. Mungkin mereka tidak percaya bahwa seorang anggota polisi yang sudah tinggi pangkatnya bisa melakukan perbuatan yang bisa mencoreng nama baiknya sendiri. Kembali lagi pada logika, bahwa tidak ada manusia yang sempurna, manusia tidak pernah luput dari sebuah kekeliruan dan kehilafan. * "Lalu apa rencanamu, Bagaimana jika anggota Didit yang membelanya berusaha mengatakan bahwa bukti itu hanya rekayasa, dan Didit kembali dibebaskan lagi?" "Ayolah, Mas, bukti sudah banyak. Kamu juga salah satu dari orang yang bisa menjadi saksi sedang aku yang sakit bisa menjadi bukti. Aku yakin hasil tes lab yang sebenarnya masih mereka simpan, di hari aku menemukan hasil tes kandungan obat yang mereka suntikan di hari itulah dia tidak akan mampu lagi melawan." "Apa rencanamu untuk menemukan hasil laporan itu?" "Kamu adalah seorang Dandim Apa kau kehilangan kemampuan untuk menyusun strategi?" Tanyaku heran sambil mendecak kesal. "Memangnya kau yakin aku akan berkorban lebih jauh untukmu?" godanya sambil mengulum senyum. "Lantas kau tak mau menolongku?" "Ada caranya," ujarnya memutar bola mata dengan jenaka. Dia terlihat menggemaskan, jauh perubahan semenjak ia keluar dari penjara. "Apa?!" Aku mulai tak sabar. "Kita harus hidup kembali di dalam satu rumah." "Ah, itu lagi, itu lagi." Aku melemparnya dengan bantal dan dia hanya tertawa. "Aku akan menolongmu asal kau setuju dengan syaratku," balasnya makin terpingkal-pingkal. "Malas!" kubalikkan badan dan merebahkan kembali tubuhku ke ranjang. Sementara itu, pikiranku terus berputar bagaimana cara agar aku bisa memenangkan perkara ini dengan memukul telak Didit, sehingga dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk bebas atau keringanan di pengadilan. Akunyqkin, laporan hasil lab tentang suntikan melumpuhkan itu disembunyikan di suatu tempat, belum lagi surat saham berharga milikkku yang hilang sebagiannya. Namun, aku beruntung karena kebunku tak sampai di jual olehnya. Kebun itu, satu satunya tempat untuk mengais pundi rupiah dan menyokong kegiatanku selama ini untuk mendapatkan bukti. Aku harus mempertahankan semua itu. Orang yang akan aku andalkan berikutnya adalah pemuda yang sedang dekat dengan anakku Imelda. Tapi, aku juga harus berhati-hati kepadanya, karena bagaimanapun seorang Mafia selalu mengutamakan jiwa bisnis yang liar, intrik dan bagaimana cara bermain aman tanpa diketahui siapapun. Tidak melulu soal uang mereka juga memperdulikan kehormatan dan bagaimana cara untuk menjadi menang, apapu caranya! itulah hal yang akan membuatku lebih yakin untuk menggunakan jasa Bendi. "Kenapa kau diam saja?" Pertanyaan Mas Yadi menyatakan lamunanku. "Seperti biasa aku sedang menyusun strategi," jawabku pelan. "Astaga .... Semenjak aku berpoligami dengan Kartika kau sudah menjelma menjadi ular berbisa. Ayolah, kembalilah menjadi Sakinah yang dulu ibu rumah tangga biasa yang mencintai rumah dan tanaman hiasnya." "Hahaha, sudah kepalang tanggung Mas, kakiku sudah kotor oleh lumpur. Aku harus menempuh jalan panjang agar bisa keluar dari kubangan ini. Aku harus menghukum orang yang bersalah, juga menebus perbuatanku padamu." "Aku tidak pernah meminta kau menebusnya Sakinah, aku hanya ingin kau aman dan tenang seperti sedia kala," jawabnya. "Aku berencana