Disaat semua keluarga berbincang-bincang aku mengajak mas Andi ketaman belakang, tentunya untuk meminta penjelasan atas semua yang tidak ku ketahui selama ini. Jujur, aku kecewa karena mas Andi menyembunyikan ini semua dariku dan entah apalagi yang ia sembunyikan.
"Mas, apa maksudnya ini? Apa mas tidak menganggap aku, sehingga menyembunyikan ini semua dariku. Mas tidak sekalipun pernah bercerita tentang ini semua sebelumnya. Yang ku ketahui hanya adik mas, lalu ini apa mas?" cecarku
Mas Andi sedikit mengambil nafas dan mulai bercerita keadaan yang sebenarnya. "Maafkan mas dek, mas bukannya tidak jujur sama kamu. Tapi menurut mas bukan hal yang penting untuk kamu ketehui.
"Tidak penting gimana mas, mas anggap aku ngak sih selama ini?" ujarku kesar. Betepa tidak, dihari yang aku pikir menjadi hari bahagia kami mas Andi memiliki rahasia yang dia sembunyikan dariku selama ini.
"Bukan begitu dek, mas hanya tidak ingin mendekatkanmu dengan mereka. Mas merasa lebih baik kamu tidak mengenal mereka. Tapi mama bersih keras ingin merela hadir. Ya mas bisa apa?"
"Mas akui mas salah karena tidak jujur sama kamu selama ini, tapi mas punya alasan dek. Mas Doddy adalah anak dari pernikahan pertama mama. Mereka berpisah saat mas doddy remaja. Dan mamapun bertemu papa dan memutuskan menikah. Awalnya pernikahan mereka ditentang semua keluarga besar. Terutama nenek, karena papa yang berstatus lajang menikahi wanita yang sudah pernah menikah dan memiliki seorang anak. Tapi papa tetap kekeh dengan pendiriannya. Dan beberapa tahun setelahnya mas lahir."
"Sejujurnya hubungan mas dengan mas Doddy tidak begitu baik. Dari mas kecil hingga dewasa, mereka hanya menjadi duri dalam daging untuk kami semua. Mereka selalu memeras mama dan tak jarang melukai mama. Bahkan disaat mama mengandung 7 bulan, atas hasutan istrinya mas Doddy dengan tega merampas kalung pemberian papa yang mama kenakan saat itu, sehingga mama jatuh tersungkur dan dilarikan kerumah Sakit karena pendarahan". Raut wajah mas Andi seketika sendu dan sesekali menitikkan air mata. Aku yang tadinya tersulut emosi kini merasa bersalah karena hampir tidak mempercayainya.
"Karena pendarahan hebat, dokter menyarankan untuk melakukan tindakan. Dan Okan pun lahir prematur.
Saat dirasa keadaan Okan membaik dokter memperbolehkan mereka pulang. Tapi siapa sangka, saat keluar dari Rumah Sakit Okan pun meninggal. Itulah kenapa almarhum papa mengusir mereka dari rumah. Dan mas begitu membenci mereka terutama mbak Elis yang selalu menjadi dalang dari kejahatan suaminya. Mereka hidup bermewah-mewah dari hasil rampasan karena mas Doddy tidak bekerja." jelas mas Andi berlinangan air mata.
"Satu bulan setelahnya, papa pun kecelakaan. Dari keterangan saksi di tempat kejadiaan, sebelum papa dilarikan ke rumah sakit papa masih bernafas, mungkin meninggal diperjalanan memuju Rumah Sakit. Mas bahkan tidak diperbolehkan melihat papa untuk terakhir kalinya karena begitu parah kecelakaan yang dialami."
"Maafkan aku ya mas, karena sempat meragukan mas." akupun ikut sedih mendengar cerita mas Andi. Begitu dalam kesedihan yang dia alami karena kepergian orang yang ia cintai diwaktu yang berdekaatan.
"Setelah kepergian papa, mamapun berjualan perhiasan imitasi untuk menyambung hidup. Hari-harinya dihabiskan ditoko dan sesekali mas dapati mama keluar dengan teman-temannya. Terlihat raut bahagia diwajahnya seakan tanpa beban. Entah itu pelariannya agar tidak terlalu larut dalam kesedihan atau memang dia menikamati kehidupannya kini. Entahlah... Mas seakan hilang arah, tidak ada bimbingan dari orang tua. Mama seakan lupa akan keberadaan mas, yang saat itu masih membutuhkan kasih sayangnya."
