Share

Bab 10

Dia melihat seorang lelaki duduk di sofa di dalam kamar, tepatnya adalah seorang lelaki tua.

Orang ini adalah Leo. Namun, saat ini dia telah mengubah penampilannya. Rambut Leo terlihat memutih, wajah keriput dan banyak bekas luka di atasnya. Penampilannya itu tampak mengerikan dan menakutkan.

"Apakah kamu adalah ketua?" tanya Ranti dengan takut-takut. Dia ingin berbalik dan melarikan diri.

Meskipun ketua dikabarkan sudah tua dan jelek, dia sudah siap secara mental untuk melihatnya. Namun, orang itu terlalu tua dan jelek. Orang ini bukan hanya pantas menjadi kakeknya, wajahnya yang jelek dan penuh bekas luka itu membuat Ranti jijik.

"Kamu berani meragukan identitasku?"

Mata Leo membelalak. Ranti sangat ketakutan hingga kakinya menjadi lemas dan berlutut di lantai. "Aku nggak berani. Ketua jangan marah."

"Bangunlah," kata Leo.

"Terima kasih, Ketua."

Setelah dia berdiri, Ranti menarik napas dalam-dalam untuk mengatasi ketakutan batinnya.

Dia telah bertekad. Tidak peduli seperti apa rupa ketua, Ranti akan mencari cara untuk merayunya.

Selain itu, Ranti sangat percaya diri dengan penampilannya. Apalagi hari ini dia adalah seorang pengantin. Mengenakan gaun pengantin berwarna putih adalah momen terindah dalam hidupnya.

Ranti percaya semua pria akan jatuh cinta padanya.

"Ketua, aku ingin duduk di sebelahmu, apakah boleh?" ​​tanya Ranti dengan ragu-ragu.

Leo menganggukkan kepalanya.

Seketika, Ranti merasa sangat gembira. Dia segera berjalan ke arah Leo dan duduk sangat dekat dengannya. Dia meletakkan tangannya di atas kaki Leo.

Setelah melihat Leo tidak marah, Ranti menjadi semakin berani. Dia perlahan-lahan bersandar di tubuh Leo, ​​​​lalu meninggalkan bekas bibir satu demi satu di wajah dan leher pria itu.

Selain itu, dia juga meraih tangan Leo dan meletakkan di tubuhnya. Dia membiarkan Leo merasakan bagian tubuhnya yang paling lembut.

Saat Ranti ingin mencium bibir Leo, Leo mengangkat tangannya untuk menghentikan Ranti. "Kamu adalah pengantin wanita hari ini. Kamu nggak pantas bersikap seperti ini, kan?"

"Bisa mengabdi kepada ketua adalah keinginan terbesarku dalam hidup ini. Selama kamu memintanya, pernikahan hari ini akan segera dibatalkan."

Ranti memandang Leo dengan penuh harap.

"Kalian akan menikah, apakah kamu nggak punya perasaan padanya?" tanya Leo.

"Hubungan seperti apa yang bisa aku miliki dengan pecundang seperti dia?" kata Ranti dengan ekspresi jijik. "Ketua, kamu nggak tahu. Rendi si pecundang itu terbiasa bermain dengan wanita. Dia telah kehilangan kemampuannya sebagai seorang pria. Pernikahanku dengannya hanya untuk kepentingan keluarga. Nggak ada perasaan apa pun."

"Saat ini, aku masih perawan. Izinkan aku memberikan pengalaman pertamaku yang berharga untukmu."

Ranti menunjukkan ekspresi malu. Kemudian, dia melepas gaun pengantinnya, berbalik dan berbaring di atas meja. Dia menunggu Leo mendekatinya.

Leo menunjukkan senyum sinis. Wanita ini benar-benar tidak tahu malu sama sekali. Di hari pernikahannya, dia justru memberikan dirinya kepada pria lain.

Untungnya, pertunangannya mereka telah dibatalkan. Jika Leo menikahi wanita seperti ini, cepat atau lambat dia akan dikhianati.

"Ranti, kamu punya tunangan sebelumnya. Untuk menikahi Rendi, kamu secara terang-terangan membatalkan pertunanganmu. Apakah kamu menyesalinya?" tanya Leo dengan penuh arti.

"Kamu bilang Leo adalah si kampungan itu. Aku merasa jijik saat melihatnya." Ranti berkata dengan penuh harap, "Ketua, jangan membicarakan hal ini. Ayo cepat kemari."

"Ranti, lihatlah ke belakang. Lihat siapa aku."

"Tentu saja kamu adalah ketua ...."

Ranti menoleh ke belakang tanpa sadar dan melihat Leo merobek topeng khusus di wajahnya. Seketika, dia memperlihatkan wajahnya yang tampan.

"Leo, kamu?"

Ranti sangat terkejut.

"Kamu nggak menyangka, 'kan? Pria yang ingin kamu dekati dengan susah payah adalah si kampungan itu," kata Leo berkata dengan ekspresi sinis.