untuk mengembalikan posisimu, bagaimanapun caranya aku ingin kau diangkat kembali sebagai komandan Kodim." "Itu mustahil sakinah, kau menyalurkan bukti bahwa aku korupsi, padahal meski berkali-kali aku mengatakan bahwa dana itu sudah digunakan semestinya dan aku tidak mengambil sepeserpun, tapi karena matamu sudah buta oleh amarah, kau melakukan apapun untuk bisa membuktikan bahwa bukti yang kau sodorkan adalah bukti yang sebenarnya." "Apa kau masih dendam, Mas, aku tak akan mencegahnya," tanyaku lirih. "Aku tidak dendam, justru aku kagum kepada potensi istriku, tapi tolonglah, mari lupakan ini dan cukup sampai di sini saja." "Izinkan sekali lagi untuk memberi hukuman pada Didit dan mengembalikan kehormatanmu, sekali pun kau tak akan diangkat lagi. Setidaknya para bawahan masih membungkukkan badan mereka ketika berjumpa denganmu. Aku akan buktikan bahwa bukti tuduhan sebelumnya palsu dan sebagai penebusanaku rela dihukum." "Aku tidak mau itu, aku hanya ingin bahagia bersama keluarga kecilku, aku tidak mau kehilangan kesempatan yang dulu sudah terlewatkan. Kusadari ternyata kalian lebih berharga dari jabatan atau berlian termahal di dunia ini." Ia menggenggam tanganku sambil mengangguk, meyakinkanku dengan isyarat matanya.Aku sudah kembali ke rumah dijemput oleh Bendi dan kedua anakku. Sesampainya di sana mereka langsung mengantarku ke sofa ruang tengah yang bentuknya memanjang sehingga aku bisa merebahkan dir sebentar.Mas Yadi juga kembali, wajahnya terlihat lelah dan mengantuk sekali sehingga aku memintanya untuk beristirahat di kamar saja.Sedang aku dan kedua anakku juga kekasihnya duduk di sofa ruang tengah."Nyonya, aku rasa Anda memang lebih baik tidak berpikir atau beraktivitas kelebihan dulu karena kondisi kesehatan anda," ujar pemuda itu sembari duduk di kursi seberangku."Aku rasa begitu, tapi aku minta padamu agar kau mencari bukti lab milikku untuk menjerat Didit lebih dalam lagi.""Sebenarnya tanpa bukti itupun dia sudah dijerat Nyonya," balas Bendi."Kalau cuma mabuk dan main perempuan itu hanya akan membuat dia disanksi sementara, kemungkinan terburuk dia dipecat tapi dia juga punya banyak jasa dan pendukung, sehingga Pak Kapolda pasti mempertimbangkan hal itu. Lain halnya jika dia pun
Pukul dua malam, Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada."Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam d
Pukul dua malam, Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada."Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam d
Dari semua perkara yang bergulir, dan menumpuk satu di atas yang lainnya, aku kemudian tahu bahwa Didit yang telah merencanakan segalanya dan dia sedang bersiap menghadapi tuntutan hukum.Peristiwa penyuntikan diriku dengan obat ilegal yang hampir menyebabkan kelumpuhan juga akhirnya terungkap perlahan ke permukaan. Perlahan satu persatu topeng mas Didit dikuliti oleh orang-orang yang pernah dia sakiti, semua aib dan rahasianya terungkap dan memperburuk suasana.Lalu ada fakta baru yang aku temukan di proses penyelidikan bahwa akar dari semua petaka ini berasal darinya.Semua yang telah terjadi dialah yang merencanakannya, artinya konspirasi ini sudah diatur dari awal."Mengapa Anda berencana membuat lumpuh wanita itu?" Hakim ketua yang yang pertama kali bertanya kepada Mas Didik karena agenda persidangan hari ini adalah membahas segala kejahatannya padaku."Aku sakit hati pada wanita itu dan dendam padanya," ujarnya yang menjawab pertanyaan hakim di kursi terdakwa."Apa awalnya, An
