Pagi ini Darren tiba di rumah sakit dan langsung menemui dokter kandungan ternama di kota itu, dia langsung menceritakan keinginannya untuk melakukan tes DNA.
"Untuk mencocokkan DNA bisa saja, Pak. Tapi, kita harus menunggu usianya minimal empat belas minggu. Untuk usia lebih amannya lagi, yaitu di antara empat bulan sampai lima bulan. Kami menyebutnya tes paternitas prenatal, dan itu resiko kegugurannya jauh lebih besar daripada tes DNA non-invasif, yang biasa digunakan untuk menentukan apakah ada resiko kelainan genetik pada janin," jelas dokter perempuan itu dengan ramah.Darren mangut-mangut setuju. "Jadi, saya harus ke sini dua bulan lagi?""Benar, Pak. Kami juga harus melihat kesiapan tubuh ibu untuk dilakukan tas ini.""Saya minta tolong jangan sampai istri saya tahu hal ini, bilang saja tes DNA untuk melihat resiko kelainan genetik. Saya tidak mau dia mikir macam-macam," kata Darren.Dokter itu tidak langsung menjawab, terdengar"Tan." Darren berdehem sejenak untuk menormalkan kegugupannya. "Bukan Nadia adikmu, tapi Nadia asistennya Jacob.""Sejak kapan Jacob punya asisten?" tanya Tania sambil mengerutkan kening."Baru-baru ini. Sejak aku tahu kamu hamil, aku memintanya untuk mencari asisten, karena aku pasti akan sering pulang dan kasihan kalau Jacob kerja sendirian. Dia butuh asisten biar ada yang membantu, tapi asistennya ini masih minim pengalaman kerja dan butuh pengawasan lebih. Makanya aku meminta Jacob untuk mengikuti Nadia," jelas Darren."Oh, begitu ... aku kira kamu tahu keberadaan adikku, Mas. Kalau tahu 'kan kita bisa langsung menjemputnya," kata. Tania yang hanya membuat Darren mengulas senyum tipis. Pria itu lega saat istrinya percaya dengan alasannya, mulai hari ini dia berjanji tidak akan menyebut nama Nadia di rumah itu. Hari ini Tania bisa mengerti, tetapi dia tidak bisa menjamin bahwa di lain hari istrinya itu tidak akan curiga dengannya."Oh
Nadia berjalan lemas memasuki kamar, gadis itu meringkuk di atas ranjang dengan tubuh bergetar. Dia sudah biasa dibentak Mella, tetapi baru bentakan Darren yang terdengar sangat menyakitkan. Nadia memeluk tubuhnya yang terus bergetar, malam ini gadis itu tidak bisa tidur nyenyak. Pagi menjelang... Darren menuju unit apartemen Nadia, dia menunggu di depan pintu seperti biasa. Namun, adik iparnya tidak kunjung keluar. "Apa dia sudah berangkat?" gumam pria itu saat menyadari sudah tiga puluh menit lamanya dia berdiri di sana. Darren kembali mengecek rekaman CCTV, jantungnya hampir merosot saat mendapati Nadia yang masih meringkuk di atas kasur, tubuh mungil itu dibungkus selimut tebal. "Astaga!" Darren segera mengeluarkan kartu akses miliknya, dia menempelkan di pintu unit dan sedetik kemudian pintu itu terbuka. Langkah kakinya langsung menuju kamar Nadia, degup jantungnya bertalu
Nadia membuka mata dan langsung bingung saat mendapati dirinya ada di rumah sakit. Gadis itu menoleh, saat itu juga keterkejutannya bertambah saat melihat Darren menyandarkan kepala di ranjangnya.Kedua mata elang itu terpejam, bulu mata lentik nya tidak bergerak menandakan sang empunya terlalu pulas dalam buaian mimpi. Nadia mengurungkan niatnya untuk bergerak, gadis itu memilih diam saja, takut mengganggu tidur kakak iparnya. Namun, tanpa sengaja tangannya bergerak menyenggol lengan Darren dan membuat pria itu membuka mata. Darren membelalakkan kedua netranya dan langsung memencet tombol untuk memanggil dokter saat tahu Nadia sudah sadar."Tunggu sebentar ya, Nad. Dokter akan segera sampai dan memeriksa kamu, semoga kondisimu sudah baik-baik saja," kata Darren dengan suara lembutnya. Nadia hanya bisa mengangguk tanpa mampu menjawab apa-apa. Jujur saja dia masih takut dengan kakak iparnya itu, dalam hati ada rasa bersalah karena sudah terlalu m
