“Aku juga … nggak ingin lagi melihat orang yang kusuka terluka karena aku!”
~~~~
“Uhuk! Huachi!”
“Sora?” panggil Ryou.
“Ya?”
“Lap badanmu sampai kering.”
“A-aku tahu!! Bawel!” teriak Sora. ‘Harus cepat dilap, lalu pakai baju dan segera keluar dari sini.’ Pikirnya.
Setelah jatuh ke kolam renang, Sora dan Ryou mengeringkan diri mereka dan berganti baju di ruang kesehatan. Dan sejak itu, Sora merasa tidak bisa tenang. Jantungnya berdetak dengan kencang sampai dia bisa mendengarnya dengan jelas, ditambah lagi dia tahu kalau Ryou sedang berganti pakaian di ruangan yang sama dan hanya dipisahkan oleh sebuah tirai.
Sosok Ryou yang tersenyum dan mengkhawatirkannya masih terngiang dipikirannya, dan bayangan ketika Ryou memeluknya dengan sangat erat membuat tubuhnya merasa panas. Sora yang selama ini selalu berlagak kuat mulai luluh sedikit demi sedikit akibat perlakuan Ryou kepadanya.
“Kalian pulang saja!”
Terdengar suara berisik dari luar ruang kesehatan membuat Sora menghampiri Ryou yang sudah rapi dan bertanya kepadanya. “Ada apa?”
“Ah, Sora! Itu … sepertinya mereka melihat kita jatuh.” jawab Ryou sambil menunjuk ke arah pintu.
“Waah!” Sora berteriak terkejut ketika melihat kerumunan yang berkumpul di depan ruang kesehatan, kemudian kerumunan itu menerobos masuk kedalam untuk menghampiri mereka berdua.
“Hei, bagaimana dia menolongmu?”
“Keren, deh!”
“Kalian pelukan di kolam, kan?”
“Kalian sedaang apa di atap? Kok bisa jatuh?”
“Bagaimana rasanya jatuh?”
“Jangan-jangan kalian pacaran, ya?”
“Hei, dengar, ya! Sora itu melindungi Ryou dari orang jahat!”
“Hah? Serius?”
“Ryou! Kamu malu-maluin deh!”
Berbagai pertanyaan dilontarkan oleh mereka yang melihat Ryou dan Sora terjatuh, namun ada satu pernyataan yang memojokan Ryou dan membuat Sora merasa tidak terima sehingga dia membuka suaranya.
“Bukan begitu!” sergah Sora dan dia berhenti sejenak kemudian menggenggam tangan Ryou. “Gosip itu benar. Aku memang pacaran dengan Ryou, jadi jangan menjelekkannya.” setelah mengatakan itu, Sora menarik Ryou pergi dari kerumunan itu. “Ayo pulang, Ryou!”
Teman-teman mereka yang berada di sana terbengong sesaat dan akhirnya mereka serentak berteriak.
“Apaaa?! Nggak mungkin!”
~~~~
Di sepanjang koridor Sora masih menggenggam tangan Ryou, namun tiba-tiba dia melepaskan tangannya, “Dengar! Aku melakukan hal seperti ini bukan berarti aku suka kamu, ya! Jadi jangan salah paham.” Sora menoleh ke arah Ryou dengan wajahnya yang memerah karena malu. Ryou yang melihat itu tersenyum lalu menahan tawanya.
“Hah? Kok, malah ketawa?” ucap Sora kesal.
“Habisnya Sora … kamu manis sekali.” ucap Ryou dengan wajah yang juga tersipu malu.
“Apaan, sih? Kamu mengejekku, ya?! Kupukul, nih!” ucapnya sambil menarik baju Ryou dan bersiap untuk memukulnya.
“Eh? Kok … kamu memang manis, kok.”
“Jangan ngaco, deh! Benar-benar kupukul nih.”
