Share

Pergi dari Rumah

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nadia, membuat wajah gadis itu terbuang ke samping. Namun, setitik air matapun tidak luruh dari netranya. Sakit hatinya lebih besar dari pada tamparan panas yang dilayangkan ibu tirinya.

"Jaga bicaramu, Nadia! Anakku sudah menikah, suaminya kaya raya dan pengertian. Tidak mungkin anakku selingkuh," desis Mella.

Nadia menatap dua bola mata yang melotot ke arahnya, sesekali ia akan melirik ke arah sang ayah yang tampak tidak peduli.

Sungguh! Sakit hatinya kian bertambah lantaran Toni yang memilih acuh. Padahal ia putri kandungnya dan Tania bukan, seharusnya ia lah yang dibela.

"Aku tidak mau mendengar omong kosong lagi, Nadia. Sudah cukup drama dan fitnah yang kau buat." Mella menjeda ucapannya sejenak, berusaha menormalkan deru napasnya. "Atau jangan-jangan ... ini semua hanya bualanmu? Kau punya kekasih lain dan ingin menikah dengannya, makanya kau memfitnah Raka dan anakku?!"

Nadia menggeleng. "Untuk apa aku melakukannya, Bu. Aku bukan tukang fitnah seperti Tania."

Kedua netra Mella semakin membelalak, kakinya menendang tubuh Nadia hingga gadis itu tergeletak di lantai.

"Dasar tukang fitnah. Pantas saja ibumu meninggal, ternyata dia tidak kuat punya anak sepertimu!" ketus wanita paruh baya itu.

Nadia yang semula kuat akhirnya meluruhkan air mata saat ibunya turut disebut. Siapapun boleh menghinanya, asal jangan mendiang ibunya.

Gadis itu mendongak, menatap penuh mohon ke arah ayahnya seakan meminta bantuan.

Namun, jawaban Toni malah berkata, "jangan buat kekacauan, Nadia. Tiga hari lagi kau akan menikah dengan Raka, jadi jangan mengatakan yang macam-macam. Takut hal itu benar-benar terjadi."

Nadia tersenyum kecut saat tidak ada satupun yang mempercayainya. Gadis itu perlahan bangkit, kemudian berbalik badan membawa langkah menuju kamar.

Air mata kembali luruh, meratapi sang ayah yang malah lebih percaya orang lain dibanding putrinya sendiri.

"Kata orang, ayah adalah cinta pertama putrinya. Tapi bagiku tidak, ayahku memberiku luka. Dan sekarang aku juga terluka karena pria yang kucintai. Apa aku memang tidak pantas dicintai?" gumam Nadia saat baru saja memasuki kamar.

Tubuhnya terduduk lemas di lantai, punggungnya bersandar di pintu dengan pandangan kosong ke depan.

'Aku tidak mau menikah dengan Raka,' batinnya.

Pikirannya terus berkecamuk, bagaimana caranya kabur? Sementara di sini ramai orang.

Lantas, bagaimana caranya membalas dendam? Ia sadar kalau tidak terlalu kuat jika harus sendirian.

Di tengah lamunannya, Nadia mendengar ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk dari kakak iparnya langsung membuat matanya melotot.

'Aku masih punya Kak Darren. Dia orang baik, dia harus tahu kelakuan istrinya,' batin Nadia.

Dengan cepat ia bangkit dan segera menghapus air mata. Tuhan tidak pernah tidur, buktinya Tuhan memberikan petunjuk saat dirinya merasa sudah pupus harapan.

Nadia mengemasi baju dan beberapa barang penting ke dalam tas ransel, malam ini ia akan kabur dari rumah guna menemui kakak iparnya.

'Semoga Kak Darren mau percaya,' batinnya, penuh harap.

Jarum jam terus bergulir, tepat di jam sebelas malam Nadia menyelinap dari jendela kamarnya. Gadis itu memakai jaket tebal, masker, topi dan kacamata serba hitam untuk menutupi dirinya.

Kakinya berlari kecil menyusuri jalanan yang cukup lenggang, beruntung ia masih mendapatkan taksi jam segini. Nadia langsung menyebutkan alamat yang dituju dan taksi membawanya melesat jauh dari rumah terkutuk itu.

Berjam-jam menempuh perjalanan panjang, taksi sudah berhenti di depan gedung apartemen mewah yang ada di pusat kota. Nadia langsung turun dan masuk, ia menyerahkan kartu identitas sebagai tanda pengenal dan lantas duduk di lobi.

"Semoga Kak Darren nggak marah aku datang jam segini," gumamnya sambil melirik jam tangan.