"Lalu kami ingin tahu, siapa yang telah menyakiti Nyonya Sakinah di rumah sakit, siapa Dokter yang Anda tugaskan?""Teman saya.""Apakah dia sungguh seorang dokter?""Ia petugas medis juga," jawab Mas Yadi."Apa dia ahli kejiwaan?""Sebenarnya dia sering merawat ....""Katakan saja iya atau tidak.""Hmm, Mantri Pak.""Bukan ahli jiwa?""Bukan." Ia menyeringai seperti orang gila "Lalu obat apa yang dia suntikkan?""Sejenis obat penenang dan obat tidur, hanya itu saja.""Mengapa Anda menganggap bahawa obat penenang atau obat tidur adalah perkara yang sepele, saudara hampir membunuh," ujar Pak Hakim menggelengkan kepala.Nampaknya sejak kematian Bella Mas Didit sudah kehilangan akalnya, dia bahkan mengatakan semua itu dengan lantang dan berani, seolah tak takut akan ancaman hukuman yang mungkin memberatkan. Ah, ya Tuhan."Lalu gerombolan penjahat yang sampai saat ini msih buron, karena sudah menyerang rumah nyonya sakinah, apakah mereka juga adalah suruhan anda?""Iya, saya menyuruh mer
Aku kecewa, dan semakin memikirkan semua rentetan kejadian ini, mengumpulkan peristiwa demi peristiwa dan merangkainya seperti puzzle hingga mendapatkan kesimpulan sempurna, aku sungguh akan gila!Jika dihitung semua kesalahan Suryadi menyakitiku, tentu, aku sangat dendam padanya. Namun, si sisi lain dia juga berusaha membuktikan dirinya layak untuk diberi kesempatan, dengan hampir mati ketika mencoba menyelamatkanku di rumah sakit isolasi.Mestinya tidak akan ada hal yang membuatku bimbang karena ini sudah jelas. Lagipula, manusiawi seseorang melakukan khilaf, tapi ... aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan hati.Musuh menjadi teman, teman menjadi musuh, dan orang orang asing yang menurut orang lain jahat adalah penyelamat, sebuah skema kejadian dan hubungan yang lucu dalam hidupku. Entah apa salah dan dosaku di kehidupan sebelumya, hingga diri ini berada dalam takdir yang begitu nelangsa."Ah, Tuhan, lelah rasanya berada di titik ini, berada dalam permainan yang menguras tenag
Pagi ini, aku yang sedang menyiapkan sarapan tiba tiba dikejutkan dengan ketukan pintu. Agak heran karena pagi pagi kami telah didatangi seseorang.Kubuka pintu dan sosok Heri berdiri di sana.Dia menatap dingin sementara aku tak tahu harus bersikap seperti apa."Silakan masuk," ujarku dengan nada datar."Tidak terkejut dengan kedatangan saya kan?""Tidak. Aku sudah biasa."Kusuruh dia duduk di kursi kayu klasik peninggalan mertua sementara aku langsung memanggil Mas Yadi untuk menemui Heri. Bagaimana pun ia juga mantan bawahannya Heri.Dari dapur kuawasi gerak gerik pria itu yang nampak menjabat tangan Mas Yadi lalu mengobrol-ngobrol dengan santai. Tidak menunjukkan bahwa kami sedang bermusuhan.Kuletakkan dua cangkir kopi lalu bergabung di meja bersama Heri."Nyonya sakinah, saya ingin bicara," ujarnya membuka percakapan."Apa itu?""Bersihkan nama ayah saya, saya mohon ... sebagai balasannya saya sudah menjamin bahwa Anda akan aman dan pergilah ke luar negeri agar wartawan da
