Share

Chapter 7

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tania berjalan dengan langkah gontai menuju teras, Darren yang melihat itu pun hanya bisa tersenyum tipis.

"Sudah siap?" tanyanya yang langsung diangguki oleh sang istri.

Keduanya berjalan menuju mobil, jalanan tampak lenggang dan tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit.

Darren keluar lebih dulu sementara Tania menyusul di belakang. Pria itu mendaftarkan istrinya dan beruntung hari ini tidak terlalu banyak antrian, sehingga Tania bisa langsung masuk.

Dokter langsung meminta Tania berbaring untuk diperiksa USG, wanita paruh baya dalam balutan jas putih itu tersenyum manis sambil mengajak Tania berbincang mengenai jadwal haid terakhir.

"Baik, Pak, dari pemeriksaan kami istri Anda hamil empat minggu. Kandungannya bagus dan berkembang sesuai usianya, tidak ada masalah dan semuanya baik. Kami akan meresepkan vitamin untuk ibunya, ya, Pak," jelas sang dokter.

"Empat minggu, Dok?" tanya Darren.

"Benar, Pak. Empat minggu atau dua bulan," jawab dokter itu sambil membantu Tania bangun dari ranjang.

Darren kembali mengulas senyum simpul, selama lima bulan bekerja di luar kota dia sama sekali tidak pulang. Sudah jelas itu bukan anaknya, tetapi pria itu masih ingin mencari bukti yang lebih kuat.

"Jaga kandungannya baik-baik, Pak, Bu. Ini kehamilan pertama dan biasanya masih rentan, ya. Ibu harus banyak istirahat dan jangan melakukan pekerjaan berat, kalau bisa Bapak harus menjaga suasana hati Ibu agar tidak terbawa pikiran negatif. Takutnya nanti berdampak pada janin," jelas dokter.

Tania tersenyum lebar sambil menjawab, "terima kasih, Dok, kami akan mengingatnya dengan baik."

Dokter itu mengangguk sambil mengulurkan secarik kertas bertuliskan resep vitamin, Darren segera meraihnya dan dia keluar dari ruangan itu sambil menggandeng tangan Tania.

Sampai di luar ruangan, Darren melepaskan tangannya dan langsung berjalan lebih cepat menuju apotek, meninggalkan sang istri sendirian di belakangnya.

Entahlah, rasanya sudah tidak ada gairah lagi saat melihat Tania. Perasaan cintanya sudah padam saat tahu istrinya itu berselingkuh. Kalau saja benar yang dikandung Tania adalah anak Raka, maka Darren akan langsung menceraikan istrinya itu.

"Sudah ambil obatnya Mas?" tanya Tania.

"Iya, ayo kita pulang sekarang."

"Aku tiba-tiba pengen mangga," ucap wanita itu yang membuat Darren langsung menoleh.

"Iya kita akan cari. Semoga di jalan pulang nanti ada yang jual mangga."

Tania kembali tersenyum lebar, hatinya bahagia sekali diperhatikan oleh Darren. Semua kegundahan karena fotonya yang tersebar di media sosial dan nomor Raka yang belum aktif langsung hilang seketika.

'Gini, nih, enaknya punya dua cowok. Kalau yang satu hilang masih ada satunya lagi,' batin Tania.

Tanpa dia tahu beberapa kali suaminya menghela napas kasar. Bagi Darren, bayi yang dikandung itu tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa. Dia akan tetap berbuat baik, maka apapun yang diminta pasti akan dituruti karena khawatir berdampak pada kandungan.

'Ini tidak akan lama, pasti aku akan segera menemukan barang buktinya. Setelah itu baru aku tidak akan peduli lagi pada Tania dan apapun yang berkaitan dengannya,' kata Darren di dalam hatinya.

Mobil bergerak meninggalkan parkiran rumah sakit, Tania terus melihat ke luar jendela seolah mencari-cari penjual mangga. Hingga akhirnya ia meminta suaminya untuk menghentikan mobil saat melihat penjual mangga di pinggir jalan.

"Syukurlah rezeki adik bayi," gumamnya sambil mengelus perutnya yang masih rata.

Darren ikut turun dan mengikuti Tania, tetapi pria itu hanya diam saja saat istrinya heboh memilih mangga. Dia miris sekali melihat istrinya yang sangat bahagia, padahal di sisi lain ada Nadia yang bersedih karena tidak mendapat pembelaan dari keluarganya.

