"Aku balik hari ini, Tan," kata Darren saat baru saja memasuki kamar.
"Loh, kok, cepat banget? Kamu baru sampai tadi pagi, loh, Mas." Tania langsung bangkit dari ranjang dan mendekat ke arah suaminya. "Nggak mau besok atau lusa saja?""Temanku telepon, ada pekerjaan penting katanya dan perusahaan membutuhkanku. Aku janji tiga hari lagi akan pulang, Tan," jawab Darren, berusaha merangkai alasan semasuk akal mungkin.Tania menunduk lesu, dia ingin ditemani dan dimanja oleh suaminya. Namun, Darren malah mau pergi lagi."Aku sudah kirim uang ke rekening kamu, bisa kamu gunakan untuk belanja biar nggak sedih lagi. Nanti aku kabarin kalau sudah sampai apartemen," kata Darren yang langsung membuat Tania mendongak dengan mata bersinar.Pria itu langsung mengalihkan pandangan, dia paling tahu bagaimana membuat suasana hati istrinya kembali baik.Tania memang mata duitan, apapun masalahnya akan langsung beres asal ada uang banyak di dalPagi ini Darren hendak memesan makanan, tetapi urung saat telinganya mendengar bunyi bel pintu. Dia segera melihat siapa yang datang dan ternyata adik iparnya. "Mau ngapain kamu?" tanyanya yang tidak ada ramah-ramahnya sama sekali. Nadia sedikit mundur, gadis itu takut melihat penampilan acak-acakan serta nada tinggi kakak iparnya.'Mungkin benar Kak Darren sedang ada masalah, pantas saja dari kemarin sikapnya aneh,' batin Nadia."Aku mau mengirim sarapan Kak. Nasi goreng seafood," ucapnya sambil menyodorkan kotak makan. Darren mengangguk dan lantas meraih kotak makan itu, sejurus kemudian ia berbalik badan dan langsung menutup pintu tanpa mengatakan apapun. Bahkan raut mukanya sangat datar.Nadia hanya bisa mengelus dada, tetapi ia tidak mau ambil pusing dan memilih kembali ke unitnya untuk siap-siap bekerja. Sementara di dalam kamarnya, Darren tidak langsung membuka kotak makan. Dia memilih menghubungi asisten prib
"Pinjam uang kamu dulu aja, Tan. Nanti Ibu ganti kalau sudah ada," kata Mella.Tania menggeleng. "Enak saja. Ini nafkah dari Mas Darren, Bu. Bukan untuk membayar jasa WO.""Halah, tadi 'kan kamu juga yang ngajakin shopping sampai kita kalap kayak gini. Sekarang uang ibu tinggal sepuluh juta dan harus buat bayar jasa WO. Daripada ayahmu makin marah-marah dan semuanya tambah runyam, mending kamu pinjemin dulu uangnya." Mella terus mendesak.Tania menghentakkan kaki ke lantai karena saking kesalnya. Baru tadi pagi ia bahagia setelah ditransfer oleh Darren, kini malah suruh membayar jasa WO. "Ayo, Tania. Kamu bantu ibu, jangan jadi anak durhaka kayak si Nadia itu," ucap Mella yang terus nanti mencecar putrinya yang tidak juga bergerak."Ibu, kok, malah banding-bandingin aku sama si anak nggak tahu diri itu sih?!" Tania yang merasa tidak terima pun tanpa sadar menaikkan nada bicaranya. Mella mengacak rambutnya dengan frustasi saat p
"Aku mau kerja lagi, Kak," ucap Nadia setelah menghabiskan makan siangnya."Ya, silakan. Aku juga mau balik ke kantor," sahut Darren. "Nanti pulangnya naik taksi saja, jangan bareng Renaldy lagi."Gadis itu mengangguk singkat, tanpa menjawab apa-apa lagi, dia langsung melangkah ke dalam butik dan melanjutkan pekerjaannya. Sementara Darren juga kembali ke parkiran restoran dan segera naik ke dalam mobilnya. Bibirnya mengulas senyum tipis, setidaknya dia sudah menggagalkan acara pendekatan Renaldy."Anda terlihat bahagia, Pak," ucap Jacob. Darren terkekeh singkat, asisten pribadinya itu memang menunggu di dekat gerobak mie ayam sejak tadi. Niatnya adalah untuk memastikan keselamatan Darren, tanpa sadar mencuri dengar percakapan atasannya itu dengan Nadia."Dia adik iparku, sekarang menjadi tanggung jawabku. Selama dia belum bisa menjaga dirinya sendiri, maka akulah yang harus memastikan keselamatannya," sahut Darren.Jac
Mella menuju kamar putrinya dan langsung menceritakan apa yang diperbuat Toni, hal itu tak ayal membuat Tania kesal dan kecewa."Kok Ayah gitu, sih? Nggak ingat apa kita yang selalu bantuin ayah, padahal Nadia sudah buat malu. Seharusnya anak itu dicoret saja dari daftar ahli waris, dia nggak pantas mendapatkan itu semua!" pekik Tania dengan kedua tangan terkepal erat. "Tapi mau bagaimana lagi? Ayahmu sudah membuat keputusan seperti itu. Selama masih ada Nadia, maka kita tidak akan bisa menjadi satu-satunya penguasa harta ayahmu."Tania tidak langsung menjawab, netranya membelalak dengan seringnya senyum yang terlihat mengerikan. "Kalau misalkan Nadia sudah nggak ada, apa kita akan menjadi ahli waris satu-satunya?" tanya Tania yang langsung diangguki oleh Mella."Kalau begitu, kita harus menyingkirkan Nadia, Bu," bisik wanita hamil itu."Menyingkirkan bagaimana maksudnya? Anak itu 'kan memang sudah menyingkir dari keluarga kita