Kami dibawa ke markas berlantai tiga di pinggir kota. Tak terlibat seperti sarang preman tapi sebuah villa Megah dengan semua fasilitas premiumnya.Mobil berhenti dan kami langsung di sambut oleh jajaran pria berjas hitam, dan kami dipersilahkan masuk.Ketika pintu utama terbuka mata kami langsung dimanjakan oleh kemegahan rumah pemuda itu. Aku dan Mas Yadi kagum pada interior, furniture mewah dan dan lukisan mahal yang terpajang di dinding, ada juga karya seni dan patung yang berwarna emas, juga gambar Bendi yang terpajang di dinding dalam ukuran besar, dia duduk mengenakan jas hitam, posenya menawan dan terlihat seperti artis film Jefri Nichols."Selamat datang, semoga betah tinggal di rumah saya," sambut Bendi."Terma kasih Bendi, terima kasih sudah mengajak kami ke tempat ini," balasku gembira."Kamar Tante dan Om ada di lantai dua, saling berhadapan, sedang Siska akan berada di sayap bara agar bisa leluasa melihat taman samping," jelasnya."Lalu kamarku di mana?""Kita akan ting
saat letusan senjata itu terdengar untuk kedua kalinya lalu panggilan berakhir tiba-tiba sakinah benar-benar panik. dia segera melaporkan Pada suamikmya bahwa Imelda dan Roni sedang mendapatkan penyerangan di villa keluarga William yang ada di pinggir kota. saat itu suaminya juga sedang sakit, ia masih harus menjalani masa penyembuhan setelah luka akibat perbuatan Bendi dan geng kriminalnya. mereka pernah datang menyerang rumah dan menembak letkol Suryadi serta Roni."mas!" dengan segala kepanikan Sakinah menelpon suaminya. "ada apa?""terjadi sesuatu pada Roni dan Imel.""kenapa mereka.""entahlah, Mas! saat menelpon Roni aku mendengar suara tembakan.""apa ada teriakan dan keramaian?""tidak tahu, Mas.""kabarilah kakeknya Roni.""baik." selagi Sakinah akan menelpon keluarga Roni Suryadi sendiri sibuk membereskan barang-barang dan mengamankan milik mereka yang berharga ke dalam sebuah tas mereka harus bersiap-siap, untuk mengantisipasi bahwa suatu saat Bendi dan anak buahnya dat
Sakinah berlari keluar dari istana Ny. Erika, hatinya berdebar kencang seperti gendang yang dipukul keras. Ia merasakan kepanikan yang mencengkeram jiwanya. Ny. Erika tahu di mana Imelda berada dan Ny. Erika akan melakukan apa saja untuk membalas dendam."Aku harus mencari Heri," gumam Sakinah, napasnya terengah-engah. "Aku harus memberitahunya tentang ancaman ini."Sakinah melesat cepat menuju showroom motor milik Heri. Ia tahu bahwa Heri sedang berusaha menata hidupnya kembali setelah kejadian yang menimpanya. tepat saat tiba di sana, Sakinah menemukan Heri sedang menunjukkan motor baru kepada seorang pelanggan. saat mereka saling pandang Heri nampak sangat sini sedang Sakinah menatap dengan pandangan yang penuh kekhawatiran."pak herii," kata Sakinah, suaranya bergetar. "Aku harus berbicara padamu."Sakinah menarik Heri ke sisi dan menceritakan semuanya. Ia menceritakan pertemuannya