Namun bukannya takut akan ancaman Sora, Ryou malah bersikap tenang dan tersenyum sambil berkata, “Memang sudah sepantasnya menganggap manis orang yang disukai, kan,” membuat wajah Sora semakin memerah karena malu.
“Terserah!” Sora melepaskan cengkramannya pada baju Ryou lalu pergi meninggalkan Ryou yang mengikutinya dari belakang.
Sora merasa setiap dia berbicara dengan Ryou hatinya menjadi tidak karuan. Sora sebenarnya tidak ingin tahu sisi dirinya yang seperti perempuan pada umumnya, dia ingin selalu terlihat menjadi sosok perempuan yang kuat, bukan perempuan yang lemah terlebih lagi di depan Ryou.
Saat berjalan di koridor Sora melihat sekejap bayangan yang lewat di ujung koridor itu, dia berhenti sejenak karena merasa takut. Ryou yang tahu kenapa Sora tiba-tiba berhenti berusaha menenangkan Sora dengan kata-katanya.
“Tenanglah. Biarkan saja, dia nggak berbahaya. Itu hanya arwah lemah, kok.” ucap Ryou sambil tersenyum.
Sora menghela napas lega setelah mendengar perkataan Ryou, namun tiba-tiba saja dari belakang seseorang berbicara dan membuat mereka terkejut sampai menoleh ke belakang secara bersamaan.
“Kamu terlalu lembek!” ucap orang itu, kemudian dia melemparkan sebuah botol kecil berisi cairan ke arah bayangan tersebut sambil berteriak, “Enyahlah!” dan membuat bayangan itu menghilang.
Sora terkejut melihat hal itu, dia terlihat sangat bingung karena ada satu orang lagi di sekolahnya yang bisa melihat arwah seperti dirinya, dan orang itu adalah gurunya.
“Kejadian hari ini terjadi karena kamu membiarkan arwah lemah. Paham Ryou?”
“Pak Guru Hijiri ….”
Sora yang masih terlihat bingung dengan semua ini mundur perlahan dari Ryou dan Hijiri, dia masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Guru IPA, yang juga wakil wali kelasnya bisa memurnikan arwah?! Dan Ryou juga tahu tentang hal itu.
“Selama ini aku hanya mengamati, tapi kejadian tadi membuatku takut.” Hijiri berjalan menghampiri Ryou dan memegang kepalanya sambil mencengkram rambut Ryou sehingga dia mendongak ke arah Hijiri. Sora yang melihat hal itu pun terkejut dengan apa yang dilakukan gurunya itu kepada Ryou.
“Kalau sampai mati, percuma saja. Sama seperti waktu itu.” ucap Hijiri dengan ekspresi tidak suka.
Ryou menggenggam pergelangan tangan Hijiri yang sedang mencengkram rambutnya, telapak tangannya mengeluarkan panas yang menyengat di kulit Hijiri sehingga membuatnya bergegas melepaskan cengkraman tangannya pada rambut Ryou dan melangkah mundur.
Ryou melepaskan kacamatanya dengan tenang, “Aku punya cara sendiri untuk melindungi,” ucapnya dengan wajah serius sambil merapikan rambutnya.
Hijiri mendecakkan lidah saat mendengar ucapan Ryou yang terdengar angkuh di telinganya, dan tanggannya yang tadi dipegang Ryou juga masih terasa sakit sehingga membuat Hijiri lebih jengkel lagi terhadapnya.
“Hei! Pak Guru apa-apaan, sih?!” teriakan Sora menyadarkan Hijiri dan Ryou yang sempat melupakan Sora yang berada di sana.
Setelah menyadari kehadiran Sora, Hijiri menghampirinya. “Terakhir kali kita bertatap muka seperti ini ....” dengan wajah serius Hijiri menghentikan perkataanya, “Waktu kamu masih kecil, ya, Sora-chan!” kemudian dia melanjutkan dengan nada yang lebih riang dari sebelumnya sehingga membuat Sora bengong karena sikap aneh Gurunya itu.
