Share

KIPAS MERAH PEMURNI ARWAH
KIPAS MERAH PEMURNI ARWAH
Author: Suci Sella Febriani

Prolog

Sore itu langit di musim dingin yang bersalju terlihat lebih gelap dari biasanya. Ryou yang masih berusia lima tahun sedang menyapu halaman kuil, tiba-tiba dia mendengar suara tangisan anak perempuan di sekitar kuilnya. Karena penasaran dengan suara tangis itu Ryou dengan membawa sapunya berjalan untuk mendatangi sumber suara tersebut.

“Huwaa! Jangan melihat ke arahku! Hiks ….”

Mendengar suara teriakan itu Ryou berlari dengan kencang dan saat ia sampai di sumber suara tersebut, dia melihat seorang anak perempuan yang sedang berjongkok sambil menutup matanya.

“Ada apa?” tanya Ryou. Anak perempuan itu menoleh kepadanya dan memperlihatkan wajahnya yang basah karena air mata. “Itu … anak perempuan yang ada di depan sana melototin aku, tubuhnya penuh dengan darah … hiks .…” ucapnya menunjuk ke ujung jalan dengan wajah yang ketakutan.

Ryou melihat ke arah yang ditunjuk oleh anak perempuan itu dan terkejut, “Kamu bisa melihatnya juga?” tanyanya. 

Anak peremuan itu mengangguk, yang dilihat oleh anak itu adalah sesosok perempuan mengenakan seragam sekolah namun berlumuran darah. Ryou tahu kalau yang dilihat oleh mereka berdua bukanlah seorang manusia melainkan arwah. Ryou yang sejak kecil sudah terbiasa melihat arwah menatap iba kepada anak perempuan itu lalu berkata, “Apa kamu takut kepadanya?”

Anak perempuan itu mengangguk, “Iya … hiks, padahal rumahku ke arah sana … aku jadi takut pulang … hiks .…” 

Melihat air mata yang mengalir di pipi anak perempuan itu, Ryou dengan semangat berkata “Akan kulindungi! Aku akan mengantarmu sampai ke rum—” berniat untuk menghibur anak perempuan itu, namun belum selesai ia mengatakan kalimatnya, seorang lelaki berteriak, “Sora!” sehingga kedua anak itu menoleh ke sumber suara.

“Kakak!” panggil anak perempuan itu dengan kencang sambil berlari ke sumber suara tersebut. Anak perempuan yang bernama Sora itu memeluk kakaknya dengan wajah yang terlihat sangat senang dan tangisannya pun sudah berhenti. Ryou terpaku melihat melihat senyum yang merekah di bibir anak perempuan itu, pipi Ryou terasa panas, jantungnya berdebar dengan cepat. Namun melihat kakak Sora tersenyum ketika melihat Ryou yang sedang terpaku, dia segera menggelengkan kepalanya untuk mengembalikan fokusnya. 

Ryou membungkuk memberi salam kepada kakak Sora dari kejauhan. Dengan perasaan yang lega karena anak perempuan itu sudah bertemu dengan kakaknya Ryou berniat untuk kembali ke dalam kuil, tetapi tiba-tiba matanya bertatapan dengan Sora.

Sora yang menoleh ke arahnya melemparkan senyum yang sangat hangat dan ceria sambil melambaikan tangan kepadanya. Ryou ikut melambaikan tangannya kepada Sora dan tersenyum dengan wajahnya yang terpesona sambil berkata di dalam hatinya “Semoga kita bisa bertemu lagi, Sora .…”

Sebelas tahun berlalu, Ryou dan Sora kini sudah menduduki bangku SMA yang sama. Sora Karasawa, anak perempuan yang dahulu menangis karena melihat arwah, kini menjadi sosok perempuan yang tomboy semenjak kakaknya Seiji Karasawa meninggal karena tertabrak mobil.

Dia menjadi sosok perempuan yang dikagumi oleh teman-temannya termasuk juga Ryou, dan tidak sedikit juga yang takut dan tidak suka kepadanya terutama senior yang sok kuat di sekolah.

Saat itu Sora sedang mencari tempat yang sunyi untuk beristirahat, karena biasanya saat istirahat sebelum olahraga dia memilih untuk tidur,  namun dia mendengar suara teriakan di halaman belakang sekolah yang terlihat sangat sepi.

“Tolong! Jangan sentuh aku!”

“Diam kau dasar cewek sialan!”

Mendengar hal itu Sora itu berlari untuk menghampiri sumber suara tersebut dan melihat seorang teman perempuannya yang sedang dilecehkan oleh seorang senior laki-laki. Laki-laki itu sedang mencengkram kuat tangan perempuan itu seolah tidak ingin membiarkannya pergi.