Tak bisa ditunda-tunda lagi, rencana untuk menemui Erika dan menawarkan perdamaian akan segera dilakukan oleh sakinah. Sakinah melangkah memasuki ruangan mewah Ny. Erika, hati berdebar kencang. Udara di ruangan itu terasa berat, dipenuhi aroma parfum mahal dan ketegangan yang mencekam. Ny. Erika duduk di sofa beludru, wajahnya dingin dan begitu melihat Sakinah kebengisan dan dendam terlihat jelas di sana. "Kau berani datang ke sini?" desis Ny. Erika, suaranya dingin dan menusuk. "Kau berani datang setelah kau menghancurkan hidupku?"Sakinah menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Ny. Erika masih mendendam padanya. Ia tahu bahwa Ny. Erika ingin membalas dendam atas apa yang telah terjadi. terutama kepada putrinya yang telah membuat dia kehilangan separuh bisnisnya, kehilangan gudangnya karena kebakaran dan sempat masuk penjara meski hanya beberapa bulan. "Erika, aku datang untuk meminta kesempatan," kata Sakinah, suaranya lembut dan penuh ketulusa
* Dua Minggu kemudian. hidup Sakinah berjalan dengan normal, meski hanya tinggal bertiga bersama suami dan anak bungsunya Siska tapi, Sakinah mulai merasa tentram. ditambah keyakinannya bahwa Tuan William akan melindungi Imel membuat wanita berusia 43 tahun itu sedikit tenang. "Bagaimana luka lukamu, Mas?"" Tanya sakinah Pada Suryadi suaminya. seperti biasa dia bawakan air hangat dan kompres untuk membantu pria itu mengganti perbannya. "sedikit membaik meski bekas operasi di perutku masih terasa nyeri, aku sudah terbiasa dengan luka dan aku bisa mengatasinya." "apa kita harus kembali ke klinik?" Tanya sakinah dengan khawatir. "Tidak usah. kamu tidak harus mengkhawatirkan aku, yang harus kamu khawatirkan adalah Imelda dan Roni. mereka lebih membutuhkan bantuan dibandingkan kita." "semoga situasinya membaik, sebab tuan William akan menemui pejabat berwenang di kota ini dan meminta beliau untuk menekan Erika. wanita itu tidak bisa dikalahkan dengan kekuatan Tapi dia bisa
sebulan berlalu setelah Sakinah memberikan hasil USG kepada Imelda, sebulan berlalu setelah Roni dibawa pulang kembali ke rumah tuan William dan Suryadi suaminya sudah pulang ke rumah dan mulai jalani masa pemulihan. Setelah dua luka ditembak yang berhasil menembus dada, tapi syukurnya Suryadi masih selamat, kini Sakinah lebih berhati-hati dan lebih mengetatkan keamanan di rumahnya. dia bahkan mengganti pintu gerbang menjadi pintu baja yang kuat juga membayar seseorang untuk mengawasi kegiatan Putri keduanya yang selalu kuliah dan hangout bersama teman-temannya.sekali Imelda menelpon tapi pembicaraan hanya tentang kabar dan semuanya baik-baik saja. kadang iya menyatakan keresahannya tentang perlakuan Tuhan Heri tapi lama-kelamaan semuanya membaik seiring dengan terbuktinya kehamilan Imelda. "mama pikir kamu berpura-pura tapi ternyata mama melihat kehamilanmu dengan jelas.""Yang kulakukan adalah dosa besar dan aku tidak nyaman dengan itu, Ma. Kakek William sudah mengajukan gugatan
Dengan segala koneksi yang ada Sakinah berusaha menghubungi salah satu kenalannya yang berprofesi sebagai dokter kandungan, Dia pernah punya hubungan baik di masa lalu sebagai istri semua orang komandan distrik militer. dia ada dokter tersebut berulang kali melakukan kerjasama dan bahkan membantu Sakinah taat kehamilannya jadi dia akan pergi menemui wanita itu untuk meminta bantuan sedikit. "aku pergi dulu.""iya hati-hati.""aku tidak terlalu mencemaskan diriku tapi kau yang ada di rumah sakit ini siapa tahu anak buah bendi datang dan menyuntikkan cairan kematian ke dalam infusmu.""sebentar lagi Siska akan datang selagi itu aku akan terjaga, aku tidak akan tidur sampai anakku datang.""baiklah jaga dirimu baik-baik Sakinah mencium kening suaminya lalu berpamitan pergi."fversama mobil tua dengan beberapa bekas lubang tembakan, Sakinah mengendarai sedan versi lama tersebut menuju ke klinik dokter langganannya. sepanjang perjalanan gerimis turun perlahan membasahi aspal berwarna kela