"Dasar bajingan, berani-beraninya kamu berpura-pura menjadi ketua. Besar sekali nyalimu!" Ranti kaget dan marah. Namun, dia lebih malu.

Saat dia memikirkan adegan di mana dia baru saja merayu Leo, ​​​​dia benar-benar ingin melarikan diri.

"Kamu bilang aku berpura-pura menjadi ketua, siapa yang bisa membuktikannya?" cibir Leo.

"Tunggulah, aku nggak akan melepaskanmu."

Ranti sangat marah. Setelah mengucapkan kata-kata kasar itu, dia segera pergi.

Rendi sedang menjamu tamu di aula. Saat dia melihat Ranti turun, dia buru-buru melangkah maju dan bertanya, "Di mana ketua?"

"Kita ditipu oleh Rosa. Nggak ada seorang pun di ruangan itu," kata Ranti dengan marah.

Ranti tidak menyebutkan nama Leo. J​​ika tidak, ini akan menjadi masalah besar. Begitu Leo mengatakan tentang masalah tersebut, Ranti akan sulit untuk menjelaskannya.

"Rosa si jalang itu. Dia menerima hadiahku, tapi dia tidak menyelesaikan pekerjaannya. Cepat atau lambat, aku akan memberinya pelajaran!" Rendi sangat marah.

Namun, dia tidak berani mencari masalah dengan Rosa. Rendi tidak mampu menyinggung perasaannya.

Saat ini, sebuah gambar tiba-tiba muncul di layar lebar.

Pengantin wanita, Ranti muncul di sana. Video itu dimulai dari adegan dia merayu Leo.

Dalam gambar, wajah Leo ditutup. Namun, wajah Ranti terlihat jelas.

Semua tamu membelalakkan mata mereka. Mereka terus berkomentar.

"Ranti terlihat seperti wanita bai-baik. Aku nggak menyangka dia akan begitu liar di belakang. Dia mengenakan gaun pengantin untuk merayu pria lain di hari pernikahannya. Dia benar-benar murahan."

"Aku akui Ranti benar-benar gadis nakal. Aku aku kasihan pada Pak Renti. Dia diselingkuhi bahkan sebelum dia menikah."

Tatapan orang-orang yang melihat Ranti berubah. Mereka sangat antusias. Mereka sudah berpikir ingin mencari kesempatan untuk bersenang-senang dengannya.

Sementara Rendi dan Ranti membelakangi layar lebar. Saat mereka melihat reaksi para tamu, mereka baru menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Mereka buru-buru berbalik untuk melihat.

Wajah Ranti tiba-tiba memerah sampai ke telinganya. Kemudian, dia merasa ketakutan.

Rendi terlihat sangat marah. "Matikan, cepat matikan!"

Rendi meraung dengan keras. Setelah satu menit, video itu baru berhenti. Dia sangat marah hingga hampir muntah darah. Dia menoleh ke arah Ranti dengan tatapan membunuh.

Ranti gemetar ketakutan. "Sayang, tolong dengarkan penjelasanku. Ini nggak seperti yang kamu pikirkan."

"Kita selesaikan masalah ini ketika kembali!" Rendi memelototinya dengan tajam, lalu dia menatap para tamu sambil tersenyum canggung. "Adegan tadi palsu. Seseorang sengaja mencoreng nama baiknya. Jangan percaya."

Namun, tidak peduli bagaimana Rendi menjelaskannya, tidak ada yang percaya sama sekali.

Rendi secara alami memahami hal ini. Dia sangat marah hingga dia merasa paru-parunya hampir meledak.

Tepat pada saat ini, Leo turun dari lantai atas. Rendi segera mendekatinya. "Dasar bajingan, kamu melakukan ini, ya?"

"Dasar bajingan. Kamu berani menipuku, aku bunuh kamu!"

Ranti juga sangat marah. Dia bergegas ke arah Leo sambil menggertakkan giginya.

"Plak!"

Terdengar suara tamparan yang jelas dan keras. Leo menampar wajah Ranti dengan keras.

"Kamu berani menamparku?"

Ranti menutupi wajahnya yang sakit dengan tidak percaya.

"Cari mati!"

Rendi sangat marah. Dia mengangkat tangannya dan menampar Leo.

"Plak!"

Setelah tamparan keras, beberapa sidik jari segera muncul di wajah Rendi. Kemudian, darah mengalir dari sudut mulutnya.

"Apakah nyaman? Ini adalah bayaran karena memprovokasiku." Setelah Leo selesai berbicara, dia menampar wajah Rendi dengan keras lagi.

Rendi dipukul hingga dia terhuyung dan duduk di lantai.

"Orang ini berani sekali. Dia bahkan berani memukul Pak Rendi. Dia benar-benar cari mati."

"Kepala Keluarga Wiryawan sudah datang. Anak ini sudah tamat."

Di tengah diskusi semua orang, seorang pria paruh baya masuk dengan cepat. "Siapa yang memukuli anakku?"

"Ayah, kamu datang tepat waktu."

Rendi berlari dengan tergesa-gesa, lalu menunjuk ke arah Leo sambil berkata dengan sedih dan marah, "Bajingan ini, aku ingin membunuhnya."

