Betapa heboh acara breaking news TV hari ini, skandal seorang petinggi polisi di daerahku, video mabuk dan berjoget dengan wanita beredar dan siapa lagi orangnya kalau bukan Didit Hendarto.
Parahnya lagi, narasumber yang mengungkap fakta sebenarnya adalah sahabatnya sendiri, Letnan Heri, menurut wawancara ia mengungkap itu karena sudah malu dengan isu yang berembus liar dan jengah dengan kebobrokan sahabatnya. Menurutnya dia lelah dikaitkan dengan Kompol Didit terlebih dia juga punya masalah pribadi, ayahnya yang juga tersangkut masalah hukum serius. Ditambah harga dirinya yang tercoreng karena dianggap lolos seleksi akademi karena suap. Melihat itu aku gembira bukan kepalang, Tak kusangka bahwa rencanaku berjalan lancar dan memukul tepat sasaran. Didit dan Kolonel William sudah masuk ke dalam perangkap yang kubuat dengan umpan kesalahan mereka sendiri. "Wah, apa kini mereka saling menusuk?" ungkap Mas Yadi sambil mengelap kopinya. "Kenapa memangnya, apa itu mengejutkan?" "Iya, aku tidak menyangka," balas Mas Yadi dengan raut seriusnya. "Kau akan lebih terkejut lagi ketika tahu bahwa itu adalah perbuatan ku," bisikku pelan sambil tersenyum jahat. "Hah?!" Mas Yadi terkejut sampai matanya membulat sempurna. "Ba-bagaimana bisa sedetail itu, kau su-sungguh bisa memanipulasi orang lain dan membuat mereka membenci?" "Semua orang yang pernah berurusan percaya bahwa aku berbahaya, kau masih ragu?" "Eh, eng ... Iya juga," jawabnya sambil mengusap wajah. "... tapi aku masih belum percaya bahwa mereka kini saling menyedang dan jadi tertawaan warga kota," ujar Mas Yadi sambil menunjuk layar TV yang terpampang di dinding dimana laporan penangkapan Mas Didit sedang berlangsung. Dia terlihat digiring oleh segerombolan provost dan dinaikkan ke atas mobil patroli. Ketika sesi wawancara dengan Kapolda berlangsung, seorang wartawan bertanya apa sanksi yang mungkin akan dia berikan dan Pak Kapolda menjawab bahwa dia tidak akan segan-segan mau memecat Kompol Didik jika terbukti 100% bersalah. "Bagus, sampai sejauh ini aku sudah berhasil memecat 2 orang petinggi dan dua orang lagi sedang dalam pemeriksaan." Aku tersenyum sambil menggumam sendiri. "Sakinah, kau tidak takut sama sekali, bahwa mereka semua akan membunuhmu?" "Apa .... aku tidak bisa mengandalkanmu untuk melindungiku, Mas?" "Itu kalo aku suamimu," jawabnya sambil melirikku dengan ekor matanya. "Hmmm, jadi modusmu sekarang ....?" tanyaku sambil membulatkan mata, Kami saling berpandangan dan tertawa bersamaan. Lalu pandangan kami kembali tertuju ke layar TV di mana mas di terlihat di seret paksa sementara wartawan memaksa untuk meminta keterangannya. "Ini fitnah, ini fitnah yang sungguh keji, saya tidak menerima ini?" "Bagaimana dengan bukti video yang beredar bahwa itu memang terlihat seperti anda?" tanya Wartawan itu lagi. "Bisa jadi itu hanya mirip, belum ada konfirmasi yang mengatakan bahwa itu saya, jadi tidak seharusnya saya ditahan seperti ini, yang pasti, saya akan menempuh jalur hukum, berusaha mengungkap dan membersihkan nama baik saya." Mobil polisi itu lalu terlihat pergi diikuti oleh beberapa mobil lain dan gerombolan anggota yang mengendarai motor. Nampaknya pagi itu terjadi kehebohan karena terlihat di komplek rumahku banyak warga yang berkumpul menonton di kanan dan kiri jalan. Mungkin mereka tidak percaya bahwa seorang anggota polisi yang sudah tinggi pangkatnya bisa melakukan perbuatan yang bisa mencoreng nama baiknya sendiri. Kembali lagi pada logika, bahwa tidak ada manusia yang sempurna, manusia tidak pernah luput dari sebuah kekeliruan dan kehilafan. * "Lalu apa rencanamu, Bagaimana jika anggota Didit yang membelanya berusaha mengatakan bahwa bukti itu hanya rekayasa, dan Didit kembali