“Ini aku! Kamu tidak ingat? Masato, teman kakakmu! Mungkin karena aku belum pernah mengajarmu di kelas 1 dan 2, jadi kamu tidak mengenaliku, ya. Wah! Kamu tumbuh jadi putri yang lebih kuat dari lelaki, ya!” ucap Hijiri dengan nada bercanda sambil mengusap rambut Sora dan tersenyum.
“Temannya Kakak, ya? Maaf … bukannya aku nggak ingat … tapi aku nggak mau mengingatnya. Aku nggak mau ingat.” Sora berkata dengan murung.
“Sora, kenapa kamu minta perlindungan Ryou?” tanya Hijiri pada Sora.
“Kenapa? Karena tadinya Kakak melindungiku ….” Sora sedikit ragu dengan jawabannya. Namun, tiba-tiba Hijiri mendekatkan tubuhnya pada Sora hingga membuat Sora terkejut dan mundur kebelakang hingga tubuhnya menempel ke tembok. Ryou yang melihat sikap Hijiri kepada Sora mengepalkan tangannya karena tidak suka, namun seperti tidak bisa melakukan apa pun Ryou hanya berdiam diri dengan cemas di tempatnya.
“Aku juga bisa melindungimu. Tidak seperti Ryou, aku bisa benar-benar melindungimu dan takkan pernah menempatkanmu dalam bahaya.”
Sora hanya memandang Hijiri tanpa mengatakan apa pun, selama beberapa saat keheningan menyelimuti mereka bertiga hingga akhirnya Sora mulai membuka suaranya.
“Sudahlah! Pak Guru nggak usah repot-repot!” Sora mendorong pelan tubuh Hijiri dan berjalan menghampiri Ryou lalu menggenggam tangan Ryou dan mengajaknya pergi dari sana.
“Cih! Bagaimana kalau kukatakan Ryoulah penyebab kematian Kakakmu?” tiba-tiba saja Hijiri mengatakan hal yang membuat Sora menghentikan langkahnya.
Jantung Sora berdetak dengan sangat cepat, tangannya mulai bergetar akibat perkataan Hijiri, akhirnya dia menoleh kembali, “Hah … apa katamu?” tanya Sora.
“Kamu melindungi Sora untuk menebus kejadian itu. Iya, kan, Ryou?” ucapan Hijiri membuat tubuh Sora bergetar dan membuatnya langsung mengalihkan pandangannya kepada Ryou.
Wajah Ryou saat itu terlihat seperti seseorang yang penuh dengan penyesalan, melihat Ryou yang tidak menyangkal pernyataan Hijiri membuat Sora bertanya untuk memastikan kebenarannya kepada Ryou.
“Ryou … Dia bohong, kan …?” tanya Sora dengan suara bergetar, Sora tidak bisa mempercayai Hijiri sebelum dia mendapatkan jawaban langsung dari Ryou.
Ryou menghela napas panjang kemudian menutup matanya dan menjawab pertanyaan Sora tanpa menyangkalnya sama sekali. “Benar. Itulah kenyataannya.”
Jawaban yang dikatakan Ryou membuat jantung Sora seperti ditikam oleh pisau. Hatinya terasa sakit dan membuatnya marah hingga rasanya ingin memukul Ryou.
“Kenapa! Kenapa kamu nggak pernah bilang? Kenapa?! Padahal aku mempercayaimu!” sambil mencengkram Kerah baju Ryou, Sora berteriak dengan kencang. Namun Ryou hanya menunduk dan menutup matanya karena tidak bisa melihat wajah Sora.
“Maaf ….” ucap Ryou dengan penuh penyesalan.
Sora melihat ekspresi Ryou yang sangat menyesal itu melepaskan cengkramannya pada baju Ryou lalu bergegas pergi meninggalkan koridor sekolah. Saat Ryou ingin menyusul Sora, Hijiri menghadangnya, “Biar aku yang pergi,” ucapnya, hingga membuat Ryou menghentikan langkahnya dan hanya memperhatikan Sora dan Hijiri yang semakin menjauh.
