Share

Bab 3

Kemudian, ibuku merasa sedikit bersalah sehingga bersikap baik padaku selama beberapa hari.

Namun, kebaikannya hanya berlangsung selama beberapa hari.

Pada malam hari, acara pertunangan itu pun berakhir dengan lancar.

Tidak ada yang peduli siapa yang merayakan ulang tahun hari ini.

Setelah berpamitan dengan para tamu, ayahku segera memasang wajah muram. Dia menyuruh Vando untuk terus meneleponku.

Ponselku pun beralih dari tidak aktif menjadi tidak terjawab.

Setelah menggenggam tangan Vando yang marah, Sofia pun berkata, "Sudahlah, Kak. Ellen hanya tidak ingin melihatku, sebenarnya tidak apa-apa kalau dia tidak datang."

Sofia selalu berpura-pura begitu baik dan perhatian.

Seperti dugaan, mata ayahku dipenuh dengan rasa kasih sayang.

"Bagus juga kalau Ellen tidak datang. Dia saja bisa mencelakai neneknya sampai mati. Kedatangannya hanya akan membawa sial."

"Melahirkannya ke dunia ini hanya mendapatkan malapetaka. Kalau tahu lebih awal, aku pasti akan mencekiknya sampai mati."

Setelah mendengar ucapan ayahku, rohku yang melayang juga ikut gemetar.

Mereka sama sekali tidak pantas membicarakan nenekku.

Dulu saat melahirkanku, ibuku mengalami pendarahan yang serius dan hampir meninggal di meja operasi.

Sementara itu, kakakku kekurangan oksigen dan harus dilarikan ke inkubator.

Hanya aku yang tampak sehat.

Segera setelah itu, bisnis ayahku terkena masalah.

Mereka menimpakan semua kesialan padaku, bahkan mengatakan bahwa aku adalah sumber malapetaka yang hanya akan membawa nasib buruk.

Sebab itu, ayahku pun memutuskan untuk mengusirku keluar dari rumah.

Namun, Nenek tidak setuju dan mengatakan bahwa mereka terlalu percaya takhayul. Kemudian, dia pun bersikeras untuk mempertahankanku.

Saat aku masih berusia di bawah delapan tahun, Nenek yang membesarkanku dengan penuh kasih sayang.

Namaku juga diberikan oleh Nenek. Dia bilang aku harus bahagia dan hidup dengan ceria.

Namun, pada saat aku berusia tujuh tahun, Ibu datang untuk menjengguk Nenek. Ketika ibuku hendak pulang, dia sama sekali tidak melihatku.

Aku ingin bertanya padanya, kenapa dia tidak melihatku?

Oleh karena itu, aku mengejar mobilnya. Aku menangis sambil berlari.

Mimpi buruk pun datang pada saat itu. Aku hampir mati di dalam ruangan gelap yang bobrok.

Setelah menemukanku, Nenek langsung memelukku dan menangis cukup lama.

Nenek juga menelepon ibuku beberapa kali, kemudian mengatakan bahwa aku jatuh sakit agar dia bisa pulang secepat mungkin.

Tak disangka, ibuku malah menolak.

Sejak saat itu, aku tidak ingin mencari Ibu lagi.

Di saat itu juga, Nenek pun berubah. Setiap hari, dia tampak sangat hati-hati.

Nenek bahkan pergi ke kuil untuk meminta sebuah patung dewa yang berukuran kecil untukku. Dia mengatakan bahwa itu bisa melindungiku.

Di saat aku berusia delapan tahun, Nenek malah mengejar orang yang mencelakaiku. Setelah terjatuh, dia pun tidak bangun lagi.

Aku telah mencelakai Nenek yang paling kucintai. Kini, aku hanya memiliki patung dewa yang dia berikan.

Ketika Ibu datang untuk menjemputku, aku menangis hingga suaraku menjadi serak.

Ayah tidak punya pilihan lagi, sehingga setuju untuk membawaku pulang. Akan tetapi, aku tidak bermarga 'Kistanti', melainkan hanya dipanggil dengan sebutan 'Ellen'.

Bahkan akta kependudukanku masih tercatat dalam buku yang sama dengan Nenek.

Sejauh ini, mimpi buruk itu masih membuatku ketakutan ketika berada di ruangan gelap.

Misalnya, kejadian di mana aku didorong ke ruang bawah tanah oleh kakakku.

Di sepanjang perjalanan pulang, Sofia terus menghibur orang tuanya. Dia pun berusaha untuk memperlihatkan rasa baktinya yang tulus.

Demi menebus kejadian yang terjadi hari ini, ibuku secara khusus memasak semangkuk mi panjang umur untuk Sofia.

"Anakku yang tercinta, hari ini kamu sudah menderita," ujar ibuku.

"Makanlah! Semoga panjang umur."

Sofia dengan manja bersandar di pelukan ibuku, kemudian mengatakan betapa bahagianya dia dalam hidup ini.

"Aish! Betapa bagusnya kalau Ellen ada di sebelah kita."

Begitu membicarakanku, Sofia menggigit bibirnya dan tampak ingin menangis.

Vando mengerutkan bibirnya dengan marah. "Sofia, kamu itu terlalu baik, makanya selalu dianiaya oleh orang lain."

Mendengar ucapan mereka, aku yang berdiri di sebelah sontak merasa sangat ironis.

Terlihat jelas bahwa keluargaku lebih menyayanginya. Akan tetapi, Sofia masih merasa tidak cukup.

Tentu saja, aku tahu karena dia membenci keberadaanku.

Awalnya, ibuku sebenarnya tidak memperlakukanku seburuk ini.

Pada saat ulang tahunku, dia juga pernah memasak mi panjang umur untukku.

Aku sangat senang sampai hampir melompat.

Sebelum aku sempat mengucapkan terima kasih, Sofia sudah berkata sambil menangis, "Begitu memikirkan penderitaan yang Ibu alami saat melahirkan kita, hatiku langsung terasa sedih."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status