Tanpa pikir panjang Lembu Sora menyusul masuk ke sungai menghampiri Kebo Anabrang yang sedang asyik mempermainkan jenazah Rannggalawe. Kebo Anabrang yang masih asyik dengan kegiatannya sama sekali tidak memperhatikan ketika Lembu Sora sudah berada di dekatnya. Tiba-tiba dengan gerakan secepat kilat, Lembu Sora mencabut kerisnya dan menikamkannya ke punggung Kebo Anabrang. Kebo Anabrang berteriak kesakitan ketika keris Lembu Sora menusuk punggungnya. Ksatria Pamalayu itu tidak menyangka Lembu Sora akan menyerang dan membunuhnya. Betapa terkejutnya Kebo Anabrang ketika mengetahui bahwa Lembu Sora yang membunuhnya“Sora…mengapa kau lakukan ini?” Tanya Kebo Anabrang.“Keponakanku sudah mati, tetapi bagaimanapun juga di adalah seorang ksatria yang pernah berjasa bagi Majapahit. Tidak sepantasnya jenasahnya kau perlakukan seperti bangkai tikus!” Kata Lembu Sora dengan suara bergetar karena marah.Kebo Ananrang hanya bisa melotot memandangi Lembu Sora dan tak lama kemudian robohlah dia bers
Semua orang terdiam larut dalam kesedihan masing-masing.“Baiklah Gusti Prabu, saya mohon ijin mengantar mereka melihat jenazah Ranggalawe dan mempersiapkan upacara perabuannya,” kata Lembu Sora.Mereka menuju ke Puri Wilwatikta di mana jenazah-jenazah para prajurit yang gugur di medan perang telah dipersiapkan untuk diperabukan. Wijaya tidak sungkan untuk berlutut di depan jenazah Ranggalawe merendahkan dirinya untuk memberikan penghormatan terakhir. Betapa hancur hati Sang Nata ketika mendengar ratapan kedua isteri Ranggalawe yang bersumpah setia untuk berbakti kepada belahan jiwanya dan mengikutinya ke alam kematian.“Aku tahu kau tidak pernah berpikir untuk meninggalkanku, kau hanya pergi tanpa berpamitan kepadaku,” gumam Wijaya lirih di depan jenazah sahabat yang disayanginya.Upacara perabuan Ranggalawe segera dimulai kedua isteri Ranggalawe sudah bersiap melakukan ritual Sati. Keduanya mengenakan pakaian putih dan rambut terurai dengan bunga kamboja terselip di telinga. Suar
“Aku juga akan membentuk Angkatan Perang yang tangguh yang dapat menandingi Majapahit,” ujar Wiraraja.“Tapi menjadi Raja bukanlah perkara mudah Gusti Wirota, karena untuk menjadi Raja ada dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu karena Keturunan dan karena wahyu keprabon?” Tanya Wirota.Artia Wiraraja langsung menukasnya dan berkata“Raja hanyalah sebuah jabatan dan jabatan itu dapat diupayakan oleh siapapun, Wiro.”Senja itu Wirota berada cukup lama di rumah Wiraraja, malam harinya Wirota kembali ke markasnya di Keta.****Keesokan harinya saat pertemuan di Bale Manguntur, Wiraraja datang ke Majapahit menagih janjinya. Di depan para nayaka praja dan Pengageng Majapahit Wirota menagih janjinya“Gusti Prabu, sesuai dengan perjanjian Songenep, saya ingin meminta bagian saya atas separuh wilayah Majapahit!”Semua yang ada di Bale Manguntur terkejut dan gegerlah Bale Manguntur saat itu“Berani sekali dia meminta separuh wilayah Majapahit!”Namun Wijaya segera menenangkan mereka dan
Pagi itu Nyai Anabrang datang menghadap Prabu Wijaya“Gusti Prabu, berikanlah keadilan bagi keluarga kami. Suamiku Kebo Anabrang adalah seorang abdi yang setia, sejak jaman Singasaru dia telah mengabdi kepada Prabu Kertanegara, memimpin ekspedisi Pamalayu, dan akhirnya gugur di Tambak Beras oleh Lembu Sora. Saya selaku janda Kebo Anabrang memohon keadilan bagi suami saya. Saya minta pembunuh Kebo Anabrang diungkap dan dihukum sesuai kitab undang-undang Kutaramanawa Dharma Sastra!”Tertegun Wijaya mendengar kata-kata NYai Anabrang, dia begitu menyayangi Lembu Sora yang pengabdiannya begitu tulus kepadanya. Jika mengikuti aturan Kitab Kutaramanawa Dharmasastra, maka Lembu Sora terancam hukuman mati. Namun dia juga tak ingin kehilangan rasa adilnya terhadap Kebo Anabrang yang juga abdi setianya.“Saya memahami perasaan keluarga besar Paman Anabrang yang pastinya ingin mendapatkan keadilan. Baiklah, kami akan segera mengungkap pembunuhnya dan memberinya hukuman!” Ujar Wijaya dengan pera