dibebaskan lagi?" "Ayolah, Mas, bukti sudah banyak. Kamu juga salah satu dari orang yang bisa menjadi saksi sedang aku yang sakit bisa menjadi bukti. Aku yakin hasil tes lab yang sebenarnya masih mereka simpan, di hari aku menemukan hasil tes kandungan obat yang mereka suntikan di hari itulah dia tidak akan mampu lagi melawan." "Apa rencanamu untuk menemukan hasil laporan itu?" "Kamu adalah seorang Dandim Apa kau kehilangan kemampuan untuk menyusun strategi?" Tanyaku heran sambil mendecak kesal. "Memangnya kau yakin aku akan berkorban lebih jauh untukmu?" godanya sambil mengulum senyum. "Lantas kau tak mau menolongku?" "Ada caranya," ujarnya memutar bola mata dengan jenaka. Dia terlihat menggemaskan, jauh perubahan semenjak ia keluar dari penjara. "Apa?!" Aku mulai tak sabar. "Kita harus hidup kembali di dalam satu rumah." "Ah, itu lagi, itu lagi." Aku melemparnya dengan bantal dan dia hanya tertawa. "Aku akan menolongmu asal kau setuju dengan syaratku," balasnya makin terpingkal-pingkal. "Malas!" kubalikkan badan dan merebahkan kembali tubuhku ke ranjang. Sementara itu, pikiranku terus berputar bagaimana cara agar aku bisa memenangkan perkara ini dengan memukul telak Didit, sehingga dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk bebas atau keringanan di pengadilan. Akunyqkin, laporan hasil lab tentang suntikan melumpuhkan itu disembunyikan di suatu tempat, belum lagi surat saham berharga milikkku yang hilang sebagiannya. Namun, aku beruntung karena kebunku tak sampai di jual olehnya. Kebun itu, satu satunya tempat untuk mengais pundi rupiah dan menyokong kegiatanku selama ini untuk mendapatkan bukti. Aku harus mempertahankan semua itu. Orang yang akan aku andalkan berikutnya adalah pemuda yang sedang dekat dengan anakku Imelda. Tapi, aku juga harus berhati-hati kepadanya, karena bagaimanapun seorang Mafia selalu mengutamakan jiwa bisnis yang liar, intrik dan bagaimana cara bermain aman tanpa diketahui siapapun. Tidak melulu soal uang mereka juga memperdulikan kehormatan dan bagaimana cara untuk menjadi menang, apapu caranya! itulah hal yang akan membuatku lebih yakin untuk menggunakan jasa Bendi. "Kenapa kau diam saja?" Pertanyaan Mas Yadi menyatakan lamunanku. "Seperti biasa aku sedang menyusun strategi," jawabku pelan. "Astaga .... Semenjak aku berpoligami dengan Kartika kau sudah menjelma menjadi ular berbisa. Ayolah, kembalilah menjadi Sakinah yang dulu ibu rumah tangga biasa yang mencintai rumah dan tanaman hiasnya." "Hahaha, sudah kepalang tanggung Mas, kakiku sudah kotor oleh lumpur. Aku harus menempuh jalan panjang agar bisa keluar dari kubangan ini. Aku harus menghukum orang yang bersalah, juga menebus perbuatanku padamu." "Aku tidak pernah meminta kau menebusnya Sakinah, aku hanya ingin kau aman dan tenang seperti sedia kala," jawabnya. "Aku berencana untuk mengembalikan posisimu, bagaimanapun caranya aku ingin kau diangkat kembali sebagai komandan Kodim." "Itu mustahil sakinah, kau menyalurkan bukti bahwa aku korupsi, padahal meski berkali-kali aku mengatakan bahwa dana itu sudah digunakan semestinya dan aku tidak mengambil sepeserpun, tapi karena matamu sudah buta oleh amarah, kau melakukan apapun untuk bisa membuktikan bahwa bukti yang kau sodorkan adalah bukti yang sebenarnya." "Apa kau masih dendam, Mas, aku tak akan mencegahnya," tanyaku lirih. "Aku tidak dendam, justru aku kagum kepada potensi istriku, tapi tolonglah, mari lupakan ini dan cukup sampai di sini saja." "Izinkan sekali lagi untuk memberi hukuman pada Didit dan mengembalikan kehormatanmu, sekali pun kau tak akan diangkat lagi. Setidaknya para bawahan masih membungkukkan badan mereka ketika berjumpa denganmu. Aku akan buktikan bahwa bukti tuduhan sebelumnya