Malam ini Darren memberikan selembar kertas berisi formulir pendaftaran kelas bela diri kepada Nadia, pria itu menunggu di sofa selama adik iparnya tersebut mengisi data diri. "Kapan aku mulai masuk kelas, Kak?" tanya Nadia setelah selesai mengisi formulir tersebut. "Besok sudah bisa." Darren tidak menoleh ke arah gadis itu, tatapan matanya terpaku pada layar ponsel. "Pelatihnya perempuan 'kan?"Hanya anggukan yang didapati Nadia, tetapi dia berusaha maklum. Mungkin saja kakak iparnya itu tengah sibuk.Nadia mengambil ponsel dan berselancar di akun media sosial yang baru dibuatnya. Ruang tamu itu terasa hening hingga beberapa menit."Lebih baik kau ganti ponsel saja, Nad."Ucapan Darren tidak hanya memecah keheningan, tetapi juga membuat Nadia terkejut. "Kenapa harus ganti ponsel? Ponselku ini masih bagus dan bisa digunakan, kok, Kak.""Sudahlah, nggak usah banyak tanya. Besok aku belikan ponsel bar
Darren mengetuk pintu unit apartemen Nadia, tidak lama kemudian gadis itu keluar dengan wajah tegang dan tubuh gemetar. "Kak," panggilnya dengan suara lirih. "Kamu yang minta dibawain makanan sama Renaldy?" Nada bicara Darren terdengar sangat dingin dan membuat Nadia semakin kikuk."Tidak, Kak." Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku juga nggak tahu pak Renaldy tiba-tiba kirim pesan kalau beliau ada di lobi dan memintaku menemuinya.""Ya sudah kalau begitu. Kamu makan saja makanannya. Setelah ini langsung istirahat dan jangan begadang, besok aku antar ke butik," kata Darren seraya berbalik badan dan berlalu pergi dari hadapan Nadia. Membuat Gadis itu terpaku dengan mata melotot. Kakak iparnya itu berubah lagi, Padahal dia sudah siap mendengar semprotan amarah.Nadia tidak mau ambil pusing dan segera menutup pintu kembali, sementara Darren pun langsung merebahkan tubuhnya saat tiba di kamarnya."Aku hanya ingin melindung
Tiga hari berlalu, Darren kini pulang ke kota tempat istrinya tinggal. Sebelum itu, dia sudah memerintahkan Jacob untuk menjaga Nadia, dia tidak mau Renaldy semakin berani mendekati Nadia mentang-mentang tidak ada dirinya."Kamu mau ke mana Mas?" tanya Tania saat melihat suaminya hendak masuk ke dalam. "Kamu baru saja sampai, ini aku baru buatkan kopi.""Aku ada janji bertemu dengan klien. Nggak jauh, kok, rumahnya.""Memangnya kamu nggak capek?" Tania meletakkan secangkir kopi itu di atas meja, dia membawa langkah mendekati Darren."Nggak, Tan. Tadi aku bawa sopir, nggak menyetir sendiri."Wanita hamil itu mengangguk. "Baiklah kalau begitu, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya. Aku sudah kangen sama kamu, Mas."Darren membiarkan Tania memeluk tubuhnya, meskipun rasanya ingin sekali membanting istrinya itu. "Kamu masuk ke dalam saja, angin sore nggak bagus buat ibu hamil.""C1um dulu, dong," rengek Tania sambi
Pagi ini Darren tiba di rumah sakit dan langsung menemui dokter kandungan ternama di kota itu, dia langsung menceritakan keinginannya untuk melakukan tes DNA. "Untuk mencocokkan DNA bisa saja, Pak. Tapi, kita harus menunggu usianya minimal empat belas minggu. Untuk usia lebih amannya lagi, yaitu di antara empat bulan sampai lima bulan. Kami menyebutnya tes paternitas prenatal, dan itu resiko kegugurannya jauh lebih besar daripada tes DNA non-invasif, yang biasa digunakan untuk menentukan apakah ada resiko kelainan genetik pada janin," jelas dokter perempuan itu dengan ramah.Darren mangut-mangut setuju. "Jadi, saya harus ke sini dua bulan lagi?""Benar, Pak. Kami juga harus melihat kesiapan tubuh ibu untuk dilakukan tas ini.""Saya minta tolong jangan sampai istri saya tahu hal ini, bilang saja tes DNA untuk melihat resiko kelainan genetik. Saya tidak mau dia mikir macam-macam," kata Darren.Dokter itu tidak langsung menjawab, terdengar