“Setidaknya, begini … sedikit lebih baik dari pada dia tidak mengetahui kebenarannya sama sekali,” gumam Ryou sambil menghela napas.
~~~~
“Menyebalkan! Enak saja mina maaf!” Sora bergumam sambil menahan kekesalannya terhadap Ryou, lalu dia teringat perkataan Hijiri yang mengatakan bahwa Ryou melindunginya hanya untuk menebus kesalahan terhadap kakaknya.
“Padahal kupikir dia menolongku karena dia suka kepadaku ….”
Gambaran wajah Ryou yang tersenyum dengan tulus kepadanya muncul di benaknya membuat Sora menghela napas panjang untuk meredam kemarahannya.
“Sora!” panggil Hijiri yang berlari untuk menyusulnya. “Kamu nggak boleh pulang sendirian.” ucapnya kemudian berjalan di sebelah Sora.
“Eh? Kamu menangis?”
Pertanyaan Hijiri membuat Sora menoleh dan menatapnya dengan tatapan kejam. “Nggak tuh!”
“Wajahmu seram sekali … Sora sangat sayang Kakak, sih.” ucapnya sambil terkekeh dan terus mengikuti Sora. “Jadi begitu tahu Ryou yang membuat kakakmu tewas, pasti kamu sangat shock, ya,” tambahnya.
Sora berhenti dan menunduk sebentar sehingga membuat Hijiri ikut berhenti.
“Bukan … bukan begitu. Dari pada Shock … aku malah nggak suka kalau Ryou melindungiku hanya untuk menebus dosa.”
Wajah Sora sangat merah saat mengatakan hal itu. Dalam hati Sora, sebenarnya dia senang Ryou menyukainya dan itu membuatnya malu karena tindakannya yang seperti ini sama saja mengartikan kalau dia sedang merajuk kepada Ryou dan seolah mengatakan bahwa dia menyukai Ryou.
Sora yang sedang larut dalam pikirannya tiba-tiba saja mendongak ketika Hijiri berdiri di hadapannya.
“Ini kartu namaku, di sana ada alamat dan nomor teleponku. Kalau kamu butuh bantuanku teepon saja, aku akan datang.” ucap Hijiri sambil memberikan kartu namanya, awalnya Sora ragu untuk menerimanya. Namun kemudian dia berpikir, kalau benar Ryou hanya ingin menebus dosa kepadanya, maka Sora merasa tidak punya alasan untuk menerima perlindungan dari Ryou sehingga dia menerima kartu nama Hijiri dan akhirnya berjalan pulang bersama dengannya.
Tanpa Sora sadari, Ryou membuntutinya secara diam-diam karena khawatir.
“Ayo kita sirami taman bunga ini … Kakak lama nih ….” Sore itu Sora kecil sedang menyirami tanaman sambil bernyanyi dan menunggu kakaknya datang. Tiba-tiba saja dia melihat bayangan seseorang berdiri di depan pagar rumahnya. “Ah! Kakak?!” Sora yang mengira bayangan itu milik kakaknya berlari menuju gerbang untuk menghampiri bayangan tersebut, namun sesampainya di depan gerbang ternyata tidak ada siapa pun di sana. “Lho? Bukan, ya ….” Sora mencari-cari keberadaan kakaknya namun ternyata kosong. Saat dia berbalik dan berjalan menuju ke dalam rumah tiba-tiba saja sia merasa ada sesuatu yang menarik tubuhnya hingga terjatuh ketengah jalan sehingga kepalanya terbentur aspal, dan saat itu Sora melihat sebuah mobil sedang melaju kencang ke arahnya sehingga membuatnya berteriak dengan kencang sambil menutup matanya dan memanggil kakaknya. “Kyaaaa! Kakak …!” ~~~~ “Hah!” Sora terbangun dari tidurnya karena bermimpi
