[By, tolong selidiki Deswita. Kamu masih ingat dia kan? Aku curiga peneror selama ini ada hubungannya dengan dia. Kemarin aku tak sengaja bertemu laki-laki itu di pemakaman papanya]Pesan Amran terkirim ke aplikasi hijau Roby. Laki-laki itu sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti semula. Dia juga lebih cekatan saat Amran memerintahkan sesuatu. Roby merasa memiliki banyak hutang budi pada bosnya. Oleh karena itulah, selain ingin mendapatkan gaji bulanan, Roby juga ingin membantu keluarga Amran dan menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Dia tak ingin mengecewakan dua orang yang selama ini selalu membantunya banyak hal di saat dia mendapatkan kesulitan.[Baik, Mas. Nanti saya kabari kalau sudah mendapatkan infonya] Amran membaca balasan dari Roby. Dia kembali mengetik balasan. [Bawa anak buahmu. Jangan jalan sendiri. Saya nggak mau kejadian lalu terulang lagi. Kamu harus lebih berhati-hati] Roby mengiyakan pesan dari Amran. Rencananya, dia akan mengajak salah satu anak buahnya u
"Siapa, Mas?" tanya Zilva beranjak dari sofa sembari menggendong Rafka. Dia mendekati Amran yang berjalan ke pintu utama. "Mbak Selly, Sayang. Tumben dia ke sini pagi-pagi," lirih Amran dengan mimik curiga. Selly masuk ke rumah setelah Pak Joko membukakan gerbang. Mereka berbicara entah apa di dekat post satpam lalu Selly melangkah tergesa ke arah teras. "Ran, Va!" Selly menyapa adik dan iparnya yang baru saja keluar rumah. Seperti biasa, Amran menyalami Selly sementara Zilva cipika cipiki. Rafka pun mencium punggung tangan budenya lalu Selly mencium kedua pipi keponakannya itu. "Masuk, Mbak. Tumben datang nggak bilang-bilang," ucap Zilva saat mereka melangkah ke ruang keluarga. "Nggak bawa handphone, Va. Tadi buru-buru soalnya," balas Selly setelah duduk di sofa. Zilva mengangsurkan minuman kemasan untuk kakak iparnya lalu beranjak ke dapur ingin membuatkan minuman dingin. "Nggak usah repot, Va. Aku ke sini cuma mau kasih kabar kalau Prilly dibawa ke klinik Amal Sehat. Tadi kes
Zilva kembali teringat soal perempuan dengan perut buncitnya itu. Dia pernah melihat sosok itu di rumah Prilly beberapa waktu lalu. Awalnya Zilva pikir dia adalah teman kuliah Prilly atau tetangganya. Tak disangka jika dia adalah teman kerja Romy yang konon menjadi selingkuhannya sampai berbadan dua. Sama seperti Selly dan Amran, Zilva juga sangat menyayangi Prilly. Dia sempat shock saat mendengar berita tentang kekisruhan rumah tangga adik iparnya itu. Tak banyak bicara, Zilva cukup mendoakan yang terbaik untuk Prilly dan keluarga kecilnya. "Mungkin benar kata Zilva, Fammy kecewa setelah Romy membongkar rencana busuknya. Dia pasti bingung karena saat ini berbeda dua, entah dengan siapa. Selain malu, Fammy pasti tak tahu harus meminta pertanggung jawaban siapa dan kemana. Makanya alih-alih minta maaf sudah memfitnah Romy dan membuat biduk rumah tangga Romy dan Prilly di ujung tanduk, dia justru sengaja mencelakai Prilly untuk memuaskan kekesalannya. Ini sekadar dugaan sih," ucap Sel
"Gimana keadaan Prilly, Ma?" tanya Amran saat mamanya menjemput di depan pintu utama klinik Amal Sehat. "Alhamdulillah Prilly membaik, Ran. Dia cuma agak trauma saja." Amran menatap mamanya lekat."Trauma gimana, Ma?" lirih Amran sembari melangkah ke kamar inap Prilly. "Dia bilang beberapa kali tak sengaja lihat ada yang mengikutinya. Sebelum ke pasar tadi dia juga sudah lihat laki-laki yang menabraknya itu, tapi Prilly mencoba berbaik sangka. Ternyata, firasatnya memang benar kalau laki-laki itu ingin mencelakainya." Ratna menjelaskan semuanya pada Amran. "Jadi, Prilly memang sengaja ditabrak?" tanya Amran lagi saat berhenti di depan kamar inap Prilly. Ratna pun mengangguk. "Dia kabur setelah melihat Prilly tergeletak di trotoar." "Kurang ajar," gumam Amran begitu geram. Jemari-jemarinya mengepal. Dia tak akan tinggal diam melihat adiknya diperlakukan semena-mena seperti itu. "Sudahlah, Ran. Yang penting sekarang kesembuhan Prilly dulu. Soal pelakunya kita urus belakangan." "N