Terkadang dunia berpihak pada sang antagonis. Jangankan karma, seseorang yang berbuat kejahatan malah hidupnya semakin bahagia jika tidak ada yang berani melawan.

Mereka tidak pernah ingat seberapa dalam luka yang pernah ditorehkan, tidak mau tahu seperti apa trauma yang mencekam di setiap malam korban-korbannya. Seperti Tania dan Mella yang kini berbahagia mendapatkan uang ganti rugi dari Anton, tanpa peduli mental Nadia di luar sana.

"Aku sudah dapat mangganya Mas," kata Tania dengan sinar bahagia di matanya.

Darren segera membayar, kemudian dia lantas mengajak Tania menuju mobil dan meneruskan perjalanan pulang.

Tania terus berceloteh manja selama perjalanan pulang, wanita itu merangkai banyak rencana untuk jabang bayi yang masih dikandungnya.

Namun, Darren terus bungkam dari tadi hingga mobil tiba di pelataran kediaman Toni. Pria itu mengantarkan istrinya ke kamar, setelah meminta Tania istirahat ia lekas kembali ke teras untuk mengecek email pekerjaannya.

"Daripada pusing mendengarkan Tania lebih baik aku di sini saja," gumam Darren.

Pria itu menghela napas panjang mendapati perubahannya setelah pengkhianatan itu. dia dulu sangat perhatian dengan Tania, tidak jarang mereka menghabiskan banyak waktu untuk bercerita sampai membahas hal-hal yang tidak penting.

Darren sangat mencintai Tania lebih dari dirinya sendiri, apapun dia usahakan untuk membuat istrinya bahagia. Namun, itu dulu. Sekarang hanya ada sakit hati dan rasa ingin membalas kelakuan busuk istrinya.

'Manusia tidak ada yang diciptakan jahat, hanya saja mereka terlalu serakah dan lena terhadap godaan. Mereka tidak memikirkan perasaan pasangannya, tanpa mereka sadar setiap orang mempunyai kekuatan masing-masing untuk membalaskan dendam,' batin Darren.

Kedua tangannya terkepal, tetapi ia masih menahan dan tidak mungkin gegabah atau semuanya akan semakin runyam.

Sampai tiba-tiba dia mendengar ponselnya berdering, ternyata telepon dari Renaldy.

"Halo, Dy. Ada apa?"

"Aku mau mengucapkan terima kasih karena kau telah memasukkan Nadia ke butik. Aku senang dengan pekerjaannya, dia rajin dan sangat ramah kepada pembeli. Staf yang lain juga senang bekerja dengannya," jelas pria yang merupakan teman baik Darren itu dari seberang telepon.

"Aku titip dia, Dy. Jaga dia baik-baik dan jangan pernah biarkan kalau ada yang mau mengganggunya."

"Tentu saja, Darren. Aku akan menjaganya dengan segenap hatiku."

Ucapan itu membuat Darren mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"

"Ah, ayolah, Darren. Adik iparmu itu sangat cantik, dia masih muda dan manis sekali. Aku suka padanya, dan ... mungkin bisa dikatakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi ini masih terlalu awal, jadi aku berencana mengajaknya makan malam sebagai ajang perkenalan kita. Aku harap kau mengizinkanku mengajak Nadia makan malam besok, Darren," jawab Renaldy panjang lebar.

Darren langsung menegakkan posisi duduknya dengan mata melotot lebar. "Tidak aku tidak mengizinkanmu!"

"Kenapa? Apa besok kalian ada acara?"

"Tidak. Pokoknya aku tidak mengizinkan kamu membawa adikku. Dia tanggung jawabku dan aku tidak akan membiarkannya dengan pria lain, meskipun itu temanku sendiri. Jangan macam-macam, Dy. Aku tidak akan tinggal diam kalau kau nekat," desis Darren.

Tanpa sadar tangannya terkepal erat menahan emosi. Entah apa yang Darren rasakan, yang jelas dia tidak rela melihat Nadia bersama pria lain.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yeyen Hehanussa TraNodeck
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 8