"Akhirnya, Mas memutuskan keluar dari rumah. Mas kerumah nenek, tidak disangka mereka semua menerima keberadaan mas dengan baik. Bahkan tante Yanti adik dari papa mengusulkan agar mas bersekolah di sekolah dimana dia mengajar. Semua urusan kepindahan sekolah mas tante yanti yang urus tanpa campur tangan mama. Bertahun- tahun mas disana, tidak sekalipun mama datang berkunjung maupun sekedar menanyai keadaan mas."
"Saat libur sekolah, mas memutuskan pulang kerumah untuk melihat keadaan mama. Betapa kagetnya mas mengetahui mama telah menikah lagi dengan om Toni tak lama mas memutuskan keluar dari rumah. Dan itu berarti mama menikah hanya berjarak beberapa bulan setelah papa meminggal. Sedih bercampur marah menjadi satu. Mas pun kembali kerumah nenek tanpa menceritakan semua yang telah mas ketahui pada siapapum
"Tapi siapa sangka, tanpa beban mama datang kerumah nenek karena mendapat kabar dari tetangga yang sempat berpapasan dengan mas saat pulang kerumah. Tidak seorang diri, mama datang bersama om Toni dengan beberapa tentengan makan yang ia bawa sebangai buah tangan."
"Kesedihan terpancar nyata diwajah nenek dan keluarga besar papa yang menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mama tanpa malu bergelayut manja pada pria yang jauh lebih muda darinya yang kini telah menjadi suaminya itu." terang mas Amdi panjang lebar.
"Lalu sekarang om Toni dimana, kenapa aku tidak melihatnya dari tadi?" aku mencoba memberanikan diri bertanya akan ketidak hadiran om Toni saat ini.
"Mama dan om Toni sudah berpisah." jawab mas Andi singkat.
Deg... Akupun kembali dibuat terkejut. Apa lagi ini, kenapa aku tidak tau kabar ini. Tapi akupun berusaha tenang dan tidak mungkin memcecar petanyaan baru disaat hati mas Andi berantakan seperti saat saat ini.
Setelah menenangkan mas Andi kami pun kembali berbaur dengan keluarga lainnya. Walaupun sebenarnya masih banyak yang ingin aku ketahui menyangkut keluarga besar mas Andi. Tapi urungku lakukan mengingat suasana hati mas Andi dan kondisi yang tidak memungkinkan saat ini.
Setelah resmi bertunangan dengan mas Andi, papa meminta waktu kepada keluarga mas Andi untuk menentukan kapan pastinya hari pernikahan. Bukannya menolak, tetapi dikarenakan Mas Rino kakak lelakiku yang kebetulan saat ini berdinas di luar pulau sedang mengurus kepindahannya kekota ini. Dan dari cerita papa, keluarga dari kekasih mas Rino keberatan jika aku melangkahi mas Rino untuk menikah lebih dulu. Karena mereka menginginkan pernikahan segera dilakukan setelah mas Rino selesai mengurus kepindahannya dikesatuan dimana dia berdinas. Mas Rino lah satu-satunya anak lelaki dikeluarga ku dan kini mengikuti jejak papa sebagai Abdi Negara menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Setelah semua urusan kepindahan mas Rino selesai, beberapa bulan kemudian ditetapkan hari pernikahan mereka dan 10 hari setelahnya aku dan mas Andi pun resmi menikah.
Setelah aku dan mas Andi menikah ibu mas Andi bersihkeras ingin ikut tinggal bersama kami. Akupun tidak keberatan dengan permintaannya tersebut, karena selama ini yang kuketahui beliau begitu baik dan sayang padaku dan tidak ada alasan bagiku untuk menolak dan mempermasalahkan itu semua. Terlepas dari masalalunya selama ini, aku tidak ambil pusing. Terlebih beliau selama ini tinggal sendiri setelah bercerai dengan Om Toni. Bahkan anak tertuanya Mas Doddy tidak mau direpotkan dengan keberadaan ibunya.
