Share

Bab 8

Setelah melepas mantelnya, Febi menghentikan gerakannya. Lalu, dia menatap Leo dengan malu. "Bisakah kamu berbalik dulu?"

"Bukannya aku belum pernah melihatnya. Apalagi, kamu ingin menunjukkannya kepadaku nanti," kata Leo sambil tersenyum, lalu duduk di tempat tidur.

Febi juga berpikir demikian. Jadi, dia melepaskan gaun sambil menggertakkan giginya. Saat ini, dia hanya mengenakan pakaian dalamnya.

Leo duduk di tempat tidur sambil melihatnya dengan serius. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia melihat ini, dia merasa bahagia setiap saat.

Febi tersipu malu. Meskipun dia dan Leo sudah pernah berhubungan, dia tidak dapat mengingat apa pun tentang waktu itu. Jadi, kali ini adalah pertama kalinya bagi Febi.

"Minumlah dulu."

Leo menuangkan segelas air dan menyerahkannya kepada Febi. Kemudian, Febi mengambil gelas itu dan menyesapnya.

Wajah Leo menunjukkan senyuman main-main, ​​​​lalu dia menggendong Febi dan berjalan ke tempat tidur. Dia menempatkan Febi di tempat tidur dengan lembut.

"Pelan-pelan, ini pertama kalinya bagiku." Febi sangat malu dan gugup. Dia bahkan merasa sedikit takut.

Namun, ketakutannya tidak berlangsung lama. Tak lama kemudian, dia merasa mengantuk dan tertidur.

Leo mengeluarkan sebuah kotak kecil dan membukanya. Lalu, dia mengeluarkan jarum perak untuk akupunkturnya.

Penyakit jantung Febi sangat serius. Meskipun dia menjalani akupunktur terakhir kali, penyakitnya belum sembuh total. Jadi, Leo perlu mengobatinya lagi.

Setelah melakukan akupunktur, Leo menyelimuti Febi dengan selimut.

Kemudian, Leo mengeluarkan ponselnya dan menelepon Rosa, "Jemput aku di pintu Hotel Angkasa."

Setengah jam kemudian, Leo meninggalkan hotel. Rosa sudah menunggunya di pintu dengan mengemudikan mobil Mercedes-Benz.

"Pak Leo, mau ke mana?" tanya Rosa setelah Leo masuk ke dalam mobil.

"Kembali ke perusahaan!"

Beberapa hari ini, Leo tinggal di kantor. Kantornya memiliki sebuah ruangan yang berisi tempat tidur dan kebutuhan sehari-hari.

Dia tidak membeli rumah. Dia sendirian, jadi tidak ada gunanya Leo membeli rumah.

Tidak lama setelah Leo kembali ke perusahaan, Rendi mengantar Ranti ke tempat parkir Perusahaan Aksara.

"Sayang, apakah ketua benar-benar ada di dalam?" tanya Ranti.

"Benar. Kakak dari temanku bekerja di Perusahaan Aksara. Ketua diam-diam datang ke Kota Kumara beberapa hari yang lalu. Sekarang, nggak ada orang lain yang tahu. Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup kita. Selama kita bisa mendekati Ketua, Keluarga Wiryawan bisa menjadi keluarga nomor satu. Kita akan melampaui empat keluarga besar."

Semakin banyak Rendi berbicara, dia menjadi semakin bersemangat seolah-olah dia telah melihat masa depannya yang gemilang.

"Ayo, kita masuk."

Rendi membimbing Ranti berjalan menuju pintu.

Ranti juga merias wajah sambil berjalan. Selain itu, dia membuka kancing kemejanya hingga memperlihatkan kulitnya yang seputih salju.

Dia punya rencana sendiri. Dia ingin melihat apakah dia punya kesempatan untuk disukai oleh Ketua.

Ketua adalah sosok seperti dewa. Sekalipun dia hanya salah satu kekasihnya, statusnya akan segera meningkat lebih dari sepuluh kali lipat. Bahkan tuan dan nona dari empat keluarga besar harus bersikap sopan ketika melihatnya.

"Berhenti! Apa yang kalian lakukan?"

Saat kedua penjaga keamanan melihat Rendi dan Ranti mendekat, mereka langsung bertanya dengan suara lantang.

"Namaku Rendi, putra sulung dari Keluarga Wiryawan dan dia adalah tunanganku, Nona Ranti. Kami datang untuk mengunjungi ketua. Tolong sampaikan padanya."

Rendi terlihat sangat rendah hati.

Meskipun dalam benaknya dia merasa satpam itu hanyalah penjaga pintu, tapi dia juga harus melihat dengan siapa dia bekerja.

Seperti kata pepatah, penjaga di perusahaan besar memiliki posisi tinggi. Penjaga keamanan Perusahaan Aksara adalah penjaga senior. Jadi, mereka harus diperlakukan berbeda.

"Kalian tunggulah di sini."

Salah satu penjaga keamanan berjalan masuk.

Namun, penjaga keamanan tidak melapor pada Leo. Bagaimanapun, ketua bukanlah seseorang yang bisa mereka temui begitu saja. Jadi, dia melaporkan situasinya kepada Rosa.