Ia lekas mengirim pesan singkat ke nomor Darren, selanjutnya ia memilih merebahkan punggung di sandaran sofa.

"Kayaknya Kak Darren sudah tidur. Aku tunggu besok saja, lah."

Namun, baru saja memejamkan mata, suara langkah kaki membuat Nadia kembali tersadar. Detik berikutnya mata cantik itu terbelalak sempurna saat mendapati Kakak iparnya berjalan ke arahnya.

"Ngapain kamu ke sini sendirian? Ini sudah dini hari, loh. Ayah dan Ibu tahu?" tanya Darren sambil menatap heran gadis di hadapannya itu.

Nadia langsung berdiri, ia menatap kikuk Darren yang sudah dalam balutan baju tidur.

"Maaf kedatanganku mengganggu Kak Darren. Aku ... kabur," bisik Nadia yang jelas saja membuat Darren terhenyak.

"Gila kamu?! Kamu itu mau nikah, Nad. Besok aku juga akan pulang "

Gadis itu menggeleng. Tanpa basa-basi lagi ia langsung menceritakan masalah yang dialaminya, mulai dari memergoki Raka dan Tania di apartemen, hingga ia yang dimarahi Mella dan akhirnya kabur ke sini.

Darren tidak mampu menjawab, hanya beberapa kali merespon dengan gelengan.

Tiga puluh menit Nadia menceritakan semuanya diiringi derai air mata. Namun, Darren seolah tidak percaya.

"Aku punya bukti perselingkuhan mereka kalau Kakak nggak percaya," kata Nadia sambil mengeluarkan ponsel dari dalam ransel.

Ia menunjukkan rekaman adegan saat di kamar apartemen Raka. Video berdurasi panjang itu membuat wajah Darren memerah dan deru napas naik sekian kali lipat.

"Aku tidak minta perlindungan Kakak, jadi Kakak tidak perlu merasa terbebani dengan kedatanganku. Aku hanya ingin menunjukkan rekaman itu, agar Kakak tahu bagaimana kelakuan Kak Tania di luar sana," ujar Nadia.

Darren masih tidak bergeming, pikirannya masih berusaha mencerna hal ini.

Ingin menolak, tetapi bukti sudah berbicara. Sakit sekali rasanya dikhianati oleh sang istri, apalagi selama ini ia mati-matian bekerja demi mencukupi kebutuhan Tania. Namun, Tania malah tega bermain gila dengan pria lain.

"Aku pergi dulu, Kak." Nadia memasukkan kembali ponsel ke dalam ranselnya. "Tolong jangan katakan kepada Ayah dan Ibu kalau aku ke sini. Setelah ini aku mau ganti nomor telepon, biar nggak ada yang bisa mencariku."

Nadia menghela napas kasar melihat Darren yang masih diam saja. Kasihan sekali kakak iparnya itu, ia tahu betapa hancurnya saat dikhianati oleh orang tersayang.

Harga diri tercoreng, merasa seperti tidak pantas hingga pasangan harus mencari kepuasan dari orang lain. Padahal ia dan Darren sudah menjaga kesetiaan itu, tetapi semua tidak ada harganya.

"Maaf sudah membuat Kakak syok, tapi aku merasa bersalah kalau tidak memberitahukan ini. Sekali lagi terima kasih, ya, sudah mendengarkanku. Aku pergi dulu," ucap Nadia dengan kepala tertunduk.

"Tunggu, Nad."

Tubuh mungil itu terpaku, kepalanya sedikit menengok ke belakang, tampak Darren menatapnya dengan mata basah dan memerah.

"Kamu mau cari tempat tinggal di mana jam segini? Lebih baik menginap dulu di apartemenku. Ada dua kamar, kok. Kamu nggak usah khawatir," kata Darren yang langsung disahut gelengan kepala oleh Nadia.

"Terima kasih, Kak. Tapi nggak usah. Aku nggak mau ada fitnah nanti."

Nadia melenggang pergi dari hadapan Darren tanpa menunggu jawaban pria itu, meninggalkan Darren yang masih menatap datar punggung mungilnya.

"Kasihan sekali dia, pasti pikirannya kalut. Aku harus mengikuti, tidak mungkin aku membiarkan Nadia pergi sendiri," gumam Darren dan lekas menyusul langkah Nadia.