"Fika, sini sama Tante." Zilva menyambut Fika dengan hangat. Gadis cantik itu dititipkan pada Zilva dan Amran selama Prilly masih di klinik. Romi yang bekerja sebagai karyawan swasta tak mungkin bisa menjaga Fika 24 jam. Dia harus bekerja dan menjenguk istrinya. Oleh karena itulah, pilihan terakhir dan terbaik memang menitipkan Fika pada Zilva karena dia yang selalu di rumah. "Tante, maaf kalau Fika ganggu Tante Zilva ya," ucap Fika dengan polosnya. "Nggak ganggu, Sayang. Tante justru senang Fika di sini. Adik Rafka ada yang nemenin main. Iya kan?" Zilva jongkok, mensejajari Fika yang berdiri di depannya. Dia pun tersenyum lalu mengusap puncak kepala Fika yang menatapnya dengan berbinar. "Iya, Tante. Fika mau ajak adik Rafka main," balas Fika sembari berlari kecil ke arah Rafka yang bermain bola di ruang tengah. Zilva dan Amran saling tatap lalu sama-sama tersenyum. Amran merangkul istrinya saat melangkah beriringan mendekati Rafka dan Fika. Mereka membicarakan tentang keadaan Pr
"Assalamualaikum. Bagaimana kabarmu, Ran?" Suara dari seberang mengingatkan Amran dengan seseorang yang begitu dia kenal. Amran mengernyit. Dia tak tahu mengapa tiba-tiba laki-laki itu meneleponnya dengan nomor baru. "Wa'alaikumsalam, Pa. Alhamdulillah kabar baik. Papa sama mama gimana?" tanya Amran pada Galih, orang tua Lala yang tak lain mantan istri keduanya. "Alhamdulillah kami baik, Ran." Amran mengucap Hamdallah saat mendengar berita baik itu. "Sudah lama tak kasih kabar, papa hanya mau bilang kalau nomor yang lama hilang. Ini nomor baru papa." "Iya, Pa. Nanti Amran simpan nomornya. Maaf belum bisa jenguk papa dan mama. Akhir-akhir ini cukup banyak masalah dan Amran harus menyelesaikannya satu persatu." Amran menghela napas panjang. Sejak perceraiannya dengan Lala beberapa bulan silam, Amran memang hanya dua atau tiga kali menjenguk mertuanya. Itupun karena mama mertuanya sakit. Setelahnya, dia tak pernah ke sana lagi karena memang banyak masalah yang menimpa keluarganya.
"Om Galih ya, Mas?" tanya Zilva setelah Amran mengakhiri panggilan. Laki-laki itu pun mengangguk lalu meletakkan kembali benda pipih kecil berwarna hitam itu ke meja. "Om Galih bilang kalau Lala akan segera bebas sekitar enam bulan lagi." Zilva manggut-manggut. "Lala masih berharap kalau kamu bakal jenguk dia?" tebak Zilva yang tahu apa inti pembicaraan itu. Zilva paham bagaimana keinginan Lala, tapi dia juga mengerti bagaimana keputusan suaminya yang tak ingin berhubungan dengan mantan istrinya itu lagi. "Biar sajalah, Sayang. Makin ribet kalau nanti berurusan dengan dia lagi. Kita nggak tahu apakah tiga tahun penahanannya itu membuatnya benar-benar jera atau justru menimbulkan dendam semakin dalam." "Jenguk saja sekali, Mas. Nggak ada salahnya kan?" bujuk Zilva lagi. Namun, Amran justru hanya membalas dengan hembusan napas kasar lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kamu lupa bagaimana sepak terjangnya selama ini? Dia nyaris memisahkan kita dan membuat kita selalu ribut, Saya
Zilva merahasiakan permasalahan Arumi dengan calon suaminya dari Amran. Dia ingin menjaga perasaan sahabatnya, meskipun Amran sedikit tahu tentang kisah percintaan Arumi saat ini. Kisah cinta yang datang dari sebuah perjodohan, sementara Radit belum selesai dengan masa lalunya. "Cantik," puji Amran saat melihat istrinya keluar dari kamar dengan gamis abu-abunya. Rafka dan Amran pun memakai kemeja dengan warna yang sama. "Bukannya dari dulu memang cantik, Mas? Lupa?" Zilva sedikit mencibir saat digoda suaminya. "Nggak lupa dong. Lagipula kalau nggak cantik, mana mungkin jadi istri seorang Amran." "Oo ... jadi, kriteria menjadi istri Amran itu hanya cantik saja?" Zilva melirik malas. "Cantik wajahnya memang banyak, tapi yang cantik wajah dan hatinya itu nggak akan banyak." Amran menarik pelan dagu istrinya lalu mencium kening dan bibirnya."Kalian sudah siap?" Tiba-tiba mama Amran muncul dari ruang tamu. Sepertinya dia baru saja datang bersama Selly dan Ruri. "Astaghfirullah!" pek