"Biarkan mereka masuk."

Rosa tidak asing dengan Rendi dan Ranti. Dia tahu bahwa keluarganya Rendi memiliki kedudukan tinggi di Kota Kumara.

Adapun Ranti, Rosa juga mengetahui sesuatu. Dia adalah tunangan ketua sebelumnya. Dia tidak menyukai ketua dan memutuskan pertunangannya di depan umum. Ranti juga bertunangan dengan Rendi.

Tak lama kemudian, petugas keamanan membawa Rendi dan Ranti ke kantor Rosa.

Saat Rendi melihat sosok ramping dan wajah lembut Rosa, jejak keserakahan muncul di matanya.

Namun, dia tidak berani menunjukkannya. Tidak peduli status Rosa adalah putri sulung Keluarga Amalia atau sekretaris ketua, Rendi tidak bisa menyinggung perasaannya.

"Halo, Nona Rosa, namaku Rendi, putra sulung Keluarga Wiryawan. Dia adalah tunanganku, Ranti."

Rendi dan Ranti mengangguk sambil membungkuk. Mereka menunjukkan ekspresi menyanjung.

"Kalian ingin bertemu dengan ketua, ya?" tanya Rosa.

"Yah. Nona Rosa, tolong sampaikan pada ketua," kata Rendi sambil tersenyum menyanjung.

"Ketua memiliki begitu banyak hal yang harus dilakukan sepanjang hari. Dia nggak punya waktu untuk bertemu kalian. Jika kalian nggak ada masalah lain, cepatlah pergi," kata Rosa dengan tidak sabar.

"Nona Rosa, kami akan mengadakan pernikahan di Hotel Kumara beberapa hari lagi. Kami ingin mengundang ketua untuk hadir. Jadi, aku ingin meminta bantuan Nona Rosa."

Rendi berkata sambil mengeluarkan kartu bank dan kotak kayu persegi panjang, "Ada 100 miliar di dalam kartu ini dan ini adalah ginseng berusia seribu tahun. Ini adalah hadiah untukmu."

"Tunggulah."

Rosa mengambil hadiah itu dan pergi mencari Leo.

"Pak Leo, Rendi dan Ranti berencana mengadakan pernikahan beberapa hari lagi. Dia ingin mengundangmu untuk hadir. Menurutmu, apakah kita perlu mengusir mereka?" tanya Rosa.

"Nggak perlu, beri tahu mereka bahwa aku akan menghadiri pernikahan mereka." Leo melirik ginseng berusia ribuan tahun itu. Ginseng itu adalah barang langka yang sulit dibeli meski memiliki uang.

"Ah?"

Rosa sangat terkejut. Namun, dia tidak bertanya apa pun lagi. Saat dia kembali, Rosa memberi tahu Rendi dan Ranti berita itu.

Saat mengetahui ketua setuju untuk menghadiri pernikahan mereka, keduanya langsung heboh.

Selama ketua menghadiri pernikahan mereka, status Keluarga Wiryawan akan segera naik ke tingkat yang lebih tinggi. Tiba saat itu, seluruh keluarga dan bisnis di Kota Kumara akan mendekati mereka.

Dalam sekejap, setengah bulan telah berlalu.

Hari ini, Leo sedang berada di kantor. Saat dia sedang menikmati layanan pijat Rosa, Leo tiba-tiba menerima panggilan telepon yang aneh.

"Halo! Apakah ini Pak Leo?"

Suara merdu terdengar dari ponsel. Suara itu seindah mata air yang menyegarkan hati.

"Kamu Febi?" tanya Leo dengan ragu.

"Ini aku."

"Kenapa kamu punya nomor teleponku? Aku ingat aku nggak pernah memberikannya padamu."

"Kamu pernah mendaftarkannya saat menginap di hotel sebelumnya," kata Febi menjelaskan.

"Kamu pergi ke hotel untuk memeriksa nomorku. Kamu pasti merindukanku, 'kan?"

Senyum menawan muncul di sudut mulut Leo.

Di sisi lain telepon, Febi menggertakkan giginya. Dia ditiduri oleh Leo dua kali. Setiap kali, dia tidak sadarkan diri. Setelah memikirkannya, Febi merasa sangat kesal.

"Kakekku mengundangmu ke jamuan makan besok. Dia memintaku memberitahumu," kata Febi sambil menahan amarahnya.

Jika kakeknya tidak memberitahunya, Febi tidak akan menghubungi Leo.

"Kirimkan waktu dan lokasi ke ponselku. Aku pasti akan pergi ke sana tepat waktu," kata Leo, lalu dia menutup telepon itu.

Tak lama kemudian, dia menerima pesan teks dari Febi, "Besok jam sembilan pagi, di Hotel Kumara."

"Kebetulan sekali."

Setelah Leo melihat waktu dan alamatnya, dia tidak bisa menahan tawa. Pernikahan Rendi dan Ranti juga diadakan besok. Lokasinya juga berada di Hotel Kumara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status