"Hai... Dari mana aja kamu?" tanya ibu mertua saat aku baru memasuki pekarangan rumah. "Byan dari rumah mbak Tisa." jawabku seadanya. Mbak tisa adalah kakak iparku, istri dari mas Rino kakak lelakiku satu-satunya. Kebetulan beberapa hari ini mbak kami pasti kaan keluar dari siruasi ini pulang kerumah orang tuanya yang berjarak tak jauh dari rumahku. "Enak ya kamu, udah berasa ratu dirumah saya. Pergi ngak pamit, mana lama lagi. Kamu mau saya mati kelaparan apa?" Bentak dengan suara yang semakin meninggi. "Maaf ma, Byan udah pamit sama mas Andi kok ma. Dan mas Andi juga ngizinin". Jawabku lagi"Terus menurut kamu, dengan kamu izin ke anak saya kamu ngk perlu izin ke saya lagi hah? Kamu kira rumah saya hotel bisa keluar masuk sesuka kamu"."Tadi Byan mau pamit ke mama, tapi mama ngk ada. Kata mas Andi mama ke rumah mbak Mirna. Jadi Byan izin ke mas Andi aja"."Emang kamu ngk punya kaki buat susul saya, emang mantu ngk punya otak. Ngk tau diri banget. Udah tinggal gratis diruma
Dua hari kembali kerumah ini membuatku semakin tidak betah. Harapan ingin memulai lembaran baru berdua dengan suami sembari menunggu kelahiran buah hati kamipun sirna. Aku tidak hanya dibuat tak nyaman tetapi juga tertekan. Hari-hariku dilalui dengan teriakan, makian hingga sumpah serapah dari ibu suamiku sendiri. Wanita yang sebelumnya sudah ku anggap sebagai orang tuaku sendiri disaat jauh dari mama papa, malah menjadi duri dalam daging dirumah tangga anak dan menantunya. Masalah demi masalah selalu ia berikan kepadaku. Terkadang masalah kecil bisa menjadi besar olehnya. Seperti pagi ini, saat aku sedang menjalankan shalat dhuha. Jadi tidak bisa merespont panggilan darinya. Bukannya menungguku sebentar hingga aku selesai menjalankan shalat, dengan kasar ia menarik mukenah yang ku kenakan hingga aku tersungkur. Beruntung aku terhempas di atas matras yang cukup tebal jadi tidak berakibat fatal pada kandunganku. "Dasar budek, dipanggilin dari tadi bukannya nyaut." makinya. "Mama
Sejak perdebatan dengan mertua tempo hari, dia tidak lagi banyak bicara. Entah takut atau sedang merencanakan hal jahat untuk ku. waktunya lebih banyak dihabiskan dikamar. keluapun jika mulai lapar. tak banyak aktifitas yg iya lakukan jika aku berada dirumah. Hari-harinya dilalui tak tentu arah. Toko buah yang selama ini dia kelola kini sudah di ambil alih oleh mbak elis. Ditambah motor pemberian mas Andi untuknya juga sudah berpindah tangan ke mas doddy.Entah apa yang ada dipikiran wanita paruh baya tersebut. Bisa-bisanya dia seceroboh itu. bahkan demi uang yang menurutku tidak seberapa dia rela melepas tempat selama ini iya memcari nafkah. Dan mbak elis dan mas Doddy juga tidak berperasaan, dengan kejam mengambil alih semua usaha ibu dan mertuanya sendiri hanya karena pinjaman uang ratusan ribu yang iya berikan pada mertua. Padahal selama ini kami begitu banyak berkorban untuknya tidak pernah sedikitpun ingin menguasai apa yang iya miliki. entah dari apa terbuat hati mereka. Dala
Sebulan sudah aku sah menjadi seorang istri dari Andi Brian Wardana. Kekasih yang ku pacari selama 6 tahun saat masih duduk bangku Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. Saat itu mas Andi sudah duduk dibangku kuliah semester 4.Setelah menikah kami mengajak ibu mas Andi dan juga adikku untuk tinggal bersama dirumah ini. Menemaniku agar tidak kesepian.Sebagai pengantin baru aku dan mas Andi tidak menunda untuk segera memiliki momongan. Bahkan mas Andi seakan tidak sabar untuk memiliki bayi. Saran dari teman dan kerabat kami ikuti agar aku bisa segera hamil. Dan benar, tak lama setelahnya akupun positif hamil.Saat semua keluarga berkumpul aku dan mas Andi mengumumkan atas kehamilan pertamaku ini. Kebetulan disaat itu kedua orang tuaku datang berkunjung.Mama dan papa begitu bahagia, bahkan mama sampai menitikkan air mata kebahagiaan. Begitupun Yana, adikku. Tapi hal berbeda terlihat pada ibu mertuaku, beliau hanya diam tanpa terlihat ekspresi bahagia sedikutpun. Entah karena ini bukan ha