Bab terkait

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Tinggal Bersama

    Nadia berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang, padahal ia tidak tahu mau pergi ke mana. Ia ingin menyewa kos, meskipun belum tahu seluk beluk daerah sini.Hingga netranya tertuju pada banner yang menginformasikan tentang kos putri, bibirnya tersenyum lebar dan langsung mengikuti arah panah yang ditunjukkan banner tersebut.Langkah kakinya menuju gang kecil, tetapi senyum lebar di bibirnya langsung sirna saat mendapati segerombolan pemuda mabuk menghadang jalan. Nyalinya menciut, Nadia langsung berbalik hendak pergi, tetapi kehadirannya sudah diketahui oleh pemuda-pemuda itu dan dirinya pun dikejar."Mau ke mana, cantik? Kenapa nggak jadi lewat?" tanya salah satu pemuda sambil mencengkram lengan Nadia.Gadis itu berusaha melepaskan cengkeraman, tetapi tenaganya kalah."Lebih baik kamu bersenang-senang dulu sama kami, jangan langsung pergi," bisik pemuda itu, aroma alkohol menyeruak dan langsung menusuk hidung."Lepaskan saya," kata Nadia yang langsung membuat pemuda itu tergelak.Bebe

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Menjalin Kesepakatan

    "Nad, kayaknya kita perlu menjalin kesepakatan," kata Darren saat melihat Nadia baru saja selesai mencuci piring."Kesepakatan apa, Kak?""Kita 'kan sama-sama dikhianati, bagaimana kalau kita bekerja sama untuk balas dendam?"Hening! Nadia tidak langsung menyahut, raut wajahnya tampak kebingungan."Ya ... aku tahu balas dendam itu nggak baik, dan semua perbuatan pasti ada karmanya. Tapi mereka sudah jahat sama kita, Nad. Kalau kita diam saja, itu sama saja kita mempersilakan mereka untuk semakin menjajah hati kita. Kita harus punya prinsip Kalau tidak ada siapapun yang bisa mempermainkan kita, apalagi sampai selingkuh seperti itu," jelas Darren.Nadia sebenarnya juga ingin melakukan hal yang sama. Dia benci sekali kepada Raka, Tania dan juga ibu tirinya. "Tapi bagaimana caranya, Kak?""Aku sudah memikirkan caranya semalam," jawab Darren. "Sekarang kamu kirimkan video itu ke nomorku."Nadia mengangguk dan lekas mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Darren, pria itu mengulas senyum l

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Bertindak

    Tania mengunci dirinya di kamar dan tidak keluar sampai pagi, dia sangat takut Darren melihat video itu dan mengenali bentuk tubuhnya.Tok! Tok! Tok!"Tan, buka pintunya. Ini aku." Kedua mata cantik itu langsung membelalak lebar saat mendengar suara Darren di depan pintu. Jam masih menunjukkan pukul empat, sejak tadi dia tidak mendengar suara apa-apa."Duh, Mas Darren tahu-tahu ada di depan, mana aku belum siap-siap," gumamnya panik. "Semoga dia nggak sadar sama mata panda ku."Wanita itu membuka pintu dengan perlahan, senyumnya merekah guna menutupi kegelisahan hatinya."Kamu baru bangun?" tanya Darren yang langsung diangguki oleh Tania. "Ayo masuk, Mas."Darren sekuat mungkin menahan agar tangannya tidak menampar Tania, meskipun j1j1k sekali rasanya saat mengingat kelakuan istrinya dengan Raka."Tan, kamu sudah lihat 'kan tentang video yang beredar di media sosial itu. Aku nggak nyangka Raka bisa kayak gitu, untung Nadia pergi dan nggak jadi nikah," ujar Darren seraya mendudukkan

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 6

    "Kurang ajar banget Raka, untung putriku nggak jadi nikah sama dia. Aku mau pernikahannya dibatalkan saja!" ketus Toni saat baru saja masuk kamar.Ucapannya tidak mendapat sahutan dari sang istri, Mella masih asik mencium uang-uang barunya."Kamu dengar aku ngomong nggak, sih?!" sentaknya yang mulai kesal.Pikirannya sangat lelah sejak kemarin, dari masalah Nadia dan sekarang ditambah masalah Raka. "Ya, Mas, aku dengar. Sudah ... nggak usah dipikirin lagi, yang penting sekarang kita dapat ganti rugi," sahut Mella.Toni menggeram emosi dan membawa langkah lebar menuju ranjang, tangannya menghempaskan gepokan uang-uang itu dengan kasar. Mella hanya mampu menatap nanar ke lantai, dia hendak mengambil, tetapi Toni menarik lengannya."Jangan mikirin uang terus, Mel. Nadia itu pergi sejak kemarin dan sekarang belum ketemu, kamu nggak khawatir sama keadaannya?!" Pria paruh baya itu berteriak tepat di depan wajah istrinya.Hal itu jelas saja membuat Mella semakin membenci Nadia. 'Anak itu a

