Share

BAB 17

Aku meminta Tuti memasukkan amplop lebar warna putih itu ke dalam tas setelah membaca luarnya saja. Toh, buat apa membuka? Isi sudah pasti tentang gugatan di pengadilan sesuai yang dikatakan sang pengantar tadi.

Pelan aku menarik oksigen dari hidung, lalu membuangnya lewat mulut. Berharap gumpalan sesak, gelisah, dan luka dalam dada, terbuang lewat udara. Aku tak bisa bayangkan andai hak asuh Abram, benar-benar jatuh ke tangan mereka. Yang notabene aku sadar, akan kalah dalam segala hal dalam memperjuangkan putra semata wayang itu.

"Sabar dan shalat, ya, Mbak." Aku mengangguk ke arah Anggi dan Tuti saat ke duanya menggenggam tanganku. Meski awan terus berarak di pelupuk mataku, nasehat tersebut membuat hujan tak jadi luruh di sana. Semestinya dua kata nasehat itu membuat setiap hamba tegar dalam menjalani takdirnya. Bukankah dunia memang hanya panggung ujian bagi semua makhluk yang bernyawa?

Ya, Rabb .... Selama ini aku lalai. Lupa memohon cinta lelaki itu dariMu. Terlalu menggantung
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, apa cuma berbelit2 kemampuan kau menulis cerita njing. sama g warasnya dg tokohmu si mentari. g ada hal positif yg bisa diambil pelajaran buat pembaca. cuma membangkitkan emosi aja,njing!!!
goodnovel comment avatar
Yalesi Irma Bhinawati
terlalu bertele2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status