    "Aku balik hari ini, Tan," kata Darren saat baru saja memasuki kamar. "Loh, kok, cepat banget? Kamu baru sampai tadi pagi, loh, Mas." Tania langsung bangkit dari ranjang dan mendekat ke arah suaminya. "Nggak mau besok atau lusa saja?""Temanku telepon, ada pekerjaan penting katanya dan perusahaan membutuhkanku. Aku janji tiga hari lagi akan pulang, Tan," jawab Darren, berusaha merangkai alasan semasuk akal mungkin.Tania menunduk lesu, dia ingin ditemani dan dimanja oleh suaminya. Namun, Darren malah mau pergi lagi."Aku sudah kirim uang ke rekening kamu, bisa kamu gunakan untuk belanja biar nggak sedih lagi. Nanti aku kabarin kalau sudah sampai apartemen," kata Darren yang langsung membuat Tania mendongak dengan mata bersinar. Pria itu langsung mengalihkan pandangan, dia paling tahu bagaimana membuat suasana hati istrinya kembali baik. Tania memang mata duitan, apapun masalahnya akan langsung beres asal ada uang banyak di dal

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 9

    Pagi ini Darren hendak memesan makanan, tetapi urung saat telinganya mendengar bunyi bel pintu. Dia segera melihat siapa yang datang dan ternyata adik iparnya. "Mau ngapain kamu?" tanyanya yang tidak ada ramah-ramahnya sama sekali. Nadia sedikit mundur, gadis itu takut melihat penampilan acak-acakan serta nada tinggi kakak iparnya.'Mungkin benar Kak Darren sedang ada masalah, pantas saja dari kemarin sikapnya aneh,' batin Nadia."Aku mau mengirim sarapan Kak. Nasi goreng seafood," ucapnya sambil menyodorkan kotak makan. Darren mengangguk dan lantas meraih kotak makan itu, sejurus kemudian ia berbalik badan dan langsung menutup pintu tanpa mengatakan apapun. Bahkan raut mukanya sangat datar.Nadia hanya bisa mengelus dada, tetapi ia tidak mau ambil pusing dan memilih kembali ke unitnya untuk siap-siap bekerja. Sementara di dalam kamarnya, Darren tidak langsung membuka kotak makan. Dia memilih menghubungi asisten prib

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 10

    "Pinjam uang kamu dulu aja, Tan. Nanti Ibu ganti kalau sudah ada," kata Mella.Tania menggeleng. "Enak saja. Ini nafkah dari Mas Darren, Bu. Bukan untuk membayar jasa WO.""Halah, tadi 'kan kamu juga yang ngajakin shopping sampai kita kalap kayak gini. Sekarang uang ibu tinggal sepuluh juta dan harus buat bayar jasa WO. Daripada ayahmu makin marah-marah dan semuanya tambah runyam, mending kamu pinjemin dulu uangnya." Mella terus mendesak.Tania menghentakkan kaki ke lantai karena saking kesalnya. Baru tadi pagi ia bahagia setelah ditransfer oleh Darren, kini malah suruh membayar jasa WO. "Ayo, Tania. Kamu bantu ibu, jangan jadi anak durhaka kayak si Nadia itu," ucap Mella yang terus nanti mencecar putrinya yang tidak juga bergerak."Ibu, kok, malah banding-bandingin aku sama si anak nggak tahu diri itu sih?!" Tania yang merasa tidak terima pun tanpa sadar menaikkan nada bicaranya. Mella mengacak rambutnya dengan frustasi saat p

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 11

    "Aku mau kerja lagi, Kak," ucap Nadia setelah menghabiskan makan siangnya."Ya, silakan. Aku juga mau balik ke kantor," sahut Darren. "Nanti pulangnya naik taksi saja, jangan bareng Renaldy lagi."Gadis itu mengangguk singkat, tanpa menjawab apa-apa lagi, dia langsung melangkah ke dalam butik dan melanjutkan pekerjaannya. Sementara Darren juga kembali ke parkiran restoran dan segera naik ke dalam mobilnya. Bibirnya mengulas senyum tipis, setidaknya dia sudah menggagalkan acara pendekatan Renaldy."Anda terlihat bahagia, Pak," ucap Jacob. Darren terkekeh singkat, asisten pribadinya itu memang menunggu di dekat gerobak mie ayam sejak tadi. Niatnya adalah untuk memastikan keselamatan Darren, tanpa sadar mencuri dengar percakapan atasannya itu dengan Nadia."Dia adik iparku, sekarang menjadi tanggung jawabku. Selama dia belum bisa menjaga dirinya sendiri, maka akulah yang harus memastikan keselamatannya," sahut Darren.Jac