"Kamu!"

Ferdian Wiryawan secara alami mengenal Leo. "Dasar bajingan, kamu benar-benar keterlaluan. Pengawal, patahkan kaki dan tangannya, lalu buang keluar."

Setelah mendengar perintah Ferdian, beberapa pengawal Keluarga Wiryawan bergegas ke arah Leo dengan ganas.

"Hentikan!"

Beberapa pengawal bergegas ke sisi Leo. Saat mereka hendak mengambil tindakan, seorang wanita muncul di aula.

"Nona Febi, kenapa kamu kemari?"

Orang yang datang adalah Febi.

Ferdian buru-buru menyambutnya sambil tersenyum.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Febi dengan suara lantang.

Ferdian berkata sambil menunjuk ke Leo, "Anak ini membuat onar di pernikahan putraku. Dia bahkan memukuli putra dan menantuku. Aku hendak menyuruh seseorang memberinya pelajaran. Mohon maaf."

"Pak Leo adalah tamu Keluarga Sharon. Siapa pun yang berani menyentuhnya adalah musuh Keluarga Sharon."

Febi berdiri di depan Leo. Pada saat ini, dia seperti ratu yang bermartabat. Auranya yang kuat yang membuat orang tidak berani melihatnya.

Leo menyondongkan tubuhnya ke telinga Febi sambil berbisik, "Aku nggak menyangka kamu begitu peduli padaku. Kamu jatuh cinta padaku, ya?"

"Kamu terlalu banyak berpikir. Kalau bukan karena kakekku, aku nggak akan peduli padamu," keluh Febi sambil mendengus dingin.

Meskipun Febi tidak membenci Leo, ​​​​dia jelas tidak memiliki kesan yang baik terhadapnya.

"Kakekmu sangat menyukaiku. Kita juga memiliki hubungan itu. Bagaimana kalau kamu menikah denganku?" kata Leo sambil tersenyum.

Febi menoleh ke arah Leo dan berkata dengan marah, "Aku peringatkan kamu. Apa yang terjadi sebelumnya adalah masa lalu. Kalau kamu menyebutkannya lagi, jangan salahkan aku marah padamu."

Di sisi lain, Keluarga Wiryawan dan Keluarga Ananda juga berdiskusi dengan gugup.

Mereka tidak ingin menyinggung Keluarga Sharon, tapi jika mereka membiarkan kedua mempelai dipukuli begitu saja, bukankah akan membuat orang-orang mentertawakan mereka? Bagaimana mereka bisa bersosialisasi di masa depan?

Setelah berdiskusi singkat, kedua keluarga datang ke hadapan Febi bersama-sama.

"Nona Febi, lihatlah bagaimana putra dan menantuku dipukul?" Ferdian berkata dengan kesal, "Kalau hari biasa, demi Keluarga Sharon, aku pasti akan mengalah. Tapi, hari ini adalah hari pernikahan mereka. Mereka dipermalukan di depan semua tamu. Kalau nggak membalas dendam ini, bagaimana Keluarga Wiryawan dan Keluarga Ananda menempatkan diri di Kota Kumara?"

Erik juga berkata dengan marah, "Benar, anak ini harus menanggung konsekuensinya!"

"Pak Leo adalah penyelamat kakekku. Jadi, aku benar-benar nggak akan duduk diam. Begini saja, kita sama-sama mengalah. Aku akan memintanya untuk meminta maaf padamu dan aku akan memberi kalian 20 miliar sebagai kompensasi," kata Febi.

"Nggak!"

Ferdian menolak tanpa berpikir panjang, lalu dia berkata dengan dingin, "Demi Keluarga Sharon, kita dapat mengalah. Tapi, permintaan maaf yang sederhana terlalu asal-asalan."

"Menurutmu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Febi.

"Dia harus mendapatkan balasan setimpal!"

Ferdian berkata dengan dingin, "Biarkan putra dan menantuku memukul dia kembali. Selain ini, nggak ada cara lain."

"Dia harus merangkak di bawah selangkanganku. Kalau nggak, itu nggak akan menghilangkan kebencian di hatiku!" raung Rendi dengan marah.

"Merangkak di bawah selangkanganmu terlalu berlebihan," kata Febi.

Rendi berkata sambil menahan amarahnya, "Nona Febi, demi kamu, aku nggak akan membiarkan dia merangkak. Tapi, aku harus menamparnya dua kali."

Febi memandang Leo sambil berkata, "Pak Leo, aku telah mencoba yang terbaik. Biarkan dia memukulmu."

Leo tersenyum dengan ekspresi meremehkan, "Aku yang selalu menampar wajah orang lain. Mau menamparku, mimpi kamu."

"Nona Febi, kamu juga sudah mendengarnya. Kami ingin membereskan semuanya, tapi orang ini nggak tahu diri. Kalau begitu, nggak ada yang perlu dikatakan lagi."

"Pengawal, patahkan kaki dan tangannya, lalu buang keluar!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lamin Lamin
kok tdk bisa melanjutkan membca ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status