Sejak kecil, Nenek sering memberitahuku bahwa ibu adalah orang yang paling baik di dunia ini.Namun, aku merasa Nenek selalu menipuku.Di saat aku berusia delapan tahun, barulah Ibu bersedia untuk menjemputku.Sesampainya di rumah, aku melihat ibuku sedang menghibur kakak kembarku, Sofia Kistanti.Aku memang sangat mirip dengan Sofia, tetapi aku memiliki tahi lalat di bawah sudut mata kiriku yang tidak dimiliki olehnya."Bu, siapa dia?""Dia adalah adik kembarmu yang baru pindah dari pedesaan, Ellen."Mendengar pertanyaan penuh ketidakpuasan serta jawaban yang acuh tak acuh itu, hatiku seketika menjadi tidak tenang.Kata "pedesaan" pun bisa menjadi sebutan bagiku. Sejak saat itu, jarak kami seketika menjadi jauh.Kakakku, Vando Kistanti malah menatapku dengan penuh kebencian, Seakan-akan aku adalah penjajah di rumah ini.Di saat itu pula, aku sangat ingin bertanya pada Nenek, apa yang baik dari ibuku?Namun, sekarang ....Di pesta ulang tahun kami atau lebih tepatnya pesta pertunangan
Mendengar kata-kata itu, Witson langsung mencium keningnya. "Sofia, aku akan memberimu kebahagiaan."Tiba-tiba, aku merasa sangat sakit hati.Witson pernah mengucapkan perkataan seperti itu padaku dengan nada yang sama seriusnya.Di saat masih kuliah, aku pernah terjatuh setelah ditabrak. Witson yang memapahku untuk berdiri.Pada hari itu, matanya sangat bersinar dan penuh dengan bayanganku.Witson mengusap rambutku dengan penuh rasa kasih sayang.Dia berkata, "Ellen, aku akan melindungimu di masa depan. Aku akan memberimu kebahagiaan."Sejak setelah bertemu dengan Sofia, kebahagiaan yang dia katakan sepenuhnya berubah.Pada hari itu, mereka berdua berciuman dengan mesra di lantai bawah. Ketika aku melihat tindakan mereka, Witson langsung melindungi Sofia di belakangnya.Jejak lipstik dan bibir yang bengkak membuatku merasa sangat mual.Setelah menekan kesedihan di hatiku, aku langsung berjalan menghampiri Witson dan bertanya, kenapa ingin memperlakukanku seperti ini."Tidak ada yang p
Kemudian, ibuku merasa sedikit bersalah sehingga bersikap baik padaku selama beberapa hari.Namun, kebaikannya hanya berlangsung selama beberapa hari.Pada malam hari, acara pertunangan itu pun berakhir dengan lancar.Tidak ada yang peduli siapa yang merayakan ulang tahun hari ini.Setelah berpamitan dengan para tamu, ayahku segera memasang wajah muram. Dia menyuruh Vando untuk terus meneleponku.Ponselku pun beralih dari tidak aktif menjadi tidak terjawab.Setelah menggenggam tangan Vando yang marah, Sofia pun berkata, "Sudahlah, Kak. Ellen hanya tidak ingin melihatku, sebenarnya tidak apa-apa kalau dia tidak datang."Sofia selalu berpura-pura begitu baik dan perhatian.Seperti dugaan, mata ayahku dipenuh dengan rasa kasih sayang."Bagus juga kalau Ellen tidak datang. Dia saja bisa mencelakai neneknya sampai mati. Kedatangannya hanya akan membawa sial.""Melahirkannya ke dunia ini hanya mendapatkan malapetaka. Kalau tahu lebih awal, aku pasti akan mencekiknya sampai mati."Setelah men
"Satu-satunya harapan yang aku inginkan adalah Ibu bisa hidup dengan selamat dan sehat."Mendengar perkataan itu, ayahku langsung memelototiku. "Rayain ulang tahun apaan? Risih sekali, cepat kembali ke kamarmu!"Semangkuk mi itu pun dibuang ke tong sampah oleh ayahku, padahal aku belum sempat memakannya.Kalau dipikir-pikir lagi sekarang, pantas saja aku meninggal begitu cepat.Sofia sengaja berlari ke kamarku, kemudian perkataan yang dia katakan seperti bilah pisau yang beracun."Bisa-bisanya ingin makan mi panjang umur yang dimasak ibuku, sungguh nggak tahu malu!""Dasar pembawa sial, kenapa kamu tidak mati saja."Mendengar kata-katanya, aku sangat marah hingga mendorongnya. Di saat itu pula, kepalanya menghantam ke arah pintu.Malam itu, aku pertama kalinya dikurung di ruang bawah tanah oleh ayahku. Aku hanya bisa berusaha untuk mengetuk pintu.Gelap sekali! Aku ketakutan hingga tidak bisa bernapas, tetapi aku juga tidak berani memanggil ibuku. Jadi, aku hanya bisa mengetuk pintu ta