~~~~ “Pagi!” “Pagi!” Sesampainya di dalam kelas Sora langsung menempati tempat duduknya. Wajahnya masih memerah akibat kejadian tadi di depan apartemen. Sora merasa kejadian itu sangat memalukan, karena bisa-bisanya dia salah mengira orang itu adalah kakaknya dan memeluknya tanpa sadar. Di dalam benak Sora dia sedang memikirkan Ryou, karena tadi dia berangkat tanpa bilang apa-apa kepada Ryou, bagaimana reaksinya jika Ryou tahu kalau dia meminta tolong kepada gurunya itu. Jantung Sora berdetak dengan cepat ketika dia sedang memikirkan Ryou. “Selamat pagi.” sapa Ryou, Sora mendongak untuk menatap Ryou yang tengah berdiri di depan mejanya. “Pagi ini kamu menumpang Pak Hijiri, ya. Aku dengar dari Pak Guru. Syukurlah kamu baik-baik saja.” Ryou mengatakan hal itu sambil tersenyum cerah seperti biasa, membuat Sora sedikit merasa kecewa karena ternyata hanya dia yang kepikiran. “Hei, pagi-pagi jangan bermesraan, dong!” “Eh! Kal
“Tetaplah berada di belakangku, aku akan segera menyelesaikannya.” ~~~~ Ryou berjalan mendekat ke arah arwah yang berkumpul itu, dan bersiap untuk memurnikan mereka. “1, 2, 3, 4 … 5 arwah? Sebanyak ini?” tanya Sora pada Ryou. Para arwah itu menatap Ryou dengan wajah mengerikan mereka. Energi negatif yang keluar dari sosok mereka sangat kuat hingga mampu menggerakan benda yang ada di sekita mereka. Tiba-tiba saja kotak peralatan tulis Sora bergerak dan isinya terbang ke arah Ryou dan membuat Sora berteriak karena panik. “Ryou!” Tetapi dengan cekatan Ryou berhasil menangkap alat-alat tulis yang terbang menyerang ke arahnya itu dengan satu tangannya yang kosong. Ryou berjongkok dan mengarahkan kipasnya ke lantai. “Wahai Kinokami, Kukunochi. Sang Dewa Pohon, pinjamkanlah kekuatanmu ….” Sambil memejamkan matanya Ryou mengucapkan mantra, lalu kipas itu kembali bersinar dan akar-akar pohon keluar dari lantai kam
Ryou mengatakan hal itu dengan wajah polosnya, membuat Sora terbengong saat mendengarnya. Hari ini Ryou sudah membuatnya malu setengah mati karena sudah berpikiran yang tidak-tidak tentang maksud dari Ryou.“Me-memangnya bahaya banget kalau mereka berkumpul?” dengan wajahnya yang masih memerah Sora mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan.“Iya … sepertinya ada banyak sekali arwah. Didekati arwah itu artinya … nyawamu diincar.”Sora menelan ludahnya dengan susah payah, jantungnya berdegup dengan kencang, dia baru teringat sesuatu. Apa yang dikatakan Ryou ada benarnya, berbeda dengan biasanya arwah-arwah itu langsung mengincar Sora dengan hawa membunuh yang sangat kuat membuat Sora merinding ketakutan. Sambil mencengkram boneka singa milik kakaknya Sora memberanikan dirinya untuk bertanya.“Hanya … aku? Atau semua yang bisa mellihat roh?”Namun Ryou malah memalingkan wajahnya dari Sora.
