Share

Bab 6

Febi secara alami memahami maksud ayahnya. Ayahnya ingin dia berkencan dengan Aston, bahkan ibunya pun berpikir demikian.

Febi harus mengakui bahwa Aston memang luar biasa. Dia adalah putra sulung Keluarga Ginanjar. Dia tampan, sopan dan anggun. Dia memenuhi standar wanita dalam memilih pasangan.

Namun, Febi tidak tahu kenapa dia tidak jatuh hati kepada Aston.

Setelah akupunktur Agung selesai, Dani terbangun tidak lama kemudian. Hal ini membuat semua anggota Keluarga Sharon sangat bersemangat.

Sore itu, Dani memesan makanan di hotel untuk menjamu Agung dan Aston. Dia memberi Agung sebuah amplop besar sebagai biaya konsultasi.

"Febi, temani aku jalan-jalan, ya."

Setelah makan malam, Aston mengajak Febi keluar.

"Feb, kenapa kamu masih berdiri di sana, cepat setujui."

Ibunya Febi, Lanny Sukmana buru-buru mendorong Febi dan memintanya untuk setuju.

Febi hanya bisa mengangguk setuju. Bagaimanapun, Aston baru saja memberikan bantuan besar kepada mereka.

Saat keduanya hendak keluar, mereka tiba-tiba menerima telepon dari rumah sakit. Dani muntah darah.

Rombongan itu bergegas kembali ke rumah sakit.

Saat ini, Dani sudah tidak sadarkan diri. Ada darah di seluruh sudut mulut dan selimutnya. Dani memuntahkan beberapa teguk darah.

Seluruh anggota keluarga ketakutan.

"Dokter Agung, tolong cepat periksa apa yang terjadi?" desak Robby dengan cemas.

"Kenapa kamu begitu cemas? Aku di sini, apa yang kamu takutkan?"

Wajah Agung penuh dengan penghinaan. Sampai saat ini, dia belum menyadari keseriusan masalah ini.

Namun, ketika dia memeriksa denyut nadi Dani lagi, ekspresinya berubah drastis. Kondisi Dani sudah berada di luar kendalinya.

"Nggak mungkin? Bagaimana bisa seperti ini?"

Agung merasakan nadinya dalam waktu lama. Akhirnya, dia menggelengkan kepalanya dengan tak daya.

"Dokter Agung, kenapa kamu menggelengkan kepala?" tanya Robby dengan gugup. Dia sudah memiliki firasat buruk di hatinya.

"Racun Pak Dani telah menyerang hatinya. Aku nggak memiliki cara untuk menyelamatkannya. Aku turut berbelasungkawa."

"Apa!"

"Bukankah kamu berjanji sebelumnya bisa menyembuhkan ayahku? Kenapa sekarang kamu nggak bisa menyembuhkannya?" tanya Robby dengan marah.

Agung mengerutkan keningnya dan berkata dengan tidak senang, "Aku telah menyelamatkan Pak Dani sebelumnya, tapi racun Pak Dani terlalu kuat. Aku bisa membuatnya tetap hidup selama dua jam lagi sudah sangat baik."

"Kamu ...."

Robby mengangkat tinjunya. Dia ingin menghajar Agung.

"Omong-omong, Ayah, Pak Leo memberiku obat sebelumnya. Obat itu mungkin berguna," kata Febi sambil berlari ke tempat sampah.

Namun, sampah di tempat sampah sudah dibuang.

"Celaka, sampahnya sudah dibuang. Ayo, kita cepat cari ke luar," kata Febi dan hendak berlari keluar.

"Febi, berhentilah mencari. Bahkan Dokter Agung pun nggak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana obat penipu itu bisa bermanfaat?" bujuk Aston sambil menghentikannya.

"Nggak, Pak Leo telah menyembuhkan penyakit jantungku sebelumnya. Mungkin obatnya sangat bermanfaat. Kalian bantu aku mencarinya bersama."

"Carilah. Ayo, kita coba."

Robby menghela napas. Faktanya, dia tidak punya harapan lagi.

Beberapa orang bertanya kepada petugas kebersihan. Kemudian, mereka mencari di tempat sampah besar di luar.

Namun, hanya Febi yang mencari dengan serius. Eko dan putranya, Kevin tidak memercayainya sama sekali. Sementara Robby hanya mencari dengan sembarangan.

Aston juga mencarinya, tapi dia merasa jijik. Jika bukan demi meluluhkan Febi, bahkan jika dia diberi 20 miliar sekalipun, dia tidak akan melakukannya. Tindakan ini terlalu menjijikkan.

"Aku menemukannya."

Setelah mendapatkan botol itu, Febi sangat gembira. Kemudian, dia bergegas kembali ke bangsal.

"Febi, biarkan Dokter Agung memeriksanya terlebih dahulu, siapa tahu itu racun," saran Aston.

"Nggak ada waktu lagi."

Dani tidak dapat bernapas lagi. Saat ini, nyawanya didukung sepenuhnya oleh ventilator.

Jadi, Febi tidak memedulikan terlalu banyak lagi. Dia langsung memasukkan obat ke dalam mulut kakeknya.

Faktanya, Febi tidak memiliki harapan yang tinggi. Dia hanya ingin mencoba segala cara. Dia berdoa untuk memohon secercah harapan.

Beberapa menit berlalu, kondisi Dani tidak membaik sama sekali.

"Aku sudah memberitahumu jangan memercayai kata-kata seorang penipu. Obatnya bukan hanya nggak berguna, tapi juga membuatmu tubuhmu bau," kata Aston.