Setelah panggilan diakhiri, Vando langsung mengumpat dengan marah.Suara itu membuatku terjerat dalam ketakutan yang tiada akhir ....Sebelum hari ulang tahunku, aku berusaha untuk menyelesaikan semua pekerjaanku.Ibuku meneleponku dan menyuruhku untuk pulang lebih awal, karena ada acara yang akan diselenggarakan di rumah.Namun, aku lebih ingin pergi ke makam Nenek pada hari ulang tahunku.Patung dewa yang dia berikan untukku masih tertinggal di rumah lama.Baru saja turun ke lantai bawah, aku pun bertemu dengan Sofia dan Witson."Ellen, besok adalah ulang tahun kita. Apa kamu mau ikut merayakannya?""Kemudian, aku dan Witson juga akan bertunangan pada hari itu. Kamu harus datang ya."Sofia bersandar di pelukan Witson sambil tersenyum ceria.Mendengar kata-kata itu, barulah aku tahu bahwa itu adalah acara yang diselenggarakan untuk Sofia. Sebab itu, aku tidak menghiraukannya dan terus berjalan ke depan."Ellen, apa kamu tidak senang melihatku bahagia?" tanya Sofia sambil menarik tanga
Setelah itu, aku bahkan tidak tahu di mana keberadaan mayatku.Tempat itu sangat gelap. Sebagai roh yang tidak punya tempat tinggal, aku pun tidak berani pergi ke sana.Seandainya Nenek masih hidup, apakah dia akan memelukku seperti kemarin?Kemudian, dia menangis sambil memberitahuku bahwa nenekmu ada di sebelahmu.Tidak! Aku tidak bisa membiarkannya melihat hidupku yang terpuruk seperti ini.Nenek cukup melihat sekali saja, bagaimana aku bisa membiarkannya melihat untuk kedua kalinya?Nenek berharap bahwa aku bisa hidup ceria, tetapi aku selalu terjebak dalam kegelapan.Bahkan saat mati pun aku masih terjebak dalam kegelapan.Aku hanya tahu bahwa tidak ada lagi orang di dunia ini yang akan memihakku dengan sepenuh hati.Kini, aku pun menjadi anak yang tidak akan pernah dicintai.Aku memegang dada untuk menenangkan diri."Bu, aku benci kalian.""Bukan kalian yang meninggalkanku, tapi akulah yang tidak ingin lagi hidup bersama kalian.""Terlahir sebagai anak kalian adalah malapetaka te
Aku pernah membayangkannya berkali-kali, apa yang akan terjadi kalau mereka tahu aku sudah mati?Apakah emosi mereka akan mengalami sedikit perubahan?Namun, ibuku dengan tenang menutup teleponnya. Dia buru-buru melanjutkan pekerjaannya.Hingga Vando pulang dengan panik. "Bu, aku mendapat panggilan dari pihak kepolisian. Mereka bilang Ellen sudah meninggal.""Bohong! Itu hanya cara barunya untuk menarik perhatian," bantah ibuku.Betapa buruknya diriku sampai dia tidak percaya walau aku sudah mati."Sungguh benar! Ellen benar-benar sudah meninggal."Vando memegang tangannya agar dia bisa menenangkan diri.Wajah ibuku sedikit pucat dan tangannya pun gemetar.Entah karena marah atau terkejut.Baru saja berjalan ke depan pintu, mereka bertemu dengan Sofia. Wajahnya bahkan lebih panik."Aku pergi ke ruang bawah tanah untuk mengambil sesuatu dulu."Ibuku langsung menarik tangannya yang gemetar. "Buat apa kamu pergi ke sana?"Sebelum Sofia sempat berbicara, dia sudah ditarik keluar.Beberapa
"Kak, aku sangat takut."Sofia tidak tahan lagi dan bersandar di pelukan Vando.Mana mungkin Sofia tidak takut?Sofia yang mendorongku masuk ke ruang bawah tanah, sehingga aku disiksa hingga mati di sana.Ibuku mengamati Sofia dengan saksama. Setelah membuka mulut beberapa kali, dia tetap saja tidak mengucapkan sepatah kata pun.Setelah keluar dari kantor polisi, barulah Sofia berani menghela napas lega.Sesampainya di rumah, ibuku mulai membongkar semua barang. "Di mana patung dewanya?"Setelah ditanya berulang kali, Sofia terlihat menghindar. Kemudian, dia mengatakan bahwa itu sudah dibuang ke ruang bawah tanah.Ibuku tampak menyadari sesuatu, langkah kakinya yang panik mengkhianati ketenangan yang dia pertahankan.Ruang bawah tanah benar-benar sangat gelap, bahkan lampu yang biasanya menyala pun rusak.Ketika angin dingin bertiup, aku tanpa sadar gemetar.Patung kecil itu tergeletak di sudut dan pecah menjadi dua. Itu hanya beberapa langkah dari tempat aku mati.Aku merasa sangat ti