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 12

    Mella menuju kamar putrinya dan langsung menceritakan apa yang diperbuat Toni, hal itu tak ayal membuat Tania kesal dan kecewa."Kok Ayah gitu, sih? Nggak ingat apa kita yang selalu bantuin ayah, padahal Nadia sudah buat malu. Seharusnya anak itu dicoret saja dari daftar ahli waris, dia nggak pantas mendapatkan itu semua!" pekik Tania dengan kedua tangan terkepal erat. "Tapi mau bagaimana lagi? Ayahmu sudah membuat keputusan seperti itu. Selama masih ada Nadia, maka kita tidak akan bisa menjadi satu-satunya penguasa harta ayahmu."Tania tidak langsung menjawab, netranya membelalak dengan seringnya senyum yang terlihat mengerikan. "Kalau misalkan Nadia sudah nggak ada, apa kita akan menjadi ahli waris satu-satunya?" tanya Tania yang langsung diangguki oleh Mella."Kalau begitu, kita harus menyingkirkan Nadia, Bu," bisik wanita hamil itu."Menyingkirkan bagaimana maksudnya? Anak itu 'kan memang sudah menyingkir dari keluarga kita

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 13

    Malam ini Darren memberikan selembar kertas berisi formulir pendaftaran kelas bela diri kepada Nadia, pria itu menunggu di sofa selama adik iparnya tersebut mengisi data diri. "Kapan aku mulai masuk kelas, Kak?" tanya Nadia setelah selesai mengisi formulir tersebut. "Besok sudah bisa." Darren tidak menoleh ke arah gadis itu, tatapan matanya terpaku pada layar ponsel. "Pelatihnya perempuan 'kan?"Hanya anggukan yang didapati Nadia, tetapi dia berusaha maklum. Mungkin saja kakak iparnya itu tengah sibuk.Nadia mengambil ponsel dan berselancar di akun media sosial yang baru dibuatnya. Ruang tamu itu terasa hening hingga beberapa menit."Lebih baik kau ganti ponsel saja, Nad."Ucapan Darren tidak hanya memecah keheningan, tetapi juga membuat Nadia terkejut. "Kenapa harus ganti ponsel? Ponselku ini masih bagus dan bisa digunakan, kok, Kak.""Sudahlah, nggak usah banyak tanya. Besok aku belikan ponsel bar

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 14

    Darren mengetuk pintu unit apartemen Nadia, tidak lama kemudian gadis itu keluar dengan wajah tegang dan tubuh gemetar. "Kak," panggilnya dengan suara lirih. "Kamu yang minta dibawain makanan sama Renaldy?" Nada bicara Darren terdengar sangat dingin dan membuat Nadia semakin kikuk."Tidak, Kak." Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku juga nggak tahu pak Renaldy tiba-tiba kirim pesan kalau beliau ada di lobi dan memintaku menemuinya.""Ya sudah kalau begitu. Kamu makan saja makanannya. Setelah ini langsung istirahat dan jangan begadang, besok aku antar ke butik," kata Darren seraya berbalik badan dan berlalu pergi dari hadapan Nadia. Membuat Gadis itu terpaku dengan mata melotot. Kakak iparnya itu berubah lagi, Padahal dia sudah siap mendengar semprotan amarah.Nadia tidak mau ambil pusing dan segera menutup pintu kembali, sementara Darren pun langsung merebahkan tubuhnya saat tiba di kamarnya."Aku hanya ingin melindung

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 15

    Tiga hari berlalu, Darren kini pulang ke kota tempat istrinya tinggal. Sebelum itu, dia sudah memerintahkan Jacob untuk menjaga Nadia, dia tidak mau Renaldy semakin berani mendekati Nadia mentang-mentang tidak ada dirinya."Kamu mau ke mana Mas?" tanya Tania saat melihat suaminya hendak masuk ke dalam. "Kamu baru saja sampai, ini aku baru buatkan kopi.""Aku ada janji bertemu dengan klien. Nggak jauh, kok, rumahnya.""Memangnya kamu nggak capek?" Tania meletakkan secangkir kopi itu di atas meja, dia membawa langkah mendekati Darren."Nggak, Tan. Tadi aku bawa sopir, nggak menyetir sendiri."Wanita hamil itu mengangguk. "Baiklah kalau begitu, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya. Aku sudah kangen sama kamu, Mas."Darren membiarkan Tania memeluk tubuhnya, meskipun rasanya ingin sekali membanting istrinya itu. "Kamu masuk ke dalam saja, angin sore nggak bagus buat ibu hamil.""C1um dulu, dong," rengek Tania sambi

Bab terbaru

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 161

    Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 160

    Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 159

    Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka

DMCA.com Protection Status