Dalam perjalanan pulang ke Lamajang, Wirota melalui jalanan desa dan hutan yang sepi. Hari sudah sore, namun Wirota belum juga menemukan pedesaan untuk tempat bermalam. Dari kejauhan Wirota melihat ada asap mengepul di beberapa tempat pertanda adanya perkampungan di sekitar itu. Segera dia memacu kudanya mendekati tempat itu. Namun baru beberapa langkah berjalan tiba-tiba sekelompok orang sudah menghadangnya. Tertegun Wirota ketika menyadari sekelompok orang sudah menahannya.“Apa yang kalian inginkan dariku?”Pemimpin rombongan itu lalu berkata“Kami menginginkan nyawamu!”Terkesiap Wirota, orang-orang ini bukanlah begal biasa yang hanya menginginkan uang dan ketika sudah diberi uang atau barang, mereka akan pergi. Menyadari mereka adalah orang yang berbahaya, Wirota segera menghunus pedang Naga Bumi. Tanpa membuang waktu orang-orang itu menghunus pedangnya dan menyerang Wirota. Tangan Wirota bergerak menangkis serangan mereka, pedangnya berkelebat melindungi dirinya dari serangan pe
“Kalau begitu mana kulit harimaunya?” Tagih Mada.“Mada, Romo dan Eyang tidak sempat mengambil kulit harimaunya karena hari sudah malam. Besok saja ya Ngger,” bujuk Macan Kuping.“Ah, Romo sama Eyang bohong!” Mada masih ngeyel dengan pendapatnya.Terdengar suara seorang wanita memanggil Mada“Mada, sudah jangan mengganggu, Romo dan Eyang sedang ada tamu.Wirota dapat melihat, anak itu walaupun masih kecil namun dia terlihat cerdas dan trengginas gerakannya.“Anak itu cerdas, dia tahu Romonya bohong,” ujar Wirota sambil tertawa.Gajah Pagon dan Macan Kuping terbahak mendengar ucapan Wirota“Ya memang, aku sampai pusing menghadapinya. Kelak setelah cukup umur, dia akan kukirim ke Kasatriyan Majapahit agar dia dapat menggantikan aku yang sudah tak berguna ini mengabdikan diri ke Majapahit,” kata Gajah Pagon dengan nada sedih.“Ndoro Pagon jangan sedih, anda tetap dapat berbakti kepada Majapahit dengan membangun desa ini agar menjadi desa yang makmur , aman dan tenteram. Apalagi Gusti P
“Ndoro Pagon, Ki Macan Kuping, terimakasih atas sambutannya, kapan-kapan berkunjunglah ke Keta ajak Mada juga,” ujar Wirota.“Tak usah sungkan-sungkan Wiro, kalau bukan karena kau dan Medang yang menghadang orang-orang Jayakatwang, aku dan Prabu Wijaya pasti sudah tidak berada di sini bersamamu. Kami berhutang nyawa kepadamu dan Medang,” ujar Gajah Pagon.******Pagi itu dalam pertemuan para Nayaka Praja di Bale Manguntur, Halayuda menyampaikan hasil pertemuannya dengan Lembu Sora.“Gusti Prabu, kemarin saya telah menemui Mpu Sora menyampaikan lontar yang berisi Surat Pencopotan Jabatan. Dia telah membaca isinya tapi….”Halayuda tidak meneruskan kata-katanya membuat semua orang yang hadir semakin penasaran dan bertanya“Bagaimana tanggapan Lembu Sora? Apa dia bisa menerimanya?” Tanya Prabu Wijaya.Halayuda menghela nafas panjang, wajahnya tampak ketakutan, dia menyemnbah dan berkata dengan nada suara bergetar“Ampun Gusti Prabu, saat itu Mpu Sora langsung marah-marah dan memaki-mak
Ketika sedang asyik berbincang tiba-tiba sekelompok orang sudah menghadang di tengah jalan.“Berhenti, kalian turun dari gerobak!” Kata salah satu dari orang-orang itu yang tampaknya adalah pemimpinnya.Terksesiap Wegig dan Sadura dihadang seperti itu“Sepertinya mereka mau merampok kita,” kata Wegig.Wegig dan Sadura menghunus pedang yang mereka sembunyikan di bawah tumpukan pisang setelah itu melompat keluar gerobak.“Apa yang kalian mau? Kami akan melawan kalian, majulah kalian semua!” Seru Sadura.Orang-orang itu langsung menyerang mereka berdua. Dalam sekejap terdengar denting senjata beradu, kelima orang asing itu benar-benar membuat Sadura dan Wegig kewalahan. Hingga akhirnya Wegig dan Sadura berghasil di tawan oleh para pencegatnya.“Ikat mereka dan bawa masuk ke hutan!”Dengan kasar mereka menyeret Sadura dan Wegig ke dalam hutan. Mereka berdua masih terus bergerak berusaha melepaskan diri namun mereka tak berdaya.“Hei mau dibawa kemana kami?!” Seru Sadura dengan kesal.“D