setalah Roni dikeluarkan dari rumah sakit dan menjalani perawatan di rumah saja, demi keamanannya, tinggallah sakinah dan Suryadi di rumah sakit. akibat bentrokan penembakan yang terjadi antara Imelda dan mantan suaminya bendi, Suryadi juga turut mengalami luka parah, luka tembak di bagian dada dan perut yang membuatnya harus dioperasi dan menjalani perawatan intensif. bagi keluarga kaya seperti keluarga Tuhan William menyewa alat medis dan membayar perawat kompeten adalah perkara yang mudah. tapi untuk Sakinah yang keadaan ekonominya belum membaik akibat kebangkrutan dan pencurian oleh Kartika, sakinah dan Suryadi harus menata ulang kembali hidup mereka. "bagaimana kabar Imelda di rumah Roni?"tanya mantan letnan kolonel Suryadi. vagina yang sedang menyuapinya hanya menghembuskan napas sambil menatap suaminya dengan lembut. "aku rasa dia baik-baik saja mas,"jawab wanita itu sambil mengaduk makanan dan berusaha mendinginkannya lalu menyuapinya ke mulut Suryadi. "apa dia bisa menah
"tapi, om, saya dan Roni kamu benar-benar saling menyukai." lelaki itu tergelak mendengar ucapan Imelda, tatapannya yang tajam Saya akan siap menelan Gadis itu hidup-hidup membuat Imelda sedikit bersurut. "beraninya seorang yang punya status menikah bicara dengan gampang kalau tengah mencintai pria lain, dasar tidak tahu malu!" "ini memang aib yang tidak pantas diucapkan tapi perasaan yang kami miliki tulis adanya Om, Roni adalah pria baik yang rela melindungiku dan kehilangan segalanya demi aku. di hampir kehilangan nyawa demi melindungiku, jadi, apa yang bisa kuberikan sebagai balasan selain dedikasi dan cinta?" "kau tahu akan kuberikan saran terbaik jika kau benar-benar mencintai Roni dan peduli pada keselamatannya. enyah saja dari hidup kami, ambil kopermu dan kembali ke rumah ibumu!" Jawab lelaki itu dengan kasar. "Saya tidak akan membantah perintah kakek!" "wahahah, kakek yang mana? apa sekarang kau akan menyebut Kolonel William sebagai kakekmu. sepertinya kau terbang
Imelda merasakan jantungnya berdebar kencang saat melihat pesan dari peter di ponselnya. "Bersiaplah untuk menghadapi konsekuensi," bunyi pesan itu. Imelda tahu, Peter adalah tangan kanan Bendy, dan pesan itu adalah ancaman nyata yang membuatnya merasa ketakutan juga merasa marah. Bendy berani mengancamnya, berani mengancam orang-orang yang ia cintai."Aku tidak akan membiarkannya," gumam Imelda, mata coklatnya menyala dengan tekad. "Aku tidak akan membiarkan Bendy menghancurkan hidupku lagi dan hidup orang-orang yang ia cintai dia sudah terlalu banyak mengancamku dan keluargaku, kurasa aku tidak bisa tulis hidup dalam pelarian kecuali aku harus bangkit dan menghadapinya."Imelda bertekad untuk melawan. Ia akan mencari cara untuk melepaskan diri dari jeratan Bendy. "ron, kurasa aku nggak bisa diem aja.""apa maksud kamu?" tanya Roni yang saat itu masih di rumah sakit. "aku harus melawan bendi.""jangan buru-buru, tunggu aku sampai aku sehat