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 7

    Tania berjalan dengan langkah gontai menuju teras, Darren yang melihat itu pun hanya bisa tersenyum tipis. "Sudah siap?" tanyanya yang langsung diangguki oleh sang istri.Keduanya berjalan menuju mobil, jalanan tampak lenggang dan tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit. Darren keluar lebih dulu sementara Tania menyusul di belakang. Pria itu mendaftarkan istrinya dan beruntung hari ini tidak terlalu banyak antrian, sehingga Tania bisa langsung masuk. Dokter langsung meminta Tania berbaring untuk diperiksa USG, wanita paruh baya dalam balutan jas putih itu tersenyum manis sambil mengajak Tania berbincang mengenai jadwal haid terakhir."Baik, Pak, dari pemeriksaan kami istri Anda hamil empat minggu. Kandungannya bagus dan berkembang sesuai usianya, tidak ada masalah dan semuanya baik. Kami akan meresepkan vitamin untuk ibunya, ya, Pak," jelas sang dokter."Empat minggu, Dok?" tanya Darren."Benar, Pak.

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 8

    "Aku balik hari ini, Tan," kata Darren saat baru saja memasuki kamar. "Loh, kok, cepat banget? Kamu baru sampai tadi pagi, loh, Mas." Tania langsung bangkit dari ranjang dan mendekat ke arah suaminya. "Nggak mau besok atau lusa saja?""Temanku telepon, ada pekerjaan penting katanya dan perusahaan membutuhkanku. Aku janji tiga hari lagi akan pulang, Tan," jawab Darren, berusaha merangkai alasan semasuk akal mungkin.Tania menunduk lesu, dia ingin ditemani dan dimanja oleh suaminya. Namun, Darren malah mau pergi lagi."Aku sudah kirim uang ke rekening kamu, bisa kamu gunakan untuk belanja biar nggak sedih lagi. Nanti aku kabarin kalau sudah sampai apartemen," kata Darren yang langsung membuat Tania mendongak dengan mata bersinar. Pria itu langsung mengalihkan pandangan, dia paling tahu bagaimana membuat suasana hati istrinya kembali baik. Tania memang mata duitan, apapun masalahnya akan langsung beres asal ada uang banyak di dal

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 9

    Pagi ini Darren hendak memesan makanan, tetapi urung saat telinganya mendengar bunyi bel pintu. Dia segera melihat siapa yang datang dan ternyata adik iparnya. "Mau ngapain kamu?" tanyanya yang tidak ada ramah-ramahnya sama sekali. Nadia sedikit mundur, gadis itu takut melihat penampilan acak-acakan serta nada tinggi kakak iparnya.'Mungkin benar Kak Darren sedang ada masalah, pantas saja dari kemarin sikapnya aneh,' batin Nadia."Aku mau mengirim sarapan Kak. Nasi goreng seafood," ucapnya sambil menyodorkan kotak makan. Darren mengangguk dan lantas meraih kotak makan itu, sejurus kemudian ia berbalik badan dan langsung menutup pintu tanpa mengatakan apapun. Bahkan raut mukanya sangat datar.Nadia hanya bisa mengelus dada, tetapi ia tidak mau ambil pusing dan memilih kembali ke unitnya untuk siap-siap bekerja. Sementara di dalam kamarnya, Darren tidak langsung membuka kotak makan. Dia memilih menghubungi asisten prib

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 10

    "Pinjam uang kamu dulu aja, Tan. Nanti Ibu ganti kalau sudah ada," kata Mella.Tania menggeleng. "Enak saja. Ini nafkah dari Mas Darren, Bu. Bukan untuk membayar jasa WO.""Halah, tadi 'kan kamu juga yang ngajakin shopping sampai kita kalap kayak gini. Sekarang uang ibu tinggal sepuluh juta dan harus buat bayar jasa WO. Daripada ayahmu makin marah-marah dan semuanya tambah runyam, mending kamu pinjemin dulu uangnya." Mella terus mendesak.Tania menghentakkan kaki ke lantai karena saking kesalnya. Baru tadi pagi ia bahagia setelah ditransfer oleh Darren, kini malah suruh membayar jasa WO. "Ayo, Tania. Kamu bantu ibu, jangan jadi anak durhaka kayak si Nadia itu," ucap Mella yang terus nanti mencecar putrinya yang tidak juga bergerak."Ibu, kok, malah banding-bandingin aku sama si anak nggak tahu diri itu sih?!" Tania yang merasa tidak terima pun tanpa sadar menaikkan nada bicaranya. Mella mengacak rambutnya dengan frustasi saat p

Bab terbaru

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 161

    Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 160

    Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 159

    Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka

DMCA.com Protection Status