Sora dengan tenang mendekat ke arah kedua orang itu dan berkata, “Hei, lepaskan tanganmu dasar berandal kotor!” sambil memegang pundak laki-laki itu dari belakang dan membuat laki-laki itu menjadi kesal.

“Dasar sialan! Beraninya kau menggangguku!” 

Laki-laki itu mengepalkan tangannya dan bersiap untuk memukul orang yang berani mengganggunya tersebut, namun saat ia berbalik untuk melayangkan tinjunya kepada si pemilik suara, dia tampak terkejut dan segera menurunkan tinjunya yang sudah hampir mengenai Sora.

“K-kau! Sora Karasawa!” ucapnya dengan kaget dan melepaskan genggaman tangannya dari anak perempuan tadi. Anak perempuan itu terlihat senang ketika melihat Sora yang berdiri di hadapannya. “Sora …,” panggil anak perempuan itu.

“Kamu, pergi sana,” ucap Sora kepada anak perempuan itu sambil menghempas-hempaskan tangannya dengan wajah yang datar.

“Terima kasih, Sora!” setelah mengucapkan hal itu, anak perempuan itu bergegas pergi dan meninggalkan laki-laki itu dan Sora di sana.

Tubuh laki-laki itu bergetar karena marah, dia melepaskan jas sekolahnya dan berkata dengan kencang kepada Sora, “Kau! Berani-beraninya kau menggangguku! Kau ingin merasakan tinjuku, ya?!”

“Aku? Mengganggu? Ah tidak, aku hanya tidak sengaja melihat tikus got sedang menyerang makanya aku menghentikannya,” ucap Sora sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Apa kau bilang? Ti-tikus got? Beraninya kau menghinaku! Rasakan pembalasanku, ya!” Laki-laki itu mengambil ancang-ancang untuk melayangkan tinjunya kepada Sora.

Tanpa mereka sadari sebenarnya sedari tadi sejak Sora datang, seseorang sedang memperhatikan mereka dari jauh dengan jantung yang berdebar-debar. Ryou, sejak masuk ke sekolah yang sama dengan Sora dia selalu memperhatikannya, selalu mengikuti dalam diam kemana Sora pergi. Dan saat ini hatinya sedang tidak tenang melihat Sora yang akan melawan laki-laki berandal itu.

“Aduh, dia banyak berubah ya, padahal dulu dia tidak seperti itu …,” gumam Ryou sambil memegang sapu yang tengah dibawanya.

Laki-laki itu mulai menyerang Sora dengan tinjunya, namun Sora masih sempat mengeles dan melayangkan tandangan ke dagu laki-laki itu sehingga membuatnya terjatuh dan mengaduh kesakitan sambil memegangi dagunya.

Ryou ingin sekali menghentikan Sora, tetapi dia tahu Sora pasti akan marah jika ada yang membantunya, apalagi jika dia tahu kalau selama ini Ryou selalu membuntutinya. Sora pasti akan mengamuk kepada Ryou.

Sora yang menganggap laki-laki itu sudah kalah membuat pertahanannya menjadi lemah. Ketika ia berjalan untuk pergi meninggalkan tempatnya, laki-laki itu bangkit kembali dan menarik rambut Sora dengan kencang hingga ia terjatuh dan menindih tubuh Sora.  

Ryou ketika melihat laki-laki yang berada di atas tubuh Sora hendak melayangkan pukulan kepada Sora tanpa pikir panjang hampir saja keluar dari persembunyiannya, namun langkahnya terhenti ketika melihat batang pohon yang berada di atas laki-laki itu tiba-tiba saja patah dan jatuh menimpa kepala laki-laki itu sehingga membuatnya pingsan.

Sora yang bingung dengan kejadian itu menyingkirkan tubuh laki-laki yang pingsan itu dan bangun dari tempatnya sambil merapikan bajunya. “Aneh kenapa bisa patah? Tadi baik-baik saja. Ah sudahlah,” ucap Sora dan bergegas pergi dari tempatnya dan meninggalkan tubuh laki-laki itu.

Ryou yang melihat Sora sedang berjalan menjauh tersenyum lega sambil menggumamkan sebuah kalimat. “Seperti biasanya, Kamu nggak butuh bantuanku, ya. Aku pikir segalanya sudah berubah, ternyata ada juga hal yang nggak pernah berubah.” 

Ryou menyadari bahwa patahnya dahan pohon sebesar itu tidak mungkin secara kebetulan, tetapi itu adalah perlindungan dari arwah kakaknya Sora yang selalu berada di sisi Sora dan Ryou melihatnya. Dia melihat arwah Seiji Karasawa selalu bersinar dan mengikuti Sora kemana pun dia pergi meskipun Sora tidak menyadarinya.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status