Namun, detik berikutnya, Dani tiba-tiba kembali bernapas. Semua indikator tubuhnya dengan cepat kembali normal. Kemudian, dia perlahan membuka matanya.

"Kakek, Kakek. Akhirnya, Kakek bangun."

Febi memegang tangan Dani dan menangis kegirangan.

Agung tiba-tiba membelalakkan matanya. Ekspresinya tampak terkejut dan tidak percaya.

Robby juga terkejut. "Aku nggak menyangka obat anak itu benar-benar efektif. Tampaknya, dia benar-benar mampu menyelamatkan Ayah. Febi, cepat bawa dia kemari."

"Aku nggak tahu di mana dia." Febi menangis dengan cemas.

"Obatnya bisa bertahan selama tiga hari, 'kan? Aku akan segera menggunakan segala upaya untuk mencarinya. Sekalipun aku harus mencari di seluruh Kota Kumara, aku akan menemukannya."

Robby segera mengirim orang untuk mencari Leo. Dia juga meminta video kamera pengawasan.

...

Di kantor Direktur Perusahaan Aksara!

Leo sedang berbaring malas di sofa. Seorang wanita dengan sosok dan penampilan sempurna di sampingnya sedang menyuapinya anggur.

Nama wanita ini adalah Rosa Amalia. Dia adalah sekretaris yang ditugaskan Heru padanya.

Biasanya, Leo tidak ikut campur dalam urusan perusahaan. Jadi, tugas sehari-hari Rosa adalah menyajikan teh atau memijit bahu dan punggungnya.

Leo sangat menikmati kehidupan seperti ini.

Saat ini, Heru mengetuk pintu dan berjalan masuk.

"Pak Leo, seperti yang kamu harapkan, Keluarga Sharon mengutus orang untuk mencarimu."

Leo menunjukkan senyum main-main di sudut mulutnya. Semua ini sesuai ekspektasinya. Awalnya, dia tidak ingin memedulikannya. Namun, ketika dia memikirkan Febi, dia berubah pikiran. Akan tetapi, Keluarga Sharon mengusirnya. Tentu saja Leo harus membuat mereka cemas selama beberapa hari.

Melihat tenggat waktu tiga hari telah tiba, tapi mereka masih belum dapat menemukan Leo, ​​​​semua anggota Keluarga Sharon putus asa.

Robby menyesal telah mengusir Leo, ​​​​jika Dani tidak dapat diselamatkan, Robby akan merasa bersalah seumur hidupnya.

Febi juga merasa cemas hingga menangis. Saat ini, seorang perawat berjalan masuk. "Nona Febi, ada seseorang di luar yang memintaku untuk memberikan catatan ini padamu. "

Febi membuka catatan itu dan melihat tulisan nomor 316.

"Ayah, aku pergi dulu."

Setelah Febi selesai berbicara, dia berlari dengan panik. Orang lain mungkin tidak tahu apa maksudnya, tapi dia mengerti.

Nomor itu adalah nomor kamar hotel tempat dia bermalam bersama Leo.

Febi tiba di pintu kamar 316 dengan cepat, lalu dia membunyikan bel pintu.

Pintu terbuka dengan cepat. Orang yang membuka pintu adalah Leo.

"Pak Leo, tiga hari akan segera tiba. Tolong selamatkan kakekku." Febi meraih tangan Leo dengan tatapan memohon.

Leo melepaskan tangannya dan kembali ke kamar. "Aku memberi kalian kesempatan, tapi kalian nggak menggunakannya dengan baik. Kalian bahkan menyalahkanku."

Febi menyimpan tasnya di atas meja, lalu mulai melepas pakaiannya.

"Nona Febi, apa maksudmu?"

"Kamu mengundangku ke sini karena kamu menginginkanku. Aku akan memberikannya kepadamu. Selama kamu menyelamatkan kakekku, aku akan melakukan apa pun yang kamu mau."

Febi menangis sambil membuka kancing pakaiannya. Dia merasa sedih pada dirinya sendiri, tapi dia tidak punya pilihan lagi.

"Sudah, hentikan."

Leo menghentikan Febi dan berkata sambil tersenyum, "Hanya tersisa satu jam dari tiga hari. Waktu nggak cukup, kita lakukan lain kali."

Febi buru-buru mengenakan pakaiannya, lalu membawa Leo ke bangsal rumah sakit secepat mungkin.

"Pak Leo, kamu sudah datang."

Setelah melihat Leo, Robby merasa sedikit canggung.

Leo berkata sambil meregangkan tubuhnya, "Aku sudah datang, tapi aku takut."

"Apa yang kamu takutkan?" tanya Robby dengan bingung.

"Aku takut kamu akan mengusirku lagi," goda Leo.

Robby merasa semakin malu, "Pak Leo, aku bersalah sebelumnya. Aku minta maaf padamu."

Aston menatap Leo sambil berkata dengan dingin, "Nak, kalau kamu berakal sehat, cepat obati Kakek Dani. Setelah masalah ini selesai, aku akan memberikan uang padamu."

"Dasar bodoh!"

Leo menunjukkan ekspresi menghina.

"Apa katamu?"

Aston tiba-tiba menjadi marah dan berkata dengan niat membunuh, "Kalau kamu punya nyali, katakan sekali lagi."

"Pak Aston, bisakah kamu berhenti membuat onar? Anggap saja aku memohon padamu." Febi merasa cemas dan marah. Jika Aston tidak membawa Agung kemari, dia tidak akan terpaksa mencari Leo lagi.

Aston juga merasa marah. Febi bahkan mengatakan dia membuat onar. Jelas-jelas semua ini adalah ulah Leo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status