Darren yang membaca pesan dari orang suruhannya itu pun langsung teringat pada penggalan video yang belum dia upload selama dua hari ini."Kamu semakin berani saja, Tan. Sekarang biar aku tunjukkan apa itu arti keberanian yang sesungguhnya," gumam Darren dengan penuh emosi.Video kali ini lebih banyak menunjukkan d3s4h5n Tania, ada beberapa part yang menampilkan wajah wanita itu. Meskipun hanya samar, tetapi jika orang yang pernah bertemu dengan Tania pasti akan langsung tahu."Kamu bermain dengan pria lain saat tidak ada aku di sana, maka aku juga bermain-main di sini," gumamnya.Tidak lama kemudian perawat datang membawa troli makanan untuk Nadia. Ingin sekali dia ikut masuk dan menyuapi adik iparnya itu, tetapi takut kalau kembali mendapatkan penolakan."Aku biarkan Nadia merenangkan diri dulu, mungkin dia masih kesal karena aku bentak semalam," ucapnya sambil mengawasi Nadia dari kaca yang terdapat di pintu ruang rawat.Darre
Tania bangun dan langsung melihat ponselnya, layarnya menunjukkan pukul dua belas siang. Sementara Raka masih m3m3lukny4 dengan mata terpejam.Tangannya mengelus lembut pipi selingkuhannya itu, kemudian melabuhkan k3cup4n basah di kening.Selanjutnya Tania memutuskan untuk berselancar di media sosialnya sambil menunggu Raka bangun, tanpa diduga dia kembali menemukan penggalan videonya bersama Raka tersebar . "Ti-Tidak mungkin," gumamnya dengan suara bergetar saat melihat wajahnya terpampang di kamera. "Kenapa orang itu juga menunjukkan wajahku?!"Tania lekas membangunkan Raka dengan kasar, pria itu berdecak kesal seraya menatap Tania dengan pandangan menukik tajam. "Aku masih ngantuk, Tan!" sentaknya."Nanti lagi tidurnya, ini ada yang lebih penting," kata Tania seraya menyerahkan ponselnya. Pria itu melihat ponsel dengan malas, tetapi sejurus kemudian bola matanya melotot keluar saat mendapati penggalan video syur m
"Tolong lindungi aku, Bu. Jangan katakan ini kepada siapa-siapa, apalagi sampai Ayah tahu," bisik Tania.Mella diam terpaku, bingung harus menjawab apa. Mana mungkin dia tega melihat putrinya disalahkan orang lain? Mau bagaimanapun, dia akan tetap membela Tania."Kamu tenang saja, Tan. Ibu akan menjaga rahasia ini dan menutupi kesalahanmu. Sekarang kamu harus tenangkan diri, jangan sampai kamu stress dan mempengaruhi kandunganmu," bisik Mella.Tania mengangguk dan kembali memeluk ibunya, setidaknya masih ada rasa aman yang bisa menjamin keselamatannya barang sesaat. "Tunggu, Tan." Mella melepaskan pelukan putrinya. "Lalu anak siapa yang kamu kandung?"Tania menunduk dengan bahu bergetar, kemudian dia menjawab, "aku tidak tahu, Bu. Aku juga ragu ini anaknya Mas Darren atau Raka."Mella tidak kalah terkejut mendengar hal itu. "Ah, ya sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Yang penting kamu harus pastikan kalau Darren mengaku
"Siapa kau bisa seenaknya menyuruhku?!" tanya Darren sambil menaikkan dagunya.Tatapan elang itu membuat tubuh Nadia mengkeret. "Tidak seharusnya seperti ini, Kak. Tidak akan baik membalas kejahatan dengan kejahatan, kita tidak ada bedanya sama mereka."Darren berdecih seraya membuang muka, detik berikutnya kembali menatap Nadia dari atas ke bawah dengan pandangan remeh."Jangan karena aku baik padamu, kau bisa menyuruhku sesukamu. Aku mau melakukan apapun itu bukan urusanmu, Nad," bisik Darren.Dia paling benci ada yang mencoba-coba ikut campur urusannya, sekalipun itu adalah wanita yang disayanginya."Ada cara lain untuk membalas mereka, Kak," ucap Nadia.Darren masih mempertahankan raut datarnya. "Apa?""Kita ... k-kita bisa memaafkan mereka dan membiarkan karma yang bekerja. Karma tidak akan salah tempat, Kak," sahut gadis cantik itu dengan suara lirih. Membuat Darren kembali melepaskan tawa sumbangnya, tan
Seharian ini Darren mengurung dirinya di dalam unit apartemen, pria itu asyik berperang dengan hacker suruhan Steve. Jemarinya menari lincah di atas keyboard, sudah setengah jam lamanya dia mengotak-atik agar virus yang dikirimkan ke dalam komputernya bisa dia kembalikan. "Done!" pekiknya saat sudah berhasil mengembalikan virus itu kepada si pengirim. Data-datanya sudah bisa diakses kembali, dengan cepat Darren mengupload penggalan video dan beberapa foto Raka dan Tania. Pria itu tergelak hebat di dalam unitnya, dirinya sangat puas bahkan hingga bertepuk tangan sendiri saat menyadari virus itu sudah mengobrak-abrik data si pengirim. "Hacker apes mana yang harus berhadapan denganku?" gumam Darren sambil menyeringai puas.Tangannya mengambil secangkir kopi dan menyesapnya, seluruh beban pikiran langsung sirna saat cairan hitam pekat itu memasuki tenggorokannya. Darren sengaja tidak masuk kantor hari ini, tanpa dia tahu di luar