“Maaf, aku nggak bisa melindungimu sampai akhir”? kenapa aku berkata seperti itu? Sambil menangis pula?” tanya Sora.“Katanya begitu. Aku tak tahu apakah itu alasan kamu diincar arwah, tapi kurasa itu patut diselidiki.” Hijiri menjawabnya sambil fokus menyetir.Sora dan Ryou sedang menuju tempat yang dikatakn oleh Hijiri untuk menyelidiki kejadian aneh yang menimpa Sora. Selama perjalanan Ryou tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatap keluar jendela.“Benar juga … daripada nggak tahu harus mulai dari mana.” gumam Sora.Sora melirik ke arah Ryou yang sedang memperhatikan jalan dalam diam, padahal Sora sudah mempersiapkan hatinya untuk menginap di rumah Ryou, bahkan sempat gugup karena memikirkan hal yang tidak-tidak sehingga membuatnya kurang tidur.Tiba-tiba saja Ryou melirik ke arah Sora sehingga membuat matanya menemui mata Sora yang sedang melamun memperhatikannya.“Eh, Kenapa?&rdquo
“Ryou ….” panggil Sora.Awalnya Sora berpikit Ryou mungkin saja pergi ke toilet, tetapi saat dia mencoba untuk memastikan, kasur milik Ryou sudah dingin itu berarti Ryou sudah lama keluar. Tiba-tiba saja Sora merasakan firasat buruk tentang Ryou, dia bergegas bangun untuk mencari Ryou.Pohon plum tua yang tadinya bercahaya mulai meredup dan seketika Ryou jatuh terduduk ke tanah di hadapan pohon itu dengan keringat di sekujur tubuhnya.“Ternyata begitu, ya ….” ucap Ryou.Tiba-tiba saja Ryou merasa sebuah cahaya muncul di belakangnya dengan aura membunuh yang sangat kuat sehingga membuat Ryou menoleh dan mencoba untuk menangkis sesuatu.Sora yang sedang mencari Ryou tiba-tiba saja mendengar suara dari luar penginapan sehingga dia bergegas menghapiri sumber suara itu. Saat dia sampai di pintu belakang tempat pohon plum tua, Sora melihat sesosok wanita menggunakan pakaian untuk samurai dengan giginya yang taj
Sore itu langit di musim dingin yang bersalju terlihat lebih gelap dari biasanya. Ryou yang masih berusia lima tahun sedang menyapu halaman kuil, tiba-tiba dia mendengar suara tangisan anak perempuan di sekitar kuilnya. Karena penasaran dengan suara tangis itu Ryou dengan membawa sapunya berjalan untuk mendatangi sumber suara tersebut.“Huwaa! Jangan melihat ke arahku! Hiks ….”Mendengar suara teriakan itu Ryou berlari dengan kencang dan saat ia sampai di sumber suara tersebut, dia melihat seorang anak perempuan yang sedang berjongkok sambil menutup matanya.“Ada apa?” tanya Ryou. Anak perempuan itu menoleh kepadanya dan memperlihatkan wajahnya yang basah karena air mata. “Itu … anak perempuan yang ada di depan sana melototin aku, tubuhnya penuh dengan darah … hiks .…” ucapnya menunjuk ke ujung jalan dengan wajah yang ketakutan.Ryou melihat ke arah yang ditunjuk oleh anak perempuan itu dan terkejut,
“Selama delapan belas tahun aku hidup, nggak ada yang bisa membuatku kaget ataupun takut.” -Sora Karasawa-Tahun ajaran baru sudah dimulai. Sora dan Ryou kini sudah menduduki kursi kelas 3 SMA. Image Sora yang tomboy dan pemberani berlawanan dengan image Ryou yang lugu dan kalem di depan teman-temannya, bahkan selama ini mereka selalu menganggap Ryou adalah anak yang sangat lemah.Saat itu, Sora dan teman-temannya sedang berjalan menuju kelas, sesampainya mereka di dalam kelas, mereka melihat Ryou yang sedang dikerumuni oleh anak-anak berbadan besar dari kelas lain.“Eh! Itu anak-anak dari kelas 3-D kan? Kenapa mereka mengerumuni Ryou?”“Dia lemah, sih. Makanya sering ditindas, dari kelas satu dia itu kutu buku yang lemah. Entah kenapa dia tidak berubah sedikit pun, padahal kalau dia menjadi lebih berani sedikit saja aku pasti menyukainya.”“Kau benar, kasihan sekali dia. Padahal wajahnya lumayan kalau dia ti