Sudah sebulan lebih ibu mertua tinggal dirumah mas Doddy. Tidak ada kabar berita darinya. Sesekali aku berusaha menghubungi. Tapi tanggapan kurang menyenangkan yang selalu ku terima. Akhirnya akupun mulai biasa akan kepergian ibu mertuaku.Tapi suatu pagi saat aku membersihkan pekarangan rumah, tiba-tiba beliau datang dan langsung memasuki rumah. Aku pun mengikuti langkahnya menuju ruang tamu. Tanpa basa basi dan tanpa rasa bersalah dia menanyakan perihal hutang yg dia miliki di Bank. "Gimana, sudah kalian selesaikan belum semua hutang-hutang di bank?" tanyanya santai"Belum ma". Jawabku singkat"Kenapa tidak dibayarkan aja sih, ketimbang uang segitu aja susah banget ngeluarin." omelnya"Mereka meminta melunasi hutang yang menunggak selama 3 bulan beserta bunganya. Sedangkan kami baru bisa membayar selama 2 bulan saja." Jelasku"Gimana sich kamu, ngk becus banget jadi istri. Ngk ikhlas ya uang anak saya di pake buat bayar bank?""Bukannya gitu ma, tapi kan hutang mama di bank n
Hampir satu jam lebih kami mengemasi barang-barang. Setelah semua selesai kamipun menaiki mobil keluar fmdari oekarangan rumah. Ada rasa sedih dan sedikit lega karena bisa terlepas dari mertua gila harta seperti ibu mas Andi. Baru beberapa menit kami keluar dari rumah tersebut, tiba-tiba dari arah belakang datang motor berusaha menyalip dan memberhentikan mobil kami. Ternyata itu adalah mas Doddy. Entah apa yang dia inginkan. Karena sedari tadi saat perdebatan terjadi dia tidak bereaksi sedikitpun untuk menjadi penengah. Kini mengapa dia menyusul kami. Pikirku dalam hari. "Ada apa mas?" tanya mas Andi malas"Kalian mau kemana malam-malam begini?" tanyanya. Aku rasa hanya sekedar basa-basi belaka. "Belum tau mas, mungkin malam ini kami akan tidur di mobil. Baru besok cari kontrakan." jawab mas Andi seadanya. "Kenapa ngak kerumah mas aja?" ajaknya"Ngak usah mas, ngerepoton. Kami biar dimobil aja." tolakku halus. "Ngak papa, mending kerumah mas aja. Kasihan kamu hamil mal
"Assalammu'alaikum." akhirnya mas Andipun pulang."Waalaikumsalam" aku menyambut kedatangan mas Andi. "Udah pulang mas?" tanyaku. Aku berusaha bersikap sewajarnya. Saat ini aku tidak mau mas Andi mengetahui sebenarnya bahwa dalang dari kekacauan dikehidupan kami adalah kakak dan iparnya sendiri. Yang ada nanti semuanya runyam dan mas andi tidak bisa berfikir jernih."Maaf ya dek, mas lama. Mas udah keliling ngak nemu yang jualan. Ini aja mas kepasar kampung di ujung sana. Kebetulan hari ini pasarnya dek.""Oh jadi pasarnya ngak tiap hari mas?" tanyaku."Disini biasanya tiap pekan aja dek. Ngak setiap hari seperti di tempat kita." jelas mas Andi. Aku hanya manggut-manggut.Tak lama dari kedatangan mas Andi, suami istri itupun keluar dari kamarnya. Ya bagus lah mereka keluar sendiri. Aku sebenarnya enggan menyapa mereka. Melihat wajah tanpa berdosa mereka aku semakin kesal di buatnya. Tapi aku harus sabar dan main cantik. Karena menghadapi manusia licik seperti mereka ngak bisa gegabah.
Kuturuti perintah mas Andi. Kulangkahkan kaki ini menuju kamar mereka. Ku coba kembali mengetuk pintu tersebut. Nihil, dua hingga tiga kali kuketuk tapi tak kunjung ada respon dari mereka.Ku atur nafas dalam-dalam, ku coba kuasai diri agar tak terpancing emosi.Ku coba ketukan keempat...Tok tok tok... "Mas, mbak ini mas Andi bawain makanan." ucapku lagi dengan menahan kesal. Tak lama dua kamar itupun terbuka secara bersamaan. Tidak terlihat wajah mereka seperti orang yang baru bangun tidur. Kelima orang itu terlihat segar, walau ku tau tidak satupun dari mereka yang sudah mandi. Karena sedari tadi aku diruang tamu tak satu orang pun yang keluar kamar. Aku semakin dibuat geram olehnya. Jadi sedari tadi aku memanggil tak mereka hiraukan bukan karena tertidur. Melainkan pura-pura tidak mendengarkanku.Benar kata mas Andi. Ketikaku mengatakan makanan seketika merekapun keluar dari persembunyiannya dan menyambar makanan yang dibawakan mas Andi. Tanpa menunggu mas Andi terlebih dahu
