Share

Bab 2

"Dasar bajingan, lepaskan aku. Aku bunuh kamu!"

Febi terkejut dan marah. Dia meronta dengan sekuat tenaga, tapi dia tidak berhasil melepaskan dirinya.

Kemudian, Febi dia berhenti melawan. Dia hanya menitikkan air mata dari sudut matanya.

"Hei, Nona, kenapa kamu nggak melawan?"

Saat Leo melihat Febi tidak melawan, dia menghentikan gerakannya.

"Cepat selesaikan, tapi ini yang terakhir kalinya. Jangan muncul di hadapanku lagi. Kalau nggak, aku nggak akan pernah melepaskanmu," raung Febi sambil menggertakkan giginya.

"Kamu galak sekali. Kamu benar-benar merusak moodku. Lupakan saja, kamu pergilah." Leo menjauh dari tubuh Febi.

Febi berdiri, merapikan pakaiannya dan hendak pergi. Namun, detik berikutnya dia menutupi dadanya dengan wajah pucat.

"Kenapa kamu?"

Leo buru-buru memeriksa denyut nadi Febi. Setelah beberapa detik, dia mengerti apa yang sedang terjadi. Leo melepas pakaian Febi.

Febi tidak dapat melawan sama sekali. Dia menderita penyakit jantung bawaan yang parah. Kali ini, dia mungkin tidak dapat diselamatkan. Namun, sebelum dia meninggal, Leo malah hendak menganiayanya. Hal ini membuat Febi ingin segera mati.

Namun, badai dahsyat yang dibayangkan tidak datang. Febi melihat jarum perak muncul di tangan Leo. Dengan jentikan jarinya, jarum perak itu segera menusuk ke titik akupunktur Febi, kemudian jarum perak lainnya muncul ....

Leo menusukkan tujuh jarum dalam satu tarikan napas. Lalu, dia mengulurkan tangan untuk menekan jantung Febi. Detik berikutnya, tujuh jarum perak itu sedikit bergetar dan memancarkan cahaya kabur.

"Oke, pakai bajumu," kata Leo sambil mencabut jarum peraknya.

Awalnya, Febi menutup mata dan menunggu ajalnya. Namun, setelah mendengar kata-kata Leo, ​​​​dia tiba-tiba terbangun. Febi merasakan dadanya tidak sakit lagi. Dia bahkan tidak merasakan sakit sedikit pun.

Febi terkejut. Tidak ada yang mengetahui keseriusan penyakit jantungnya dibandingkan dirinya sendiri. Bahkan dokter terbaik di Kota Kumara hanya dapat memperpanjang hidupnya. Selain itu, jika penyakitnya kambuh, Febi akan mati.

Namun, sekarang Leo hanya memberinya beberapa suntikan dan menekan jantungnya beberapa saat, Febi langsung sembuh. Bukankah keterampilan medis ini terlalu hebat?

"Nona, aku menyelamatkan hidupmu lagi. Bagaimana kamu akan membalasku?" tanya Leo sambil tersenyum.

"Bukankah aku baru saja memberimu uang? Anggap saja itu sebagai biaya pengobatan," jawab Febi.

"Aku ingat kamu bilang itu adalah bayaran untuk kerja kerasku tadi malam," kata Leo.

Febi sangat marah sehingga dia mengangkat ponselnya dan berkata, "Aku akan mentransfer uang padamu. Katakan berapa yang kamu inginkan."

"Aku nggak mau transfer. Bagaimana kalau kamu menuntutku karena pemerasan nanti? Uang tunai lebih praktis. Minta seseorang untuk mengirimkan sejumlah uang," kata Leo.

"Nggak mau."

Febi menolak tanpa berpikir. Dia tidak boleh membiarkan orang lain tahu bahwa dia menghabiskan malam dengan pria asing.

"Kalau begitu, hanya ada satu cara terakhir yang tersisa." Leo melihat ke arah Febi sambil menunjukkan senyuman aneh.

"Cara apa?"

"Aku melayanimu sebelumnya. Sekarang, kamu yang melayaniku. Buatlah aku bahagia," ucap Leo sambil menyeringai.

"Kamu ...."

Febi menunjuk ke arah Leo. Dia marah hingga tubuhnya ​​​​gemetar.

Akhirnya, dia meletakkan tangan dan menutup matanya. Dia membiarkan Leo melakukan apa pun yang dia inginkan.

Saat Leo melihatnya seperti ini, dia benar-benar memiliki keinginan untuk menidurinya. Namun, dia menahannya.

"Nona, menurutku kamu salah paham. Aku memintamu untuk melayaniku, bukan aku yang melayanimu."

Saat Febi mendengarnya, dia benar-benar merasa sangat marah.

"Yah sudah kalau nggak mau."

Febi sangat marah. Dia adalah putri sulung Keluarga Sharon, putri orang terkaya di Kota Kumara. Dia merasa sedih karena kehilangan kepolosannya. Bagaimana mungkin Febi akan mengambil inisiatif untuk melayaninya?

"Bagaimana aku bisa tertarik dengan kamu begitu galak? Lupakan saja, aku akan mencari tunanganku," kata Leo sambil menguap dengan malas.

"Seorang gangster sepertimu memiliki tunangan? Wanita buta mana yang jatuh cinta padamu?" cibir Febi.

"Siapa yang kamu anggap remeh? Tunanganku adalah Ranti, putri sulung Keluarga Ananda," kata Leo dengan bangga.