palsu dan sebagai penebusanaku rela dihukum." "Aku tidak mau itu, aku hanya ingin bahagia bersama keluarga kecilku, aku tidak mau kehilangan kesempatan yang dulu sudah terlewatkan. Kusadari ternyata kalian lebih berharga dari jabatan atau berlian termahal di dunia ini." Ia menggenggam tanganku sambil mengangguk, meyakinkanku dengan isyarat matanya.Aku sudah kembali ke rumah dijemput oleh Bendi dan kedua anakku. Sesampainya di sana mereka langsung mengantarku ke sofa ruang tengah yang bentuknya memanjang sehingga aku bisa merebahkan dir sebentar.Mas Yadi juga kembali, wajahnya terlihat lelah dan mengantuk sekali sehingga aku memintanya untuk beristirahat di kamar saja.Sedang aku dan kedua anakku juga kekasihnya duduk di sofa ruang tengah."Nyonya, aku rasa Anda memang lebih baik tidak berpikir atau beraktivitas kelebihan dulu karena kondisi kesehatan anda," ujar pemuda itu sembari duduk di kursi seberangku."Aku rasa begitu, tapi aku minta padamu agar kau mencari bukti lab milikku untuk menjerat Didit lebih dalam lagi.""Sebenarnya tanpa bukti itupun dia sudah dijerat Nyonya," balas Bendi."Kalau cuma mabuk dan main perempuan itu hanya akan membuat dia disanksi sementara, kemungkinan terburuk dia dipecat tapi dia juga punya banyak jasa dan pendukung, sehingga Pak Kapolda pasti mempertimbangkan hal itu. Lain halnya jika dia pun
Pukul dua malam, Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada."Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam d
Pukul dua malam, Dor! Tiba tiba listrik rumah padam dan suasana menjadi gelap gulita.Tembakan di atap rumah menggema dan mengagetkan semua orang yang ada di dalamnya. Aku langsung tersentak dari tempat tidur dan pintu seketika terbuka. Mas Yadi segera datang memastikan keadaanku dan anak anak yang tidur bergelung di selimut yang sama, kami selalu waspada."Mereka datang lagi, sepertinya ini kode yag diberikan Didit pada anggota rahasianya untuk menuntaskan kita," bisik Mas Yadi sambil memberi isyarat agar kami perlahan turun dari ranjang dan merangkak pelan di lantai mencari tempat yang lebih aman dari tembakan.Heran sekali, di lingkungan komplek ini mereka berani berbuat demikian, agak tidak masuk akal keberaniannya.Nampaknya mereka adalah perusuh yang dibayar untuk membawa teror. Asumsiku, tentang ini adalah mungkin karena sudah merasa kepalang tanggung bermasalah maka Didit memerintah beberapa penjahat bayaran untuk menghabisi kami semua, sehingga ia menuntaskan dendam d
Dari semua perkara yang bergulir, dan menumpuk satu di atas yang lainnya, aku kemudian tahu bahwa Didit yang telah merencanakan segalanya dan dia sedang bersiap menghadapi tuntutan hukum.Peristiwa penyuntikan diriku dengan obat ilegal yang hampir menyebabkan kelumpuhan juga akhirnya terungkap perlahan ke permukaan. Perlahan satu persatu topeng mas Didit dikuliti oleh orang-orang yang pernah dia sakiti, semua aib dan rahasianya terungkap dan memperburuk suasana.Lalu ada fakta baru yang aku temukan di proses penyelidikan bahwa akar dari semua petaka ini berasal darinya.Semua yang telah terjadi dialah yang merencanakannya, artinya konspirasi ini sudah diatur dari awal."Mengapa Anda berencana membuat lumpuh wanita itu?" Hakim ketua yang yang pertama kali bertanya kepada Mas Didik karena agenda persidangan hari ini adalah membahas segala kejahatannya padaku."Aku sakit hati pada wanita itu dan dendam padanya," ujarnya yang menjawab pertanyaan hakim di kursi terdakwa."Apa awalnya, An