Beberapa hari setelahnya, kedua orang tuaku kembali kerumahnya. Awalnya aku kira semua akan berlalu dan kembali normal seperti semula. Tapi ternyata tidak, mertuaku semakin menjadi-jadi. Kini tidak hanya menghinaku dan keluargaku dibelakang. Sekarang lebih terang-terangan terhadapku. Semua yang ku lakukan seakan salah dimatanya."Ma, makan dulu yuk." ajakku pada ibu mertua."Masak apa kamu?" tanya mertuaku ketus."Telur balado sama Ikan laut ma, ada sayur bayam jga. Mama mau aku ambilkan apa nunggu mas Andi pulang, biar makan sama-sama?" usulku"Kamu ini, katanya anak orang kaya. Masak kasih makan saya dan anak saya makanan kampung kayak gini." hina wanita yang telah melahirkan suamiku.Begitu tajam ucapannya hingga menusuk kedalam hati ini. Sesak dada ini mendengar kata demi kata yang terlontar dari mulutnya."Asal kamu tau ya, anak saya ngk suka makan-makanan seperti ini. Ngk bergizi. Andi itu dari kecil selalu makan makanan yang enak-enak. Walau kami tidak kaya seperti keluargamu,
Selama berhari-hari mas Andi tidak bertegur sapa dengan ibunya. Bukan bermaksud menjadi anak durhaka, tetapi mas andi hanya merasa kecewa dengan sifat memalukan ibunya.Tanpa sepengetahuan kami ibu mertua pergi dari rumah dan kami yakini kerumah mas Doddy. Karena setiap ada pertengkaran antara mas Andi dan ibu mertua selalu pergi mencari pembelaan ke mas Doddy. Bukannya menjadi penengah, mas Doddy dan mbak Elis akan semakin memperkeruh suasana. Terlebih mereka begitu tidak menyukaiku.Mas Andi kembali mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya memutuskan keluar dari rumah dan tinggal bersama keluarga ayahnya. Dari cerita yang diperoleh dari paman mas Andi. Awal kejadian mengapa ibunya bisa menikah dengan om Toni. Karena pada saat itu warga mendapat laporan dari para tetangga terdekat akan seringnya om oni berkunjung disaat mertuaku hanya seorang diri dirumah. Setelah mengumpulkan warga yang cukup banyak, mereka melakukan penggerebekan. Disaat itu didapat mertuaku dan om Ton
Setelah pertemuan dengan pimpinan Bank dimana mertuaku berhutang, mas Andi berusaha mencari pinjaman kesana kemari untuk melunasi tunggakan kepada bank. Sedangkan gaji mas Andi sebagian dibawa ibu dan uang simpananku sudah terpakai untuk keperluan sehari-hari karena ibu selalu memeras jerih keringat anaknya dengan dalih balas budi telah melahirkan, membesarkan serta menyekolahkannya. Lucu bukan, disaat orang tua lain ingin kebahagiaan untuk anaknya walau sudah berumah tangga. Dia malah meminta balas jasa terhadap apa yang telah ia berikan. Bahkan ia merasa dia yang lebih berkmhak atas semua itu dari pada aku yang merupakan istri mas Andi. Sebenarnya aku bisa saja kembali bekerja seperti dulu. Bahkan aku yakin papapun tidak akan keberatan untuk memodaliku membuka usaha dengan skill yang aku miliki. Saat lulus sekolah aku sudah bekerja, dan saat kuliahpun aku isi waktu luangku bekerja di salah satu salon milik dosenku. Bahkan aku juga memegang kendali disalon yang dikelola kampus.
Kembali ke 12 tahun silam, saat aku pertama kali berkenalan degan mas andi.Perkenalan itupun membuat kami semakin dekat. Walau saat itu kami terhalang jarak, tapi komunikasi yg intens tidak serta merta juga ikut memberi jarak perasaanku dan dia. Karena saat lulus SMA aku mendapatkan pekerjaan di salah satu klinik kecantikan di kota B dan Mas Andi sedang berkuliah di kota yang berbeda. Saat libur kuliah, Mas Andi selalu menyempatkan untuk berkunjung ke tempatku yang berjarak 4 jam perjalanan dari kota dimana dia menempuh pendidikan. Sekedar melepas rindu untuk saling bertemu, makan bersama dan sesekali pulang kekota tempat tinggal kami berbarengan.Tidak seperti biasanya, saat libur kuliah mas Andi selalu mengajakku kelokasi wisata yang ada dikota kami dan dilanjutkan makan malam diluar. Tapi liburannya kali ini, malah mengajakku untuk menemui ibunya. Jujur ada rasa gelisah yang tidak bisa aku sembunyikan. Entah mengapa ada sedikit ketakutan bertemu dengannya, bagaimana jika beli