"Cih, Keluarga Ananda adalah keluarga terkenal di Kota Kumara. Bagaimana bisa Nona Ranti jatuh cinta padamu? Kamu benar-benar pandai membual."

Febi jelas tidak memercayainya. Meskipun Keluarga Ananda tidak sebaik Keluarga Sharon, mereka adalah keluarga kelas dua di Kota Kumara. Jika putri sulung Keluarga Ananda menikah, dia pasti akan menikah dengan putra dari keluarga kaya. Bagaimana mungkin dia menikah dengan gangster?

"Yah sudah kalau kamu nggak percaya. Kalau aku tertarik lagi, kamu nggak akan bisa melarikan diri lagi," kata Leo dengan penuh arti.

Saat mendengarnya, Febi ketakutan hingga langsung melarikan diri.

Saat melihat Febi melarikan diri, Leo merasa sangat geli. Kemudian, dia mengambil uang tunai 20 juta dan tertawa lagi.

Dia adalah direktur Perusahaan Aksara yang memiliki kekayaan bersih ratusan triliun dan memiliki keterampilan medis yang hebat. Sekarang, dia bahkan diperlakukan seperti pria bayaran.

"Lupakan saja, aku nggak ingin memikirkan hal ini lagi. Tunanganku masih menungguku." Leo berkemas dan pergi.

Pada saat bersamaan, di depan pintu hotel, seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan bermerk menutup telepon. Dia adalah Heru Anggara, penanggung jawab Perusahaan Aksara di Kota Kumara.

Dia menjentikkan jarinya. Kemudian, konvoi lebih dari selusin mobil Rolls-Royce melaju kemari.

Heru berdiri dengan tubuh tegap. Sebagai sosok yang terkenal di Kota Kumara, saat ini dia tidak terlihat sombong sama sekali. Melainkan penampilannya itu terlihat sangat rendah hati. Hal ini karena dia akan menyambut seseorang yang sangat bermartabat.

Febi berjalan keluar sambil menjinjing tasnya. Meskipun wajahnya sedikit kuyu, dia tetap tidak bisa menyembunyikan penampilannya yang cantik.

Saat dia keluar dari hotel, Febi langsung dikejutkan dengan pemandangan di depannya.

Bukankah itu penanggung jawab Perusahaan Aksara di Kota Kumara, Heru? Mengapa dia ada di sini?

Meskipun Keluarga Sharon adalah keluarga nomor satu di Kota Kumara, mereka tetap kagum pada Perusahaan Aksara.

Febi tidak menduga Heru bahkan berdiri di depan pintu hotel, seolah dia sedang menunggu seseorang.

Dengan statusnya itu, siapa yang pantas ditunggu? Mungkinkah salah satu eksekutif dari Perusahaan Aksara datang kemari?

"Kosongkan hotel. Orang yang nggak berkepentingan cepat pergi," kata salah satu pengawal.

"Paman Heru, apa kamu menunggu orang penting?" tanya Febi sambil melangkah maju.

"Nona Febi. Aku memang sedang menunggu seseorang, tapi aku nggak bisa memberitahumu. Maaf." Heru menolak dengan sopan.

Febi juga pergi dengan bijak. Dia baru saja kehilangan kepolosannya. Dia merasa sangat sedih, jadi dia tidak berminat untuk melihat orang penting itu.

Saat ini, Leo berjalan keluar dari hotel dengan mengenakan pakaian murahan dan penampilan yang terlihat kampungan.

"Kenapa aku melihat pria sialan ini lagi?"

Febi merasa kesal hingga menggertakkan giginya. Kemudian, dia buru-buru berjalan menuju tempat parkir.

Saat ini, ponselnya berdering. Febi mengambil ponselnya dan melihat itu adalah panggilan ibunya. Jadi, dia buru-buru menjawab panggilan itu.

"Febi, kenapa kamu nggak kembali semalam? Ke mana kamu?"

"Aku pergi menginap ke rumah sahabatku." Febi berbohong dengan santai. Dia tidak bisa mengatakan bahwa dia tidur dengan pria asing. Bagaimana mungkin dia bisa menjelaskannya?

"Kalau begitu, cepatlah kembali, kakekmu sekarat."

"Apa!" Febi berkata dengan terkejut, "Aku akan segera kembali."

Sayang sekali, Febi tidak menunggu beberapa detik lagi. Jika tidak, dia akan melihat pemandangan yang tidak akan pernah dia lupakan.

Heru memimpin dan berlutut di depan Leo.

"Salam pada Ketua!"

"Salam pada Ketua!"

Semua orang sangat hormat. Mereka tahu betul pria yang tampak biasa di depan mereka itu adalah keberadaan yang menakutkan seperti dewa.

"Semuanya, bangunlah. Antar aku ke Kediaman Keluarga Ananda," kata Leo dengan tenang.

"Terima kasih, Ketua. Silakan masuk ke dalam mobil." Heru membawa Leo naik ke mobil Rolls-Royce di tengah. Sementara, Heru duduk di kursi pengemudi.

Ada enam mobil Rolls-Royce yang mengawal di depan dan belakang. Pemandangan itu sangat spektakuler. Banyak orang berhenti dan menyaksikan dengan tatapan terkejut.

"Oke. Parkir di sini saja."

Saat mereka mendekati Kediaman Keluarga Ananda, Leo turun dari mobil lebih awal.

Meski mereka memiliki kontrak pernikahan, dia tetap perlu mengetahui situasi wanita itu terlebih dahulu. Setidaknya Leo perlu mengetahui seperti apa wanita itu. Leo lebih baik berjalan ke sana sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status