"Lalu kami ingin tahu, siapa yang telah menyakiti Nyonya Sakinah di rumah sakit, siapa Dokter yang Anda tugaskan?""Teman saya.""Apakah dia sungguh seorang dokter?""Ia petugas medis juga," jawab Mas Yadi."Apa dia ahli kejiwaan?""Sebenarnya dia sering merawat ....""Katakan saja iya atau tidak.""Hmm, Mantri Pak.""Bukan ahli jiwa?""Bukan." Ia menyeringai seperti orang gila "Lalu obat apa yang dia suntikkan?""Sejenis obat penenang dan obat tidur, hanya itu saja.""Mengapa Anda menganggap bahawa obat penenang atau obat tidur adalah perkara yang sepele, saudara hampir membunuh," ujar Pak Hakim menggelengkan kepala.Nampaknya sejak kematian Bella Mas Didit sudah kehilangan akalnya, dia bahkan mengatakan semua itu dengan lantang dan berani, seolah tak takut akan ancaman hukuman yang mungkin memberatkan. Ah, ya Tuhan."Lalu gerombolan penjahat yang sampai saat ini msih buron, karena sudah menyerang rumah nyonya sakinah, apakah mereka juga adalah suruhan anda?""Iya, saya menyuruh mer
Aku kecewa, dan semakin memikirkan semua rentetan kejadian ini, mengumpulkan peristiwa demi peristiwa dan merangkainya seperti puzzle hingga mendapatkan kesimpulan sempurna, aku sungguh akan gila!Jika dihitung semua kesalahan Suryadi menyakitiku, tentu, aku sangat dendam padanya. Namun, si sisi lain dia juga berusaha membuktikan dirinya layak untuk diberi kesempatan, dengan hampir mati ketika mencoba menyelamatkanku di rumah sakit isolasi.Mestinya tidak akan ada hal yang membuatku bimbang karena ini sudah jelas. Lagipula, manusiawi seseorang melakukan khilaf, tapi ... aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan hati.Musuh menjadi teman, teman menjadi musuh, dan orang orang asing yang menurut orang lain jahat adalah penyelamat, sebuah skema kejadian dan hubungan yang lucu dalam hidupku. Entah apa salah dan dosaku di kehidupan sebelumya, hingga diri ini berada dalam takdir yang begitu nelangsa."Ah, Tuhan, lelah rasanya berada di titik ini, berada dalam permainan yang menguras tenag
Pagi ini, aku yang sedang menyiapkan sarapan tiba tiba dikejutkan dengan ketukan pintu. Agak heran karena pagi pagi kami telah didatangi seseorang.Kubuka pintu dan sosok Heri berdiri di sana.Dia menatap dingin sementara aku tak tahu harus bersikap seperti apa."Silakan masuk," ujarku dengan nada datar."Tidak terkejut dengan kedatangan saya kan?""Tidak. Aku sudah biasa."Kusuruh dia duduk di kursi kayu klasik peninggalan mertua sementara aku langsung memanggil Mas Yadi untuk menemui Heri. Bagaimana pun ia juga mantan bawahannya Heri.Dari dapur kuawasi gerak gerik pria itu yang nampak menjabat tangan Mas Yadi lalu mengobrol-ngobrol dengan santai. Tidak menunjukkan bahwa kami sedang bermusuhan.Kuletakkan dua cangkir kopi lalu bergabung di meja bersama Heri."Nyonya sakinah, saya ingin bicara," ujarnya membuka percakapan."Apa itu?""Bersihkan nama ayah saya, saya mohon ... sebagai balasannya saya sudah menjamin bahwa Anda akan aman dan pergilah ke luar negeri agar wartawan da
Kami dibawa ke markas berlantai tiga di pinggir kota. Tak terlibat seperti sarang preman tapi sebuah villa Megah dengan semua fasilitas premiumnya.Mobil berhenti dan kami langsung di sambut oleh jajaran pria berjas hitam, dan kami dipersilahkan masuk.Ketika pintu utama terbuka mata kami langsung dimanjakan oleh kemegahan rumah pemuda itu. Aku dan Mas Yadi kagum pada interior, furniture mewah dan dan lukisan mahal yang terpajang di dinding, ada juga karya seni dan patung yang berwarna emas, juga gambar Bendi yang terpajang di dinding dalam ukuran besar, dia duduk mengenakan jas hitam, posenya menawan dan terlihat seperti artis film Jefri Nichols."Selamat datang, semoga betah tinggal di rumah saya," sambut Bendi."Terma kasih Bendi, terima kasih sudah mengajak kami ke tempat ini," balasku gembira."Kamar Tante dan Om ada di lantai dua, saling berhadapan, sedang Siska akan berada di sayap bara agar bisa leluasa melihat taman samping," jelasnya."Lalu kamarku di mana?""Kita akan ting