Wanita paruh baya itupun berusaha membujuk mas Andi untuk kembali pulang kerumah. Aku berharap mas Andi tidak luluh begitu saja dengan wajah memelas ibunya. Jika benar itu terjadi, berarti akan membuat rencana kami untuk mengontrak dan memulai hidup baru hanya berdua saja sirna seketika. Bukannya mendendam dan tak peduli dengan keadaan ibunya sendirian dirumah tersebut. Hanya saja aku belum siap untuk kembali hidup bersama dengan ibunya yang jelas-jelas sudah sangat membuatku hilang respek padanya. Tidak ada yang tau, kejadian yang serupa mungkin saja akan terulang kembali. Bahkan bisa saja akan lebih buruk dari pada ini. Begitu kuat keinginan sang ibu membujuk mas andi untuk kembali. Kulihat wajah mas andi semakin ragu. Dia seperti bimbang ingin melangkah. Dan seoertinya benteng pertahanannyapun roboh. "Dek gimana?" tanya mas Andi padaku. Aku hanya diam tak menjawab. Tapi dari sorot mataku sudah cukup mewakili apa yang ada dihati ini. Aku hanya ingin memberi ruang kepada mas
"Hai... Dari mana aja kamu?" tanya ibu mertua saat aku baru memasuki pekarangan rumah. "Byan dari rumah mbak Tisa." jawabku seadanya. Mbak tisa adalah kakak iparku, istri dari mas Rino kakak lelakiku satu-satunya. Kebetulan beberapa hari ini mbak kami pasti kaan keluar dari siruasi ini pulang kerumah orang tuanya yang berjarak tak jauh dari rumahku. "Enak ya kamu, udah berasa ratu dirumah saya. Pergi ngak pamit, mana lama lagi. Kamu mau saya mati kelaparan apa?" Bentak dengan suara yang semakin meninggi. "Maaf ma, Byan udah pamit sama mas Andi kok ma. Dan mas Andi juga ngizinin". Jawabku lagi"Terus menurut kamu, dengan kamu izin ke anak saya kamu ngk perlu izin ke saya lagi hah? Kamu kira rumah saya hotel bisa keluar masuk sesuka kamu"."Tadi Byan mau pamit ke mama, tapi mama ngk ada. Kata mas Andi mama ke rumah mbak Mirna. Jadi Byan izin ke mas Andi aja"."Emang kamu ngk punya kaki buat susul saya, emang mantu ngk punya otak. Ngk tau diri banget. Udah tinggal gratis diruma
Dua hari kembali kerumah ini membuatku semakin tidak betah. Harapan ingin memulai lembaran baru berdua dengan suami sembari menunggu kelahiran buah hati kamipun sirna. Aku tidak hanya dibuat tak nyaman tetapi juga tertekan. Hari-hariku dilalui dengan teriakan, makian hingga sumpah serapah dari ibu suamiku sendiri. Wanita yang sebelumnya sudah ku anggap sebagai orang tuaku sendiri disaat jauh dari mama papa, malah menjadi duri dalam daging dirumah tangga anak dan menantunya. Masalah demi masalah selalu ia berikan kepadaku. Terkadang masalah kecil bisa menjadi besar olehnya. Seperti pagi ini, saat aku sedang menjalankan shalat dhuha. Jadi tidak bisa merespont panggilan darinya. Bukannya menungguku sebentar hingga aku selesai menjalankan shalat, dengan kasar ia menarik mukenah yang ku kenakan hingga aku tersungkur. Beruntung aku terhempas di atas matras yang cukup tebal jadi tidak berakibat fatal pada kandunganku. "Dasar budek, dipanggilin dari tadi bukannya nyaut." makinya. "Mama
Sejak perdebatan dengan mertua tempo hari, dia tidak lagi banyak bicara. Entah takut atau sedang merencanakan hal jahat untuk ku. waktunya lebih banyak dihabiskan dikamar. keluapun jika mulai lapar. tak banyak aktifitas yg iya lakukan jika aku berada dirumah. Hari-harinya dilalui tak tentu arah. Toko buah yang selama ini dia kelola kini sudah di ambil alih oleh mbak elis. Ditambah motor pemberian mas Andi untuknya juga sudah berpindah tangan ke mas doddy.Entah apa yang ada dipikiran wanita paruh baya tersebut. Bisa-bisanya dia seceroboh itu. bahkan demi uang yang menurutku tidak seberapa dia rela melepas tempat selama ini iya memcari nafkah. Dan mbak elis dan mas Doddy juga tidak berperasaan, dengan kejam mengambil alih semua usaha ibu dan mertuanya sendiri hanya karena pinjaman uang ratusan ribu yang iya berikan pada mertua. Padahal selama ini kami begitu banyak berkorban untuknya tidak pernah sedikitpun ingin menguasai apa yang iya miliki. entah dari apa terbuat hati mereka. Dala